PENDAHULUAN
Hasil belajar anak yang diperoleh melalui evaluasi itu tidak hanya sekedar untuk diketahui dan
dipahami guru, tetapi yang lebih penting ialah agar dapat digunakan untuk tujuan tertentu seperti
kenaikan kelas, meluluskan murid dan sebagainya. Sering pengertian evaluasi (penilaian)
dikaburkan dengan pengertian measurement (pengukuran).Pengukuran adalah pekerjaan
membandingkan suatu hasil belajar murid dengan ukuran yang sudah ditentukan, yang disebut
standar evaluasi.
Pada makalah ini pembahasan lebih difokuskan pada evaluasi dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) di sekolah serta problematikanya. Oleh karenanya dalam makalah ini akan
dibahas tentang pengertian evaluasi, tujuan dan fungsi evaluasi, prinsip-prinsip evaluasi, dan
langkah-langkah evaluasi, cara dan teknik evaluasi dan kesulitan-kesulitan dalam evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Menurut Ralph Tayler evaluasi adalah proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan
dapat dicapai.[1] Sedangkan Cronbach, Stufflebeam dan Alkin mengartikan evaluasi dengan
menyediakan informasi untuk membuat keputusan. Pendapat lain dikemukakan oleh Malcolm
dan Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan standar untuk
mengetahui apakah ada selisih. Ada juga yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah penelitian
yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Melihat dari uraian di atas maka dapat diketahui adanya perbedaan pendapat diantara para ahli
tentang definisi dari evaluasi. Namun demikian secara garis besar masih ada titik temunya.
Berkaitan dengan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama islam maka yang
dimaksudkan adalah ingin mengetahui, memahami dan menggunakan hasil kegiatan belajar
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun tujuan dan fungsi hasil-hasil evaluasi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi empat
kategori:
1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar.
2. Untuk menentukan angka/hasil belajar masing-masing murid yang antara lain diperlukan untuk
penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya murid.
3. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat
kemampuan (karakteristik) lainnya yang dimiliki murid.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan
kesulitan-kesulitan tersebut.[2]
Fungsi pertama dan kedua dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab guru, sedangkan
fungsi ketiga dan keempat lebih menjadi tanggung jawab bimbingan dan penyuluhan. Berkaitan
dengan keempat fungsi yang telah disebutkan diatas, evaluasi hasil belajar dapat digolongkan
menjadi empat, yaitu:
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan umpan balik
kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan
pelayanan khusus bagi murid/siswa. Evaluasi ini jarang dipraktekkan oleh guru-guru di sekolah
sebagaimana yang seharusnya.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan angka
kemajuan belajar murid/siswa yang sekaligus dapat digunakan untuk pemberian laporan kepada
orang tua, penentuan kenaikan kelas, dan sebagainya.
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar belakang
(psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam
belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesuliatan-kesuliatan
tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah.[3]
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang relatif dalam hasil
pembelajaran yang dicapai siswa/murid, dikatakan relatif karena didalam pendekatan ini kita bisa
melihat hasil evaluasi yang memperlihatkan perbedaan kemampuan antara siswa yang satu
dengan siswa yang lainnya didalam kelas yang sama. Dengan memberikan test kepada masing-
masing siswa untuk mengetahui sejauh mana perkembangan belajar setiap siswa dengan materi
yang diajarkan selama ini dan untuk membedakan kemampuan dari siswa yang satu dengan
siswa yang lainnya. Soal yang diberikanpun menyesuaikan dengan tingkat kesulitannya, dari soal
yang mudah, sedang sampai soal yang sulit. Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini adalah
evaluasi sumatif, karena pendekatan ini lebih sesuai untuk keperluan pemberian angka, kenaikan
kelas maupun seleksi, yang kesemuanya itu ada didalam evaluasi sumatif.
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang mutlak, maksud mutlak
disini adalah evaluasi ini bisa memberikan informasi tentang apakah siswa yang bersangkutan
telah menguasai hasil pembelajaran yang harus dicapai atau tidak, terlepas dari hasil yang
dicapai oleh teman-temannya yang lain. Test yang diberikanpun bertujuan untuk mengetahui
apakah siswa tersebut telah mencapai target yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran atau
belum. Bukan untuk membedakan antara kemampuan siswa yang satu dengan siswa yang
lainnya. Pendekatan ini akan sesuai jika diterapkan pada evaluasi formatif, hal ini dikarenakan
didalam evaluasi formatif itu sendiri bertujuan untuk dijadikan tolak ukur bagi guru yang
bersangkutan didalam proses pembelajaran. Maksudnya, apakah siswa yang bersangkutan telah
menguasai bahan pengajaran yang diberikan atau belum, jika memang belum maka guru bisa
memperbaiki proses belajar mengajar didalam kelas.
Sementara itu Ramayulis berpendapat bahwa, sebagai salah satu komponen penting dalam
pelaksanaan pendidikan Islam, evaluasi berfungsi untuk:
a. Mengetahui tingkat kepahaman anak didik terhadap mata pelajaran yang disampaikan.
c. Mengetahui perkembangan anak didik setelah mengikuti proses belajar mengajar.
d. Mengetahui akurat tidaknya guru dalam memilih bahan, metode dan berbagai penyesuaian
dalam kelas.[4]
Selain itu Armai Arief juga menyebutkan beberapa fungsi evaluasi pendidikan islam sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas cara belajar mengajar yang telah dilakukan,
khususnya yang berkenaan dengan anak didik.
b. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa guna mengambil keputusan apakah materi pelajaran
bisa dilanjutkan atau tidak.
c. Untuk mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh oleh
anak didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan
Islam.
d. Sebagai bahan laporan kepada wali murid tentang hasil belajar siswa yang bersangkutan, baik
berupa buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dan lain-lain.
e. Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan hasil
pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[5]
Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam suatu pelaksanaan evaluasi pendidikan adalah:
1. Keterpaduan.
Evaluasi tersebut harus memegang pada prinsip-prinsip keterpaduan atau keselarasan. Dimana
ada kesesuaian antara tujuan intruksional pengajaran tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
dan metode pembelajaran.
2. Keterlibatan peserta didik
Dalam sebuah prinsip evaluasi harus memperhatikan keterlibatan peserta didik merupakan suatu
hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif dan
seluruhnya mempunyai keterkaitan yang erat.
3. Koherensi
Suatu evaluasi pendidikan harus berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari dan
sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. Dan keselarasan peseta didik
dengan pembelajaran harus sesuai.
4. Pedagogis
Pedagogis adalah seni dalam mengajar. Prinsip evaluasi pendidikan yang ketujuah adalah perlu
adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga
pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa atau peserta didik.
5. Akuntabel
Sudah semestinya hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan
pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua siswa, sekolah, dan
lainnya.
Menurut Muhaimin,dkk, dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan islam perlu dipegang prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Agar evaluasi pendidikan sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka evaluasi
harus mengacu pada tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.
2. Evaluasi harus obyektif, dalam artievaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan
fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektifitas dari evaluator.
3. Evaluasi dilakukan secara komprehensif. Maksudnya evaluasi evaluasi dilakukan secara
menyeluruh, meliputi berbagai domain pendidikan yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
4. Evaluasi dilakukan secara continue. Apabila pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah proses
untuk mencapai tujuan-tujua tertentu, maka evaluasi pendidikannya harus dilakukan secara
continue (terus-menerus), dengan memperhatikan prinsip pertama, kedua dan ketiga.[6]
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan penilaian hasil belajar adalah:
a. Langkah persiapan umum yang harus dilakukan pada tahap awal penyelenggaraan penilaian
misalnya guru harus menetapkan lebih dahulu alat yang digunakan dan criteria yang dijadikan
pedoman penilaian.
b. Langkah persiapan khusus yaitu langkah yang harus dilaksanakan pada saat akan melakukan
suatu langkah penilaian tertentu misalnya membuat alat penilaian dan menetapkan cara
pencatatannya.
2. Langkah verifikasi program/rencana yang telah dibuat. Pada langkah ini guru
mengklasifikasikan rencana yang disusun menjadi dua katagori yaitu rencana yang
baik/memadai dan rencana yang kurang baik. Untuk menilai ini diperlukan berbagai
pertimbangan berdasarkan akal sehat dan cara berpikir logis. Disamping itu obyektivitas
penilaian juga perlu ditekankan dalam menilai rencana.
3. Langkah pelaksanaan, yaitu langkah menerapkan rencana/program yang dibuat pada langkah
persiapan. Pada langkah pelaksanaan ini yang harus diperhatikan ialah hal-hal yang berkaitan
dengan jenis informasi/data yang dikumpulkan, cara pengumpulan dan alat yang digunakan
untuk memperoleh informasi.
4. Langkah penafsiran, yaitu langkah member makna atau arti terhadap informasi yang diperoleh.
Agar tidak terjadi over estimated atau under estimated perlu berhati-hati dalam membuat rincian
kriteria/norma.[7]
2. Kualitatif, data yang dihasilkan berupa pernyataan-pernyataan verbal seperti, kurang, sedang,
baik, dan sebagainya.
Sedangkan dalam melaksanakan kegiatan evaluasi terdapat dua jenis teknik, yaitu:
1. Teknik tes, biasanya digunakan unutk mengumpulkan data mengenai aspek kemampuan, dimana
kita mengenal misalnya test hasil belajar, test inteligensi, test bakat khusus, dan sebagainya.
Jenis tes yang digunakan adalah tes tulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
2. Teknik non tes, biasanya digunakan untuk menilai aspek kepribadian yang lain misalnya minat,
pendapat, kecenderungan dan lain-lain, dimana digunakan wawancara, angket, observasi, dan
sebagainya.[8]
Adanya evaluasi adalah untuk melakukan perbaikan dalam mutu pengajaran. Tanpa adanya
evaluasi, maka perbaikan tidak akan mungkin terjadi. Oleh karena itu, setiap orang atau instansi
yang memiliki keterkaitan dengan lembaga pendidikan harus mengadakan evaluasi, diantaranya
ialah guru, kepala sekolah, dan seluruh lembaga yang terkait dengan hal tersebut.
Selama ini evaluasi yang dilakukan dirasa kurang efektif, hal ini dikarenakan kegiatan evaluasi
kadang-kadang hanya sampai pada domain kognitif saja, dan itupun masih terbatas pada sejauh
mana siswa mampu mengingat atau menghafal sejumlah materi yang telah disampaikan oleh
guru. Sedangkan pada domain afektif dan psikomotorik masih jauh dari proses evaluasi. Dari
uraian diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa selama ini proses belajar mengajar hanya
mengedepankan pemberian/penumpukan materi dan informasi saja. Inilah yang kemudian
dikenal dengan model bank education atau pendidikan gaya bank.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi pembelajaran adalah ingin mengetahui, memahami dan menggunakan hasil kegiatan
belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Tujuan dan fungsi evaluasi
Memberikan umpan balik kepada guru, menentukan hasil belajar murid, situasi belajar mengajar
yang tepat, mengenal latar belakang murid. Evaluasi hasil belajar dapat digolongkan menjadi 4:
evaluasi formatif, sumatif, penempatan, dan diagnostik. Ada dua jenis pendekatan dasar dalam
evaluasi, yaitu: pendekatan bersumber pada norma, dan pendekatan bersumber pada kriteria.
Evaluasi pendidikan sesuai dan dapat mencapai sasaran, harus obyektif, dilakukan secara
komprehensif, dilakukan secara continue.
Langkah persiapan, langkah verifikasi program yang telah dibuat, langkah pelaksanaan, dan
langkah penafsiran.
Tidak sempurnanya dalam proses evaluasi, selama ini proses belajar mengajar hanya
mengedepankan penumpukan materi dan informasi saja.
B. Saran
1. Diharapkan kita mampu memahami pengertian dari evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama
Islam.
2. Diharapkan kita mampu mencapai tujuan yang diinginkan dalam evaluasi pembelajaran PAI dan
mampu memahami fungsi dari evaluasi pembelajaran itu sendiri.
3. Diharapkan kita mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran PAI yang
sesuai.
4. Diharapkan kita mampu melaksanakan langkah-langkah evaluasi pembelajaran PAI dalam
proses pembelajaran.
5. Diharapkan kita mampu merealisasikan cara yang digunakan dalam evaluasi pembelajaran PAI
dan juga mampu mengaplikasikan teknik yang digunakan dalam evaluasi pembelajaran PAI.
6. Diharapkan kita mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam evaluasi
pembelajaran PAI.