Anda di halaman 1dari 18

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan dijelaskan dan diuraikan hasil penelitian tentang “Hubungan dukungan

keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien Tuberculosis di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit

Umum Universitas Muhammadiyah Malang”, peneliti dilakukan 1 bulan yaitu pada tanggal 22

Januari 2021 sampai tanggal 20 Februari 2021, peneliti membagikan secara langsung kuesioner

kepada pasien dan keluarga yang berobat di Poli TB Rumah Sakit Umum Universitas

Muhammadiyah Malang. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 pasien.

Hasil penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu data umum dan data khusus. Data umum

meliputi :umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan; dan yang kedua adalah data khusus

memuat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien Tuberculosis

di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang.

5.1 Gambaran Umum RSU UMM

Rumah sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang diresmikan pada tanggal 17

Agustus 2013 bertepatan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68. Lokasi

pembangunan RSU UMM berada di kabupaten Malang. Rumah sakit ini dibangun seluas 9

hektar dan memiliki bangunan utama setinggi 6 lantai, serta beberapa bangunan gedung

penunjang setinggi 5 lantai, gedung rawat inap setinggi 3 lantai. RSU UMM memiliki fasilitas

rawat jalan dan layanan pilihan seperti layanan Cath Lab (IDIK), HD dan ruang rawat inap
dengan jumlah tempat tidur 120 yang terdiri dari: Anggrek, Kemuning, Tulip, Lily A, Lily B,

Seruni A, Seruni B, Mawar A, Mawar B, Mawar C, Kamar Bersalin, Anak (Perinatologi), Ruang

Anak, ICU, HCU, RSU UMM juga sudah terakreditasi KARS Versi 2012 hingga 17 Desember

2020.

5.2 Data penelitian

5.2.1 Data Umum

Hasil analisis data umum menggunakan distribusi responden berdasarkan Karakteristik

sampel penelitian diuraikan menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, dan jenis pekerjaan.

1. Karakteristik Responden di Poli TB RSU UMM

Pada bagian ini akan dipaparkan hasil pengukuran karakteristik responden yang menjadi

sampel dalam penelitian pada tanggal 22 Januari sampai dengan 20 Februari 2021. Responden

yang diambil dalam penelitian ini adalah pasien TB yang berobat bersama keluarga ke Poli TB

RS UMM dan mengisi seluruh kuisioner dengan lengkap sesuai kriteria inklusi. Adapun hasilnya

yang dapat dilihat pada tabel 5.1.


Tabel 5.1 Karakteristik Responden di Poli TB Unit Rawat Jalan RS UMM Tanggal
Karakteristik Responden Frek % 1
Jenis Kelamin Januari-
a. Laki-laki 11 36,7 31
b. Perempuan 19 63,3 Januari
Tingkat Pendidikan 2021
a. Tidak Sekolah 0 0
b. SD 0 0
c. SMP 2 6,7
d. SMA 16 53,3
e. Perguruan Tinggi 12 40,0 Berdasarkan
Jenis Pekerjaan
a. Kariawan Swasta 9 30 Tabel 5.1
b. Wiraswasta 6 20
c. PNS 2 6,7 disebutkan bawa
d. TNI/Polri 0 0
e. Petani 7 23,3 karakteristis
f. Buruh 1 3,3
g. IRT 2 6,7 responden yang
h. Mahasiswa/ Pelajar 3 10
memiliki

presentase paling

besar adalah jenis kelamin perempuan yaitu 19 orang (63,3%). Tingkat pendidikan terakhir

responden paling banyak adalah SMA yaitu sebanyak 16 responden (53,3%). Mayoritas

responden memiliki pekerjaan sebagai kariawan swasta yaitu 9 orang (30%) diikuti dengan jenis

pekerjaan responden sebagai petani yaitu 7 orang (23,3%).

2. Data Karakteristik Responden Berdasarkan usia

Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penelitian tentang karakteristik responden berdasarkan

usia di Poli TB Unit Rawat Jalan RS Universitas Muhammadiyah Malang pada tanggal 22

Januari – 20 Februari 2021.


Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan usia di Poli TB Unit Rawat Jalan RSU
UMM Pada Tanggal 1 Januari – 31 Januari 2021

Jumlah Nilai
Karakteristi Nilai Rata-rata Standar
Sampel Maksimu
k Minimum (Mean) Deviasi
(N) m

14,83
Umur 30 18 Tahun 67 Tahun 39 Tahun
Tahun

Berdasarkan tabel di atas, hasil data penelitian karakteristik usia dari 30 responden

diperoleh rata-rata usia responden sebesar 39 tahun dengan standar deviasi sebesar 14,83 tahun.

Usia minimum atau responden paling muda memiliki usia 18 tahun dan usia maksimum atau

responden paling tua memiliki usia 67 tahun.

5.2.2 Data khusus

1. Gambaran Dukungan Keluarga

Data hasil penelitian yang didapatkan dari responden ditinjau dari dukungan keluarga

terhadap pengobatan pasien TBC disajikan pada tabel 5.3:

Tabel 5.3 frekuensi dukungan keluarga jika diintrepretasikan sesuai dengan


tingkat dukungan keluarga terhadap pengobatan pasien TBC di Unit Rawat Jalan
RSU UMM tanggal 1 Januari – 31 Januari 2021

Kategori Dukungan Keluarga Frekuensi


Rendah 0 (0,0%)
Sedang 14 (46,7%)
Tinggi 16 (53,3%)

Total 30 (100%)
Berdasarkan hasil data dari responden di Poli TB Unit Rawat Jalan RSU UMM, dukungan

keluarga terbanyak pada tingkat dukungan keluarga yang tinggi sebanyak 16 orang (53,3%),

diikuti tingkat dukungan keluarga sedang sebanyak 14 orang (46,7%), dan tidak ada yang

memiliki tingkat dukungan keluarga yang rendah (0%), sedangkan gambaran tingkat

pengetahuan perawat berdasarkan masing-masing indikator dapat dilihat grafik 5.1:

Gambar 5.1 Grafik indikator dukungan keluarga pasien TBC di Unit Rawat Jalan pada
tanggal 22 Januari – 20 Februari 2021

Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada skor grafik diatas, indikator dukungan keluarga

yang paling dominan tinggi adalah jenis dukungan emosional sedangkan dukungan keluarga

yang terendah adalah dukungan informasional. Hal ini dapat dilihat dari skor indikator yaitu 3,14

(dukungan emosional) dan 2,92 (informasional).

2. Gambaran Kepatuhan Pengobatan

Kepatuhan pengobatan pasien TBC di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Universitas

Muhammadiyah Malang dapat dijabarkan sebagai berikut:


Tabel 5.4 Tingkat Kepatuhan Pengobatan Pasien TBC di Unit Rawat Jalan RSU UMM
pada tanggal 1 Januari-31 Januari 2021

Kategori Kepatuhan Pengobatan Frekuensi


Rendah 6 (20 %)
Sedang 21 (70%)
Tinggi 3 ( 10 %)

Total 30 (100%)

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden masuk dalam

kategori kepatuhan pengobatan sedang sebanyak 21 pasien (70%), diikuti kepatuhan pengobatan

rendah sebanyak 6 pasien (20%) dan kategori terkecil adalah kepatuhan pengobatan tinggi yang

hanya dilakukan oleh 3 pasien (10%).

3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan TBC di Unit Rawat


Jalan RSU UMM

Data hasil penelitian hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan TBC di

Unit Rawat Jalan RS Universitas Muhammadiyah Malang dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah

ini.

Tabel 5.5 hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di
Unit Rawat Jalan RS Universitas Muhammadiyah Malang Pada 22 Januari – 20 Februari
2021

Kepatuhan Pengobatan Total


Dukungan Hasil Uji
Spearman
Keluarga Rendah Sedang Tinggi Rank
Keterangan

Rendah 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) Signifikan


Sig = 0,011

Sedang 6 (20%) 7 (23,3%) 1 (3,3%) 14 (46,6%) r = 0,460

14
Tinggi 0 (0,0%) 2 (6,7%) 16 (53,4%)
(46,7%)

Total 6 (20%) 21 (70) 3 (10%) 30 (100%)

Berdasarkan tabel diatas hasil analisis korelasi spearman rank didapatkan nilai probabilitas

atau nilai signifikansi sebesar sebesar p = 0,011 yang artinya lebih kecil dari nilai alpha (p <

0,05) menunjukkan bahwa adanya hubungan dari 2 variabel. Hasil korelasi didapatkan 0,460*

menunjukkan bahwa hubungan korelasi antar variabel dalam kategori sedang. Sedangkan arah

korelasi positif (+) yang artinya antara dua variabel yang diteliti berjalan searah, dimana saat

dukungan keluarga mengalami peningkatan maka kepatuhan pengobatan pasien TBC di RSU

Universitas Muhammadiyah Malang akan meningkat. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan signifikan dalam kategori sedang antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan pengobatan pasien TB di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah Malang.
BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam bab..ini akan membahas tentang..hasil yang telah didapatkan pada penelitian

tentang..hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien Tuberculosis

di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang Pembahasan..ini

meliputi mengidentifikasi dukungan keluarga pasien TBC, kepatuhan pengobatan pasien TBC,

dan analisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien Tuberculosis di

Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang pada 22 Januari – 20

Februari 2021. Jumlah Responden dalam penelitian ini adalah 30 pasien TBC yang berobat di

Rawat Jalan RSU UMM.

6.1 Identifikasi dukungan keluarga pasien TBC

Hasil penelitian ini menunjukkan jika lebih dari 1/2 mayoritas responden yang berobat di

Poli TB RS UMM memiliki dukungan keluarga untuk berobat dalam kategori dukungan tinggi

(53,3%). Penelitian Jannah (2020) menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu dukungan
keluarga pada pasien TBC untuk melakukan pengobatan berada di kategori baik atau tinggi

sekitar 55,2%. Dukungan keluarga merupakan salah satu upaya promotif untuk mengurangi

angka kejadian TBC dengan cara mengajak anggota keluarga untuk berperan aktif dalam hal

penjadwalan minum obat dan kontrol berobat ke tempat pelayanan terdekat. Penelitian yang

dilakukan oleh Sara dan Suprayitno (2017), juga mendapatkan hasil jika dukungan keluarga di

Puskesmas daerah Yogyakarta sebagian besar berada dalam kategori baik (65,4%), hal ini dapat

tercapai karena keluarga mengenali kebutuhan fisik, biologis, dan spiritual pasien dengan TBC,

komunikasi antar individu didalam keluarga yang optimal, penghargaan terhadap usaha pasien

TBC atas perjuangannya untuk sembuh, dan memberikan informasi yang sesuai dengan kondisi

pasien sehingga pasien mendapatkan kebebasan untuk mengambil keputusan dalam berobat.

Menurut Aliftitah, Oktavianisya, dan Hasanah (2019), pendampingan keluarga dalam

memberikan dukungan pengobatan untuk pasien TBC oleh tenaga kesehatan dilingkungan

sekitar juga sangatlah efektif karena pasien dapat lebih termotivasi dengan baik untuk sembuh.

Faktor yang mendorong dukungan keluarga berjalan dengan baik adalah kegiatan sosialisasi dari

layanan kesehatan sekitar, komunikasi interaktif antara keluarga, pasien, dan petugas kesehatan,

dan semangat keluarga dan pasien untuk hidup sehat. Faktor yang menghambat dukungan

keluarga adalah kurangnya pengetahuan pasien atau keluarga tentang penyakit, jarak rumah

pasien dengan pelayanan kesehatan terlalu jauh sehingga keluarga kesulitan dalam hal waktu,

biaya, dan jarak tempuh, dan adanya stressor yang terjadi disuatu keluarga sehingga fokus

keluarga terhadap pasien TBC kurang baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhardiani, Mardjan, dan Abrori (2016) mendapatkan

hasil berbeda yaitu dukungan keluarga diwilayah Pontianak berada dalam kategori rendah atau

kurang baik (75,6%). Dukungan keluarga pasien TBC yang rendah dapat disebabkan karena
stigma masyarakat yang negatif terhadap penularan penyakit TBC, stigma yang buruk terhadap

seseorang akan menurunkan harga diri , merugikan, memalukan, keputusasaan dan membuat

ketidakberdayaan pasien dan keluarga menjadi semakin buruk. Menurut penelitian Nastiti dan

Kurniawan (2018), menyebutkan jika dukungan keluarga mayoritas pada salah satu Puskesmas

didaerah Mojokerto juga berada dalam kategori kurang baik (54,5%). Dukungan keluarga

menjadi rendah dikarenakan kurangnya rasa peduli keluarga atas kondisi pasien, kurangnya

informasi dalam melakukan perawatan pada pasien TBC, keluarga kurang memberikan fasilitas

yang diperlukan, dan kurangnya rasa menghormati dan menghargai sehingga penderita TBC

semakin terpuruk. Dukungan keluarga merupakan faktor penguat yang berasal dari luar diri

pasien sehingga jika keluarga tidak memberikan motivasi pada pasien maka semakin menurun

juga keinginan pasien untuk sembuh.

Hasil pengukuran kuesioner dukungan keluarga terdapat rata-rata nilai paling tinggi

pada indikator dukungan keluarga emosional yaitu 3,14 sedangkan indikator kuesioner paling

rendah pada indikator informasional dengan rata-rata 2,92. Penelitian ini memiliki hasil yang

sesuai dengan penelitian Yusselda dan Wardani (2016), yaitu indikator dukungan keluarga yang

paling besar adalah dukungan emosional (70,2%) dan indikator yang terendah pada dukungan

keluarga informasial (56%). Hasil ini berbeda dengan penelitian Fitria dan Febrianti (2016),

indikator dukungan keluarga yang paling tinggi adalah indikator informasial (75,3%) walaupun

semua indikator yang diteliti memiliki kategori dukungan keluarga yang tinggi. Indikator

informasial mendapatkan nilai yang tinggi karena pasien dan keluarga mendapatkan dan mencari

informasi tentang bagaimana cara merawat diri dan penguatan atas perilaku sesuai harapan,

sedangkan pada indikator dukungan emosional dapat dilihat dari sifat empati, peduli,

menghargai, dicintai, dan memperhatikan pasien dengan kasih sayang. Pada indikator lain seperti
dukungan keluarga instrumental dapat dinilai dengan memberikan sarana dan prasarana,

kesiapan keluarga untuk mengantarkan pasien TBC kepelayanan kesehatan, dan tergantung pada

status ekonomi pasien dan keluarga, pada dukungan keluarga penilaian dapat dilihat dari

pernghargaan keluarga untuk pasien yang sakit, memberikan kritik yang membangun, dan

memberikan pujian.

Menurut Hariadi, Aryani, dan Buston (2019), Dukungan Keluarga merupakan salah satu

sumber dukungan social dirumah bersama keluarga dimana setiap individu memiliki peran

masing-masing. Dukungan keluarga adalah unsur terpenting dalam menyelesaikan berbagai

permasalahan hidup sehingga seseorang akan lebih percaya diri, termotivasi untuk menghadapi

suatu permasalahan, peningkatan kepuasan dan kualitas hidup. Dukungan keluarga dapat

mempengaruhi tingkah laku penerimanya, semakin tinggi dukungan keluarga maka akan

mengurangi angka kesakitan dan kematian penderita TBC. Keluarga harus tetap

mempertahankan dan meningkatkan status mental, antisipasi perubahan social ekonomi, dan

mengingatkan pasien untuk minum obat teratur. Menurut Violettaa (2016), dukungan keluarga

dapat meringankan beban dan tanggung jawab penderita TBC karena banyak hal yang tidak

dapat pasien kerjakan sendiri karena terkendala oleh penyakit yang diderita dan membentuj

hubungan psikologis yang baik.

6.2 Identifikasi Kepatuhan Minum Obat Pasien TBC

Hasil data penelitian ini didapatkan bahwa 21 responden di RS UMM memiliki

kepatuhan minum obat dalam kategori sedang (70%). Hal ini sejalan dengan penelitian Pitters,

Kandou, Nelwan (2018) yang menjelaskan jika kepatuhan pasien TBC berada dalam kategori
kepatuhan sedang (87,8). Pasien dengan TBC harus meminum obat teratur untuk menghindari

derajak keparahan ataupun resistensi bakteri TBC, pasien harus memiliki dorongan kuat untuk

menyelesaikan pengobatannya dalam waktu yang cukup lama. Pasien harus memiliki jadwal

tertentu untuk periksa ke RS, meminum obat, istirahat sehingga membutuhkan orang lain untuk

mengingatkan dan memotivasinya hingga pengobatan tuntas. Kepatuhan meminum obat adalah

suatu kewajiban sehingga seseorang harus beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk meminum

obat. Penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nastiti

dan Kurniawan (2018) yang menyebutkan jika pasien TBC patuh untuk meminum obat hanyalah

separuh dari responden (51,5%), banyaknya pasien TBC yang tidak patuh minum obat dan

kontrol ke RS adalah karena pasien kebanyakan adalah usia produktif sehingga banyak kegiatan

dan lama penyakit yang tidak sembuh sembuh membuat pasien bosan untuk meminum obat.

Menurut Valentina (2016), konsumsi obat yang teratur akan mencapai proses pengobatan

yang lengkap sesuai dengan terapi yang diberikan dokter. Pada pasien TBC, pasien harus

mengkonsumsi obat yang telah ditetapkan sesuai dengan tepat dosis, tepat waktu, tepat jumlah,

tepat terapi. Kepatuhan minum obat memerlukan keteraturan. Menurut Sara dan Suprayitno

(2017), kepatuhan meminum obat dapat mengurangi kekambuhan pasien, keberhasilan dalam

meminum obat bagi pasien dengan TBC dipengaruhi oleh faktor medis dan non medis., yaitu: (1)

Faktor medis seperti keluhan utama sebelum melakukan pengobatan, penyakit penyerta, adanya

efek samping maupun kekebalan suatu obat ditubuh pasien TBC; (2) Faktor non medis, seperti

usia, jenis pekerjaan pasien, adanya pemberian edukasi sebelumnya, dorongan petugas

kesehatan, jangkauan dalam berobat, dukungan keluarga, dan kepatuhan minum obat. Kepatuhan

minum obat menjadi faktor penentu yang sangat penting dalam pemberian layanan kesehatan.

Suatu sistem pelayanan terpadu seperti konseling, petugas medis yang memiliki kompetensi,
kerjasama antar profesi, dan memberikan pelayanan yang baik dapat mendorong pasien untuk

terus melakukan pengobatan dan percaya jika pengobatan tersebut adalah demi kebaikan pasien

sendiri.

Kurangnya dorongan dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan dapat membuat

seseorang tidak patuh dalam meminum obat karena tujuan yang diharapkan tidak sesuai dengan

yang dikehendaki. Motivasi yang tidak adekuat tidak akan menggerakkan seseorang untuk

bertindak atau melakukan sesuatu sehingga pasien TB jika tidak ada motivasi, maka akan sulit

untuk mencapai keberhasilan minum obat dalam serangkaian waktu jangka panjang.

Ketidakpatuhan seseorang dalam melakukan pengobatan sistem DOTS (Directly Observed

Treatment Shortcourse) dapat disebabkan penyampaian informasi petugas kesehatan yang

kurang akurat, tidak adanya kemauan pasien dan keluarga untuk mencari informasi, kurangnya

sosialisasi TBC di unit pelayanan kesehatan terdekat, dukungan keluarga yang tidak baik, pasien

masih tidak percaya jika dirinya mengidap penyakit TBC, pandangan negatif dan cemoohan dari

lingkungan sekitar sehingga membuat pasien terpuruk (Muhardian & Abrori, 2016).

Ketidakpatuhan pasien TBC paling banyak dikarenakan kurangnya kontrol dan pengawasan

keluarga dalam pengobatan TBC. Ketidakpatuhan meminum obat adalah salah satu masalah

utama yang selalu terjadi, sehingga strategi dalam pencegahan ketidakpatuhan minum obat harus

diselesaikan baik dari diri pasien, keluarga terdekat, lingkungan yang mendukung kesembuhan

pasien, dan sarana prasarana pelayanan kesehatan terdekat (Pitters, Kandou, dan Nelwan, 2018).

Menurut Fitria dan Febrianti (2016), kepatuhan meminum obat menggambarkan perilaku

seseorang dalam memelihara kesehatan. Kepatuhan minum obat memiliki 5 determinan utama

yaitu alasan pokok perilaku (behaviour) atau adanya niat seseorang untuk melakukan sesuatu

(Intention), dukungan sosial masyarakat, adanya informasi yang memadai (Accessibility of


Information), kebebasan dalam mengambil keputusan (Personal Autonomy), kondisi dan situasi

yang mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk meminum obat (Action Situation). Standar

kepatuhan pasien TBC dalam meminum obat adalah mengikuti semua rangkaian pengobatan

yang terstandar, adanya pengawasan atau supervisi dari berbagai pihak, dukungan untuk pasien

minum obat. Pengawasan langsung sangatlah penting untuk menjamin keteraturan konsumsi

obat, fungsi pengawasan paling efektif adalah keluarga sehingga keluarga harus dapat menjadi

pengawas yang baik serta melaporkan jika pengobatan TBC tidak dilakukan sebagaimana

mestinya.

6.3 Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat Di Unit Rawat Jalan RSU

UMM

Berdasarkan hasil penelitian kepada 30 responden di Unit Rawat Jalan RS UMM didapatkan

hasil jika ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat Di Unit Rawat

Jalan RSU UMM dengan kategori sedang. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Sara dan Suprayitno (2017) yang mendapatkan hasil jika ada hubungan antara dukungan

keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien di daerah Yogyakarta. Dukungan keluarga

merupakan faktor yang penting dalam memenuhi kebutuhan pasien TBC untuk meminum obat

secara rutin. Kepatuhan minum obat yang buruk akan membuat resistensi obat pada penderita

TBC sehingga dukungan keluarga harus tetap terjaga dengan baik demi kelengkapan pengobatan

tercapai dan pasien sembuh total. Penelitian Jannah (2020), mendapatkan hasil yang berbeda

yaitu tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum ibat. Hasil

penelitian tersebut adalah dukungan keluarga mayoritas responden berada dikategori rendah
(55,2%) karena keluarga masih belum mengetahui pentingnya melakukan pengobatan pada

pasien dan sering lupa mengingatkan pasien untuk minum obat dengan teratur.

Dukungan keluarga sangatlah berperan penting dalam kepatuhan minum obat pada

pasien karena dukungan ini dapat mendorong seseorang untuk sembuh dan melakukan

pengobatan dengan baik dan benar, dukungan juga dapat berupa pemberian informasi terkait

dengan penyakit, dan mengingatkan pasien untuk tetap meminum obat dan berobat rutin.

Dukungan keluarga juga dapat berupa pemecahan masalah yang dihadapi oleh penderita,

menanggung biaya pengobatan penderita TBC hingga sembuh. Dukungan keluarga sangat

dibutuhkan karena keluarga merupakan unit terkecil dan terdekat dengan seseorang sehingga

penderita TB akan sangat menyadari bahwa keluarga sangatlah dibutuhkan saat dalam kondisi

sakit (Irnawati, Siagian, & Ottay, 2016). Dukungan keluarga merupakan faktor penguat

seseorang untuk sembuh. Dukungan keluarga merupakan informasi verbal, sasaran, bantuan

nyata atau perlakuan yang diberikan oleh orang terdekat sehingga kehadiran tersebut sangatlah

memberi dampak positif bagi perilaku penerimanya sehingga penerimanya akan merasa

diperhatikan, mendapatkan saran yang baik, dan kesan menyenangkan. Semakin tinggi dukungan

keluarga yang diberikan maka semakin patuh pula penderita TBC untuk meminum obat yang

seterusnya akan mempengaruhi kualitas hidup penderita yang lebih baik (Hariadi, Aryani, dan

Buston, 2019).

Manfaat dukungan keluarga bagi penderita penyakit kronis seperti TBC sangatlah

dibutuhkan karena pengobatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang sehingga

diharapkan pasien tetap termotivasi untuk meminum obat hingga selesai karena jika pasien tidak

teratur minum obat sesuai jadwal maka akan terjadi kegagalan dalam masa pengobatan pasien.

Dukungan keluarga juga bermanfaat untuk meringankan beban atau penderitaan pasien terhadap
penyakitnya karena perhatian sekecil apapun akan berdampak pada motivasi seseorang untuk

dapat sembuh (Violetta, 2016). Dukungan keluarga merupakan sumber pertolongan utama uang

diberikan oleh keluarga untuk selalu mendampingi saat senang maupun susah. Dukungan

keluarga yang efektif akan mengurangi angka kekambuhan penyakit TBC karena pengobatan

terpantau dengan jelas dan akurat dan mengurangi penularan penyakit melalui berbagai upaya

kesehatan (Atmaja, 2019).

Hasil penelitian ini memiliki indikator yang paling tinggi dari dukungan keluarga pada

dukungan emosional dan pada penelitian Nastiti dan Kurniawan juga menilai indikator dukungan

emosional lebih dominan dibandingkan indikator lainnya. Dukungan Keluarga dibagi menjadi 4

indikator yaitu: (1) dukungan informasional yaitu pemberian informasi ataupun penjelasan pada

keluarga tentang kondisi dan situasi yang berhubungan dengan penyakit TBC; (2) dukungan

emosional merupakan rasa empati, selalu mendengarkan sifat keterbukaan antar anggota

keluarga, kasih sayang, saling memahami dan perhatian terhadap pengobatan yang dijalani; (3)

dukungan instrumental bersifat langsung seperti meringankan beban biaya untuk penderita,

memberikan fasilitas untuk berobat, menyediakan kebutuhan dasar manusia; dan (4) dukungan

penghargaan atau penilaian adalah dngan memberikan penilaian positif, penguatan diri untuk

meminum obar rutin, memberikan respon positif terhadap wawasan seseorang dalam kondisi

penuh dengan tekanan karena penyakit. Berbagai indikator tersebut sangatlah bermakna positif

bagi kepatuhan minum obat pasien TBC.

6.4 Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini ada beberapa keterbatasan yang dialami oleh peneliti saat melakukan

penelitian, adapun keterbatasannya pada penelitian ini adalah:

1. Responden yang diambil hanya sedikit karena kondisi pandemi Covid-19 ini membatasi

pasien untuk berobat ke RS bila tidak ada keluhan yang berat, sehingga terjadi pengurangan

pasien saat dilakukan penelitian

2. Kuisioner yang diberikan oleh peneliti cukup panjang sehingga membuat responden harus

membaca dengan cepat karena peneliti dibatasi untuk berinteraksi dengan responden secara

langsung dalam waktu cukup lama, peneliti juga tidak dapat menanyakan pertanyaan terkait

dengan variabel yang diteliti diluar kuisioner yang ada.

6.5 Implikasi Keperawatan

1. Implikasi Untuk Keperawatan

Hasil penelitian ini telah mengidentifikasi adanya hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien di Unit Rawat Jalan RS Universitas

Muhammadiyah Malang. Penelitian ini dapat dijadikan pedoman untuk memberikan

informasi dan sosialisasi berkelanjutan pada pasien dan keluarga sehingga dapat

meningkatkan motivasi pasien dan keluarga untuk melakukan pengobatan secara

rutin. Penelitian ini juga dapat menjadi dasar perawat untuk mengkaji dukungan

keluarga dirumah sebagai upaya promotif penanggulangan TB dilingkungan sekitar.

2. Riset penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti

dukungan keluarga dari berbagai indikator (emosional, informasional, penilaian, dan


instrumental) dan analisis faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga maupun

kepatuhan minum obat pasien TBC di Unit Rawat jalan RS.

Anda mungkin juga menyukai