Anda di halaman 1dari 99

BAB I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Perkembangan prostitusi pertama di Jakarta terkonsentrasi di kawasan Macao

Po (Jakarta Kota) pada abad XVII. Seiring dengan perkembangan ekonomi dan fisik

kota Jakarta, serta peran dan posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Hindia

Belanda. Seiring dengan perkembangan dan bergeser –tidak terkosentrasi di satu

tempat saja, misalnya kemudian berkembang tempat pelacuran kelas rendah di

sebelah timur Macao Po (sekitar jalan Jayakarta sekarang), yang saat itu bernama

Gang Mangga. Dalam perkembangan selanjutnya, kompleks pelacuran Gang Mangga

kemudian tersaingi oleh rumah-rumah bordil yang didirikan oleh orang Cina yang

disebut Soehian. Kompleks pelacuran semacam ini kemudian dengan cepat menyebar

ke seluruh Jakarta. Karena sering terjadi keributan, maka pada awal abad XX,

soehian-soehian di sekitar Gang Mangga kemudian ditutup oleh pemerintah Belanda.1

Selama periode 1860-1930, tidak sebandingnya jumlah perempuan dan laki-

laki menjadi alasan logis meningkatnya permintaan jasa prostitusi. Sehingga, praktik-

praktik prostitusi berkembang semakin pesat. Selain itu, kondisi perekonomian yang

1
Lamijo, Prostitusi di Jakarta dalam Tiga Kekuasaan 1930-1959-Sejarah dan Perkembangannya,
Hlm.1.

1
2

carut-marut, mempengaruhi seorang perempuan dalam menentukan keputusan untuk

terjun ke dunia prostitusi. 2

Tidak dapat dipungkiri suatu wilayah mempunyai sebuah awal bagaimana ia

terbentuk. Sejarah pelacuran di Indonesia pada jaman penjajahan Belanda adalah

menjadi awal bagi kawasan Kota menjadi wilayah yang penuh dengan industri seks.

Industri seks berkembang sangat pesat. Hal ini terlihat dengan adanya sistem

perbudakan tradisional dan perseliran yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat Eropa. Sejak tahun 1603, para pedagang Eropa membeli budak di Bali.

Pada 1620, empat puluhan gadis bali diselundupkan ke Batavia untuk

diperdagangkan. Sampai dengan tahun 1830-an, ratusan orang setiap tahunnya

dibawa oleh Raja Bali ke pasar yang berada di Kuta untuk dijual ke pedagang budak.

Para Raja, Sultan, dan Kepala Suku menganggap memiliki hak untuk menjual orang

miskin, orang yang bersalah dan berhutang budi. Harga budak tergantung pada umur

dan kesehatannya. Di akhir abad ke-18, harga budak perempuan muda bisa dua atau

tiga kali lipat lebih mahal daripada harga budak laki-laki muda. Hal ini disebabkan

oleh banyaknya imigran Cina yang membutuhkan seorang istri. 3

Umumnya aktivitas ini berkembang di daerah-daerah sekitar pelabuhan.

Hingga dikeluarkan Peraturan Pemerintah 1766 yang melarang para ‘wanita publik’

2
Ibid.,Hlm.2.
3
Adolf Heuken SJ, 2000, Historical Sites Of Jakarta, Cipta Loka Caraka, Hlm.147.
3

atau Pekerja Seks Komersial (selanjutnya disebut dengan PSK)4 ketika itu memasuki

pelabuhan tanpa izin. Namun, peraturan ini tidak berjalan efektif. 5 Membludaknya

permintaan akan PSK pada jaman ini di daerah pelabuhan karena banyak kapal-kapal

perdagangan yang berlabuh. Para pekerja kapal saat itu membutuhkan hiburan dan

menyalurkan nafsu fitrahnya yang tidak dapat tersalurkan selama pelayaran.

Selanjutnya, di tahun 1852, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang

menyetujui komersialisasi industri seks tetapi dengan serangkaian aturan untuk

menghindari tindakan kejahatan yang timbul akibat aktivitas prostitusi ini. Kerangka

hukum tersebut masih berlaku hingga sekarang.6 Meskipun istilah-istilah yang

digunakan berbeda, tetapi hal itu telah memberikan kontribusi bagi penelaahan

industri seks yang berkaitan dengan karakteristik dan dialek yang digunakan saat ini.

Pada perjalanannya, rumah-rumah bordil di jaman Batavia beralih menjadi

tempat penjaja seks yang modern. Banyak yang berkedok klub malam, hotel,

diskotik, tempat pemijitan, sauna dan spa. Diperkirakan pada tahun 1993, kawasan

Harmoni-Kota terdapat sekitar 34 club atau bar, 15 tempat karaoke, dan 14 gedung

4
Apa yang dikenal dengan PSK sekarang ini, pada waktu itu disebut sebagai “wanita publik” menurut
peraturan yang dikeluarkan tahun 1852. Dalam peraturan tersebut, wanita publik diawasi secara
langsung dan secara ketat oleh polisi. Semua wanita publik yang terdaftar diwajibkan memiliki kartu
kesehatan dan secara rutin (setiap minggu) menjalani pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi
adanya penyakit syphilis atau penyakit kelamin.
5
Alwi Shahab, Wanita Publik di Masa Kolonial, diakses di
http://republika.co.id:8080/koran/129/33023/Wanita_Publik_Masa_Kolonial pada tanggal 12
Oktober pukul 11.00 WIB.
6
Wakhudin, 2006, Proses Terjadinya Degradasi Nilai Moral pada Pelacur dan Solusinya (Thesis).
Bandung: Program Studi Pendidikan Umum. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
diakses di http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/24/sekilas-sejarah-pelacuran-di-
indonesia/ pada tanggal 12 Oktober 2011, pukul 10.20 WIB.
4

untuk pertunjukkan. Disana pula terdapat banyak diskotik, yang mengutamakan

pertunjukkan erotis pada malam hari.7 Pertunjukkan erotis ini biasanya berujung pada

pelayanan seks. Maka, banyak dari diskotik dan karaoke menyediakan kamar untuk

para pelanggan yang ingin mendapatkan pelayanan seks. Para PSK akan

mendapatkan pelanggan dari orang yang disebut dengan Mami.8

Pelayanan seks berujung pada permintan suatu keberadaan barang yang

terkenal sebagai barang yang aman untuk menghindari penyakit akibat dari seks

bebas. Kondom akhirnya menjadi barang primer dalam industri seks. Perilaku

penggunaan kondom akan sangat berpengaruh pada efek yang diakibatkan oleh seks

bebas. Para pelanggan seks harus waspada dengan perilaku seks bebasnya, karena

para PSK dan dirinya sendiri pun dapat menularkan HIV/AIDS tanpa disadari.

Sepuluh tahun terakhir, penggunaan kondom di Indonesia telah berkembang

pesat. Pengguna kondom di Indonesia sebelumnya hanya sekitar tiga juta per tahun

pada 1997, tapi pada tahun 2007 sudah mencapai 100 juta buah per tahun. 9

Meningkatnya penggunaan kondom di Indonesia juga adalah dampak dari program

Keluarga Berencana yang dicanangkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN).

7
Lihat Matra, 1994, dalam Terence H.Hull, Prostitution In Indonesia : Its History And Evolution, 1999,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hlm.61.
8
Sering juga disebut dengan Germo. Germo atau Mami bertugas untuk mendekati calon pelanggan
dan mempromosikan PSK yang dinaunginya kepada pelanggan. Tarif PSK juga ditentukan oleh Mami.
Pembagian hasil disepakati sebelumnya.
9
Penggunaan Kondom Di Indonesia 100 Juta Biji Per Tahun, diakses di www.lintasberita.com pada
tanggal 10 November 2011, pukul 13.13 WIB.
5

I.2 Permasalahan

Industri seks di ujung geliat para pelanggan setianya, menjadikan suatu

permintaan besar terhadap kondom. Dan hal ini dilihat sebagai peluang ekonomi bagi

masyarakat di sekitarnya. Pelayanan seks dan kondom pada akhirnya mempunyai

keterkaitan yang erat antara keberadaan industri seks di satu sisi dan pedagang

kondom di sisi lain. Industri seks menciptakan lapangan pekerjaan dalam upaya

mendukung industri ini. Kondom menjadi komoditas yang harus diupayakan

keberadaanya. Lapangan pekerjaan pun terbuka bagi masyarakat untuk menjual

kondom. Hal ini terlihat sebagai simbiosis mutualisme, saling menguntungkan.

Industri seks bukan menjadi konsumsi yang baik jika tak ada kondom. Dan kondom

tidak akan dikonsumsi jika tak ada konsumen dalam industri seks.

Hal ini penting dikaji, dimana Indonesia terkenal dengan budaya ketimuranya.

Bagaimana masyarakat serta birokrat bersikap terhadap sesuatu di luar budaya

ketimuran. Keberadaan industri seks serta pernak-perniknya menjadi kajian unik

diantara heterogennya masyarakat Indonesia khususnya Jakarta.

Untuk menjawab permasalahan Penelitian di atas maka pertanyaan Penelitian

akan difokuskan sebagai operasionalisasi di lapangan yaitu:

1. Bagaimana perkembangan jaringan pedagang kondom kaki lima di Jalan

Gajah Mada?
6

2. Bagaimana peran dari pola jaringan sosial ekonomi pedagang kondom kaki

lima di Jalan Gajah Mada?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan utama Penelitian ini

adalah menjawab Penelitian tersebut, yaitu ;

1. Mengindetifikasi dan mendeskripsikan perkembangan jaringan pedagang

kondom lima di Jalan Gajah mada

2. Mendeskripsikan peran jaringan sosial ekonomi pedagang kondom kaki di

Jalan Gajah Mada

I.4 Signifikansi Penelitian

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi kajian studi sosiologi

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi

Pemerintah DKI Jakarta.

I.5 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sejenis

Munculnya gagasan mengenai penelitian ini tak terlepas dari bantuan

beberapa penelitian terdahulu. Sejauh ini ada beberapa penelitian yang mengkaji
7

tentang pedagang yang ada di Jakarta, penggunaan kondom, keberadaan industri seks

di Jakarta, serta jaringan yang melingkupinya.

Sejauh ini, kajian tentang kondom hanya terfokus pada penggunaan kondom

sebagai alat untuk pencegahan suatu penyakit (baca : HIV/AIDS) pada pekerja seks

komersial (selanjutnya akan disingkat menjadi PSK). Dalam tesis Habasiah Sofri

(2001) yang berjudul tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian

Kondom Pada Waria Di DKI Jakarta Tahun 2000, membicarakan tentang faktor

yang mempengaruhi pemakaian kondom di kalangan waria di wilayah Jakarta. Dalam

tesisnya, Habasiah melihat faktor pendidikan, suku, penghasilan, dan akses serta

informasi merupakan variabel yang tidak berhubungan dengan pemakaian kondom

pada waria. Pendapatan atau bayaran yang diterima Waria yang menjual jasa sebagai

pekerja seks tidak berhubungan terhadap pemakaian kondom, walaupun terlihat waria

yang memperoleh bayaran tinggi lebih besar pemakaian kondomnya disbanding waria

dengan bayaran yang rendah. Habasiah menyimpulkan bahwa diperlukannya

penyuluhan yang lebih meningkatkan keterampilan dalam bernegoisasi kondom.

Ditingkatkannya pemberian informasi, dalam penjelasan bahwa hanya kondomlah

satu-satunya metode efektif untuk mencegah PMS dan HIV/AIDS.

Sedangkan penelitian mengenai jaringan sosial pada umumnya pernah

dilakukan oleh beberapa Peneliti. Seperti Skripsi yang disusun oleh Atiek Suarti yang

berjudul Jaringan Sosial Pedagang Rokok (Studi Tentang Tiga Pedagang Rokok Asal

Kuningan di Jakarta), membicarakan berkembangnya jaringan sosial pedagang rokok


8

asal Kuningan, Jawa Barat di Jakarta. Skripsi ini menyimpulkan bahwa,

menjamurnya pedagang rokok di perkotaan, khusunya pedagang yang berasal dari

kuningan, Jawa Barat merupakan suatu gejala sosial yang berkembang pada saat ini.

Jaringan sosial para pedagang rokok tidak hanya berkembang di desa, namun juga

berkembang pada saat para pedagang berada di kota.10 Menurut Atiek, hadirnya

pedagang rokok di ibukota tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup tetapi juga

dapat menimbulkan kontribusi sosial bagi kampung halamannya. Kontribusi sosial

tersebut yaitu sumbangsing kepada daerah asalnya yang berupa pembangunan-

pembangunan fasilitas umum. Namun, hal ini menimbulkan dilemma sosial bagi

pembangunan desa. Kehadiran para pedagang rokok yang pada umumnya berusia

potensial membuat sumber daya manusia potensial di pedesaan semakin berkurang.

Selain itu, Tesis Bintang Y Siepoetro yang berjudul Jaringan Sosial Para

Pelaku Sektor Ekonomi di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, membicarakan

bagaimana bentuk dan fungsi jaringan sosial yang dikembangkan dan dipelihara oleh

para pelaku sektor ekonomi informal di Statisun Manggarai. Dalam penelitiannya,

Bintang menemukan beberapa macam jaringan yang dekat hubungannya dengan

bentuk-bentuk hubungan sosial yang terjalin di antara para pelaku. Jaringan-jaringan

tersebut adalah jaringan yang berbasis kekerabatan yang terdiri dari sejumlah

kategori. Ada jaringan yang terbentuk oleh sistematika perekrutan. Selain itu juga ada

hubungan kekerabatan menjadi latar belakang perekrutan. Selain itu juga ada

10
Atiek Suarti, 2010, Jaringan Sosial Pedagang Rokok (Studi Tentang Tiga Pedagang Rokok Asal
Kuningan di Jakarta), Skripsi Tidak Diterbitkan, Jakarta, Universitas Negeri Jakarta.
9

hubungan kekerabatan dimana ada konsepsi power yang melatarbelakangi sebuah

jaringan. Kemudian ditermukan juga jaringan yang berbasis etnis, dimana jaringan ini

terjadi pada hubungan para pelaku sesama profesi. Para pelaku yang mempunyai latar

belakang etnis yang sama membentuk kekuatan akan keberlangsungan profesi mereka

masing-masing. 11

I.6 Kerangka Konseptual

I.6.1 Kondom dan Industri Seks

Kondom telah ditemukan sejak abad 1350 SM. Pada masa itu, kondom

berfungsi sebagai alat pembungkus penis, baik untuk pencegah kehamilan, mencegah

penyakit, sebagai hiasan, maupun merangsang penis atau vagina. Dulu, kondom tidak

berbentuk seperti sekarang yang terbuat dari karet, ahli anatomi dari Italia

memperkenalkan kondom yang terbuat dari kain linen pada tahun 1564 12. Kemudian

kondom terbuat dari usus binatang pun diperkenalkan pada abad 18-an. Dengan

ditemukannya karet vulkanis pada tahun 1844, produksi massal kondom dari bahan

lateks pun dimulai.

Sementara itu menurut Syaifuddin dkk, definisi mengenai kondom yaitu :

“Selaput karet yang dipasang pada penis selama hubungan seksual. Alat ini
akan mencegah sperma memasuki vagina. Terbuat dari karet sintesis yang

11
Bintang Y Seopetro, 2009, Jaringan Sosial Para Pelaku Sektor Informal di Stasiun Manggarai,
Jakarta Selatan, Tesis Magister tidak diterbitkan, Depok, Universitas Indonesia.
12
Ernas Yusnita, 2003, Prediksi Perilaku Penggunaan Kondom Dengan Menggunakan Health Belief
Model Pada PSK Waria di Jakarta Barat Tahun 2002, Tesis Magister tidak diterbitkan, Depok,
Universitas Indonesia.
10

tipis berbentuk silindris dengan muaranya yang berpinggir tebal, bila


digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu.” 13

Di masa kini, kondom membantu orang yang memiliki resiko tinggi ditulari

HIV/AIDS karena perilaku seks. Karena perilaku seks adalah penyebab pertama dari

penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.14 Perilaku seks memang hal yang tidak dapat

dinilai baik bagi norma ketimuran Indonesia, namun dalam sebuah teori kriminologi,

kejahatan itu tidak dapat dihilangkan secara langsung, tapi setidaknya dapat dikurangi

efeknya. Pernyataan ini sama dengan posisi kondom. Kondom sebagai alat untuk

meminimalisir efek berbahaya dari perilaku seks bebas.

Pada prinsipnya cara kerja kondom adalah mencegah spermatozoa (sel mani)

bertemu dengan ovum (sel telur) pada waktu bersenggama. Hal ini terjadi ketika

kondom disarungkan pada penis untuk menahan masuknya air mani ke dalam vagina,

sehingga sperma tidak melakukan pembuahan.

Pada dasarnya, semua kota adalah pusat perdagangan, tetapi tidak semua kota

mempunyai fungsi perdagangan yang mendominasi kehidupan kota tersebut. Sebuah

kota yang menjadi pusat perdagangan dapat berfungsi sebagai perantara yang

mendistribusikan barang-barang komoditi ke wilayah-wilayah disekelilingnya. Hal

inilah yang terjadi pada bisnis kondom.

13
AB Syaifuddin, DKK. 1996. Buku Acuan Nasional Pelayanan KB, NRC, POGI. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo , Jakarta, Hlm.32.
14
Laporan Tri Wulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sampai 30 Juni 2010, Kementrian
Kesehatan RI.
11

Ada dua macam bentuk ekonomi dari urban area. Pertama, perusahaan

ekonomi swasta melakukan aktivitas perdagangan dan industri dengan cara yang

relatif adil, dengan pembagian kerja yang jelas berkaitan dengan produksi dan

distribusi barang dan jasa. Kedua, pasar eknomi yang terdiri dari berbagai macam

aktivitas yang diatur oleh institusi khusus dan dikelola oleh kelompok pedagang di

area kompetisi.15 Selama masa kolonial, komersialisasi seks diikuti dengan suatu

perdagangan, dan berkembang sebagai salah satu ekonomi perkotaan. Bisnis kondom

menjawab kebutuhan para peminat komersialisasi seks. Bisnis kondom pun menjadi

alternatif penawaran penghidupan untuk masyarakat di sekitar industri seks.

Terkait itu, kajian industri seks harus dibedakan antara aktivitas tak

terorganisir dan terorganisir. Dalam aktivitas tak terorganisir, industri seks

mempunyai hubungan langsung terhadap kliennya. Dalam aktivitas ini, terdapat

orang-orang yang melaksanakannya dengan cara sembunyi-sembunyi dalam ruang

publik atau semi-publik seperti pasar, kuburan, atau sepanjang rel kereta api dan

perempuan yang beroperasi secara independen keluar dari hotel, diskotik dan

sebagainya.16 Seks dalam sektor yang tidak terorganisir melakukan transaksi di awal

untuk menghindari pelanggan yang tidak bertanggung jawab (baca : tidak membayar

tarif). Sedangkan aktivitas teroganisir, industri seks tidak mempunyai hubungan

langsung dengan kliennya. Karena aktivitas dalam industri seks ini diupayakan tidak

membuat hubungan antara penyedia layanan seks dan kliennya. Dalam aktivitas ini,
15
Lihat Geertz dalam Hull, Terence H, 1999, Prostitution In Indonesia : Its History And Evolution,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hlm.15.
16
Ibid., Hlm.50-51.
12

penyedia layanan seks akan memperantarai seorang klien mendapatkan apa yang

dimau.

Pelacuran yang juga sering disebut sebagai Prostitusi. Prostitusi adalah salah

bentuk dari komersialisasi seks. Prostitusi diambil dari bahasa latin Prostituere atau

Prostauree yang artinya membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan,

pencabulan, dan pengendakan.17 Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya “Maatschap

pelijke Oorzaken der Prostitutie” menulis definisi sebagai berikut: Prostitusi adalah

gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan

seksual sebagai mata pencaharian. Dalam definisi ini jelas dinyatakan adanya

peristiwa penjualan diri sebagai “profesi”atau mata pencaharian sehari-hari, dengan

jalan melakukan relasi-relasi seksual.18

Industri Seks di Jakarta juga dibahas secara lugas oleh Moammar Emka dalam

bukunya yang berjudul Jakarta Undercover. Bukunya meliput tuntas dunia malam

Jakarta, dari seks bulan madu pajero goyang, Melrose place high callgirls, sex

sandwich sashimi girls, service dobel-tripel vip sauna, lulur tripel x salon-salon

eksekutif, sex drive-thtu rumah cinta xxx, orgy oreder massage ladies, nude ladies

nite vip casino, sex midnite gadis-gadis burespang sampai private sex parties. 19

Nama-nama tersebut merupakan beberapa ragam pelayanan seks yang ada di Jakarta.

17
Kartono Kartini, 1981, Pathologi Sosial (Jilid I, cetakan pertama), Jakarta, CV.Rajawali. Selisik. 2007.
Pikiran Rakyat.
18
http://ihsanfaisal79.blogspot.com/2009/03/mengurai-benang-kusut-prostitusi.html diakses pada
tanggal 15 September 2011, pukul 15.44 Wib.
19
Moammar Emka, 2002, Jakarta Undercover – Sex ‘n The City, Galang Press Yogyakarta.
13

Sebagai kota Jakarta yang penuh gegap gempita, tak ayal jika pelayanan seks seperti

berkembang dengan cepat. Dalam bukunya, Emka mengakui beberapa kawasan

hiburan malam di Jakarta sudah menjelma menjadi industri seks yang besar.

Misalnya, salah satu kawasan hiburan malam yang berada di kawasan Kota. Kawasan

ini telah menciptakan salah satu kreasi baru jasa layanan cinta yang berbalut seks

petualangan.20 Seks petualangan itu bernama Seks Bulan Madu Pajero Goyang. Seks

bulan madu didalam mobil berkelas mulai Pajero sampai Range Rover. Menurut

Emka, seks tak lepas dari petualangan. Tak heran, kalau beragam ‘permainan’

sengaja dihadirkan untuk memuaskan para lelaki petualang. Tarian striptis, mandi

kucing, dll adalah bagian dari sebuah petualangan untuk menuju seks paling puncak.

Dan untuk semua itu, Jakarta seperti tak pernah kehabisan bensin.

I.6.2 Pedagang Kaki Lima

Sejarah keberadaan pedagang kaki lima berawal dari masa penjajahan

kolonial. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang

dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki

yang sekarang ini disebut dengan trotoar. Lebar ruas untuk sarana bagi para pejalan

kaki atau trotoar ini adalah lima kaki (satuan panjang yang umum digunakan di

Britania Raya dan Amerika Serikat. 1 kaki adalah sekitar sepertiga meter atau

tepatnya 0,3048 m atau sekitar satu setengah meter). Selain itu, pemerintahan pada

waktu itu menghimbau agar sebelah luar dari trotoar diberi ruang yang agak lebar

20
Ibid.,Hlm.40.
14

atau agak jauh dari pemukiman penduduk untuk dijadikan taman sebagai penghijauan

dan resapan air. Dengan adanya tempat atau ruang yang agak lebar itu kemudian para

pedagang mulai banyak menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil

menunggu adanya para pembeli yang membeli dagangannya. Seiring perjalanan

waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai tempat untuk

berjualan sehingga mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat untuk

membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat. Berawal dari situ maka

Pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai Pedagang Lima Kaki buah

pikiran dari pedagang yang berjualan di area pinggir perlintasan para pejalan kaki

atau trotoar yang mempunyai lebar Lima Kaki.21

PKL sebagai sektor informal diungkapkan oleh Waskito S, (2003:27) yang

mengatakan bahwa22 :

“Pedagang kaki lima sebagai salah satu bentuk sektor informal diartikan
sebagai setiap orang yang melakukan kegiatan perdagangan, yang
dilakukan secara berpindah-pindah dengan modal terbatas serta berlokasi
di tempat-tempat umum. Dimana kegiatan perdagangannya dapat
dilakukan secara berkelompok sesusai dengan kultur yang dimiliki
atau dilakukane secara individual.”

Definisi pedagang kaki lima juga dituangkan dalam peraturan-peraturan yang

terkait dengannya, antara lain :

21
http://mujibsite.wordpress.com/2009/08/14/sejarah-pedagang-kaki-lima-pkl/ diakses pada tanggal
13 September 2011 pukul 14.10 WIB.
22
Rakhmawati, 2007, Penataan Pedagang Kaki Lima, Tesis Magister tidak diterbikan, Depok,
Universitas Indonesia, Hlm.27.
15

“Mereka yang dalam usahanya mempergunakan bagian jalan/trotoar dan


tempat kepentingan umum yang bukan diperuntukkan tempat usaha, serta
tempat lain yang bukan miliknya”23

“Sesesorang yang melakukan kegiatan usaha pedagangan dan jasa yang


menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang
mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang mendapat izin
pemerintah daerah antara lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau,
taman, bawah jembatan, jembatan penyebrangan”24

Usaha kakilima adalah usaha informal atau mikro yang umumnya mempunyai

sifat operasional usaha dengan menghadang pembeli, menempati ruang publik yang

antara lain trotoar, badan jalan, atau fasilitas umum/fasilitas sosial lainnya dan

keberadaan usaha ini menimbulkan dampak negatif terhadap kelancaran lalu lintas,

menggangu ketertiban umum, atau memperburuk citra, estetika, dan keindahan kota.

Disamping itu menurut Kartono dalam Kurniadi dan Tangkilisan (2003 : 33-

35) lebih merinci lagi karakteristik dari Pedagang Kaki Lima yaitu25 :

1. Kelompok ini merupakan pedagang yang kadang-kadang juga berarti

produsen sekaligus ;

2. Peralatan kaki lima yang memberikan konotasi, bahwa mereka pada

umumnya menjajakan barang-barang dagangan pada tikar di pinggir jalan,

atau di muka toko yang dianggap strategis.

23
Perda DKI Jakarta No : 5 Tahun 1978.
24
Perda DKI Jakarta No : 8 Tahun 2007.
25
Rakhmawati, Loc.Cit.,Hlm 30-31.
16

3. Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil, bahkan tidak jarang mereka

hanya merupakan “alat” bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar

komisi sebagai imbalan jerih payah.

4. Pada umumnya kelompok pedagang kaki lima ini merupakan kelompok

marginal, bahkan ada pula yang tergolong pada kelompok sub marginal.

5. Pada umumnya kualitas barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki

lima yang mengkhususkan diri dalam hal penjualan barang-barang cacat

sedikit dengan harga yang jauh lebih murah.

6. Omset pedagang kaki lima ini pada umumnya memang tidak besar.

7. Para pembeli umumnya para pembeli yang mempunyai daya lebih rendah

(berasal dari apa yang dinamakan income pockets)

8. Kasus dimana pedagang kaki lima berhasil secara ekonomi, sehingga akhirnya

dapat menaiki tangga dalam jenjang hierarki pedagang yang sukses, agak

langka.

9. Pada umumnya usaha para pedagang kaki lima merupakan family enterprise,

atau malah one man interprise.

10. Barang yang ditawarkan pedagang kaki lima biasanya tidak standar, dan

shifting jenis barang yang diperdagangkan pada pedagang seringkali terjadi.


17

11. Tawar menawar antar pedagang dan pembeli merupakan cirri khas usaha

perdagangan pedagang kaki lima

12. Terdapat jiwa kewirausahaan yang kuat pada para pedagang kaki lima.

Sebagai pedagang eceran yang menjual langsung ke konsumen akhir, jaringan

usaha pedagang kaki lima terpusat pada upaya memperoleh barang dagangannya.

Mereka mendapatkan pasokan dari berbagai sumber ; langsung dari produsen, dari

pemasik, toko pengecer, maupun dari pedagang kaki lima lainnya. Sebagian besar

pedagang makanan dan pakaian jadi, berhubungan kerja dengan pemasok (bagi

pedagang pakaian) dan toko pengecer (bagi pedagang makanan).26 Pada umumnya

pedagang kaki lima sebagai pengusaha mandiri, mempunyai kebebasan untuk

menentukan sumber pasokannya atas dasar pertimbangan-pertimbangan

ekonomis.Kendati sebagian pedagang kaki lima mempunyai kebebasan menentukan

sumber-sumber pasokan barang-barangnya, terdapat pula pedagang (khususnya

pedagang makanan), yang beroperasi dalam hubungan-hubungan kerja yang lebih

mengikat.27

I.6.3 Jaringan Sosial

Jaringan merupakan terjemahan dari Network (bahasa Inggris). Jaringan sosial

didefinisikan sebagai sebuah analogi yang dipakai untuk menjelaskan hubungan-


26
Jakarta, Tesis S2 Program Pasca Sarjana Sosiologi UI. 2004.
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=79980&lokasi=lokal, diakses pada 4
Oktober 2011, pukul 16.40, hlm.44.
27
Ibid.,Hlm.45.
18

hubungan sosial yang terjalin diantara individu maupun kelompok yang diikat dengan

kepercayaan serta dipertahankan oleh norma yang mengikat semua pihak yang

terlibat didalamnya.28 Ikatan kepercayaan ini akan terjalin diantar individu-individu

untuk saling bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.

Jaringan juga dimaknai sebagai sumber informasi yang lebih kompleks dalam

mencapai tujuan bersama dalam suatu hubungan kerjasama. Hal ini menjelaskan

bahwa setiap individu ataupun kelompok memerlukan sebuah jaringan sosial.

Jaringan berfungsi sebagai suatu proses saling tukar menukar informasi terhadap satu

sama lain. Jaringan adalah sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama dalam

pembentukan kepercayaan strategik.29

Sifat jaringan sosial dalam konteks kapital sosial teridentifikasi menjadi tiga.30

Pertama, jaringan tersebut harus dapat menghasilkan produktivitas ekonomi yang

tinggi sekaligus menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat luas. Jaringan

yang hanya menguntungkan pihak-pihak yang terlibat didalamnya namun merugikan

masyarakat secara keseluruhan seperti jaringan teroris atau jaringan narkoba tidak

dianggap sebagai jaringan yang memiliki kapital sosial. Kedua, jaringan harus

bersifat terbuka pada publik agar tercipta kesempatan bagi siapapun untuk menilai

fungsinya dalam mendukung kepentingan umum. Jaringan yang melibatkan praktek

korupsi, kolusi, maupun nepotisme tidak termasuk dalam kategori ini. Ketiga,
28
Robert M.Z Lawang, Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, Suatu Pengantar,2004, FISIP UI,
PRESS, Hlm.61.
29
Ibid,. Hlm.62.
30
Ibid., Hlm.46.
19

jaringan sosial harus bersifat emansipatoris dan integratif, menjunjung nilai

kesetaraan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, serta tidak

melibatkan hubungan yang eksploitatif.

Studi jaringan sosial yang dilakukan oleh Barnes (1952) untuk meneliti dan

mendeskripsi intensitas interaksi antarindividu yang bersifat multidimensi.31

“Jaringan sosial adalah suatu pengelompokkan yang terdiri atas sejumlah


orang, sedikitnya tiga orang yang masing-masing mempunyai identitas
tersendiri dan masing-masing dihubungkan antara satu dengan lainnya
melalui hubungan-hubungan sosial yang ada, sehingga melalui hubungan
sosial tersebut mereka dapat dikelompokkan sebagai kesatuan sosial. 32

Barnes juga mengatakan bahwa sekeliling tiap pelaku ada sejumlah individu

dengan siapa ia berinteraksi secara lebih intensif dan lebih langsung daripada individu

dengan siapa ia berinteraksi secara lebih intensif dan lebih langsung daripada dengan

individu-individu lain. Individu-individu dengan siapa pelaku berinteraksi lebih

intensif ini adalah core (inti) dari jaringan, yang seringkali menjadi semakin mantap

sehingga menjadi satuan sosial yang memiliki sifat-sifat kelompok. Sehingga Barnes

(1969) membedakan adanya dua macam jaringan, yaitu jaringan total (menyeluruh)

dan jaringan parsial (bagian). Jaringan total adalah keseluruhan jaringan yang dimiliki

individu-individu terbatas pada bidang kehidupan tertentu misalnya, jaringan politik,

jaringan ekonomi, jaringan keagamaan, jaringan kekerabatan, dan sebagainya.33

31
Menurut Barnes dalam Saefullah, 2005, Jaringan Sosial Petugas Kemasyarakatan, Tesis Magister
tidak diterbitkan, Depok, Universitas Indonesia, Hlm.16.
32
Menurut Mitchell dalam Saefullah, Ibid., Hlm.16.
33
Jakarta, Tesis S2 Program Pasca Sarjana Antropologi UI, 2009.
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=123623&lokasi=lokal, diakses pada 4
Oktober 2011, pukul 10.48.
20

Disamping itu, jaringan-jaringan yang ada di dalam masyarakat dapat

dibedakan menjadi tiga jenis jaringan sosial.34 Pertama, adalah jaringan kekuasaan

dimana hubungan-hubungan sosial yang terbentuk bermuatan kepentingan kekuasaan.

Kedua, adalah jaringan kepentingnan dimana hubungan-hubungan sosial yang

membentuknya adalah karingan yang bermuatan kepentingan. Ketiga adalah jaringan

perasaan dimana hubungan-hubungan sosial yang ada bernuanasa peran. Masing-

masing jenis jaringan sosial tersebut mempunyai logika-situasional yang berbeda satu

dengan yang lain.

I.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan basis metodologi penelitian kualitatif.

Penelitian tidak hanya sebatas pada pengumpulan data dan observasi di lapangan saja,

tetapi juga menginterpretasikannya secara konseptual atas data-data yang didapat dari

lapangan atau objek yang diteliti. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada

prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan pola gejala yang

mengkonstruksikan gejala yang ada dalam masyarakat yang diteliti untuk kemudian

dilihat secara holistik.35 Pendekatan kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar

(natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Peneliti

tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan

34
Ruddi Agusyanto, 1996. Dampak Jaringan-Jaringan Sosial Dalam Organisasi: Kasus PDAM Jaya, DKI
Jakarta. Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok. Universitas Indonesia.
35
Parsudi Suparlan, Metode Penelitan Kualitatif, 1994, Depok : Tidak Diterbitkan, Hlm.4.
21

penafsiran terhadap hasil Penelitiannya. Pendekatan kualitatif lebih berdasarkan pada

filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (verstehen).

Pendekatan kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu

peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif

Peneliti sendiri. Informan dalam Penelitian kualitatif berkembang terus sampai data

yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpul data atau instrumen

Penelitian dalam pendekatan kualitatif adalah individu peneliti sendiri. Jadi peneliti

merupakan key instrument dalam mengumpulkan data. Peneliti harus terjun sendiri ke

lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pendekatan

kualitatif adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

I.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini, Peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data

yaitu, studi kepustakaan, observasi, dan wawancara mendalam. Studi kepustakaan

bertujuan untuk merumuskan konsep dan teori sebagai landasan Penelitian. Dalam

Penelitian ini, Peneliti melakukan kajian literatur mengenai masalah-masalah yang

terkait dengan kondom, jaringan sosial, industri seks, dan literatur yang terkait

lainnya. Kajian literatur berasal dari buku, jurnal, karya ilmiah, dan sumber yang

relevan lainnya.

Observasi merupakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan secara

langsung pada obyek Penelitian. Teknik observasi digunakan bertujuan untuk


22

mengamati suatu fenomena sosial sekaligus melaukan pengumpulan data serta

mengamati keseluruhan gejala-gejala atau fenomena yang terjadi. Dalam penelitian

ini, peneliti melakukan pengamatan dengan keterlibatan pasif. Dalam kegiatan

pengamatan, peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

informan. Keterlibatan peneliti terwujud dalam bentuk keberadaan peneliti dalam

area kegiatan informan tanpa mencampuri kegiatan yang mereka lakukan. Misalnya,

peneliti berada di area penjualan dan mengamati transaksi yang ada serta beberapa

momen penting yang peneliti anggap signifikan dalam Penelitian. Melalui observasi

ini, peneliti juga melibatkan intrepretasi pribadi peneliti terhadap kondisi yang ada.

Dimana pernyataan informan secara implisit dan pengamatan terhadap kondisi

pedagang kondom kaki lima, menjadi dasar peneliti untuk memberikan penilaian dan

menggunakannya dalam menganalisa data yang tepat.

Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

secara langsung yang dapat menjelaskan atau menjawab permasalahan Penelitian

yang bersangkutan secara objektif. Teknik wawancara mendalam juga sengaja

digunakan agar informan bebas memberikan pernyataan-pernyataannya.

I.7.2 Subjek Penelitian

Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang. 5 orang adalah pedagang

kondom kaki lima. Dua diantaranya menjadi informan utama yang dijadikan subjek
23

penelitian oleh peneliti. Tiga orang lainnya adalah pendorong gerobak kaki lima dan

juru parkir.

I.7.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. Lokasi Penelitian

dipusatkan di antara depan Jalan Keselamatan sampai Jalan Kerajinan. Pemilihan

lokasi ini berdasarkan pada pengamatan peneliti bahwa wilayah tersebut merupakan

salah satu pusat pedagang kondom kaki lima dan lokasi nya dekat dengan kawasan

Kota yang terkenal banyak tempat hiburan malam yang sudah menjadi industri seks.

Pengerjaan skripsi ini memakan waktu kurang lebih setahun, terhitung dari

mulai proposal penelitian pada Januari 2011 hingga skripsi ini selesai pada Oktober

2011. Observasi dan wawancara Peneliti dilakukan selama kurang lebih 6 bulan

(berkisar antara Mei – Oktober 2011)


24

I.7.4 Peran Peneliti dan Keterbatasan Penelitian

Posisi awal Peneliti ketika melakukan studi ini yakni orang yang benar-benar

berada di luar lingkungan atau lokasi penelitian. Peneliti tidak memiliki ikatan atau

kedekatan dengan aktor-aktor di lokasi penelitian maupun hal-hal lainnya. Ditambah

dengan peneliti yang memakai jilbab. Akan tetapi kemudian peneliti mencoba pada

tahap awal yakni sebagai pengamat lapangan. Dari aktivitas observasi langsung yang

dilakukan peneliti dapat berkenalan dengan beberapa pedagang.

Peneliti menjalankan perannya secara lebih terbuka, karena peneliti selalu

ditanya keperluannya, maka selalu Peneliti jawab untuk Penelitian skripsi. Hal ini

diyakinkan dengan adanya surat izin penelitian yang diminta diperlihatkan oleh para

informan. Hal ini untuk meyakinkan, peneliti bukanlah seorang wartawan ataupun

petugas kepolisian yang sedang menyamar.

Peneliti lebih sering melakukan wawancara sambil lalu kepada beberapa

orang karena kesibukan dan waktu berdagang. Peneliti tidak bisa terlalu lama untuk

berada di area Penelitian dikarenakan hal ini bisa menjadi gagalnya seorang

konsumen untuk membeli kondom di pedagang yang sedang peneliti wawancarai.

Inilah mengapa juga Peneliti tidak menetap lama, akan tetapi lebih ke arah datang

secara rutin ke lokasi Penelitian.


25

I.8 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut :

1. Bab 1 merupakan bagian pendahuluan yang berisi latar belakang

permasalahan, masalah penelitian, tujuan penelitian, signifikasi penelitian,

kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab 2 merupakan merupakan uraian deskriptif gambaran umum lokasi

penelitian.

3. Bab 3 merupakan sajian temuan lapangan dan profil umum informan

4. Bab 4 merupakan analisis

5. Bab V memaparkan kesimpulan dari Penelitian ini dan saran dari Peneliti
26

BAB II

Sentra Usaha Pedagang Kondom Kaki Lima di Jalan Gajah Mada

II.1 Gambaran Umum Kelurahan Krukut

Secara georafis Jalan Gajah Mada berada di Kelurahan Krukut, Kecamatan

Taman Sari, Jakarta Barat. Jalan Gajah Mada bersebrangan dengan Jalan Hayam

Wuruk yang masuk ke dalam Kelurahan Mangga Besar. Kelurahan Krukut termasuk

dalam Kecamatan Taman Sari yang memiliki luas wilayah sebesar 4,36 km2 terbagai

dalam 8 kelurahan, 60 RW, 688 RT, dan 38.718 KK, memiliki jumlah penduduk

sebanyak 117.682 jiwa yang terdiri dari 58.434 penduduk laki-laki dan 59.248

penduduk perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk 26.991 jiwa/km2.36

Adapun Kelurahan Krukut dengan luas wilayah 55,07 Ha terdiri dari 8 RW

dan 112 RT. Jumlah penduduk sampai dengan akhir bulan Desember 2010 terdiri dari

17.558 jiwa, dan 5.546 Kepala Keluarga.37 Pembagian kependudukannya sebagai

berikut :

36
Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat, Kecamatan Taman Sari Dalam Angka, 2010,
hlm.1.
37
Laporan Kegiatan tahun 2010 Kelurahan Krukut Kecamatan Tamansari, Kota Administrasi Jakarta
Barat, hlm.1.
27

Tabel II.1

Kependudukan di Kelurahan Krukut 2010

Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

9.109 jiwa 8.449 jiwa 4.372 kk 1.174 KK

Sumber : Laporan Kegiatan Tahunan Kelurahan Krukut (2011)

Tabel II.2 menunjukkan bagaimana sebaran penduduk di wilayah Kelurahan

Krukut berdasarakan lingkup RW yang ada di daerah tersebut. Data menunjukkan

bagaimana sebaran penduduk tersebar cukup merata. Penduduk cukup banyak di

beberapa daerah. Komposisi jumlah penduduk terbanyak di daerah RW 02 dan RW

03.

Tabel II.2

Jumlah Penduduk Tiap RW di Kelurahan Krukut


NO RW WNI WNA Jumlah
Lk Pr Jml Lk Pr Jml
1 01 978 996 1974 0 0 0 1974
2 02 1196 1251 2447 1 1 2 2449
3 03 1203 1205 2408 0 0 0 2408
4 04 977 1022 1999 0 0 0 1999
5 05 815 1054 1869 0 0 0 1869
6 06 1060 1221 2281 0 0 0 2281
7 07 1140 1124 2264 0 0 0 2264
8 08 1111 1203 2314 0 0 0 2314

Jumlah 8480 9076 17556 1 1 2 17588

Sumber : Laporan Kegiatan Tahunan Kelurahan Krukut (2011)


28

Dilihat dari segi jenis kelamin, penduduk kelurahan Krukut pada Desember

2010 yang berjenis kelamin laki laki berkewarganegaraan Indonesia sebanyak 8480

jiwa sementara yang berkewarnegaraan asing sebanyak satu jiwa. Sedangkan yang

berjenis kelamin perempuan berkewarganegaraan Indonesia sebanyak 9076 jiwa

sementara yang berkewarganegaraan asing sebanyak 1 jiwa. Kemudian berdasarkan

Laporan Kelurahan tahun 2010, penduduk kelurahan Krukut yang berumur 0-24

berjumlah 6570 jiwa, sedangkan yang berumur 25-59 tahun sebanyak 9602 jiwa.

Sementara yang berumur 60 tahun ke atas sebanyak 1384 jiwa.

Berdasarkan Peraturan Pemerintahan No. 2 Tahun 1980 tentang Pedoman

Pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan Kelurahan. Luas Kelurahan

Krukut 55,07 Ha terdiri dari 8 RW dan 112 RT. Batas-btas wilayah Kelurahan Krukut

sebagai berikut38 :

1. Sebelah Utara : Jalan Kerajinan / Kelurahan Keagungan

2. Sebelah Timur : Kali Ciliwung / Kelurahan Maphar

3. Sebelah Selatan : Jl. KH Zainul Arifin / Kelurahan Petojo Utara

4. Sebelah Barat : Kali Krukut / Kelurahan Tanah Sereal

38
Ibid, hlm.1.
29

Gambar II.1

Peta Jalan Gajah Mada

Sumber : Google Maps (2011)

J a l a n G a j a h M

jalan Gajah

Mada

terdapat jalan Hayam Wuruk. Di jaman Belanda, Jalan Gajah Mada bernama

Molenvliet Oost dan Jalan Hayam Wuruk bernama Molenvliet West. Dua jalan ini

dipisahkan oleh aliran kali ciliwung yang pada jaman Belanda digunakan sebagai

jalur kapal pesiar. Jalan Gajah Mada merupakan Jalan yang menghubungkan kawasan

Glodok dengan kawasan Harmoni. Glodok adalah salah satu pusat penjualan

elektronik terbesar di Asia Tenggara.39 Sedangkan kawasan Harmoni terkenal dengan

kompleks perkantoran dan perbelanjaan Duta Merlin yang didalamnya juga terdapat

Carrefour. Letak Duta Merlin dan Glodok pun dalam satu jalur yang sama, yaitu Jalan

Gajah Mada.

Jalan Gajah Mada digunakan bagi pemakai jalan dari arah Harmoni yang

menuju arah Mangga Besar, Glodok, dan Stasiun Beos Kota, sedangkan Jalan Hayam

39
Mengenal Kawasan Pecinan Glodok, Dulu dan Kini.2010. di akses di www.indopos.co.id pada
tanggal 13 Oktober 2011, pada pukul 12.05
30

Wuruk digunakan bagi pemakai jalan yang menuju arah Harmoni, Pasar Baru,

Ketapang, dan Monas dari arah Glodok maupun Stasiun Kota Beos. Jalan Gajah

Mada juga dilalui oleh jalur Transjakarta Koridor 1. Koridor 1 Transjakarta melayani

rute Statiun Beos Kota – Blok M.

Sebagai salah satu wilayah yang sangat padat aktivitas ekonominya di siang

maupun malam hari, Jalan Gajah Mada juga dikelilingi oleh banyaknya tempat

hiburan malam. Benarlah jika ada asumsi yang mengatakan bahwa pusat hiburan

malam akan tumbuh seiring pesatnya perkembangan pusat perdagangan. Hal tersebut

merupakan daya tarik sendiri bagi hadirnya pedagang kondom kaki lima sebagai

penopang tempat hiburan malam di wilayah tersebut. Keadaan ini juga yang

dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan

sehari-hari para pedagang kondom kaki lima.

II.2 Industri Seks yang Melingkupi Jalan Gajah Mada

Semakin terpuruknya kondisi sosial ekonomi Indonesia karena tidak

tersedianya lapangan pekerjaan, menyebabkan banyak bermunculan sektor indutri

salah satunya yaitu industri yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa. Banyak

masyarakat memerlukan pekerjaan, namun lapangan pekerjaan terbatas sehingga

sektor industri jasa (jasa seks) menjadi alternatif yang dapat diharapkan untuk

dijadikan sumber penghasilan.40 Seks bukan lagi sebagai hal yang tabu, apalagi dalam

40
Eni Setyowati, 2007, Fenomena Industri Jasa (Jasa Seks) Terhadap Perubahan Perilaku Sosial (Study
pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya), Universitas Muhammadiyah Malang.
31

ruang-ruang publik. Seks bukan lagi tentang hubungan suami istri yang dilakukan

secara halal. Seks sudah berubah menjadi sebuah komoditas ekonomi yang bergelut

dengan permintaan dan penawaran. Hal ini diperkuat dengan data perempuan yang

dilacurkan. Pada tahun 2003, di Indonesia terdapat 190.000 – 270.000 perempuan

yang dilacurkan yang melayani antara 7-10 juta pria hidung belang.41

Bisnis layanan seks di Jakarta telah berkembang pesat bahkan sejak lokalisasi

bisnis seks perempuan di Kramat Tunggak di tutup tahun 1999 oleh Pemerintah DKI

Jakarta. Bisnis layanan seks yang berkembang pesat adalah yang ditujukan untuk

kaum lelaki kelas menengah atas. Bisnis ini akan terus berkembang karena

keuntungannya menggiurkan. Pemiliki bisnis ini sangat inovatif mengemas produk

jasanya dalam berbagai bentuk yang variatif dan aktif mempromosikan produknya.

Kebutuhan untuk mengunjungi tempat-tempat layanan seks ini telah mampu

diciptakan oleh produsen. Pengaruh daya tarik bisnis layanan seks kelas menengah

atas di Jakarta ini jauh lebih besar dari yang diduga orang awam. 42

Kalau orang Jakarta ditanya dimana bisa ditemukan tempat-tempat hiburan

malam yang juga merangkap bisnis seks, umumnya menunjuk daerah Kota.43

Kawasan kota meliputi Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Mangga Besar, Harmoni,

Taman Sari, Ancol, Olimo, dan Mangga Dua. Di sepanjang jalan Hayam Wuruk,

dapat terlihat Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menjajakan diri didampingi tukang
41
www.satudunia.oneworld.net diakses pada tanggal 22 Mei 2011, pukul 11.05
42
Nori Andriyani. 2010, Jakarta Uncovered, Membongkar Kemaksiatan dan Membangun Kesadaran
Baru, Jakarta, Perempuan Berdaya
43
Ibid., Hlm.58.
32

ojek yang berfungsi sebagai bodyguard sekaligus perantara pembeli. Para PSK ini

sudah menjajakan dirinya dari pukul 22.00 malam hingga pukul 05.00 pagi.44

Bisnis layanan seks ini pun menjadi sebuah industri yang besar. Seks adalah

industri besar dengan omset ratusan miliar dan jumlah tenaga kerjanya pun luas. 45 Di

tahun 2008, diperkirakan terdapat 140.000-230.000 pelacur dari berbagai segmen.46

Industri seks di Indonesia pada tahun 1998 diperkirakan menghasilkan 1,2 hingga 3,3

milyar dollar AS per tahun.47 Bisa dibayangkan uang yang berputar setiap harinya.

Sebagai contoh kecil, Nori Andriyani dalam bukunya yang berjudul Jakarta

Uncovered, melakukan investigasi sendiri di sebuah spa yang terkenal menyediakan

layanan plus-plus di Jakarta. Minimum tarif sekali pijat yang diberlakukan adalah Rp.

350.000 yang dibayarkan ke pihak Spa. Di dalam Spa tersebut terdapat 50 perempuan

pemijat yang bisa memberikan pelayanan plus-plus. Satu orang pemijat biasanya

dapat rata-rata empat tamu per hari. Atau jika ditotal ada dua ratus orang per hari. Spa

tersebut beroperasi selama sebulan penuh atau 30 hari. Maka, pemasukan minimal

spa tersebut adalah sebesar Rp 2,1 Milyar sebulan. Jumlah yang sangat fantastis.

Apalagi jika bukan hanya Spa tersebut saja yang bisa melakukan pelayanan plus-plus.

Paling tidak masih ada belasan spa plus-plus lainnya di sekitaran Jakarta.

44
Hasil observasi yang dilakukan pada 22 Mei 2011.
45
Diana Coyle. Sex Drugs and Economics-An Unconventional Introduction to Economics. 2004.
Thomson Texere.
46
Terence, Op.Cit., Hlm.41.
47
Dario Agnote. Seks Trade, Key Part Of South East Asian Economies, Kyodo News. 1998.
33

Industri seks yang besar ini pada akhirnya banyak menawarkan peluang

ekonomi lainya. Kegiatan pelacuran yang rentan dengan penyakit HIV/AIDS

membuat permintaan kondom meningkat. Terlepas dari kenyataan bahwa data

surveilans umumnya menyarankan bahwa Indonesia adalah negara yang prevalensi

HIV yang rendah, program kondom untuk pencegahan penyakit telah lama menjadi

perhatian pemimpin kesehatan. Sejumlah studi telah menyatakan bahwa penggunaan

kondom di Indonesia telah berkembang.48

Praktik-praktik prostitusi sendiri sudah ada sejak masa awal penjajahan

Belanda, dikarenakan jumlah perempuan Eropa dan Cina di Batavia lebih sedikit

dibandingkan jumlah prianya saat itu. Bahkan, sejak masa J.P. Coen pun telah

berkembang praktik-praktik prostitusi walaupun secara tegas ia tidak setuju dengan

praktik-praktik semacam itu.49 Prostitusi di Indonesia mengalami puncaknya sekitar

tahun 1811 yaitu pada saat pembangunan jalan Anyer-Panarukan dan dilanjutkan

pembangunan jalan dan Stasiun Kereta Api oleh Daendels. Peninggalan masa ini

hingga sekarang masih dapat terlihat, dimana biasanya lokalisasi prostitusi selalu

dekat dengan Stasiun Kereta Api. Puncak perkembangan prostitusi kedua adalah

tahun 1870 ketika pemerintah Belanda melakukan privatisasi perkebunan atau

cultuurstelsel. Puncak pertumbuhan prostitusi ketiga terjadi awal tahun 1900-an

ketika terjadi pengoperasian pabrik gula. Kebutuhan tersedianya tempat prostitusi

48
World Health Organization. The Condom Situation Assesment in 11 Asian and Western Pasific
Countries (Bangladesh, Cambodia, China, India, Indonesia, Myanmar, Nepal, The Philippines, Papua
New Guinea, Thailand and Viet Nam) Juni. 2011., Hlm.22.
49
Lamijo, Loc.Cit., Hlm.1
34

meningkat lagi pada jaman pendudukan Jepang. Pada pasca kemerdekaan semkain

marak sekitar 1970-an ketika terjadi oil boom, green revolution dan industrialisasi. 50

Lokalisasi secara resmi di Jakarta pertama kali diadakan tahun 1970an, yaitu

di Kramat Tunggak yang terletak dekat pelabuhan Tanjung Priok. Kramat Tunggak

ditetapkan sebagai lokalisasi prostitusi dengan SK Gubernur Ali Sadikin, yaitu SK

Gubernur KDKI No.Ca/7/1/54/1972; SK Walikota Jakarta Utara No.64/SK

PTS/JU/1972, dan SK Walikota Jakarta Utara No.104/SK PTS/SD.Sos Ju/1973.

Sebelum Kramat Tunggak dijadikan lokalisasi, pada tahun 1069 tercatat ada 1.668

pelacur dan 248 orang germo di Jakarta. Pada saat Kramat Tunggak diresmikan

sebagai lokalisasi, tercatat ada 300 pelacur dan 76 orang germo.

Di Jakarta sendiri, tokoh perfilman Usmar Ismail mempelopori bisnis hiburan

malam dengan mendirikan klub malam Mirasa Sky Club di puncak Gedung Sarinah

di Jl Thamrin. Setelah ini berjamuran puluhan klab malam, panti pijat, diskotek, pub,

salon, dan lokalisasi liar muncul di Jakarta. Striptease yang sebelumnya hanya bisa

dinikmati di Singapura hadir pula di panggung Jakarta. Sebelumnya Jakarta sempat

dijuluki The Big Village atau kampung besar.51

Hiburan malam ini lahir di motivasi oleh pemenuhan permintaan pasar. Dan

menjadi bisnis yang sangat menguntungkan tanpa peduli bahwa perempuan yang
50
J Ingleson, Prostitution in Colonial Java dalam D.P Chandler and M.C Ricklefs, eds, Nineteenth and
Twentieth Century Indonesia : Essays in Honuour of Prof J.D Legge (Melbourne : Monash
University,1986)
51
Alwi Shahab, Planet dan Mirasa Sky Club, 28 Maret 2004, di akses di www.republika.co.id pada
tanggal 1 November 2011 pukul 17.11 WIB
35

dijual sebagai pekerja seks tanpa diberi keuntungan sepeserpun menjadi pihak yang

paling menderita dan seluruh hak-haknya sebagai manusia telah habis dirampas.

Beberapa sektor di industri seks dapat di bedakan dalam dua kategori.

Pertama, industri seks yang terorganisir. Kedua, industri seks yang terorganisir.

Industri seks yang terorganisir mempunyai orang yang memimpin dan dipimpin. Ada

bos dan ada pekerjanya. Seorang bos mempunyai tugas untuk menjadi perantara.. 52

Seorang pekerja seks berada dalam pengontrolan langung oleh bosnya, seperti yang

biasa disebut dengan Mami.53

Sedangkan dalam aktivitas yang tidak terorganisir, industri seks berhubungan

langsung dengan klien. Termasuk ke dalam kelompok tidak terorganisir adalah

pejalan kaki dan semua aktor yang mengoperasikannya secara sembuyi-sembunyi di

ruang publik atau semi publik yang seperti sebagai pasar, kuburan, sepanjang rel

kereta api,54

Salah satu bagian dari industri seks di Jalan Gajah Mada adalah Panti Pijat

yang dilengkapi dengan Spa. Inisial tempat ini adalah GS. Bangunan GS yang

berbentuk ruko dan berwarna pink ini tampak dari luar seperti tidak ada yang aneh

kecuali parkiran motor yang terdapat di bagian bangunan yang selalu ramai di siang

hari sampai malam hari. Peneliti sempat menanyakan ke beberapa masyarakat sekitar

tentang keberadaan GS. Masyarakat mengetahui bahwa di GS, terdapat pelayanan

52
Terence H.Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W Jones, The Prostitution In Indonesia, hlm.45.
53
Ibid., Hlm 51.
54
Ibid, hlm.50.
36

plus-plus. Tukang parkir yang bekerja di GS pun mengakui bahwa GS menyediakan

wanita-wanita yang dapat “dipakai”. Dalam prakteknya, GS tidak tampak terlihat

sebagai tempat pelayanan seks. Berkedok pelayanan spa dan panti pijat memudahkan

GS sembunyi. Di samping kiri GS terdapat beberapa rumah makan yang selalu ramai,

jadi banyak orang yang tidak tahu keberadaaan GS sebagai salah satu pelayanan seks

di Jalan Gajah Mada.

Di jalan Hayam Wuruk terdapat salah satu tempat hiburan yang bernama

Stadium. Stadium merupakan tempat hiburan malam yang menyediakan restoran, live

pub, disco, karaoke, yang dilengkapi dengan hotel dan spa. Stadium berdiri sejak

tahun 1997. Selanjutnya, di dalam Gajah Mada Plaza pun terdapat diskotek yang

bernama Millenium. Millenium lebih terkenal di kalangan etnis Tionghoa. Diskotek

ini terdapat di lantai empat dan lima. Jika sebuah Mall yang tidak terdapat hiburan

malamnya akan tutup pada jam 21.00 atau 22.00, namun tidak berlaku bagi Gajah

Mada Plaza. Mall ini akan buka 24 jam untuk membuat akses bagi para pelanggan

Millenium.

Masih di Jalan Hayam Wuruk, terdapat diskotek yang terkenal dengan nama

1001. Letak diskotek 1001 berada di belakang salah satu pertokoan yang dikenal oleh

masyarakat sekitar dengan, Mandala. Lambang 1001 tidak ditempatkan pada papan

nama seperti kebanyakan diskotik, melainkan memakai lampu bohlam berwarna

merah yang menyusun angka 1001 dengan ukuran besar, lalu ditempatkan di
37

bangunan Mandala. Hal ini dilakukan untuk memberi tahu lokasi 1001 yang cukup

tersembunyi. Akses ke diskotik 1001 pun melalui pintu masuk pertokoan Mandala.

1001 cukup ramai pada hari libur, termasuk malam minggu. Hal ini dipastikan

dengan berjejernya taksi-taksi di depan pertokoan Mandala di minggu pagi. Taksi-

taksi ini bisa memacetkan jalan karena menutupi hampir badan jalan.

II.3 Keberadaan Pedagang Kondom Kaki Lima

Pada dasarnya, semua kota adalah pusat perdagangan, tetapi tidak semua kota

yang mempunyai fungsi perdagangan dapat berfungsi sebagai perantara yang

mendistribusikan barang-barang komoditi ke wilayah-wilayah sekelilingnya.55 Hal

inilah yang pada bisnis kondom.

Dalam Hasil Sensus Kaki Lima yang dilaksanakan oleh BPS DKI Jakarta

tahun 2001, pedagang kondom di jalan Gajah Mada termasuk ke dalam klasifikasi

pedagang kaki lima. Namun, pedagang kondom disebut dengan pedagang obat. 56 Hal

ini dikarenakan pedagang kondom kaki lima menggunakan obat sebagai barang

dagangan lainnya. Tidak ada penjelasan mengapa lebih memilih menamakan

pedagang obat daripada pedagang kondom.

Lokasi pedagang kondom kaki lima di sepanjang Jalan Gajah Mada dimulai

dari setelah lampu merah Gajah Mada Plaza sampai dengan daerah Glodok yang

mengarah ke stasiun Beos Kota. Panjang deretan gerobak pedagang kaki lima ini
55
Parsudi Suparlan, 2004, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan. Jakarta, YPKIK, Hlm.54.
56
BPS DKI Jakarta, Direktori Usaha Kaki Lima Kotamadya DKI Jakarta tahun 2005.
38

hampir mencapai 2 km. Para pedagang berjejer di pinggiran trotoar jalan raya. Di

depan pertokoan yang tutup pada malam harinya. Keberadaan para pedagang ini tidak

mengganggu aktivitas kendaraan di jalan raya karena Jalan Gajah Mada mempunyai

ruas jalan yang lebar, yang bisa memuat sampai 3 jalur kendaraan.

Jika melihat penjelasan diatas, lokasi para pedagang kondom kaki lima ini

berada dipinggir Jalan Gajah Mada dan berdekatan dengan lokasi pemukiman, dan

pertokoan. Ini bisa menjadi suatu keuntungan bagi para pedagang, karena kegiatan

ekonomi mereka terlihat oleh semua orang yang lewat di Jalan Gajah Mada dan

memudahkan bagi pembeli untuk menemukan mereka.

Secara ruang lingkup kecil, Peneliti mencermati jumlah pedagang kondom

kaki lima yang berada di sepanjang jalan Gajah Mada sampai depan Apartemen

Mediterania di daerah Olimo, sebagai berikut :


39

Tabel II.3

Lokasi Berdagang Pedagang Kondom Kaki Lima

No Lokasi Berdagang Jumlah Pedagang

1 Lampu merah Gajah Mada - Jalan Ketapang Utara 20 Pedagang

2 Jalan Ketapang – Jalan Kejayaan 20 Pedagang

3 Jalan Kejayaan – Jalan Kebahagiaan 7 Pedagang

4 Jalan Kebahagiaan – Jalan Gang Kancil 13 Pedagang

5 Jalan Gang Kancil – Depan Apartemen Mediterania 6 Pedagang

Sumber : Hasil observasi. Mei 2011

Para pedagang kondom kaki lima ini, biasanya membuka dagangannya pada

sore hari sampai dengan dini hari. Pedagang harus menunggu setidaknya aktivitas

ruko atau bangunan berhenti. Karena kebanyakan dari ruko/bangunan yang bagian

depannya ditempati oleh pedagang adalah kantor-kantor yang mempunyai jam kerja

pagi sampai dengan sore hari. Pedagang kondom hampir sama seperti pedagang kaki

lima lainnya terkait dengan jam kerja, para pedagang kondom ini mempunyai

wewenang untuk kapan berdagang dan tidak berdagang. Karena pedagang kaki lima

merupakan bagian dari usaha informal.

Di tahun 2011 Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan peraturan berupa

larangan parkir off street di Jalan Gajah Mada yang baru diberlakukan Juli 2011.

Lahirnya peraturan ini dikarenakan untuk menghindari kemacetan di sepanjang Jalan

Gajah Mada. Pengunjung pusat hiburan dan pertokoan di Jalan Gajah Mada
40

seringkali memarkir kendaraanya di ruas jalan. Keadaan ini yang acapkali menjadi

penyebab macetnya Jalan Gajah Mada apalagi di jam-jam pulang kerja di sere hari.

Peraturan ini secara otomatis, berdampak bagi pedagang kondom kaki lima.

Dampaknya adalah pedagang kondom tidak menaruh gerobaknya di ruas jalan,

melainkan di atas trotoar. Sebagaimana yang kita tahu, trotoar merupakan layanan

publik bagi para pejalan kaki di kawasan perkotaan. Trotoar berfungsi sebagai akses

pejalan kaki agar terhindar dari pengguna kendaraan bermotor. Namun, trotoar bagi

para pedagang kondom merupakan area berdagang yang akan membantu

perekonomian mereka.
41

BAB III

Pedagang Kondom Kaki Lima di Kawasan Kota

III.1 Komoditi dan Pola Transaksi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, Komoditi didefenisikan

sebagai barang dagangan; benda niaga.57 Benda niaga adalah barang yang dapat

diperjual belikan. Komoditi pedagang kondom kaki lima tentunya tak lain adalah

berbagai jenis kondom. Kondom yang tersedia ada produksi dalam negeri dan luar

negeri, ada yang berkualitas baik, ada juga yang buruk. Berbagai merek pun tersedia

lengkap dalam sebuah gerobak kayu ini. Kondom yang dijual mempuyai rentang

harga yang berbeda di setiap pedagangnya. Ini terkait dengan strategi penjualan yang

mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Berbagai merek kondom pun tersedia di para pedagang ini. Pasar kondom

yang luas di Indonesia adalah salah satu sebab berkembangnya industri kondom.

Bentuk kondom pun terus memiliki variasi dari bentuknya sampai rasa yang terdapat

pada kondom. Berikut salah satu dari kondom yang dijual oleh pedagang kondom

kaki lima di jalan Gajah Mada :

57
Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, hlm.813.
42

Gambar III.1 Gambar III.2

Kondom Simplex Kondom Artika

Sumber : Dokumentasi 2011

Berikut rentang harga kondom yang dijual oleh pedagang kondom kaki lima ;

Tabel III.1

Daftar Merk Kondom dan Harga

No Nama Merk Kondom Harga

1 Durex Rp. 25.000 – Rp. 20.000

2 Fiesta Rp. 15.000,-

3 Sutra Rp. 10.000 – Rp. 5.000

4 25 Rp. 10.000,-

5 Crocodile Rp. 10.000,-

6 Artika Rp. 2.500 – Rp.5.000

7 Simplex Rp. 2.500 – Rp.5.000

Sumber : Observasi, 10 Agustus 2011


43

Berdasarkan data diatas merk Durex adalah merk yang paling baik

kualitasnya. Hanya dengan harga Rp.25.000, kalangan ekonomi manapun bisa

membelinya. Tidak hanya pembeli dari kalangan yang bermobil saja, tapi juga

kalangan menengah kebawah. Harga kondom pun masih bisa ditawar dengan proses

ekonomi yang terjadi antara penjual dan pembeli.

Rentang harga yang terjadi di lapangan bisa berbeda dikarenakan letak dari

gerobak pedagang kondom kaki lima. Semakin jauh dari akses masuk Jalan Gajah

Mada, akan semakin murah. Hal ini disampaikan oleh MX :

“Ya murah mba…. Ya gimana, yang jualan di depan (awal masuk Jalan
Gajah Mada) kan lebih pertama yang diliat sama pembeli. Kalau saya jual
mahal, nanti ga laku. Makin ke arah dalam, jualannya mesti lebih murah.
Orang kan biasanya nyari yang lebih murah, mba. Jadi kalau mahal-
mahal, nanti ya gak laku……..”58

MX adalah salah satu pedagang yang menjual komoditi rokok. Ia merupakan

pemuda asal flores yang sudah mempunyai istri dan seorang anak. MX beserta

keluarga tinggal di daerah Grogol. Ia sudah hampir satu tahun melakoni profesi

sebagai pedagang kondom kaki lima di depan Jalan Kerajinan. Pedagang yang

terbilang baru. Ia membeli gerobak dari seorang teman yang sekarang sudah bekerja

lebih baik.

Komoditas pedagang kondom kaki lima ternyata tidak hanya kondom, tapi

juga obat kuat untuk perempuan dan laki-laki, obat oles untuk tahan lama, obat

pembesar penis serta rokok. Obat kuat untuk laki-laki disebut dengan cialis. Cialis
58
Kutipan wawancara dengan MX, Agustus 2011
44

merupakan nama dagang obat kuat. Cialis biasa diminum oleh para laki-laki supaya

kuat dalam berhubungan intim. Cialis ikut diperdagangkan oleh pedagang kondom

kaki lima, karena menjadi salah satu permintaan konsumen. Seperti yang

diungkapkan oleh AR :

“ Biasanya kalau ada yang nyari kondom pasti juga nyari cialis. Kan kalo
hubungan begitu butuh obat kuat. Kadang yang beli kondom, ada juga
yang nanyain cialis. Ada juga yang engga. Seringan sih pasti nyari.
Apalagi yang abis pulang kerja. Pasti nyari cialis lah…..”59

AR merupakan singkatan nama pria berusia 24 tahun yang saat ini berdagang

kondom kaki lima dengan gerobak bernomor tujuh belas. Pria dengan perawakan

tinggi dan kurus ini telah lama merasakan pahit manis berjualan kondom. Ia telah

berdagang sejak usianya 17 tahun.

Harga-harga cialis yang ditawarkan kepada konsumen pun beragam. Hal ini

disesuaikan dari kuantitas, kualitas, serta produk buatan dari negara mana. Seperti

harga Cialis merek Tanduk Rusa buatan Cina dibandrol dengan harga Rp 75.000. Ini

sesuai dengan kuantitasnya yang banyak, ada empat strip didalam satu bungkus

Tanduk Rusa. Komoditas obat oles pun diminati oleh konsumen. Obat ini menjadi

alternatif bagi konsumen yang tidak berani meminum obat minum, seperti Cialis.

Tidak aneh rasanya, ketika kondom diperjual belikan dengan disandingkan

obat kuat. Permintaan yang kuat antara kondom dengan obat kuat terjadi dalam

konteks “hubungan intim” yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan. Obat

59
Kutipan wawancara dengan AR, Agustus 2011
45

kuat merupakan penunjang bagi beberapa laki-laki untuk memperlancar aktivitas

intimnya tersebut.

Lain halnya dengan komoditi rokok. Komoditi rokok dijual sebagai selingan

berdagang. Menurut pengakuan informan MX, ia menjual rokok lebih dikarenakan

sepinya yang membeli kondom dan cialis. Maka, ia mencoba mencari komoditi lain

yang dapat dijual. Rokok pun menjadi pilihan. Pembeli rokok biasanya adalah orang-

orang yang juga beraktivitas malam hari di dekat gerobak kondom milik MX seperti,

tukang jualan VCD, warung kopi,tukang ojek, supir bajaj, dll.

“saya jualan rokok selingan aja… Abis semakin hari, dagang kondom
kurang laku. Apalagi obat kuatnya. Mungkin saya kalah saingan sama yang
didepan-depan itu (pedagang kondom yang lain).”60

Hal ini menjelaskan bahwa komoditi rokok yang diperjual belikan oleh MX

merupakan suatu tindakan ekonomi sambilan (casual economy). Tindakan MX ini

merupakan cara dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Menjual rokok merupakan

tindakan alternatif untuk menutupi kekurangan finansialnya.

Dalam hal pola bertransaksi pedagang kondom kaki lima ini sangat berbeda

dengan pedagang kaki lima komoditas lainnya. Selain gerobak yang sudah di taruh di

pinggir jalan, mereka pun menyiapkan sebuah bangku yang ditempatkan di sebelah

kiri gerobak. Hal ini dilakukan untuk memudahkan para pedagang memanggil para

konsumennya. Dengan cara inilah para konsumen tidak perlu turun dari

kendaraannya. Cukup dengan meminggirkan kendaraan ke dekat gerobak lalu


60
Kutipan wawancara dengan MX, Agustus 2011
46

memulai proses transaksi dengan pedagang. Hal ini memungkinkan para pembeli

untuk melakukan proses tawar menawar dengan pedagang.

Lebih menarik lagi, adanya penamaan masing-masing gerobak dengan

kombinasi angka dan huruf. Kombinasi angka dan huruf ini dipakai untuk

memudahkan para konsumen mengingat para penjual langganannya. Contohnya, pada

gerobak RM, terdapat angka 6. Ataupun di gerobak AR yang tertera 007. Angka ini

untuk memudahkan para pelanggan RM untuk mencari gerobak RM jika ingin

membeli. Angka-angka ini pun tidak ada yang mengatur, asalkan tidak sama dengan

pedagang lain.

“…Nomor itu dipasang biar pelanggan mudah menemukan saya. Milihnya


mah asal aja. Ga ada yang atur sih. Suka-suka aja. Karena gerobaknya pada
mirip, ya dikasih nama aja. Biar ga ketuker gitu sama yang beli“ 61

Di sisi lain, banyak para pedagang menaruh kota-kotak obat-obat kosong

seperti, obat sakit kepala, flu, dll di dalam kaca yang terletak di bagian atas gerobak

untuk mengalih perhatian. Letak kondompun tidak diperlihatkan secara vulgar. Hal

ini disebabkan oleh gambar kemasan kondom dan komoditi lainnya yang sangat

“blak-blakan”. “Blak-blakan” yang dimaksud disini adalah, gambar yang

memunculkan adegan hubungan intim pria dengan wanita, alat kelamin,

dsb.Visualisasi kemasan kondom yang sangat jelas ini dikhawatirkan pedagang akan

menjadi penghalang mereka untuk berdagang. Jadi sudah sewajarnya, pedagang harus

61
Kutipan wawancara RM, Oktober 2011.
47

menaruh kondom dan obat kuat lainnya di bagian bawah gerobak. Bagian bawah

gerobak merupakan laci yang terbuat dari kaca.

Namun, ada juga yang menaruh kemasan kondom dan obat kuat di bagian atas

gerobak. Hal ini disebabkan untuk memudahkan konsumen agar dapat mengetahui

dan memastikan gerobak mana yang menjual kondom dan obat kuat.

Gambar III.3 Gambar III.4

Gerobak Pedagang Kondom Kaki Lima Pedagang sedang melayani konsumen

Gambar III.5 Gambar III.6

Susunan bagian atas gerobak Susunan bagian bawah gerobak

Sumber : Dokumentasi pribadi. 2011


48

Para pedagang kondom kaki lima di Jalan Gajah Mada rata-rata sudah

mempunyai pelanggan masing-masing. Seperti IW, ia sudah mempunyai langganan

tetap. Setidaknya pelanggan tetap ini memberikan kepastian bahwa ada yang membeli

dagangannya. IW mempunyai kira-kira 10 orang pelanggan.

“..punya. Langganan tetap ada. Ya ga bisa diitung lah. Sekitar 10 oranglah.


Biasanya yang bawa motor. biasanya yang beli chines, arab, korea”. 62

“ada yang naik motor, ada yang jalan kaki. Langganan kira-kira ada
sepuluh. sebagian sih kenal muka. Kebanyakan orang Chinese sih mba
kalau langganan saya. Bule juga ada. Orang Nigeria juga ada.” 63

Biasanya pelanggan IW menghampiri gerobaknya pada malam hari untuk

membeli kondom ataupun obat kuat. IW mengaku untuk konsumen yang sudah

menjadi pelanggannya tidak ada proses tawar menawar lagi, kecuali ada kenaikan

harga. Dalam hubungannya dengan konsumen atau pelanggannya, IW tidak membuka

komunikasi lebih luas. Hal ini diketahui pada saat IW ditanyakan terkait nama

konsumennya. Ia tidak pernah mengetahui hal itu karena menjaga perasaan

konsumennya agar tidak tersinggung.

III.2 Aktor-Aktor dalam Jaringan Pedagang Kondom Kaki Lima

III.2.1 Pemilik Gerobak

Pedagang kondom kaki lima mempergunakan gerobak sebagai tempat untuk

menaruh dagangannya. Gerobak ini diperoleh melalui tiga cara. Pertama, menyewa

62
Kutipan wawancara dengan IW, Agustus 2011
63
Kutipan wawancara dengan RM, Agustus 2011
49

gerobak oleh seorang Bos gerobak. Kedua, menyewa gerobak dari seorang teman,

lalu ketiga, membeli gerobak.

Penyewaan gerobak kepada seseorang yang biasa dipanggil “Bos’. Menurut

informan IW, Bos gerobak adalah seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi. Ia

adalah mahasiswa lulusan universitas swasta terkenal di kasawan Grogol. Bos ini

dikenal sebagai seorang pemuda bujang di daerah Jalan Kejayaan.

“Bos mah setahu saya punya beberapa gerobak. Dia beli dari orang yang
pengen ngejual gerobaknya gitu. Mungkin karena sepi begini. Jadi dijual
aja. Atau engga, ga ada yang gantiin..”64

Adanya pedagang yang ingin menjual gerobaknya dikarenakan tak lagi berniat

untuk berdagang, menjadi peluang bagi Bos untuk mempunyai penghasilan. Gerobak-

gerobak tersebut dibeli oleh Bos. Proses ekonomi antara Bos dan pedagang yang

menjual gerobaknya melahirkan produktivitas ekonomi baru, yaitu antara Bos dengan

pedagang yang membutuhkan gerobak. Bos akan mempunyai pendapatan lebih dari

penyewaan gerobak.

Relasi yang dibangun pedagang dengan pemilik gerobak dimulai ketika

pemilik gerobak membutuhkan orang yang mau menyewa gerobaknya sebagai

tempat untuk berdagang kondom. Di sisi lain, pedagang membutuhkan sebuah

gerobak sebagai sarana untuk berdagang. Jika tidak ada gerobak, para pedagang

secara otomatis tidak dapat berdagang. Gerobak dalam hal ini merupakan kebutuhan

64
Kutipan wawancara IW, tanggal 15 Agustus 2011
50

pokok bagi para pedagang. Posisi ini di satu sisi menguntungkan bagi Bos gerobak.

Adanya keuntungan secara ekonomi yang berhasil didapatkan nantinya oleh Bos.

Bos biasanya tidak langsung menyewakan gerobaknya. Ia akan mencari tahu

terlebih dahulu siapa orang yang akan menyewa gerobaknya. Pedagang yang ingin

menyewa harus diketahui tempat tinggalnya, dan temannya siapa. Mengetahui teman

pedagang menjadi salah satu informasi yang dapat membantu, jika suatu hari nanti

pedagang ingkar atas kesepakatan yang dibuat.

“ Kalau saya yang penting, kenal orangnya. Dia temannya siapa, tinggal
dimana. Kalau ada apa-apa kan gampang. Kalau ga kenal banget, saya ga
berani. Takut ada apa-apa. Sama tegesin bayar sewanya.” 65

Mengenal pedagang baik dari identitas, tempat tinggal dan temannya perlu

diketahui oleh pemilik gerobak. Hal ini dikarenakan gerobak yang akan dipercayakan

kepada pedagang merupakan barang milik pemilik gerobak yang sudah dibeli dengan

harga mahal serta menjadi harapan bagi pemilik gerobak untuk mendapatkan sumber

penghasilan dari pembayaran sewa atau bagi hasil dengan pedagang kondom kaki

lima.

Interaksi sosial yaitu proses timbal balik antara manusia sebagai individu,

maupun hubungan antara individu dengan kelompok. Jadi proses interaksi ini

terwujud karena adanya proses hubungan antara seseorang dengan orang lainnya

dimana dalam melakukan hubungan tersebut ada hubungan timbal balik yang saling

65
Kutipan wawancara dengan Informan Bos, Agustus 2011
51

memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini biasa disebut dengan hubungan mutualisme.

Hubungan yang tercipta karena ada kebutuhan di masing-masing pihak.

Setelah mendapatkan pedagang yang diinginkan, ada beberapa cara yang

diberikan kepada pedagang oleh pemilik gerobak, yaitu dengan memberikan gerobak

secara penuh kepada pedagang untuk dibawa, jadi tidak perlu setiap hari

dikembalikan kepada pemilik gerobak. Jadi, pedagang secara penuh bertanggung

jawab atas gerobak tersebut. Hal ini terwujud akibat adanya kepercayaan antara

pedagang dengan pemilik gerobak. Terkait dengan cara pembayaran uang sewa,

tergantung dari kesepakatan antara pemilik gerobak dengan pedagang. Ada dua

macam bentuk setoran yaitu, sistem sewa sebulan dan bagi hasil per bulan.

Sama halnya dengan, menyewa gerobak dengan seorang teman. Ia

membentuk produktivitas ekonomi. Dimana ada seseorang yang sudah berdagang

menjadi pedagang kondom, lalu ia mempunyai hajat untuk pulang kampung atau

bekerja dengan sistem kontrak di tempat lain. Tanpa mau merugi, pedagang ini akan

menawarkan kepada teman-temannya untuk menyewa gerobaknya selama waktu

yang ia tentukan. Seperti yang dituturkan oleh SB, sebagai berikut :

“Saya nyewa karena emang ga ada kerjaan. Terus kebetulan temen saya
nawarin untuk nyewa gerobaknya, soalnya dia mau pulang kampung
sih. Nengok anak istri. Tadinya dia nawarin dua minggu, tapi sayang kan
kalau cuma 2 minggu. Jadi sewa sampe sebulan aja” 66

66
Kutipan wawancara dengan SB, Agustus 2011
52

Cara ketiga adalah dengan membeli gerobak. Kisaran harga yang berlaku di

kawasan Gajah Mada ini adalah tujuh juta sampai dengan sembilan juta per satu

gerobak tanpa isi. Hal ini jarang terjadi kecuali ada pedagang yang benar-benar

sudah tidak ingin lagi berjualan kondom dikarenakan faktor sepinya pembeli atau

sudah mendapatkan pekerjaan lain yang lebih menguntungkan.

III.2.2 Kerabat

Kekerabatan atau sering dianggap kerabat adalah apabila seketurunan,

mempunyai hubungan darah meskipun tinggal berjauhan atau belum pernah bertemu

sekalipun.67 Kerjasama kerabat ternyata terjadi di para pedagang kondom kaki lima.

Kerjasama dengan kerabat ini ternyata membentuk sebuah jaringan pedagang

kondom kaki lima di dalam wilayah asal para pedagang. Dari sistem kekerabatan

inilah, ada beberapa diantara mereka yang berjualan karena diajak oleh kerabantya

yang satu kampung. Interaksi sosial yang terjadi di kampung halaman asal pedagang

masing-masing membuat adanya sebuah jaringan sosial yang berkembang dengan

perlahan.

Ajakan ke Jakarta untuk mencari penghasilan ekonomi yang lebih baik

menjadi hal yang menarik bagi orang yang hidup di kampung atau luar Jakarta.

Gegap gempita kota Jakarta menjadi sesuatu yang menarik bagi kaum pedesaan.

Berawal dari adanya anggapan bahwa di Jakarta, semua orang bisa sukses dan dapat

67
M.Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, 2011PT Refika Aditama : Bandung
53

memenuhi kebutuhan ekonomi adalah awal dari adanya pedagang kondom yang

berasal dari luar Jakarta.

Awal mula terbentuknya jaringan sosial pedagang kondom kaki lima ialah

ketika adanya interaksi yang terjadi dalam sebuah kekerabatan ketika berada di

kampung halaman. Seperti penuturan informan IW :

“ Jualan mah dulu diajak sama si R. Udah dari 5 tahun yang lalu. Kita
tinggal satu kabupaten di pekalongan. Waktu dia pulang kampung, saya
tanya sama si R… Kerja apaan di Jakarta. Eh dia bilang dagang kondom.
Yah daripada di kampung ga ngapa-ngapain, mending ke Jakarta aja,
dagang kondom. Coba-coba aja, siapa tahu memang rejeki saya di
Jakarta.”68

Tiadanya pekerjaan yang mampu memberikan penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, membuat IW mau bekerja ke Jakarta sebagai pedagang

kondom kaki lima. IW tak memikirkan lagi anggapan orang terkait apa yang

dijualnya. Ia merasa pekerjaannya halal, karena tidak merugikan orang lain.

Selain itu, ada beberapa sebab pergantian pedagang kondom kaki lima yang

terjadi dalam lingkar kerabat. Pertama, pedagang mempunyai rencana untuk pulang

ke kampung halaman. Namun, ia tidak ingin menyia-nyiakan aset gerobak beserta

dagangannya. Seperti penuturan SB sebagai berikut :

“Saya belum lama sih mba jualan ini. Kira-kira baru sebulanan deh. Yang
punya gerobak teman saya. Saya disuruh gantiin jualan. Ya itung-itung
buat hidup,mba. Dia lagi pulang ke pekalongan.”69

68
Kutipan wawancara dengan IW, Oktober 2011
69
Kutipan wawancara dengan SB, Agustus 2011
54

Penuturan diatas menegaskan bahwa adanya kerjasama antar kerabat. Jaringan

lingkar kerabat sangat membantu para pedagang yang kesulitan untuk mencari orang

yang dapat menggantikan dirinya menjajakan kondom dagangannya. Modal utama

dari adanya hal ini yaitu kepercataan satu sama lain. Kepercayaan ini dibangun atas

dasar kekerabatan yang terjalin secara alami. Sistem pergantian berjualan ini sering

disebut dengan aplus.

Kedua, pedagang kondom ingin menjual gerobak dagangannya dikarenakan

mendapat pekerjaan baru yang lebih layak. Informan MX, menuturkan bahwa

gerobak dagangannya adalah hasil membeli dari seorang kawannya yang sudah

mempunyai pekerjaan yang lebih layak.

“…saya jualan beginian baru setahunan. Tadinya ogah. Abis dagangnya


kan kondom. Malulah saya. Masa dagang kondom. Tapi kalo dipikir-pikir,
daripada ga ada duit buat makan sehari-hari. Ya udahlah, saya dagang aja.
Nanti kalau ada kerjaan yang lebih baik lagi, saya ga mau dagang
kondom lagi. ”70

Hal ini menunjukkan bahwa lingkar kerabat menjadi salah satu bagian yang tak

terpisahkan dari keberadaan produktivitas ekonomi di kalangan pedagang kondom

kaki lima. Adanya jaringan antar kerabat ini secara otomatis memudahkan

pedagang untuk melakukan produktivitas ekonomi lainnya.

III.2.3 Sales Kondom

Komoditas para pedagang kondom kaki lima di Jalan Gajah Mada seperti,

kondom, cialis, dll dipasok oleh sales. Para pedagang lebih memilih membeli
70
Kutipan wawancara dengan MX, Agustus 2011
55

komoditasnya melalui sales. Padahal toko agen yang menjual komoditas tersebut

terletak tidak jauh dari Jalan Gajah Mada yaitu, di daerah Glodok. Alasan para

pedagang dengan membeli komoditas di sales adalah tidak mengeluarkan ongkos

untuk menuju toko agen.

“Ya milih sales lah. Ya tergantung kita aja. Kalau kita butuh, kita tinggal
ngabarin.Butuhnya apa, nanti dia datang.”71

“Salesnya setahu saya cuma ada empat. Tapi saya langganan ma orang itu aja.”72

IW mengakui bahwa menjadi pedagang kondom memiliki keuntungan sendiri

dibandingkan dengan berdagang barang lain. Apalagi jika membeli kondom dari para

sales. Jika ia menjual satu bungkus kondom, dapat menghasilkan keuntungan sekitar

Rp 5.000-7.000.

Sales yang menjajakan jasanya di wilayah Jalan Gajah Mada berjumlah empat

orang. Setiap pedagang mempunyai sales yang menjadi langgannannya. Seperti IW

yang memilih membeli lewat satu orang sales. Inisial sales langganan IW adalah ER.

Prosedur memesan barang dagangan dengan ER pun cukup mudah. Pagi hari, IW

hanya tinggal mengirimkan sms kepada ER mengenai pesanannya dengan

menyebutkan beberapa barang dan jumlah barang yang diinginkannya. Lalu malam

harinya, sales akan membawa pesanan IW. Pembelian lewat sales ini biasanya

dilakukan seminggu sekali, jika barang sudah habis. Namun, hal ini tidak menentu.

Jika penjualan sedang sepi, maka dua minggu sekali atau sebulan sekali.

71
Kutipan wawancara dengan RM, Agustus 2011
72
Kutipan wawancara dengan IW, Agustus 2011
56

Pilihan membeli melalui sales selain karena tidak mengeluarkan ongkos, juga

dikarenakan harganya lebih murah daripada di toko agen. Membeli sales sama

dengan menghemat sepuluh sampai dua puluh ribu rupiah. Ketika ditanya adakah

uang ongkos untuk sales yang diberikan, IW mengaku tidak ada. IW hanya

membayar bersih sesuai dengan komoditi yang ia pesan.

Ketergantungan terhadap sales ini berpengaruh pada penjualan kondom. Jika

tidak ada sales, maka tidak ada barang untuk dijual. Dan pedagang akan merugi jika

ada konsumen mencari barang yang ternyata stoknya habis. Relasi yang dibangun

dengan sales harus baik, apabila pedagang masih mau tergantung kepada sales.

III.2.4 Pemilik Lahan dan Listrik

Pemilik lahan dan listrik dalam konteks ini bukanlah pemilik sebenarnya.

Jalan yang menjadi tempat berdagangnya pedagang kondom merupakan wilayah

parkir. Wilayah parkir ini dikuasai oleh seorang bos juru parkir. Bos juru parkir ini

bernama Ajong. Seperti yang dituturkan oleh IW :

“tempat bayar ke yang punya listrik. Namanya Ajong. Tapi dulu pas awal,
dikasih tau sama si RM, kalau bayar tempat sama listrik ya kedia.” 73

Dalam sebulan, IW harus menyetor uang lahan sebesar Rp.200.000 dan uang

listrik sebesar Rp.90.000 kepada Ajong. Setoran dilakukan sebulan sekali. Tidak ada

tanggal tetap untuk menyetorkannya. IW biasa menyetor uang ke Ajong pada tanggal

28 setiap bulannya. Seharusnya pembayaran lahan hanya dilakukan pada saat awal
73
Kutipan wawancara dengan IW
57

berdagang. Namun, ternyata kebijakan tersebut tidak berlaku. Disamping itu, pada

tahun ini, ada penurunan biaya sewa lahan sebesar Rp.50.000. Hal ini dikarenakan

sepinya proses jual beli kondom, seperti yang dituturkan RM :

“Kalau parkiran sih, kalau dulu 200. Sekarang kayaknya, 150. Udah turun.
Ya kita kan dagang lagi sepi, atau apakan. Posisi juga ga mungkinlah kita
bayar segitu.”74

Penurunan biaya sewa lahan ini pun diakui RM tidak melalui proses dialog

dengan Ajong melainkan hasil kesepakatan dengan tiga teman pedagang yang satu

deretan dengan RM. Mereka menyepakati besaran uang sewa lahan tersebut

dikarenakan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran.

Besaran uang sewa lahan ini hampir rata di pedagang kondom kaki lima di

Kota. Besarnya uang sewa lahan ini dianggap pedagang sebagai bentuk dari

keamanan ketika mereka berdagang. Tidak adanya preman yang memungut uang

“retribusi” membuat pedagang tidak menolak membayar uang sewa lahan yang cukup

mahal.

Di sisi lain, setoran uang listrik sebesar Rp.90.000 per bulan, dirasakan RM

sangat tidak seimbang dengan apa yang didapat. Para pedagang hanya memakai

listrik untuk menyalakan lampu neon di malam hari guna menerangi gerobaknya atau

sekedar untuk mengisi baterai telepon genggam.

74
Kutipan wawancara dengan RM
58

“Listrik 90 ribu sebulannya. Bayarnya juga ke Ajong, mba. Mahal, padahal cuma
make buat lampu doank. Dirumah aja ga sampe segitu, padahal ada TV. Pengen
minta turunin, tapi kasian juga entar. Dia kan juga punya anak bini. “75

Besaran setoran listrik berbeda-beda di setiap pedagang. Hal ini tergantung

dimana letak mereka berdagang. Seperti halnya MX, ia hanya perlu mengeluarkan

uang Rp 40.000 per bulannya untuk uang listrik. Semakin jauh letak pedagang dari

akses masuk Jalan Gajah Mada akan semakin murah. Ini sejalan dengan, semakin

jauh pedagang dari akses masuk Jalan Gajah Mada, maka barang yang dijual harus

lebih murah dibandingkan pedagang yang sudah berjejer di depan mereka. Hal ini

termasuk strategi berdagang mereka. Maka, pendapatan yang kecil tersebutlah yang

menjadikan pemilik listrik tidak mengenakan tarif yang tinggi seperti yang terjadi

dengan pedagang yang dekat dengan akses masuk jalan Gajah Mada.

III.2.5 Pendorong Gerobak

Gerobak yang menjadi sarana berdagang pedagang kondom kaki lima

berbentuk sangat besar. Gerobak ini terbuat dari kayu dan ditutupi oleh terpal. Maka

tak ayal, jika para pedagang kondom kaki lima tidak mau repot untuk mendorong

gerobaknya dari lokasi penitipan ke tempat berjualannya. Kebutuhan pedagang

kondom ini lah yang menjadi peluang ekonomi bagi warga sekitar.

Adalah Informan SL dan YG yang mengambil peran untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. SL adalah seorang laki-laki berumur 57 tahun yang berprofesi

sebagai supir bajaj. SL sudah menikah dengan 1 istri dan mempunyai 5 orang anak. Ia

75
Kutipan wawancara dengan RM, Oktober 2011
59

tinggal di Jakarta seorang diri, sedangkan istri dan anak-anaknya tinggal di

Tanggerang. Profesi menjadi supir bajaj telah dilakoninya sejak tahun 1986.

Sedangkan menjadi pendorong gerobak sudah hampir 5 tahun.

“..Sekarang kan istilahnya mah narik bajaj, tapi selingannya mah dorong
gerobak. Dulu kan ada orang yang nyuruh. Mau engga dorong gerobak
(gerobak kondom). Ya mau-mau ajalah kita amah, yang penting ada
tambah-tambahan buat narik. Ada yang nyuruh gitu. Akhirnya saya mau
aja dah dorong gerobak tuh. Udah hampir 5 tahunan lah saya dorong
gerobak. Sejak pos Koramil itu dibuat”76

Kebutuhan akan kehidupan sehari-hari membuat SL mau melakoni profesi

sampingan sebagai pendorong gerobak. Keadaan sepinya penumpang bajaj adalah

alasan utama. Ia mengakui, sepinya penumpang bajaj adalah dampak dari keberadaan

tukang ojek yang sudah menjamur di daerah tersebut. Jadi, mau tidak mau, SL harus

mencari penghasilan tambahan untuk kehidupan sehari-hari dan menafkahi istrinya

yang berada di kampung halaman.

SL mempunyai 4 orang langganan pedagang kondom kaki lima yang

gerobaknya diminta untuk didorong dari lokasi penitipan hingga ke lokasi dimana 4

orang pedagang tersebut berdagang. Wilayah pengahasilan SL adalah dari depan

Jalan Kejayaan sampai depan Jalan Kerajinan.

Empat langganan SL adalah pedagang yang berjualan di depan ruko-ruko

setelah gedung Arsip Nasional yang berdekatan dengan akses Jalan Kerajinan. Di

setiap malam sebelum berdagang, langganan SL akan memberi tahu SL apakah akan

76
Kutipan wawancara dengan SL, Agustus 2011
60

berdagang esok harinya atau tidak. Langganan SL akan menghampiri SL di

pangkalan Bajaj di Jalan Kerajinan, tempat biasa SL mangkal menunggu untuk

‘narik’ bajaj. Atau menghampiri SL di Pos Koramil dimana ia tinggal semenjak tahun

1986.

Lain halnya dengan YG yang baru beradu nasib ke Jakarta sejak 6 tahun yang

lalu. Awalnya, pria asal Kuningan ini akhirnya memilih menjadi tukang becak.

Namun, karena di era Bang Yos, becak dilarang di operasi, akhirnya Informan Yoga

menganggur karena becaknya sendiri diambil oleh petugas Satpol-PP yang pada

waktu itu merazianya. Di tahun 2007, berawal dari permintaan seorang teman untuk

menggantikannya menjadi pendorong gerobak, YG pun mau. Hitung-hitung bisa

menjadi penghidupan baru baginya. Teman YG tersebut memilih untuk pulang

kampung untuk mengurus sawah keluargnya.

YG adalah seorang pria kelahiran 1973 yang telah memiliki istri dan dua

orang anak. Pendidikan sekolah dasarnya sendiri, tak ia selesaikan dikarenakan

biaya. Selama di Jakarta, ia hidup bersama dengan beberapa temannya yang juga

mencari peruntungan di lokasi penitipan gerobak di Jalan Kejayaan. Anak dan istri

sengaja tidak dibawanya ke Jakarta dan menetap di Kuningan.

Sehari-harinya, YG mendorong gerobak kondom sebanyak sepuluh gerobak

yang sudah menjadi langganan pendorong gerobak terdahulu. Pelanggan YG

mempunyai cara sendiri untuk meminta YG membantunya. Para pelanggannya cukup


61

mengirimkan sms ke nomor telepon genggam milik YG. Setelah sms diterima, YG

segera mendorong gerobak milik pelanggannya. Biasanya pedagang mengirim sms

kepada YG setelah si pedagang sampai di lokasi berdagang.

“…ini obat (gerobak obat) paling sepuluh.. kalau kaset (gerobak vcd)
lumayanlah..kaset ada enam lah..”77

“paling sore doang dorongnya..dari jam empat sampe maghrib.. saya


ngeluarin doang mereka yang balikin ke sini (lokasi penitipan), nanti saya
yang atur-atur posisinya disini…”78

YG tidak hanya mendorong gerobak kondom, tapi juga gerobak VCD/DVD

bajakan. Untuk satu kali mendorong gerobak, YG ini, mendapatkan upah sebesar Rp

5,000. Jadi jika dihitung YG mendapatkan uang sekitar Rp 80.000 perhari. Uang ini

dipakai untuk keperluan sehari-hari dan menabung untuk dikirim ke keluarga di

Kuningan. Bagian wilayah penghasilannya adalah beberapa gerobak-gerobak yang

berjualan dari depan Jalan Ketapang sampai Jalan Kerajinan.

Keberadaan dua orang pendorong gerobak ini menjadi salah satu pendukung

keberadaan pedagang kondom kaki lima. Pada akhirnya, para pedagang

membutuhkan tenaga orang lain untuk dapat membantunya. Dengan banyaknya

jumlah pedagang kondom kaki lima yang menjadi pelanggan SL dan YG adalah bukti

keberadaan mereka dibutuhkan.

77
Kutipan wawancara dengan YG, Agustus 2011
78
Kutipan wawancara dengan YG, Agustus 2011
62

Gambar III.7 Gambar III.8

Informan SL Informan YG

Gambar III.9

Informan SL sedang mendorong Gerobak

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Agustus 2011.

III.2.6 Lokasi Penitipan Gerobak Pedagang Kondom

Salah satu lokasi penitipan gerobak pedagang kondom adalah di lapangan

besar yang terletak di Jalan Kejayaan. Lapangan besar ini tanahnya tidak rata,

bercampur dengan keramik dan batu yang sudah pecah, serta sampah. Di area pintu
63

masuk lapangan, ada sebuah warung kopi, warteg dan Pos X Koramil 01, Taman

Sari. Pintu masuknya tidak terdapat sebuah pintu sebagaimana makna aslinya. Di

pintu masuk, terdapat bangku dari kayu milik warung kopi. Pintu masuk ini juga

sedikit becek karena terdapat selang air untuk mencuci piring. Lokasi penitipan

gerobak ini biasa disebut dengan “Lapangan” saja oleh pedagang kondom kaki lima.

Karena hanya lokasi penitipan inilah yang berbentuk lapangan.

Masuk sedikit ke area lapangan, kita akan disambut oleh jejeran gerobak

kondom dan gerobak VCD tertata sedemikian rupa. Lahan lapangan yang luas ini

juga dimanfaatkan untuk tempat tinggal. Gubuk-gubuk dibangun ala kadarnya dengan

menggunakan triplek sekedar untuk berlindung dari terik panas matahari dan air

hujan. Gubuk-gubuk itu menjelma menjadi “rumah” bagi banyak pencari rezeki di

Jakarta. Seperti supir bajaj, pedagang soto, pedagang makanan kaki lima lainnya.

Gambar III.10

Pintu Masuk Lokasi Penitipan

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Oktober 2011.


64

Di tengah lapangan ini, terdapat sampah menumpuk yang sudah bercampur

dengan tanah dan tanaman. Lalat-lalat beterbangan disana-sini. Tanaman-tanaman

yang ada pun tak terurus. Hanya ada beberapa pohon yang tetap berdiri kokoh. Di

bawah pohon, ada beberapa buag bangku yang terbuat dari kayu berfungsi sebagai

tempat beristirahat di siang hari.

Di ujung lahan luas yang dikelilingi rumah ini, ada sebuah lapangan bola

beserta gawangnya. Setiap hari, banyak remaja yang bermain di lapangan bola

tersebut. Keberadaan lapangan bola tersebut cukup menarik. Dikala Jakarta sudah

terhimpit dengan bangunan-bangunan mall dimana-mana, lapangan bola tersebut

masih eksis walau keberadaannya cukup sedikit orang yang tahu.

Gambar III.11

Lokasi Penitipan Gerobak Kondom Kaki Lima

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Oktober 2011.

Di lokasi penitipan ini, dikenakan biaya sewa tempat. Untuk satu gerobak

dikenakan biaya Rp 60.000 per bulan yang harus dibayar oleh pemilik gerobak. Hal
65

ini juga berlaku bagi orang-orang yang membuat gubuk di dalam lapangan ini.

Kecuali informan YG, ia tidak membayar biaya sewa karena lebih memilih tidur di

dalam gerobak VCD/Kaset. Biaya ini dibayarkan kepada petugas pos koramil yang

terletak di bagian depan lokasi penitipan.

Gambar III.12

Tempat Tidur bagi Informan Yoga

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Oktober 2011

III.3 Sistem Jaringan Sosial Pedagang Kondom Kaki Lima

Dalam memahami kekuatan para pedagang kondom, relasi-relasi sosial

diantara para aktor menjadi penting untuk diteliti. Bagaimana para pelaku saling

berhubungan dan tetap mempertahankan keberadaanya adalah ‘entry point’ dalam

memahami sistem jaringan sosial pedagang kondom kaki lima di Jalan Gajah Mada.

Relasi antar individu diantara pedagang kondom kaki lima membentuk

kesatuannya sendiri dan bersifat informal. Kesatuan jaringan sosial yang mempunyai
66

fungsi ekonomi ini bertujuan untuk keuntungan material, dan adanya motivasi

pemenuhan kebutuhan hidup. Jaringan sosial adalah sebuah fakta sosial bagi orang-

orang didalamnya untuk mencapai sumber-sumber kehidupan mereka, terutama untuk

pencapaian kebutuhan ekonomi pribadi dan keluarga.

Di dalam jaringan pedagang kondom kaki lima terjadi kolaborasi baik antar

pedagang kondom kaki lima, pemilik gerobak, pendorong gerobak, sales, pemilik

lahan penitipan gerobak,pemilik lahan dan listrik, Satpol-PP, dan konsumen. Dalam

kolaborasi mereka, terjadi hubungan mutualisme yang disebabkan adanya motivasi

untuk pencapaian sumber daya yang dibutuhkan atau diinginkan. Bagan jaringan

sosial pedagang kondom sebagai berikut :

Bagan III.1

Jaringan Sosial Pedagang Kondom Kaki Lima

Pendorong
Gerobak
Pemilik Sales
Gerobak

Pedagang Pemilik Lahan


Pemilik Lokasi
Kondom dan Listrik
Penitipan Gerobak

Satpol PP
Konsumen
Sumber : pengamatan peneliti (2011)
67

Bagan diatas memperlihatkan bahwa jaringan sosial bukanlah yang

dinamakan kelompok karena keanggotaan jaringan sosial sering kali tidak disadari

atau belum tentu didasari oleh individu yang bersangkutan. Ketidaksadaran di antara

individu-individu yang berada dalam jaringan sosial diatas adalah dikarenakan

mereka hanya merasa terikat oleh kebutuhan masing-masing yaitu uang. Beberapa

hasil Penelitian menemukan misalnya bahwa jaringan sosial adalah suatu alat yang

digunakan ketika orang-orang berada dalam tekanan-tekanan baik secara mental, fisik

dan sosial ekonomi.79

Secara disadari, jaringan sosial yang terbentuk antar para aktor di bagan

tersebut dilakukan karena adanya tekanan secara sosial dan ekonomi. Pedagang

kondom kaki lima merupakan inti dari jaringan tersebut karena lebih banyak

membentuk relasi. Sebagaimana hasil dari penelitan ini diketahui, untuk mendapatkan

nilai ekonomi yang diinginkan, para aktor melakukan interaksi yang menghasilkan

sebuah relasi antar mereka.

Relasi sosial pedagang kondom dengan Satpol-PP adalah terkait dengan cara

berdagang yang berbentuk kaki lima ditemukan tetapi tidak menghasilkan relasi yang

kuat diantara mereka. Salah satu tugas Satpol PP adalah menertibkan pedagang kaki

lima. Interaksi yang terjadi adalah ketika Satpol PP ingin menertibkan pedagang kaki

lima di sepanjang Jalan Gajah Mada. Namun, penertiban tidak dilakukan secara

represif melainkan dengan sifat sosialisasi. Sosialisasi yang dimaksud adalah dengan

79
Saefullah, Loc.cit. Hlm.73
68

memberitahukan kepara pedagang agar tidak berjualan di bahu jalan melainkan

seharusnya di atas trotoar.

“Kalau ada satpol PP mah ga pernah diangkut, mba. Paling disuruh


merapat ke trotoar atau engga naikin gerobaknya ke trotoar. Mungkin biar
ga macet ya. Soalnya kan banyak mikrolet yang sering ngetem depan
sini.”80

Sosialiasi agar para pedagang menaruh gerobaknya di atas trotoar juga

dilakukan pada saat rombongan konvoi mobil Gubernur DKI Jakarta akan melewati

Jalan Gajah Mada. Relasi ini diakui tidak menghasilkan keuntungan ekonomi secara

siginifikan. Tidak ada retribusi yang diberikan oleh pedagang kondom kepada Satpol-

PP setempat. Seperti penuturan IW :

“Kalau digusur atau diangkut, alhamdulillah belum pernah. Paling kalau


lagi ada gubernur, pejabat mau lewat atau apa kan. Paling kita buka jam 7
atau jam8 malam. Taunya dari satpol PP.”81

Relasi yang kuat terjadi adalah antara Satpol PP dengan pemilik lahan parkir

dan listrik. Relasi ini yang menjelaskan secara implisit, mahalnya biaya sewa lahan

dan listrik di pedagang kondom. Juru parkir yang bernama Ajong ini ternyata

menyetor sejumlah uang kepada kepala Satpol-PP. Jumlah uang yang diberikan tidak

bisa disebutkan oleh Ajong.

“Ngasih sedikit buat bapak-bapak satpol PP. Biar anak-anak pada ga


diangkut. Alhamdulillahnya dari dulu sampe sekarang ini, belum pernah
digaruk. Ya asal, bayar terus aja..Hahaha.(sambil tertawa)” 82

80
Kutipan wawancara dengan MX, Agustus 2011.
81
Kutipan wawancara dengan IW, Agustus 2011.
82
Kutipan wawancara dengan Ajong, Oktober 2011.
69

Di sisi lain, relasi yang terjadi antara pedagang kondom kaki lima dengan

pemilik gerobak, sales, pemilik lahan dan listrik, pemilik lahan penitipan gerobak,

pendorong gerobak, serta konsumen menghasilkan hubungan timbal balik. Pedagang

kondom yang berfungsi sebagai inti jaringan menghasilkan relasi yang sangat kuat

hingga satu dengan yang lainnya berada dalam produktivitas ekonomi. Beberapa

alasannya, ketika pedagang kondom membutuhkan bebeberapa kebutuhan yang akan

mendukung pencapaian ekonominya, ia akan melakukan interaksi ke beberapa aktor

di sekitarnya. Kebutuhan ini akhirnya membuat para aktor lain selain pedagang

menyediakan kebutuhan bagi para pedagang kondom. Seperti yang dilakukan pemilik

gerobak, ia menyediakan gerobak untuk disewakan kepada para pedagang yang ingin

berjualan. Relasi ini menghasilkan nilai ekonomi yang bisa membuat pedagang

kondom dan pemilik gerobak mencapai kondisi ekonomi pribadi dan keluarga pada

tataran pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari atau peningkatan kualitas kehidupan

diri dan keluarganya.

Pemilik lahan dan listrik serta pemilik lahan penitipan gerobak secara tidak

langsung adalah pihak yang mempunyai kekuasaan. Kekuasaan yang dipunyai oleh

mereka dapat menggerakan nilai ekonomi demi kepentingan mereka. Relasi yang

dijalin oleh pedagang kondom adalah untuk mencapai sumber daya yang tidak

dipunyai oleh pedagang. Untuk bisa mencapai sumber daya tersebut, pedagang harus

melakukan interaksi awal agar terbangun sebuah relasi terhadap pemilik “kekuasaan

tersebut”. Sumber daya yaitu berupa lahan, listrik dan penitipan gerobak tentunya
70

melibatkan uang. Tarif yang diberlakukan dikendalikan oleh si pemilik kuasa. Mau

tidak mau, pedagang akan membayar tarif yang diberlakukan oleh pemilik kuasa.

Sedangkan, pemilik lahan, listrik dan penitipan gerobak, oleh karena tuntutan

kebutuhan ekonomi melihatnya sebagai sumber yang bisa dimanfaatkan.

Dengan jaringan sosial, hubungan akan berlandaskan gagasan bahwa setiap

aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya

yang bernilai (kekayaan, kekuasaan, informasi)83. Perbedaan akses yang dimiliki

setiap aktor dalam jaringan sosial inilah yang membuat eksistensi jaringan sosial

pedagang kondom kaki lima di Gajah Mada terus bertahan.

Relasi antara pedagang kondom dengan konsumen menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam kesatuan jaringan sosial pedagang kondom kaki lima. Relasi yang

terjalin antara pedagang kondom dengan konsumen adalah relasi yang

menguntungkan. Keadaan ini membuat pedagang kondom terus bertahan karena

adanya konsumen yang membutuhkan kondom. Salah satu faktor kehadiran

konsumen kondom adalah dampak dari keberadaan industri seks yang melingkupi

jalan Gajah Mada. Seperti yang dituturkan oleh IW :

“Biasanya yang beli kondom yang di seberang. (pekerja seks komersial


yang berada di jalan Hayam Wuruk). Mereka pasti beli ke daerah sini
(Jalan Gajah Mada).tapi saya ga kenal psk seberang. Cuma kenal muka aja.
Biasanya mereka nongkrong di atas jam 12 malam. Jam 5 pagi masih ada.
Dia biasa beli buat jaga-jaga kalau yang bawa dia, ga bawa kondom”

83
George Ritzer-Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, 2005, Jakarta., Hlm.393
71

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas terlihat bahwa kehadiran konsumen

adalah salah satu faktor dampak dari keberadaan industri seks. Konsumen kondom

bukan hanya saja PSK (Pekerja seks komersial) yang membeli untuk mendukung

aksinya. Tapi juga orang-orang yang mempunyai tujuan untuk pergi ke tempat

hiburan malam.

Perkembangan jaringan sosial pedagang kondom kaki lima dengan para

individu lain dalam bentuk relasi-relasi sosial dari waktu ke waktu telah

mempengaruhi lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial yang berada dalam lingkup

industri seks ini telah memperkuat keadaan tersebut hingga saat ini. Kolaborasi yang

terjadi diantara aktor membawa pengaruh terhadap pemenuhan industri seks

disekitarnya, sebaliknya keberadaan industri seks memperkuat kondisi secara

ekonomi para pedagang kondom kaki lima.

Kausalitas dalam relasi pedagang kondom kaki lima mengambil posisi

jaringan sebagai tujuan ekonomi yang disebabkan oleh kondisi kehidupan masing-

masing pedagang yang menuntut pencapaian nilai ekonomi tersendiri. Salah satu

alasannnya adalah ketiadan lapangan kerja selain menjadi pedagang. Hal ini juga

dipicu oleh mobilitas sosial yang terjadi akibat dampak jaringan yang terjadi di

kampung halaman mereka.


72

III.4 Gambaran Umum Informan

Dalam bagian ini, peneliti akan sedikit menggambarkan sekilas kehidupan

informan. Bagian ini diharapkan membuat pembaca memahami latar belakang

lingkungan fisik, dan lingkungan sosial informan yang menjadi narasumber dalam

penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah informan IW dan RM yang

berprofesi sebagai pedagang kondom kaki lima.

III.4.1 Informan IW

Informan IW adalah seorang laki-laki kelahiran Batang, Jawa Tengah, tahun

1987. IW adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Saat ini IW tinggal sendiri

dengan mengontrak salah satu kamar kontrakan di Jalan Ketapang, Jakarta Barat

dengan harga Rp 300.000 perbulannya. Pendidikan formalnya ia tempuh sampai

tingkat Madrasah Ibtidaiyah (SD) di daerah Lutung Mati, Jawa Tengah.

Ia pindah ke Jakarta sejak tahun 2000 bersama temannya. Lalu, ia mendapat

pekerjaan di gudang onderdil di daerah Cimone, Tanggerang. Hanya bertahan 2,5

tahun bekerja, lantas ia pulang kembali ke kampung halamannya. Di kampung

halamannya ia membantu orangtua. Ia ikut pergi melaut dengan ayahnya yang

seorang nelayan. Tahun 2006, IW kembali ke Jakarta mencari peruntungan. Berbekal

ajakan teman, IW akhirnya memutuskan untuk berdagang kondom kaki lima.


73

Pria penyuka tenis meja dan musik ini memulai usahanya dengan menyewa

sebuah gerobak punya seorang temannya dengan harga Rp 400.000 per bulan. Dan

menghabiskan modal sekitar Rp 8.000.000. Sekarang pun, gerobaknya masih

menyewa, tapi membayarnya dengan cara bagi hasil. Pembagian hasilnya dengan

cara potong modal barang, lalu dibagi dua dengan si pemilik gerobak. Omzet

penjualan IW dalam seharinya tidak menentu.

Setiap harinya, IW memulai aktivitas dengan membuka gerobak dagangannya

pada pukul lima sore dan tutup sekitar setengah enam pagi. Hal ini berlaku pada hari

kerja yaitu, hari senin sampai hari jumat. Sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu, ia

membuka gerobaknya pada pukul empat sore. Setelah berdagang, biasanya IW

langsung istirahat sejenak, lalu kemudian tidur pada pukul sembilan pagi. Kemudian

bangun kembali pada pukul tiga atau empat sore untuk memulai aktivitas berdagang.

Per bulannya, IW harus membayar tagihan antara lain, tagihan listrik untuk

lampu gerobaknya, sebesar Rp 90.000; tagihan lapak atau trotoar sebesar Rp 150.000

per bulan. Uang tagihan ini dibayarkan kepada satu orang yang bertugas sebagai

kepala juru parkir. Sejak awal berdagang hingga kini, IW tidak pernah pindah lapak.

Di kampungnya, IW masih mempunyai Ibu dan Adik. Ayahanda tercinta

baru-baru ini telah meninggal. IW masih membantu perekonomian sang ibu yang

sekaligus mengasuh adiknya. Walau jarang pulang kampung, IW masih mengirimi


74

wesel ke sang ibu. Jadwal pulang kampung IW adalah setiap Hari Raya Idul Fitri dan

Idul ‘Adha.

Bagi IW, berdagang kondom kaki lima juga harus siap mental. Ada beberapa

alasan, pertama, orang akan beranggapan negatif jika yang dijual adalah kondom.

Kedua, susah mencari pasangan hidup. Karena banyak perempuan yang takut duluan

sebelum kenal lebih jauh.

III.4.2 Informan NR

Informan NR dilahirkan di Jakarta, Desember tahun 1989. NR adalah asli

orang sekitar Jalan Gajah Mada. Rumah orang tuanya terletak di Jalan Keselamatan,

sebuah jalan di belakang Jalan Gajah Mada. Pria asli betawi ini sekarang tinggal

mengontrak dengan seorang temannya, sesama pedagang kondom kaki lima di Jalan

Ketapang. Pendidikan formal ia tempuh sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama

di 22 Jakarta Barat.

NR berdagang sejak tahun 2000 di umurnya yang baru 11 tahun. Pada waktu

itu, ia ikut berdagang dengan seorang laki-laki yang sudah dianggap sebagai orang

tuanya. Di tahun 2003, ia menjual gerobaknya dengan melepas harga sekitar Rp

3.500.000.

Sekarang, NR berjualan dengan seorang temannya. Dan keuntungannya pun

dibagi berdua setelah potong modal. Untuk dapat terus menjalankan usahanya, ia
75

harus membayar tagihan lapak sebesar Rp 150.000,-. Selain itu, untuk penerangan

pada malah hari ia harus mengeluarkan biaya Rp 90.000,- perbulannnya. Tidak ada

ketetapan harus membayar pada tanggal berapa, yang penting sebulan sekali.

Aktivitas NR dan seorang temannya, RH, dimulai sejak pukul dua siang

sampai pada hari minggu. Sedangkan pukul setengah empat pada hari senin sampai

sabtu. Lapaknya ditutup pada pukul setengah 5 pagi. Jika sedang ada kerja

sampingan, biasanya NR membantu di bengkel milik saudaranya. Jika sedang tidak

ada, NR hanya diam di kontrakan.

Dengan penghasilan yang tidak menentu, ia harus mencukupi kebutuhan

dirinya sendiri dan biaya kontrakan yang besarnya Rp 350.000. Paling sedikit

pendapatan yang didapat sekitar Rp 20.000 sehari. Paling besar bisa dapat Rp

1.000.000 per harinya. Itupun jika ada yang beli borongan.


76

BAB IV

Jaringan Sosial Menghasilkan Produktivitas Ekonomi

IV.I Kolaborasi Tiga Aktor : Simbiosis Mutualisme

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan tiga aktor yang mempunyai peran

besar dalam jaringan sosial pedagang kondom kaki lima. Dalam hal ini, aktor tersebut

adalah pihak Satpol-PP, pedagang, dan konsumen. Keberadaan tiga aktor ini adalah

yang menjadi pengaruh pada berjalannya jaringan sosial yang terjadi di pedagang

kondom. Seperti yang dikatakan oleh Robert M.Z Lawang pada bab pertama, bahwa

hubungan-hubungan sosial yang terjalin antara individu maupun kelompok yang

diikat dengan kepercayaan serta dipertahankan oleh norma yang mengikat semua

pihak yang terlibat didalamnya. Ikatan kepercayaan ini akan terjalin diantar individu-

individu untuk saling bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.

Secara sederhana, kolaborasi yang terjadi diantara tiga aktor tersebut adalah

demi terwujudnya suatu tujuan tertentu, yaitu mendapatkan uang. Pihak Satpol-PP

tidak akan mendapatkan ekonomi tanpa adanya pedagang yang menyetor uang

keamanan yang didapatkan dari aktivitas jual beli dengan konsumen. Pedagang

kondom akan menghasilkan keuntungan apabila konsumen membeli kondom yang

dijual. Sedangkan konsumen, tidak akan terpenuhi kebutuhannya apabila tidak ada
77

pedagang yang menjual kondom. Kolaborasi ini menghasilkan keuntungan di masing-

masing pihak. Dalam hal ini peneliti menggunakan istilah ‘simbiosis mutualisme’

Pihak keamanan Pemerintah Kota Jakarta dalam hal ini Satpol-PP yang

bertugas untuk menertibkan dan mengamankan kondisi kota Jakarta, dalam hal ini

Jalan Gajah Mada. Pedagang kondom kaki lima yang berada di Jalan Gajah Mada

merupakan salah satu pihak yang dianggap sebagai sumber ketidaktertiban tata ruang

kota Jakarta dimana gerobak-gerobak mereka diletakkan di atas trotoar yang

seharunya tidak menjadi lahan untuk berjualan. Maka dari itu pihak keamanan

Satpol-PP memiliki wewenang untuk menertibkan para pedagang kondom kaki lima.

Apabila jaringan sosial para pedagang kondom dengan pihak Satpol-PP tidak

terbentuk dengan baik maka akan tidak berkembang dan menghasilkan suatu

kolaborasi yang baik.

Dengan uang sewa lahan yang dibayar oleh pedagang kondom kepada juru

parkir dan kemudian disetor kepada oknum Satpol-PP merupakan bagian dari

transaksi keamanan yang diinginkan oleh pedagang. Karena dengan adanya transaksi

tersebut secara tidak langsung, pedagang menginginkan ada pihak yang mampu

‘menjaga’ mereka. Sedangkan, kekuasaan yang dimiliki oleh petugas Satpol-PP atas

wilayah tersebut tidak ingin dibiarkan dengan cuma-cuma. Uang keamanan tersebut

adalah sebagai jaminan bagi pedagang agar tidak terkena penertiban. Pihak Satpol-PP

secara tidak langsung ‘melindungi’ aktivitas pedagang kondom di Jalan Gajah Mada.
78

Bagan IV.1

Kolaborasi 3 Aktor Besar

Pedagang

Satpol PP Konsumen

Sumber: Diolah berdasarkan pengamatan (2011)

Lokasi dagang yang dipilih oleh para pedagang kondom merupakan salah satu

asset dalam kehidupan pedagang. Hal ini disebabkan karena lokasi dagang yang

mereka pilih adalah lokasi yang strategis dan dapat menghasilkan keuntungan bagi

mereka. Maka, menjadi wajar jika Satpol-PP ‘membantu’ para pedagang agar tetap

mendapatkan lahan untuk berdagang. Hal ini terkait dengan pilihan pedagang

kondom dengan mencari rezeki dengan menggunakan gerobak lalu menggunakan

trotoar atau bahu jalan sebagai sandaran atau tempat berpijaknya gerobak mereka.

Keberadaan para pedagang kondom di pinggir jalan secara eksplisit telah

memberikan kerugian terhadap ketertiban pola tata ruang kawasan tersebut. Trotoar

atau bahu jalan bertujuan untuk memfasilitasi para pejalan kaki. Kini dengan

banyaknya keberadaan pedagang kondom kaki lima di sepanjang Jalan Gajah Mada,

maka tujuan dibangunnya trotoar telah berubah. Hal ini lah yang menjadikan pihak

Satpol-PP merasa berkuasa atas uang keamanan yang disetorkan oleh pedagang

dikarenakan tugasnya yang menertibkan kawasan tersebut. Kekuasaan dan wewenang


79

yang dipunyai oleh Satpol-PP mampu mempengaruhi pihak pedagang untuk menuruti

kehendaknya.

Disamping itu, keberhasilan para pedagang kondom tentu saja ada pada

masyarakat yang berperan sebagai konsumen. Oleh sebab itu, para pedagang kondom

harus menjalin jaringan sosial yang baik untuk mempertahankan konsumennya. Hasil

dari adanya kolaborasi yang baik antara pedagang kondom dengan warga kota tentu

saja keuntungan bagi kedua belah pihak. Di satu sisi, pihak pedagang kondom

mendapat keuntungan dari hasil penjualan, dan di lain sisi konsumen mendapatkan

barang yang diinginkannya.

Keberadaan pasar kondom yang berada di kawasan ini menjadikan Jalan

Gajah Mada sebagai sumber keuntungan bagi tiga aktor tersebut. Adanya sumber

keuntungan ini yang membuat tiga aktor besar ini membuat kolaborasi yang baik.

Motivasi kolaborasi tiga aktor ini tentu saja adalah Uang. Uang telah menjadi ‘raja’

bagi sebagian orang. Atas dasar hal ini, George Simmel mengemukakan konsep

Money Economy :ekonomi uang (rasionalitas). Uang menjadi sumber dan ekspresi

dari rasionalitas dan intelektualisme kota metropolis. 84 Karena, baik uang dan

intelektualitas mendorong perilaku aktor yang selalu berdasarkan fakta dan tidak

begitu memperdulikan pada kemurnian individualitas. Jika orientasi dan keinginan

mereka adalah uang, setiap tindakan-tindakan yang akan dilakukan pasti ada beberapa

84
Jo Santoso, 2006, Menyiasati Kota Tanpa Warga, Jakarta, KPG dan Centropolis, Hlm.26.
80

yang tidak murni dari dirinya. Tapi demi mendapatkan apa yang diinginkannya, hal

itu akan diabaikan.

Para pedagang kondom kaki lima mempunyai tujuan hidup, yaitu ingin

meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya. Apapun akan dilakukan oleh

pedagang untuk mendapatkan kesejahteraannya termasuk dengan membayar uang

keamanan kepada pihak Satpol-PP. Rasionalitas tindakan tersebut yang akan

dikedepankan oleh pedagang. Berbanding lurus dengan pihak Satpol-PP. Pihak

Satpol-PP juga akan mengedepankan rasionalitas hidup di perkotaan yang butuh

perjuangan untuk mendapatkan ekonomi. Meminta uang keamanan adalah bentuk

tindakan rasional dalam pencapaian kebutuhan ekonomi mereka. Dan dari semua

kolaborasi inilah, jaringan sosial menciptakan kesejahteraan sosial bagi aktor-aktor

yang berada dalam jaringan sosial pedagang kondom kaki lima.

Berdasarkan paparan diatas, jelas terlihat bahwa kolaborasi tiga aktor tersebut

dilakukan semata-mata dapat menghasilkan keuntungan di masing-masing pihak.

Kolaborasi yang terjadi antar mereka merupakan modal sosial yang harus terus

dibina, dipelihara dan dikembangakan untuk kepentingan kehidupan mereka sebagai

pelaku dalam sektor ekonomi tersebut. Kolaborasi tersebut membuat jaringan sosial

dalam pedagang kondom kaki lima terus bertahan dan terus menghasilkan sebuah

keuntungan.
81

VI.2 Kebertahanan Pedagang Kondom Kaki Lima Melalui Jaringan Sosial

Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima dapat

berjalan hingga sekarang. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan kegiatan

berdagangnya, mereka melakukan relasi antara satu dengan lainnya yang

menghasilkan hubungan mutualisme. Seperti halnya relasi yang dijalin oleh pedagang

dengan pemilik gerobak, pedagang dengan pendorong gerobak, pedagang dengan

sales kondom, pedagang dengan pemilik lahan dan listrik setempat. Bertahannya

keberadaan para aktor ini juga merupakan hasil dari jaringan sosial yang terus dijaga

eksistensinya.

Muncul dan berkembangnya pedagang kondom di Jalan Gajah Mada

merupakan hasil dari proses mobilitas geografis dari desa ke kota yang berkelanjutan.

Banyak hal yang menyebabkan mobilitas geodrafis atau perpindahan penduduk dari

desa ke kota antara lain adalah berkaitan dengan mencari kerja.85 Mobilitas dari desa

ke kota cukup tinggi apabila dibandingkan mobilitas dari kota ke desa. Hal ini terjadi

karena tipe mata pencaharian di desa yang hanya bergulat dengan pertanian.

Membuat banyak orang di desa ingin mengadu nasib ke kota.

Bagi pedagang kondom kaki lima didalam menjalankan kehidupannya sehari-

hari, para pedagang kondom kaki lima melalukan relasi sosial. Keharusan ini

menyangkut relasi pedagang pemilik gerobak, pedagang dengan pemilik lokasi

penitipan gerobak, pedagang dengan sales kondom, pedagang dengan pemilik lahan
85
M.Munandar Soelaeman, 2011, Ilmu Sosial Dasar, PT Refika Aditama, Bandung
82

dan listrik, pedagang dengan pendorong gerobak, pedagang dengan Satpol-PP dan

pedagang dengan konsumen. Keharusan ini demi suatu tujuan mereka yaitu

mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini disebut produktivitas ekonomi. Seperti yang

disebutkan dalam bab pertama, salah satu sifat jaringan sosial yang dapat

teridentifikasi adalah ketika jaringan sosial tersebut bisa menghasilkan produktivitas

ekonomi yang tinggi sekaligus mengedepankan kesejahteraan sosial bagi masyarakat

luas.

Relasi ini berlangsung berdasarkan aktifitas masing-masing yang mempunyai

tujuan mendapat keuntungan. Seperti halnya, pemilik gerobak yang ingin

mendapatkan keuntungan dari gerobaknya, maka gerobaknya disewakan. Di sisi lain,

ia juga menjaga relasinya yaitu, pedagang gerobak untuk tetap baik. Hal ini dijaga

agar pedagang mau untuk terus menyewa gerobak dengan pemilik gerobak.

Relasi – relasi sosial tersebut terbentuk tanpa mereka sadari sehingga menjadi

suatu jaringan sosial diantara mereka, dimana antara aktor satu dengan lainnya

terhubung dengan suatu garis yang terbentuk melalui relasi tersebut dan pedagang

kondom kaki lima sebagai pusatnya. Jaringan sosial yang terbentuk dalam masyarakat

tersebut karena tidak semua orang tidak dapat berhubungan dengan semua manusia

yang ada, namun dalam melakukan relasi sosial, pedagang memilih untuk

mengembangkan relasi sosial yang bisa menguntungkan bagi dirinya.


83

Relasi relasi sosial yang terjadi dalam perdagangan kondom kaki lima, dimana

masing-masing mempunyai identitas sendiri, baik itu sebagai pedagang, pemilik

gerobak, sales kondom, pendorong gerobak, juru parkir, mereka mempunyai peran

masing-masing dan didalam menjalankan kegiatannya dihubungkan melalui adanya

interaksi diantara mereka sehingga terjalin suatu relasi diantara masing-masing

individu.

Interaksi antar sesama pedagang kondom kaki lima paling sering dilakukan

adalah berbincang atau berkomunikasi. Pedagang kondom pun melakukan interaksi

dalam kehidupan sehari-harinya. Berbincang mengenai penjualan kondom adalah hal

yang paling sering dilakukan. Penjualan yang dimaksud adalah mengenai ramai atau

tidaknya pembeli. Bagan berikut akan menjelaskan proses terbentuknya jaringan

sosial pedagang kondom kaki lima :

Bagan IV.2

Terbentuknya Jaringan Sosial Pedagang Kondom Kaki Lima

Kontak Interaksi Relasi Jaringan


Sosial Sosial Sosial Sosial

Produktivitas Ekonomi
Sumber : Diolah berdasarkan pengamatan (2011)
84

Berdasarkan bagan di atas, jelas terlihat bahwa jaringan sosial pedagang

kondom kaki lima berkembang dari adanya interaksi sosial yang terbentuk dari

adanya kontak sosial. Interaksi menimbulkan adanya relasi-relasi sosial diantara

individu. Setelah adanya relasi yang terjadi akibat dari adanya keterikatan ekonomi

dari beberapa individu, maka secara tidak langsung membentuk suatu jaringan sosial.

Awal mula terbentuknya jaringan sosial pedagang kondom ialah ketika

adanya proses interaksi yang terjadi di lingkar kerabat ketika berada di kampung

halaman. Hal ini dijelaskan IW berikut ini :

“Jualan mah dulu diajak sama si R. Udah dari 5 tahun yang lalu. Kita
tinggal satu kabupaten di pekalongan. Waktu dia pulang kampung, saya
tanya sama si R.. Kerja apaan di Jakarta. Eh dia bilang dagang kondom.
Yah daripada di kampung ga ngapa-ngapain, mending ke Jakarta aja,
dagang kondom. Coba-coba aja, siapa tahu memang rejeki saya di
Jakarta”86

Tidak jauh berbeda dengan IW, NR pun memulai usahanya menjadi

pedagang kondom kaki lima berdasarkan pengaruh dari kerabat terdekat. Berikut

pengakuan NR tersebut :

“saya asli sini, mba. Waktu itu saya masih SMP, ngikut orang tua. Bukan
orang tua saya, mba. Masih ada hubungan sodara. Orangnya tinggal di
gang kancil. Udah saya anggep kayak bapak saya. Pas waktu itu bantuin
dia, ngedorong-dorong gerobak sama nemenin jualan. Duitnya buat jajan
aja.”87

Berdasarkan pengakuan informan di atas, terbukti bahwa salah satu

terbentuknya jaringan sosial pedagang kondom berawal dari adanya interaksi sosial

86
Kutipan wawancara dengan IW, Oktober 2011
87
Kutipan wawancara dengan RM, Oktober 2011
85

di dalam ruang lingkup kerabat. Menurut Suparlan, interaksi sosial adalah tingkah

laku sistematik yang terwujud antara dua orang atau lebih yang menghasilkan

hubungan sosial.88 Kemudian menimbulkan adanya relasi-relasi sosial sehingga yang

secara tidak langsung membangun jaringan sosial. Namun, jaringan sosial yang

berkembang pada pedagang kondom kaki lima hanya sebatas pada pemberian

informasi lokasi dagang dan akses menuju lokasi kepada jaringan di desa asal

masing-masing pedagang. Menurut Robert M.Z Lawang, jaringan sosial juga

berfungsi sebagai suatu proses saling tukar menukar informasi terhadap satu sama

lain. Hal ini pula yang terjadi pada jaringan sosial yang berada di lingkar kerabat.

Proses interaksi tersebut terus berlanjut hingga di kota. Para pedagang

kondom tetap berinteraksi dan melakukan relasi-relasi sosial agar tetap menjaga

jaringan sosial tersebut. Bahkan ketika di Jakarta, pedagang kondom tidak hanya

melakukan interaksi dalam ruang lingkup kerabat tetapi dengan banyak pihak lain

yang terlibat. Pihak tersebut yaitu dengan sales kondom, pemilik lahan, pemilik

gerobak, pendorong gerobak, Satpol PP, pemilik lokasi penitipan gerobak, dan

konsumen.

Setiap harinya, para pedagang kondom selalu melakukan interaksi dan

menjalin relasi sosial dengan pihak-pihak yang disebutkan di atas. Ketika semakin

banyaknya pedagang kondom yang ikut hadir dalam proses ekonomi di Jalan Gajah

Mada, maka para pedagang kondom yang sebelumnya sudah lebih awal memulai

88
Suparlan, Loc.Cit, Hlm.49
86

usahanya mau tidak mau harus berinteraksi dengan para pedagang daerah lain.

Ketika berhubungan dengan gerobak dan lahan yang digunakan, maka para pedagang

tidak hanya berurusan dengan pemiliknya tapi juga dengan pihak keamanan Satpol-

PP setempat

Interaksi sosial antara para pedagang pada gilirannya bukan sebatas kontak

sosial ataupun interaksi sosial, interaksi tersebut mempunyai makna sebagai taktik

dalam memanfaatkan pihak-pihak lain di antara mereka juga. Melalui interaksi-

interaksi ini menjelaskan bahwa pada para pedagang kondom terdapat interaksi

intensif satu sama lain, dibangun dan dipelihara. Dimana dalam konteks-konteks

tertentu membentuk kepentingan-kepentingan yang mengikat mereka, yang

kemudian membangun kerjasama. Atas dasar inilah, Barnes mendeskripsi intensitas

interaksi antarindividu yang bersifat multidimensi.

Berkembangnya jaringan sosial pedagang kondom juga didasari oleh adanya

jaringan pertukaran. Menurut Turner, teori pertukaran (exchange theory) memilih

beberapa pemikiran atau pendapat bahwa dalam transaksi sosialnya manusia selalu

berusaha mendapatkan keuntungan melalui perhitungan cost dan benefit.89

Perhitungan manusia tentang cost dan benefit memang tidak selalu akurat, karena

manusia memiliki keterbatasan informasi. Manusia lebih cenderung mengejar tujuan-

tujuan yang bersifat material dalam setiap transaksi sosialnya. Berbagai cara yang

89
Wahyudi, Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani: Studi Kasus Reklaiming/Penjaragan Atas
Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang Selatan, Malang:UMM, Hlm.31.
87

dilakukan para aktor agar dapat bertahan dalam jaringan yang ada. Hal ini juga

berlaku pada pedagang kondom dan aktor-aktor yang terkait dalam jaringan sosial

yang mengejar ekonomi demi bertahannya kehidupan mereka.

Bertahannya para pedagang ini pun tidak lepas dari keberadaan hiburan

malam yang telah menjelma sebagai industri seks yang besar di Jakarta. Seiring

dengan perkembangan industri seks, maka para pedagang yang berasal dari luar

Jakarta yang tadinya tidak mempunyai pekerjaan memilih untuk menjadi pedagang

kondom dalam bentuk pedagang kaki lima. Sehingga saat ini, pedagang kondom

sangat mudah dijumpai sekitar jalan Gajah Mada. Para pedagang kondom kaki lima

pun tidak akan berhasil tanpa adanya masyarakat yang berperan sebagai konsumen.

Atas dasar inilah, para pedagang kondom bertahan untuk berjualan. Interaksi sosial

dan realsi sosial harus terus terjalin agar dapat menghasilkan suatu jaringan sosial

yang menguntungkan dengan beberapa pihak tersebut.

Secara tidak langsung, keberadaan hiburan malam yang menjadi salah satu

bagian dari industri seks di Jakarta, membentuk jaringan pedagang kondom kaki

lima. Tanpa keberadaan industri seks di sekitar Jalan Gajah Mada, jaringan pedagang

kondom dipastikan tidak ada. Dalam industri seks sendiri, pedagang kondom tidak

masuk kedalam struktur secara eksplisit. Seperti tabel berikut :

Tabel. IV.1

Kategori dalam Struktur Industri Seks


88

Kategori dalam Struktur Industri Seks

Tempat dimana Tempat dimana Aktor dapat Aktor yang


bisa melakukan melakukan kontak menghubungkan dapat dipanggil
hubungan seks awal ke beberapa
tempat

Kompleks Bordil Klub Malam Penjual makanan Wanita Panggilan


(Lokalisasi) Ilegal pinggir jalan
maupun Legal

Panti Pijat Salon Kecantikan Penjual bir pinggir PSK pinggir jalan
jalan

Rumah Bordil Diskotik Germo Perek

Hotel Lobbi Hotel Mami Gigolo

Wisma Bar Tukang Ojek Penari Striptis

Kost Bioskop

Sumber : Diolah berdasarkan berbagai data

Dalam tabel di atas terlihat bahwa pedagang kondom kaki lima tidak termasuk

struktur dalam industri seks. Karena, pedagang kondom tidak bisa mengakses

langsung para pelaku industri seks. Namun, pedagang kondom kaki lima secara

implisit masuk kedalam struktur industri seks tersebut. Menurut Peneliti,

terbentuknya jaringan kondom merupakan hasil dari proses berkembangnya industri

seks. Jaringan kondom kaki lima merupakan jaringan kecil yang secara tidak

langsung membantu eksistensi industri seks.


89

Keberadaan pedagang kondom kaki lima dimanfaatkan oleh PSK untuk

membeli kondom. Kondom yang dibeli PSK merupakan salah satu kebutuhan primer

bagi PSK, dimana kondom berfungsi sebagai alat kontrasepsi untuk menangkal

beberapa penyakit yang dihasilkan dari pekerjaan PSK tersebut. Pekerjaan sebagai

PSK mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap penyakit kelamin dan

HIV/AIDS. PSK yang membeli kondom kepada pedagang kondom kaki lima ini

terekam oleh peneliti seperti yang dipaparkan oleh IW :

“Yang di hayam wuruk sering beli. Ada sih pelanggan PSK pinggir jalan
yang sering nongkrong itu. Tapi belinya ga setiap hari. Mungkin lagi ga
laku kali dianya,mba.”

PSK dalam hal ini harus menyediakan kondom sebagai antisipasi apabila

konsumennya tidak membawa kondom. Kesadaran pemakaian kondom saat

melakukan aktivitas seksual perlu dimiliki oleh PSK. Karena ini terkait dengan

keselematan PSK dari ancaman penyakit-penyakit yang dibawa oleh konsumennya.

Dalam hal ini, pedagang kondom berperan sebagai pihak yang menyediakan jasa jual

beli kondom bagi para PSK. Jika dikaitkan dengan industri seks, maka posisi

pedagang kondom kaki lima sebagai berikut :


90

Bagan IV.3

Posisi Pedagang Kondom Kaki Lima dalam Industri Seks

Diskotik PSK

Club Malam Germo Pedagang Kondom

Kaki Lima
Panti SPA
Pijat
Industri Seks
Tukang
Ojek

Sumber : Diolah berdasarkan pengamatan (2011)

Dalam bagan diatas, beberapa institusi terdapat dalam industri seks. Institusi

tersebut menjalankan aktivitasnya sebagai salah satu bentuk atau bagian dari industri

seks. Dalam konteks ini, institusi tersebut merupakan industri seks yang tidak

teroganisir dan teroganisir. Sesuai dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya, industri

seks yang tak teroganisir adalah pelaku-pelakunya dapat melakukan kontak dan

dilakukan secara sembunyi serta independen. Sedangkan teroganisir, pelaku-pelaku

didalamnya tidak dapat melakukan kontak tanpa perantara. Layaknya bos dan

majikan.
91

Posisi pedagang kondom kaki lima termasuk kedalam industri seks. Walau

keberadaannya hanya sebagai jaringan kecil dalam sebuah raksasa besar sebuah

industri seks. Industri kondom sendiri berkembang dengan sendirinya menjadi sebuah

anak dari hukum ekonomi. Jika tak ada permintaan, maka tak ada penawaran. Jika tak

ada permintaan kaum lekaki untuk mendapatkan layanan seks perempuan maka tak

ada pedagang yang menyediakan kondom serta obat kuat.

Hukum permintaan dan penawaran inilah yang menjadikan tetap bertahannya

produktivitas ekonomi dari semua aktor atau pihak yang bergelut didalam jaringan

sosial yang sudah dipaparkan diatas. Secara sederhana, keberadaan jaringan sosial

membantu dan menjaga para aktor untuk terus melakukan produktivitas ekonomi

dalam rangka menuju tujuan masing-masing aktor yaitu keuntungan atau uang.
92

BAB V

Penutup

V.1 Kesimpulan

Ketiadaan lapangan pekerjaan di beberapa desa menjadi salah satu faktor yang

membuat masyarakat pedesaan mencari penghasilan ke kota Jakarta. Adanya daya

tarik kota Jakarta yang masih dianggap sebagai surganya para perantau menarik

masyarakat untuk hijrah ke kota Jakarta. Tidak adanya keahlian yang dimiliki

masyarakat pedesaan membuat mereka terjun ke sektor informal, yaitu pedagang kaki

lima. Banyak sektor informal yang berkembang, salah satunya yaitu, pedagang

kondom kaki lima yang berbentuk pedagang kaki lima.

Muncul dan berkembangnya pedagang kondom di Jalan Gajah Mada

merupakan hasil dari proses mobilitas sosial dari desa ke kota yang berkelanjutan.

Banyak hal yang menyebabkan mobilitas sosial atau perpindahan penduduk dari desa

ke kota antara lain adalah berkaitan dengan mencari kerja.

Terbentuknya jaringan sosial juga diawali oleh perbedaan sumber daya

diantara orang-prang yang memungkinkan terlibat interaksi dan mencapai sumber

daya tersebut. Jaringan sosial bagi pedagang kondom adalah salah satu alat penting

untuk pencapaian sumber daya yang dapat mendukung kegiatan berdagangnya.

Jaringan ini merupakan strategi untuk menjaga kebertahanan dan konsistensi


93

kehidupan pribadi dan keluarganya baik untuk pemecahan masalah oleh karena

keadaan yang membutukan nilai ekonomi tertentu maupun untuk peningkatan

kualitas kesejahteraan keluarga oleh karena keinginan untuk mencapai kondisi

kehidupan yang lebih baik.

Terbentuknya jaringan ini ditunjukkan oleh hasil penelitian yang menyatakan,

jaringan adalah salah satu alat yang digunakan oleh orang-orang yang berada dalam

keadaan tertekan atau kritis dalam menghadapi kondisi kehidupannya. Mereka akan

berusaha menjalin relasi dengan orang-orang yang dianggapnya mempunyai sumber

yang mereka butuhkan. Untuk mendapatkan sumber tersebut, mereka mengeluarkan

sumber daya yang mereka miliki yaitu, uang.

Faktor-faktor dari adanya proses-proses sosial yang terjadi di jaringan sosial

yaitu adanya pola relasi yang baik. Dari proses relasi inilah akan membentuk suatu

jaringan sosial. Hal tersebut terjadi pada pedagang kondom kaki lima yang

berinteraksi dengan beberapa aktor dalam jaringan sosial yang terbentuk.

Relasi – relasi sosial tersebut terbentuk tanpa mereka sadari sehingga menjadi

suatu jaringan sosial diantara mereka, dimana antara aktor satu dengan lainnya

terhubung dengan suatu garis yang terbentuk melalui relasi tersebut dan pedagang

kondom kaki lima sebagai pusatnya. Jaringan sosial yang terbentuk dalam masyarakat

tersebut karena tidak semua orang tidak dapat berhubungan dengan semua manusia
94

yang ada, namun dalam melakukan relasi sosial, pedagang memilih untuk

mengembangkan relasi sosial yang bisa menguntungkan bagi dirinya.

Jaringan sosial pedagang kondom kaki lima bukan hanya terjadi di desa yang

melibatkan jaringan kerabat, namun juga berkembang pada saat pedagang berada di

kota. Berkembangnya jaringan sosial yang berada di kota melibatkan pihak-pihak

terkait, yaitu pemilik gerobak, pemilik lahan dan listrik, sales, pendorong gerobak,

pemilik lokasi penitipan gerobak, Satpol PP dan konsumen.

Relasi antar individu diantara pedagang kondom kaki lima membentuk

kesatuannya sendiri dan bersifat informal. Kesatuan jaringan sosial yang mempunyai

fungsi ekonomi ini bertujuan untuk keuntungan material, dan adanya motivasi

pemenuhan kebutuhan hidup. Jaringan sosial adalah sebuah fakta sosial bagi orang-

orang didalamnya untuk mencapai sumber-sumber kehidupan mereka, terutama untuk

pencapaian kebutuhan ekonomi pribadi dan keluarga.

Kebertahanan jaringan sosial pedagang kondom di kota juga terkait dengan

kolaborasi tiga aktor besar. Tiga aktor besar ini adalah pedagang, Satpol-PP dan

konsumen. Keberadaan tiga aktor ini berpengaruh pada berjalannya kebertahanan

jaringan sosial yang terjadi di pedagang kondom. Secara sederhana, kolaborasi yang

terjadi diantara tiga aktor tersebut, yaitu Satpol-PP tidak akan mendapatkan ekonomi

tanpa adanya pedagang yang menyetor uang keamanan yang didapatkan dari aktivitas

jual beli dengan konsumen. Pedagang kondom akan menghasilkan keuntungan


95

apabila konsumen membeli kondom yang dijual. Sedangkan konsumen, tidak akan

terpenuhi kebutuhannya apabila tidak ada pedagang yang menjual kondom.

Bertahannya para pedagang ini pun tidak lepas dari keberadaan hiburan

malam yang telah menjelma sebagai industri seks yang besar di Jakarta. Seiring

dengan perkembangan industri seks, maka para pedagang yang berasal dari luar

Jakarta yang tadinya tidak mempunyai pekerjaan memilih untuk menjadi pedagang

kondom dalam bentuk pedagang kaki lima. Sehingga saat ini, pedagang kondom

sangat mudah dijumpai sekitar jalan Gajah Mada. Para pedagang kondom kaki lima

pun tidak akan berhasil tanpa adanya masyarakat yang berperan sebagai konsumen.

V.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan diatas, peneliti memiliki

beberapa saran agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan baik. Di masa

mendatang, Pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasan dalam pembuatan

kebijakan, dapat secara serius untuk melihat adanya ketimpangan lapangan pekerjaan

yang ada didesa dengan di kota. Hal ini sebagai salah satu faktor dari hijrahnya

masyarakat pedesaan ke kota. Perlu adanya strategi untuk membangun potensi

ekonomu di pedesaan.

Di masa yang akan datang, bila strategi pembangunan potensi ekonomi di

pedesaan dapat terwujud dengan baik, maka kita berharap bahwa mobilitas sosial

yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh tenaga kerja yang tidak terdidik dan tidak
96

terampil, tetapi juga oleh tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi yang

diharapkan menjadi motor penggerak eknim daerah. Hal ini mengantisipasi

banyaknya masyarakat dengan keterampilan rendah yang hijrah ke kota. Dan juga

akan menghilangkan ketimpangan pembangunan ekonomi di desa dan kota.


97

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andriyani, Nori.
2010. Jakarta Uncovered, Membongkar Kemaksiatan dan Membangun
Kesadaran Baru. Perempuan Berdaya: Jakarta.
Coyle, Diana.
2004. Sex Drugs and Economics-An Unconventional Introduction to
Economics. Thomson Texere
Dario Agnote.
1998. Seks Trade, Key Part Of South East Asian Economies. Kyodo News
Emka, Moammar.
2002. Jakarta Undercover – Sex ‘n The City. Galang Press: Yogyakarta
George Ritzer-Douglas J Goodman.
2005.Teori Sosiologi Modern.Jakarta
Heuken SJ, Adolf.
2000. Historical Sites Of Jakarta. Yayasan Cipta Loka Caraka: Jakarta.
Hull, Terence H,
1999. Prostitution In Indonesia : Its History And Evolution. Pustaka Sinar
Harapan: Jakarta
Kartono, Kartini.
2007. Pathologi Sosial (Jilid I, cetakan pertama). CV.Rajawali: Jakarta.
Lawang, Robert M.Z
2004, Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, Suatu Pengantar. FISIP UI
PRESS.
Parsudi, Suparlan
1994. Metode Penelitan Kualitatif. Depok : Tidak Diterbitkan
2004. Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan. Jakarta : YPKIK.
Santoso, Jo
2006. Menyiasati Kota Tanpa Warga. Jakarta : KPG dan Centropolis.
Syaifuddin.AB dkk
1996. Buku Acuan Nasional Pelayanan KB, NRC, POGI. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo : Jakarta
Soelaeman M.Munandar,
2011. Ilmu Sosial Dasar. PT Refika Aditama : Bandung
98

Jurnal, Skripsi, Tesis dan Hasil Penelitian


Agusyanto, Ruddi,
1996. Dampak Jaringan-Jaringan Sosial Dalam Organisasi: Kasus PDAM
Jaya, DKI Jakarta. Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok. Universitas
Indonesia
Darmabrata, Pramudita.
2004. Perencanaan strategis bagi pedagang kaki lima (studi penanganan
masalah kaki lima di Pasar Baru Bekasi. Tesis Magister. Tidak Diterbitkan.
Depok. Universitas Indonesia.
Rakhmawati,
2007. Penataan Pedagang Kaki Lima. Tesis Magister tidak diterbikan,
Depok. Universitas Indonesia,
Saefullah
2005. Jaringan Sosial Petugas Kemasyarakatan. Tesis Magister tidak
diterbitkan. Depok. Universitas Indonesia
Setyorini, Dwi Utami.
2009. Jaringan Sosial Pelacur Jalanan (Studi Kasus), Skripsi tidak
diterbitkan, Jakarta.Universitas Negeri Jakarta
Setyowati, Eni,.
2007. Fenomena Industri Jasa (Jasa Seks) Terhadap Perubahan Perilaku
Sosial (Study pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya). Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Malang.
World Health Organization.
2011. The Condom Situation Assesment in 11 Asian and Western Pasific
Countries (Bangladesh, Cambodia, China, India, Indonesia, Myanmar,
Nepal, The Philippines, Papua New Guinea, Thailand and Viet Nam).
Y Seopetro, Bintang.
2009, Jaringan Sosial Para Pelaku Sektor Informal di Stasiun Manggarai,
Jakarta Selatan. Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok.Universitas
Indonesia.
Yusnita, Ernas.
2003, Prediksi Perilaku Penggunaan Kondom Dengan Menggunakan Health
Belief Model Pada PSK Waria di Jakarta Barat Tahun 2002, Tesis
Magister. Tidak diterbitkan. Depok. Universitas Indonesia.

Artikel, Makalah & Publikasi lainnya

Badan Pusat Statistik


2010. Kota Administrasi Jakarta Barat, Kecamatan Taman Sari Dalam
Angka.
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
2006. Direktori Usaha Kaki Lima Kotamadya DKI Jakarta tahun 2005.
99

Kelurahan Krukut Kecamatan Tamansari


2010. Laporan Kegiatan tahun 2010, Kota Administrasi Jakarta Barat.
Kementrian Kesehatan RI
2010. Laporan Tri Wulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia.
Lamijo.
Prostitusi di Jakarta dalam Tiga Kekuasaan, 1930-1959. Sejarah dan
Perkembangannya.

Website
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
http://mujibsite.wordpress.com
http://ihsanfaisal79.blogspot.com
www.satudunia.oneworld.net
www.indopos.co.id
www.republika.co.id
www.lintasberita.com

Anda mungkin juga menyukai