0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
15 tayangan2 halaman
Teks ini membahas dampak larangan ekspor batubara Indonesia terhadap perekonomian Indonesia. Larangan ekspor bahan mentah batubara yang diatur dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2009 menyebabkan peningkatan eksploitasi pertambangan sebelum larangan diberlakukan pada 2014. Namun, Indonesia belum memiliki kapasitas smelter yang memadai untuk mengolah hasil tambang sehingga akan terjadi kekurangan smelter pada 2014 untuk komoditas seperti b
Deskripsi Asli:
Judul Asli
2002020007_Sumyati Oktaviani_Dampak larangan eksport batubara
Teks ini membahas dampak larangan ekspor batubara Indonesia terhadap perekonomian Indonesia. Larangan ekspor bahan mentah batubara yang diatur dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2009 menyebabkan peningkatan eksploitasi pertambangan sebelum larangan diberlakukan pada 2014. Namun, Indonesia belum memiliki kapasitas smelter yang memadai untuk mengolah hasil tambang sehingga akan terjadi kekurangan smelter pada 2014 untuk komoditas seperti b
Teks ini membahas dampak larangan ekspor batubara Indonesia terhadap perekonomian Indonesia. Larangan ekspor bahan mentah batubara yang diatur dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2009 menyebabkan peningkatan eksploitasi pertambangan sebelum larangan diberlakukan pada 2014. Namun, Indonesia belum memiliki kapasitas smelter yang memadai untuk mengolah hasil tambang sehingga akan terjadi kekurangan smelter pada 2014 untuk komoditas seperti b
Dampak Larangan Eksport Batubara Indonesia Terhadap Perekonomian Indonesia
Di Indonesia, industri pertambangan mineral logam dikuasai oleh investor asing dan BUMN, serta perusahaan swasta. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia dalam bentuk badan hukum Indonesia.Dalam dokumen kontrak karya pertambangan, perusahaan pertambangan asing juga diwajibkan melepaskan saham kepemilikan. Hak penguasaan Negara sebagai konsep sampai saat ini belum mempunyai pengertian serta makna yang jelas dan tegas yang dapat diterima oleh semua pihak dalam hubungannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam nasional sehingga mengundang banyak penafsiran yang berimplikasi kepada inplementasinya. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah bom waktu untuk Indonesia.UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral dan batubara dan melarang ekspor bahan mentah tahun 2014. UU inimengamanahkan pembangunan smelter sehingga produksi tambang dalam negeri dapat diproses sebelum diekspor. Tujuan UU Minerba sangatlah mulia: agar Indonesia bisa merasakan nilai tambah dari produk- produk tambang, mendongkrak produk domestik bruto, dan menyerap tenaga kerja. Berbeda dengan harapan awal, pascapenetapan UU ini eksploitasi pertambangan justru melonjak tajam.Pemilik tambang berlomba menambang sebanyak-banyaknya sebelum dilarang.Akibatnya, produksi sejumlah komoditas tambang melonjak. Contohnya produksi bauksit tahun 2009 sebanyak 783.000 mt, tahun 2011 menjadi 17.634.000 mt, atau melonjak 2.150 persen. Hal serupa terjadi pada komoditas ore nikel, di mana produksi pada 2009 hanya 5.802.000 wmt, tapi tahun 2011 sudah 15.973.000, atau meningkat 175 persen. Pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah sudah di depan mata, tetapi Indonesia masih belum memiliki smelter memadai untuk mengimbangi produksi tambang. Tercatat setidaknya ada tiga komoditas yang akan defisit smelter pada tahun 2014, yaitu tembaga, bauksit, dan nikel. Produksi bauksit nasional pada 2011 mencapai 17,6 juta ton.8 Saat ini, Indonesia belum memiliki smelter bauksit. Rencana pembangunan sejumlah smelter bauksit, hingga 2014, hanya mampu menampung 7,1 juta ton. Gap antara produksi tambang dan kapasitas smelter 10,5 juta ton, dengan asumsi semua pembangunan smelter lancar. Komoditas nikel mengalami hal serupa. Pertambangan nikel Indonesia menghasilkan 15,9 juta ton nikel tahun 2011. Smelter nikel eksisting Indonesia memiliki kapasitas 9,03juta ton. Sampai dengan tahun 2014, diperkirakan akan ada tambahan sejumlah smelter baru, dengan kapasitas total 4,15 juta ton. Gap antara produksi tambang dan smelter pada tahun 2014 mencapai 2,72 juta ton. Untuk komoditas tembaga, produksi tembaga nasional tahun 2011 mencapai 20,2 juta ton, sedangkan smelter tembaga yang eksisting hanya mampu menampung 1 juta ton.9 Adapun rencana pembangunan sejumlah smelter tembaga hingga 2014 hanya menambah kapasitas smelter menjadi 1,2 juta ton. Setidaknya akan ada 18 juta ton tembaga yang tidak dapat diolah. Dilihat dari sisi pertumbuhan output perekonomian, hasil simulasi menghasilkan beberapa temuan yaitu : 1. Skenario berdasarkan proyeksi LEAP menghasilkan nilai kenaikan output yang lebih rendah dibandingkan nilai kenaikan output yang dihasilkan oleh skenario zero export. 2. Economic Gain yang dihasilkan dari penerapan kebijakan zero export gas mengikuti pola pergerakan kenaikan nilai suplai gas alam Indonesia selama periode proyeksi 2013-2030, yaitu meningkat selama periode 2013-2023 lalu menurun tajam selama 2023-2026 untuk kemudian meningkat secara konsisten hingga akhir periode proyeksi ditahun 2030. 3. Skenario zero gas export juga memberikan manfaat ekonomi tambahan dalam bentuk penghematan devisa sebesar US$ 4,9 miliar per tahun selama periode 2013-2030.