“Faktor Yang Mempengaruhi Aging Process, Pembatasan Fisik Pada Lansia, Dan
Penggunaan Obat Yang Rasional Terhadap Lansia”
Kawangkoan
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Aging Process (Proses Penuaan)
A. Pengertian
Menurut WHO Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikannya lansia ini akan menjadi suatu proses
yang disebut aging process atau proses penuaan.
Penuaan atau proses menua adalah suatu akumulasi berbagai perubahan patologis di
dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring waktu, Proses yang terjadi berupa hilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan
fungsinya secara perlahan-lahan.
Ada 2 proses penuaan:
1. penuaan intrinsik (sejati)
2. penuaan ekstrinsik.
Faktor Intrinsik
1. Genetik, menetukan dimulainya penuaan.
Mis : orang dengan kulit kering akan mengalami penuaan lebih cepat.
2. Hormonal, orang tua → penurunan hormon Menopause → estrogen menurun → keriput,
kulit kering, elastisitas menurun.
3. Ras, berkaitan dengan struktur kulit sebagai pertahanan tuubuh, mis : pigmen melanin
sebagai proteksi dari sinar matahari.
Faktor Ekstrinsik
1. Pengaruh lingkungan fisik/sinar matahari
- Paparan kronik sinar matahari → radikal bebas (RB) meningkat → penuaan
- Akibat sinar matahari → kerusakan sel, kerusakan kolagen, kelainan pigmentasi,
kerusakan pembuluh darah
2. Berbagai faktor → RB meningkat → kerusakan struktur kulit meningkat → meningkatkan
penuaan. Mis : radiasi sinar X, polusi, asap rokok, pengawet, pewarna makanan , dll.
3. Faktor lain
- Gizi buruk, stress, penyakit menahun, penurunan BB yang terlalu cepat, konsumsi
alkohol/rokok/kopi
- Pada kulit keringnkarena perawatan kulit yang salah (kosmetik yang tidak sesuai),
kelembaban udara yang menurun (mis. Ruangan AC)
Peran Radikal Bebas pada Penuaan
1. Kulit sebagai sawar terluar sering terpapar berbagai stress oksidatif, seperti : rokok, sinar
matahari, polusi, mikroorganisme aerobik.
2. Kulit harus mampu mengatasi serangan oksidatif eksternal dan terbentuknya Reaktif Oksigen
Spesies (ROS)
3. Kulit memiliki sistim antioksidan, yang mampu menetralkan efek ROS
4. ROS berperan penting dalam penuaan
5. ROS → deplesi dan kerusakan sistim antioksidan
6. ROS → kerusakan DNA, RNA, protein dan membran sel. Perubahan dan kerusakan
molekul-molekul ini berperan dalam penuaan
7. ROS juga berperan penting dalam metabolisme kolagen
8. ROS tidak langsung menghancurkan kolagen tapi menginduksi matriks metaloproteinase
(MMPs), yaitu ezim yang bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen.
Peran Paparan Sinar UV pada Penuaan
1. Paparan UV → kerusakan kulit
2. Paparan dengan UV selama 10-20 menit → peningkatan kadar hidrogen peroksida
3. UVA → oksigen singlet dan hidrogen peroksida → peningkatan MMP 1, 2, 3
4. UVB → radikal hidroksil dan intermediet lipid peroksidase → peningkatan MMP 1 dan 3
5. Tanda kerusakan kulit akibat paparan UV → akumulasi elastin yang amorf dan degradasi
kolagen.
E. Manifestasi Klinik
Perubahan morfologi pada kulit menua merupakan kombinasi gambaran klinis penuaan
intrinsik dan ekstrinsik.
Penuaan intrinsik tampak sebagai :
Penipisan epidermal
Kering, kerut, kendor, elastisitas menurun
Lesi penuaan : keratosis seoreik, cherry angioma, lentigo
Penuaan ekstrinsik tampak :
f. Ciri-ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
A. Definisi
Pembatasan aktifitas fisik, semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada
peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi
kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan
bantuan orang lain.
Batasan Lanjut Usia
Menurut WHO menggolongkan Lansia menjadi 4, yaitu
1. Usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
Sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehjateraan lanjut usia, seseorang
disebut lansia bila telah memasuki atau mencapai usia 60 tahun lebih (Nugroho, 2008).
Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.
Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik
dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37
%). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar
56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin
ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia
perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai
umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah
proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap
sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial
(Ratnawati, 2017).
BAB 3
A. Latar Belakang
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang
efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan
harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin
efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu
dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut
dengan dosis, cara, interval serta lama pemberian yang tepat.
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang
manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy). Manfaat tersebut dinilai
dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang
dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana.
Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan penyakit yang akan diobati,
efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan frekuensi efek samping yang mungkin
timbul, serta efektivitas dan keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti.
Semakin parah suatu penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping, namun bila
efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri mungkin
pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu penyakit, semakin perlu
bersikap tidak menerima efek samping.
Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang disajikan
menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam pedoman pengobatan, pilihan obat
yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of
choice), pilihan kedua, dan seterusnya.
PENGOBATAN RASIONAL
Mengapa diperlukan pengobatan rasional ?
Pengobatan yang tidak rasional dapat menyebabkan :
• Pengobatan yang tidak aman
• Kambuhnya penyakit
• Masa sakit memanjang
• Membahayakan dan menimbulkan kekhawatiran pasien
• Membengkaknya biaya
Contoh penggunaan obat yang tidak rasional dan harus dihindarkan antara lain :
Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas penggunaan obat yang tidak rasional dapat
memberi dampak ;
terjadinya pemborosan biaya dan anggaran masyarakat
resiko efek samping dan resistensi
ketersediaan obat kurang terjamin
mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk, memberikan persepsi yang keliru
tentang pengobatan pada masyarakat.
4. Membuat resep
Resep adalah instruksi dari peresep untuk pemberi obat (dispenser). Setiap negara
mempunyai peraturan mengenai standar pembuatan resep. Secara umum resep harus jelas,
dapat dibaca dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan. Resep seharusnya
ditulis dengan nama generik, namun informasi mengenai obat generik hampir-hampir tidak
tidak ada yang sampai pada peresep. Selain itu, seringkali juga peresep meragukan mutu obat
enerik ini.
6. Melakukan monitoring
Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi hasil seperti yang
diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila penyakit telah sembuh obat perlu
dihentikan, bila penyakit belum sembuh tetapi terapi efektif tanpa efek samping pengobatan
dapat dilanjutkan, bila timbul efek samping perlu ditelaah kembali obat yang diberikan. Bila
terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan kembali diagnosis yang telah dibuat, obat yang
dipilih, apakah dosis dan cara penggunaannya telah sesuai, dan apakah cara monitoring telah
tepat.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerasionalan pengunaan obat yaitu :
1. Upaya regulasi
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan berperan dalam pengaturan yang dapat
mendukung penggunaan obat yang rasional
2. Upaya pendidikan
Pengajaran penggunaan obat rasional dalam kurikulum Fak.Kedokteran. Bagi para dokter
dapat diberikan post service training melalui berbagai program pelatihan dan penyegaran
mengenai penggunaan obat rasional. Pendidikan dan pelatihan juga diberikan bagi petugas
pelayanan kesehatan lain serta masyarakat.
3. Upaya manajerial
Dalam upaya ini termasuk pembentukan Komisi farmasi dan Terapi (KFT) di RS, Penetapan
daftar Obat Essensial, penyusunan pedoman pengobatan.
B. Tujuan
Agar penggunaan obat yang rasional mempunyai dampak positif yang cukup besar
didalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penurunan biaya kesehatan
masyarakat.
A. Definisi
Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM)
merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam
situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien
menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan
kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya
dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu,
dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang
efektif.
Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak belakang.
Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-obatan di dunia
diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak efisien. Bertolak belakang
dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga dari jumlah penduduk dunia ternyata
kesulitan mendapatkan akses memperoleh obat esensial.
Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan Indikator 8
Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis,
Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan lama
pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping Obat.
Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi penjabarannya tetap
sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga kesehatan dapat menganalisis secara sistematis proses
penggunaan obat yang sedang berlangsung. Penggunaan obat yang dapat dianalisis adalah
penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun swamedikasi oleh pasien.
4. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal
atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan
lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat
golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan
resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari.
8. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan
sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada
peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi
berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya
berwarna merah.
Haruslah Mencakup :
1. Tepat Diagnosis
Contoh :
Penyakit diare disertai lendir, darah serta gejala tenesmus diagnosis amoehiasis → R /
metronidazol
2. Tepat Indikasi
Contoh → Infeksi Bakteri → antibiotic
Misal : Pada infeksi saluran nafas, adanya Sputummucapuralen atau bayi kurang dari 2
bulan, dengan kecepatan respirasi > 60 x/menit.3.
3. Tepat Pemilihan Obat
Contoh : Demam untuk kasus Infeksi dan inflamasi → Parasetamol (paling aman)
Sedangkan Asam mefenamat dan ibuprofen (anti inflamasi non steroid) → demam yang
terjadi akibat proses peradangan / inflamasi
4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian → pemberian dosis >>> untuk obat yang bersifat
narrow therapeuric margin (rentang terapi yang sempit (mis : teofilin, digitalis,
minoklosida) → berisiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis terlalu kecil tidak menjamin terapi yang diinginkan.
5.Kepatuhan pasien
Ketidaktaatan minum obat terjadi pada keadaan :
Jenis/jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
Frekuensi pemberian obat perhari terlalu sering
Jenis sediaan obat terlalu beragam (mis : sirup, tablet dan lain-lain)
Pemberian obat dalam jangka panjang (mis : DM, hipertensi)
Pasien tidak mendapatkan penjelasan cukup cara minum dan lain-lain.
5. Peresepan kurang (under prescribing)Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang
seharusnyadiperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian. Contoh :
Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia
Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare
E. Dampak Psikososial
Ketidakrasionalan pemberian obat → berpengaruh buruk bagi pasien.Pengaruh buruk dapat
berupa :
Ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi yang keliru
terhadap pengobatan.Contoh yang banyak dijumpai sehari-hari :
Kebiasaan dokter/petugas kesehatan → injeksi → memuaskan pasien → dikaji ulang
→ oral lebih aman dari injeksi. Resiko >> pemberian tidak legartis (menggunakan
satu jarum secaraberulang-ulang).
Tentunya kenyakinan pada masyarakat → injeksi pengobatan terbaik yang selalu
dianjurkan/ditawarkan oleh dokter atau petugas.
Memberikan Roboransia pada anak → merangsang nafsu makan→ keliru, motivasi
orang tua → makan bergizi apalagi anak sakit.
Pemberian subtitusi terapi pada diare.
Diare → oralit (benar → tidak dianjurkan)
Diare akukt non spesifik → injeksi, antibiotic (tidak diperlukan)
6. Pedoman Pengobatan
a. Yaitu suatu perangkat ilmiah yang dapat digunakan sebagaipedoman dalam melakukan
pengobatan. Pedoman pengobatan hanyamemuat pilihan utama dan alternatif yang telah
terbukti memberikanmamfaat yang maksimal bagi pasien dengan risiko yang minimal.
b. Pedoman pengobatan sangat diperlukan sebagai salah satu pegangandalam pengambilan
keputusan terapetika, karena pedomanpengobatan pada dasarnya menganjurkan pilihan
terapi utama danaltrnartif yang sudah terbukti kemanfaatan (efficacy) dan keamanannya
(safety) untuk masing-masing kondisi penyakit
c. Dengan menggunakan pedoman pengobatan maka :
- Pasien hanya akan menerima pilihan obat yang baik (palingbermanfaat, aman,
ekonomik dan rasional serta tersedia setiapsaat diperlukan).
- Pelaksanaan pengobatan mencerminkan standard keprofesianyang tinggi.
- Kesediaan setiap obat lebih terjamin.
- Pelaksanaan program pengobatan lebih efisien.
- Secara formal memberi pengamanan hukum bagi dokter.
Indikator Peresepan
Empat parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan evaluasi penggunaan obat yang
rasional adalah :
- Penggunaan standar pengobatan
- Proses pengobatan (Penerapan SOP)
- Ketepatan diasnostik
- Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan
Keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indicator penggunaan obat :
Rata-rata jenis obat per kasus
Presentase penggunaan obat antibiotik
Presentase penggunaan injeksi.
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
a. Penuaan atau proses menua adalah suatu akumulasi berbagai perubahan patologis di
dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring waktu.
b. Proses yang terjadi berupa hilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau
mengganti diri dan mempertahankan fungsinya secara perlahan-lahan.
c. Ada 2 proses penuaan, penuaan intrinsik (sejati) dan penuaan ekstrinsik.
Pembatasan aktifitas fisik, semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada
peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi
kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan
bantuan orang lain.
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu terapi obat terpenting
terhadap pasien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati
pasien yang memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan pasien dalam
banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan efek yang berbahaya akibat efek samping yang
ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon dan membantu pasien
menggunakannya dengar benar dan berdasarkan pengetahuan akan dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/presentation/498686002/faktor-yang-mempengaruhi-aging-process
https://id.scribd.com/doc/294974084/154337120-Makalah-Penggunaan-Obat-Rasional-Fix
Sneha Ambwani,Dr, A K Mathur ,Dr, Rational Drug Use, Health Administrator Vol : XIX
Number 1: 5-7
http://www.who.int/medicines/areas/rational_use/en/index.html
Iwan Dwiprahasto, Penggunaan obat yang tidak rasional dan implikasinya dalam sistem
pelayanan kesehatan, Bagian Farmakologi & Terapi/Clinical Epidemiology & Biostatistics
Unit
FK-UGM/RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta