Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TBC)

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh terutama organ

paru-paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak,

usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

Tuberkulosis atau disingkat dengan TBC adalah penyakit yang dapat

diobati dan dicegah. Penyakit ini menular melalui saluran pernafasan dan

merupakan penyakit yang kompleks karena bakteri Mycobacterium tuberculosis

dapat menyebabkan infeksi pada area diluar paru-paru sehingga diperlukan

pengobatan rutin dan berkelanjutan sehingga tingkat kekambuhan dapat dikurangi

(Davies, Gordon, Davies, 2014).

2.1.2 Etiologi

Penyebab utama penyakit Tuberkulosis adalah bakteri Mycrobacterium

tuberkulosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun

1882, bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia dalam bentuk batang dan

memiliki sifat tahan terhadap asam atau Batang Tahan Asam (BTA). Penderita

TBC dengan hasil BTA (+) menjadi sumber penularan utama saat kontak dengan

orang lain terutama saat penderita bersin atau batuk. . Jika BTA positif pada

penderita TB semakin tinggi derajat positifnya pada hasil pemeriksaan dahak


maka semakin infeksius penderita tersebut, begitu pula dengan sebaliknya

(Manalu, 2010).

Penyebaran penyakit ini melalui droplet atau percikan dahak yang mana

jika terkena orang lain akan menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan.

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan dalam beberapa jam di udara

dengan suhu kamar. Bakteri penyebab penyakit TBC dapat hidup dan tetap aktif

beberapa minggu dalam keadaan kering dan bakteri ini dapat bertahan dalam

cairan mati dengan suhu 600C selama 15-20 menit. Bakteri tuberkulosis memiliki

fraksi protein dimana komponen ini dapat menyebabkan nekrosis jaringan, selain

itu komponen lemaknya dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya fibrosis

(Chandra,2012).

Gambar 2.1 Bakteri Mycrobacterium tuberkulosis


(Sumber : Velayati & Farmia, 2017)

2.1.3 Manifestasi klinis

Menurut Mertaniasih, koendhori, dan Kusumaningrum (2013), tanda dan

gejala pada penyakit tuberkulosis adalah batuk progresif. Penyakit Tuberkulosis

paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang spesifik. Berikut ini

adalah tanda dan gejala yang dirasakan oleh penderita TBC:

a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang

atau mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai

batuk purulent (menghasilkan sputum)

c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru

d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi

radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,

nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari

2.1.4 Klasifikasi

Menurut Kowalak (2011), Tuberkulosis dapat dibedakan menjadi 2

berdasarkan penyebaran infeksinya, yaitu:

a. Tuberculosis Paru yang mana berdasarkan hasil pemeriksaan dahak dibagi

menjadi dua, yaitu:

1) Tuberkulosis Paru BTA (+) dengan kriteria hasil dari tuberkulosis paru

BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3

spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS

hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis

aktif.

2) Tuberkulosis Paru BTA (-) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran

Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan

tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk


berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas.

b. Tuberculosis Ekstra Paru yang dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

1) TBC ekstra-paru ringan Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis

eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

2) TBC ekstra-paru berat Misalnya : meningitis, millier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC

usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

2.1.5 Patofisiologi

Saluran pernafasan adalah tempat utama bakteri Mycrobacterium

tuberkulosis masuk ke dalam tubuh, infeksi bakteri tersebut menyerang melalui

dropet yang dihasilkan dari dahak penderita yang terinfeksi ketika batuk. Bakteri

ini memiliki ukuran yang mikroskopis dan memiliki permukaan alveolis yang

normalnya dihalangi oleh beberapa sistem imun maupun bagian sistem pernafasan

tubuh dan cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus

sehingga tidak sampai menyebabkan penyakit. Bakteri TBC yang sudah berada

dalam ruangan alveolus biasanya menginfeksi bagian bagian lobus atau paru-paru

atau bagian atas maupun lobus bawah, hal ini menyebabkan adanya reaksi

peradangan pada paru, peningkatan leukosit polimortonuklear pada area

peradangan dan memakan bakteri tersebut untuk melindungi tubuh namun jumlah

leukosit tersebut tidak mencukupi untuk membunuh bakteri tersebut (Widagdo,

2011).
Beberapa hari kemudian makrofag menggantikan leukosit untuk memakan

bakteri yang sudah berkembang diarea alveoli sehingga munculah gejala

pneumonia akut seperti sesak nafas, batuk, demam, dan nyeri saat bernafas.

Bakteri tersebut juga dapat menyebar melalui saluran getah bening dan dapat

menyebabkan TBC ekstrapulmonal. Makrofag yang tidak berhasil membunuh

bakteri TBC akan membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit

dan hal tersebut menandakan adanya nekrosis bagian sentral lesi yang

memberikan gambaran yang relatif padat dan jaringan granulasi disekitar jaringan

nekrosis tersebut terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis yang mana menimbulkan

respon berbeda, jaringan granulasi menjadi berlebih sedangkan jaringan fibrasi

membentuk jaringan parut yang pada nakhirnya akan membentuk suatu kapsul

yang mengelilingi tuberkel (kowalak, 2011).

Dampak dari pembentukan nekrosis pada area yang terinfeksi seperti paru-

paru adalah adanya peradangan yang mana akan mengeluarkan cairan yang masuk

ke dalam bronkus, hal ini menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan

dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini

dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau bakteri dapat terbawa

sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Peradangan tersebut akan tetap

meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus

rongga dan menginfeksi jaringan lain. Penyakit kronis lainnya juga dapat

menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari

kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang

kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis

penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen yang biasanya


sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh

darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke

organ-organ tubuh (Wijaya & Putri, 2013)

Gambar 2.2 Pathway Tuberkulosis


(Sumber : Depkes-IDAI, 2008)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut WHO (2014), Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk dasar

diagnosa pada penderita TB paru adalah sebagai berikut:


a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan memeriksa fungsi pernafasan

antara lain frekuensi pernafasan, jumlah dan warna dahak, frekuensi batuk serta

pengkajian nyeri dada. Pengkajian paru – paru terhadap konslidasi dengan

mengevaluasi bunyi nafas, fremitus serta hasil pemeriksaan perkusi. Kesiapan

emosional pasien dan persepsi tentang tuberculosis perlu dikaji

b. Pemeriksaan dahak atau sputum

Pemeriksaan sputum dahak sangatlah diperlukan karena dengan

pemeriksaan ini bakteri BTA . Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak

sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan

hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif,

dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan

ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.

c. Tes Ziehl-Neelsen

Pemeriksaan ini dilakukan dengan pewarnaan terhadap sputum, hasilnya

positif tuberkulosis jika diketemukan bakteri taham asam.

d. Skin test (PPD, Mantoux)

Hasil tes mantaoux sangatlah bervariasi yang ditentukan melalui

panjangnya indurasi, yaitu:

1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negatif

2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan

3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif

4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat


5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara

antibody dan antigen tuberculin.

e. Rontgen dada atau Foto Thorax

Gambaran pemeriksaan radiologi ini enunjukkan adanya infiltrasi lesi pada

paru-paru bagian atas, terdapat timbunan kalsium dari lesi primer atau

penumpukan cairan. Perubahan tersebut menunjukkan perkembangan

Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.

f. Pemeriksaan histologi darah atau kultur jaringan

Hasil dianggap positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis dalam

jumlah tertentu didalam pemeriksaan jaringan dan ditambah adanya peningkatan

sel darah putih

g. Biopsi jaringan paru

Biopsi jaringan paru biasanya digunakan untuk menunjukkan sel-sel yang

terindikasi terjadinya nekrosis karena penyebaran bakteri yang cepat.

h. Pemeriksaan elektrolit

Mayoritas penderita tuberkulosis memiliki hasil abnormal dan hal ini

tergantung lokasi dan beratnya infeksi.

i. Analisa gas darah (AGD)

Hasil abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan

jaringan par. Pemeriksaan ini sangat penting untuk menentukan fungsi pernafasan.

j. Pemeriksaan fungsi paru (spinometer)


Hasil dari pemeriksaan fungsi paru pada penderita TBC adalah turunnya

kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara pada

kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi

parenkim atau fibrosa, hilangnya jaringan paru karena nekrosis, dan kelainan

pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).

Gambar 2.2 Alur Diagnosis TB-Paru


(Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2015)

2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Tahap intensif (initial), dengan

memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari dengan tujuan mendapatkan hasil

sputum dengan cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan mencegah

efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat. Tahap lanjutan

(continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari atau

secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek

sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat

badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg. Paduan obat yang

digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan, yaitu:

1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: (a) Rifampisin (R); (b)

Isoniazid (H); (c) Pirazinamid (Z); (d) Streptomisin (S); (e) Etambutol (E).

WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:

Kategori-1: a. 2HRZE/4H3R3 b. 2HRZE/4HR c. 2HRZE/6HE

Kategori 2: a.2HRZES/HRZE/5H3R3E3 b. 2HRZES/HRZE/5HRE

Kategori 3: a. 2HRZ/4H3R3 b. 2HRZ/4HR c. 2HRZ/6HE

2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination). Kombinasi dosis tetap

ini terdiri dari : a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol

275 mg. b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin

150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg.


3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) a. Kanamisin. b. Kuinolon. 24 c. Obat

lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat. d.

Derivat rifampisin dan INH

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

2.2 Keluarga

2.2.1 Definisi

Keluarga adalah ikatan antar individu berdasarkan kesepakatan ataupun

perkawinan dimana membentuk sebuah hubungan dan tinggal dalam satu atap dan

memiliki peran masing-masing sebagai anggota keluarga (Harnilawati, 2013).

Keluarga adalah salah satu kelompok terkecil dari manusia yang merupakan satu

kesatuan atau disebut juga sebagai unit masyarakat terkecil dimana setiap

anggotanya hidup bersama saling berinteraksi, ada hubungan darah, perkawinan,

atau ikatan lainnya dan dipimpin oleh seorang kepala rumah tangga (Mubarak,

Chayatin & Santoso, 2011).

Keluarga merupakan perkumpulan dua orang atau beberapa individu yang

hidup bersama dalam keterikatan, emosional dan setiap individu memiliki peran

dan fungsimasing-masing yang merupakan komponen pembentuk keluarga

(Fatimah, 2010).

2.2.2 Fungsi Keluarga

Menurut Harnilawati (2013), fungsi keluarga terbagi menjadi sebagai

berikut:

a. Fungsi Afektif
Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan pemenuhan

kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan anggota keluarga berhubungan

dengan orang lain.

b. Fungsi Sosialisasi

Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan

nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh

para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi

perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau

bekerjasama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapa gagasan

orang lain, mau bertanggung jawab dan bersiakap matang dalam kehidupan yang

heterogen (etnis, ras, budaya, dan agama). Sosialisasi merupakan proses

perkembangan individu sebagai hasil dari adanya interaksi sosial dan

pembelajaran peran sosial.. Fungsi ini melatih agar dapat beradaptasi dengan

kehidupan sosial.

c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga

kelangsungan keluarga. Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang

memberikan legalitas kesempatan dan kemudahan bagi para angotanya untuk

memenuhi kebutuhan dasar biologisnya.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomi dan

mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan.

e. Fungsi Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian,tempat tinggal,perawatan

kesehatan.

2.2.3 Bentuk Keluarga

Menurut Widagdo (2016), bentuk dari keluarga dapat dibedakan menjadi 2

macam, yaitu:

a. Keluarga tipe tradisional

1) The nuclear family (keluarga inti) yaitu keluarga yang terdiri dari suami,

istri dan anak

2) The dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa

anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.

3) Keluarga usila adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah

tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.

4) The childless family yaitu keluarga tanpa anak karena terlambat menikah

dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena

mengejar karier atau pendidikan yang terjadi pada wanita.

5) The extended family adalah keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi

yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai:

paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan

6) The single parent family adalah keluarga yang terdiri dari satu orang tua

(ayah atau ibu) dengan anak, 5 hal ini terjadi biasanya melalui proses

perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)

7) Commuter family adalah kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda,

tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang
bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat

”weekend”

8) Multigenerational family yaitu keluarga dengan beberapa generasi atau

kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

9) Kin-network family adalah beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu

rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan

pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dan

lain-lain)

10) Blended family adalah duda atau janda (karena perceraian) yang menikah

kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

11) The single adult living alone/single adult family adalah keluarga yang

terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau

perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)

b. Keluarga tipe non-tradisional

1) The unmarried teenage mother yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua

(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah

2) The stepparent family adalah keluarga dengan orang tua tiri

3) Commune family adalah beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya)

yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah,

sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak

dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.


4) The nonmarital heterosexsual cohabiting family adalah keluarga yang

hidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

5) Gay and lesbian families adalah seseorang yang mempunyai persamaan

sex hidup bersama sebagaimana ”marital pathners”

6) Cohabitating couple adalah orang dewasa yang hidup bersama diluar

ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu

7) Group-marriage family adalah beberapa orang dewasa yang menggunakan

alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah

satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan

membesarkan anak.

8) Group network family adalah keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan

atau nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan

barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab

membesarkan anaknya

9) Foster family adalah keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak

tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga

yang aslinya.

10) Homeless family yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai

perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan

dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

11) Gang yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda

yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian

tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.


2.2.4 Peran Keluarga

Menurut Istiati (2010), Peran sebuah keluarga menunjukkan pola perilaku

interpersonal, sifat, dan kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi

dan posisinya didalam kehidupan. Peranan keluarga berdasarkan posisinya yaitu:

a. Peran Ayah adalah sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-

anak, ayah berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari

nafkah, serta pemberi rasa aman dan nyaman bagi anak dan istrinya dan

juga sebagai anggota dari kelompok sosial serta sebagai anggota

masyarakat di lingkungan tempatnya tinggal.

b. Peran Ibu sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya,

peran seorang ibu sangatlah penting dalam keluarga antara lain sebagai

pengasuh dan pendidik anak-anaknya, sebagai pelindung dari anak-anak

saat ayahnya sedang tidak ada dirumah, mengurus rumah tangga, serta

dapat juga berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu, ibu juga berperan

sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosial serta sebagai

anggota masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.

c. Peran Anak Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai

dengan tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual

2.2.5 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah salah satu proses hubungan atau keterikatan

antara anggota keluarga satu dengan yang lainnya. Dukungan keluarga berfokus

pada sesuatu yang dapat dilakukan untuk kebaikan seluruh anggota keluarga.

Dukungan dapat dilakukan atau tidak, hal ini tergantung pada masalah yang

dihadapi oleh keluarga tersebut sehingga anggota keluarga memiliki pemikiran


bahwa orang yang memotivasi atau bersifat mendukung dapat selalu ada dan siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika memang diperlukan. Dukungan

keluarga dapat berupa dukungan internal, yaitu seperti dukungan dari suami atau

istri atau dukungan dari saudara kandung dan dukungan eksternal, yaitu seperti

dukungan dari keluarga besar atau dukungan sosial (Freadman, 2010).

Dukunan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal antar

anggota keluarga yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap setiap

anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan

satu sama lain. (Erdiana, 2015). Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan,

yaitu:

a. Dukungan Penilaian

Dukungan penilaian disini diartikan sebagai dukungan dalam memberikan

pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi, sumber depresi dan

strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan

penilaian juga dapat didefinisikan sebagai dukungan yang terjadi bila terdapat

ekspresi penilaian yang positif terhadap individu, sehingga individu mempunyai

seseorang yang dapat diajak bicara dan bercerita tentang masalah mereka. Hal ini

terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain,

penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan

perbandingan positif seseorang dengan orang lain. Dukungan keluarga dapat

membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi

alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif.

b. Dukungan Instrumental
Dukungan Instrumental ialah dukungan berupa memberikan serta

menyediakan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial, dan

material dalam bentuk bantuan nyata. Dukungan ini terlihat pada suatu kondisi

dimana benda atau jasa tersebut akan sangat memberikan kontribusi dalam hal

pemecahan masalah praktis termasuk bantuan langsung. Dukungan ini dianggap

nyata dan paling efektif jika tiap individu dapat saling menghargai serta

mengurangi beban fikiran individu lainnya.

c. Dukungan Informasional

Jenis dukungan ini dapat berupa jaringan komunikasi dan tanggung jawab

setiap anggota keluarga, termasuk pemberian solusi dari masalah, pemberian

nasehat, pengarahan, saran, atau respon positif tentang apa yang dilakukan oleh

seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi yang akurat dengan

memberikan saran terbaik terutama dukungan dalam hal kesehatan sehingga

seseorang mendapatkan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi

individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai

penerima informasi dan pemberi informasi.

d. Dukungan Emosional

Jika salah satu anggota keluarga mengalami depresi atau masalah dalam

hidup, pasti individu tersebut sering mengeluarkan ungkapan emosional, sedih,

cemas dan kehilangan harga diri dan mengurangi kepekaan perasaan seseorang

akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu

perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, mendapatkan bantuan

dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya yang luar biasa, perhatian yang
cukup sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

(Friedman, 2010)

2.2.6 Dukungan Keluarga Pada Pasien Tuberculosis

Dukungan keluarga pada pasien TB Paru difokuskan pada dukungan untuk

mengontrol kepatuhan minum obat anggota keluarganya supaya tidak terjadi

putus obat dan resistensi. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting

dalam pengobatan paru karena keluarga memiliki fungsi perawatan dan selalu

memberikan dukungan positif. Adanya dukungan keluarga diharapkan adanya

kerjasama dalam pemantauan obat yang berkesinambungan dirumah (Putri, 2020).

Salah satu strategi penanggulangan TB yang direkomendasikan oleh WHO juga

menjelaskan bahwa dukungan keluarga sebagai pengawas minum obat sangatlah

penting khususnya dalam dua bulan pertama dimana pasien wajib minum obat

setiap hari dan keluarga harus melakukan pencatatan dan pelaporan secara tertulis

tentang ketepatan minum obat (Muttaqin, 2012).

2.3 Kepatuhan

2.3.1 Definisi

Kepatuhan merupakan ketaatan pada perintah, aturan, dan kedisiplinan

terhadap sesuatu yang mengikat. Perubahan sikap dan perilaku individu di mulai

dari tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian internalisasi. Kepatuhan dimulai dari

individu yang mematuhi anjuran dengan ikhlas tanpa kerelaan karena takut
hukuman atau sanksi karena hal tersebut berhubungan dengan keadaan maupun

situasi diri individu itu sendiri (Sunaryo, 2013).

Kepatuhan adalah menuruti suatu perintah, taat pada perintah yang mana

dapat dijabarkan sebagai suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan,

perintah, prosedur dan disiplin. Kepatuhan dalam konteks petugas profesional

merupakan perilaku sebagai seorang yang profesional terhadap suatu anjuran,

prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Arikunto, 2010).

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Kozier (2010), Faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah

sebagai berikut:

a. Motivasi klien untuk sembuh

b. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

c. Persepsi keparahan masalah kesehatan

d. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

e. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus

f. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

g. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak

membantu

h. Kerumitan , efek samping yang diajukan Warisan budaya tertentu yang

membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan

i. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan

layanan kesehatan

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut

Niven (2008), adalah:


1) Usia yaitu tingkat kematangan atau maturitas dan kekuatan sesorang akan

lebih rasional dalam berpikir dan bekerja seiring dengan bertambahnya

umur. Berdasarkan nilai kepercayaan, masyarakat lebih mempercayai dan

menghormati orang yang lebih dewasa daripada orang yang lebih muda.

Hal ini berkaitan dengan pengalaman dan kematangan jiwa dalam

menghadapi suatu masalah. Semakin dewasa seseorang, maka cara

berpikir semakin matang.

2) Pendidikan adalah usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar murid secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara secara sadar dan terencana.

Pendidikan seseorang dapat meningkatkan kepatuhan, selama penddikan

tersebut merupakan pendidikan yang aktif atau formal

3) Pekerjaan merupakan tindakan ataupun kegiatan yang dilakukan oleh

setiap orang sebagai suatu rutinitas, kebiasaan, atau kewajiban yang

dilakukan setiap hari dimana setiap kegiatan tersebut mendapat

penghargaan atau imbalan baik berupa uang ataupun barang. Pekerjaan

seseorang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan orang tersebut.

4) Akomodasi yaitu suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri

kepribadian seseorang yang dapat mempengaruhi kepatuhan dalam hal

jarak dan waktu.

5) Dukungan keluarga yang mana merupakan unit terkecil masyarakat yang

terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian
darah, serta hidup dalam suatu rumah tangga dan saling berinteraksi satu

sama lain, serta mempertahankan kebudayaan-kebudayaan tertentu.

Dukungan positif dari keluarga dapat meningkatkan kepatuhan orang

tersebut.

6) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien (kualitas

pelayanan prima) adalah suatu hal penting untuk memberikan respon pada

klien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis dengan memberikan

penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan dapat

meningkatkan kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga

kesehatan, semakin teratur pula ibu dalam kunjungannya ke Posyandu.

2.3.3 Aspek Kepatuhan Pengobatan

Terdapat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat

yang dinamakan MMAS (Morisky Medication Adhrence Scale), dengan beberapa

item yang berisi pernyataan-pernyataan:

a. Frekuensi kelupaan dalam minum obat.

b. Kesengajaan berhenti minum obat, tanpa sepengetahuan dokter

c. Kemampuan untuk mengendalikan dirinya agar tetap minum obat

(Morisky & Munther, 2009).

Nilai kepatuhan penggunaan obat dengan MMAS diberikan dengan

memberikan angka 1 jika “tidak” dan angka 0 jika “iya” pada item pertanyaan

nomer 1 hingga 7 kecuali pada nomer 5. Pada item pertanyaan nomer 5 diberikan

nilai 1 jika “iya” dan 0 jika “tidak”. Item nomer 8 terdapat beberapa penilaian

yaitu jika “tidak pernah/sangat jarang” diberikan nilai 1; jika “sesekali” diberikan

nilai 0,75; jika “kadang-kadang” diberikan nilai 0,5; jika “biasanya” diberikan
nilai 0,25; dan jika “selalu/sering” diberikan nilai 0. Tingkat kepatuhan responden

dikelompokkan menjadi 3, yaitu kepatuhan rendah dengan skor kurang dari 6,

kepatuhan sedang dengan skor 6 hingga 7, dan kepatuhan tinggi dengan skor 8.

Ketiga kategori kepatuhan tersebut dilakukan penggabungan sel untuk

mengelompokkan kategori patuh dan tidak patuh. Kategori patuh dan tidak patuh

dari hasil penggabungan sel yaitu skor ≥ 6 untuk patuh dan skor < 6 untuk tidak

patuh (Morisky, et al; 2006).

2.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan

Pasien Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang dapat menginfeksi

penderitanya melalui saluran pernafasan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebabkan infeksi pada area paru-paru

maupun area diluar paru-paru sehingga diperlukan pengobatan rutin dan

berkelanjutan sehingga tingkat kekambuhan dapat dikurangi (Davies, Gordon,

Davies, 2014). Pengobatan TBC dilakukan dengan terapi OAT dan terapi

tambahan. Pengobatan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama agar

sehingga diperlukan pengawasan serta pengobatan rutin (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2006).

Pasien dengan Tuberkulosis harus patuh dalam mengkonsumsi obat

tersebut dan rutin mengontrolkan diri ke tempat pelayanan kesehatan. Kepatuhan

minum obat merupakan aspek terpenting didalam proses penyembuhan pasien

dengan Tuberkulosis, sehingga dibutuhkan peran keluarga dalam mengawasi

penggunaan obat tersebut (Morisky & Munther, 2009). Dukungan keluarga


sangatlah penting dikarenakan hubungan interpersonal antar anggota keluarga

yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap setiap anggota keluarga

sangatlah berhubungan dengan motivasi pasien untuk sembuh dari penyakitnya

dan pasien pun merasa diperhatikan dan dihargai (Erdiana, 2015). Oleh karena itu,

Dukungan keluarga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan penderita

Tuberkulosis dalam meminum obat sebagai upaya untuk mencapai kesembuhan.

Anda mungkin juga menyukai