Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan Kelompok
Dosen Pengampu : Wiliya Novianti, M.Pd

DISUSUN OLEH :

Aulia Dewi Kumalasari 19010028 M. Ari Pratama 19010127


Ima Hikmayati 19010153 Nur Ela Anjani 19010094
Jaelani 19010036 Titi Sumarni 19010130

KELAS B1
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP SILIWANGI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah memberikan kesehatan, kemudahan,
kelancaran kepada kami penulis dalam menyelesaikan tugas Makalah Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT), untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Kelompok . Terima
kasih kami ucapkan kepada IbuWiliya Novianti, M.Pd sebagai dosen pengampu yang telah
mengarahkan kamibagaimana untuk memahami implikasi dari materi REBT ini serta
kontribusinya dalam proses konseling .
Makalah ini berisikan tentang konsep utama dari REBT, pandangan teori ini terhadap
manusianya seperti apa?, proses konseling yang dilakukannya bagaimana?, fungsi dan peran
terapis untuk apa? Serta teknik dan prosedur untuk setiap konselingnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, atau bahkan berbeda dari
kebanyakan orang pada umumnya. Untuk itu, kami mohon maaf apabila ada penulisan dan
penyampaian yang tidak seharusnya. Baik disengaja ataupun tidak disengaja. Dengan demikian
berharap adanya kritik dan saran yang membangun agar di kemudian hari kami dapat membuat
yang lebih sempurna lagi. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih, semoga makalah ini menjadi
pertimbangan baik sebagaimana mestinya.

Bandung, …. Mei 2021

Penulis

ii
Daftar isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


Daftar isi ................................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Konsep Pokok Rasional Emotif Behaviour Terapi atau REBT .............................................. 3
2.2 Tujuan Konseling Pendekatan REBT dan Peran serta fungsi Konselor ................................. 5
2.3 Teknik- Teknik Rasional Emotif............................................................................................. 6
2.4 Tahap-Tahap Konseling ........................................................................................................ 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 18
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ iv

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Istilah Rational-Emotive Behavior Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa indonesia
yang mengena: Paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: Corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dan akal sehat (Rational Thingking),
Berperasaan (emotion), dan berperilaku (acting), Serta sekaligus menekankan bahwa suatu
perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti
dalam cara berperasaan dan berperilaku. Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara
perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)
di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar pendekatan ini
tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah
satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk
belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu
mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDEF.
Penulis memilih REBT yang dikembangkan oleh Albert Ellis ini sebagai bahan
pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa menantang para mahasiswa untuk
berfikir tentang sejumlah masalah dasar yang mendasari konseling. REBT terpisah secara
radikal dari beberapa sistem lain yang disajikan didalam makalah ini, yakni pendekatan-
pendekatan psiko analitik, eksistensial-humanistik, client centered dan gestal. REBT lebih
banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tinngkah laku-tindakan
dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. REBT
sangat didaktif dan sangat direktif serta lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi
fikiran dari pada dengan dimensi-dimensi perasaan.
Dengan mengingat hal itu, kami dari penulis ingin mengupas teori REBT lebih mendalam.
Namun kami tetap memahami bahwa dalam penulisan ini banyak mempunyai kekurangan, oleh
karenanya kami tetap mengharap kritik dan saran dari semua pihak.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah konseling individual rational emotive behavior efektif terhadap proses
bimbingan dan konseling kelompok
1.3 Tujuan Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan kajian keilmuan
Bimbingan dan Konseling kelompok dalam menggunakan teori REBT .

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pokok Rasional Emotif Behaviour Terapi atau REBT


Konseling kelompok Rational-Emotive merupakan aliran psikoterapi yang
berlandaskan bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi. Potensi tersebut dapat
digunakan baik untuk berpikir rasional dan jujur, maupun untuk berpikir irasional dan jahat
(Corey, 1990). Menurut Corey (1990), Ellis memandang bahwa manusia mempunyai sifat
rasional dan irasional. Pada umumnya, individu berprilaku dengan cara-cara tertentu karena ia
percaya bahwa ia harus bertindak dengan cara itu. Masalah-masalah emosional terletak dalam
berpikir yang tidak logis. Jika individu dapat mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, ia akan
dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut teori RET percaya bahwa
tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang
bertanggung jawab akan tingkah lakunya.

Unsur pokok terapi Rasional-Emotif ialah asusmsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua
proses yang terpisah. Menurut Ellis, pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling
bertumpang tindih, serta pada prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi di sebabkan dan
di kendalikan oleh pikiran. Sedangkan, emosi merupakan pikiran yang dialihkan dan di
prasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang
dapat menjadi emosi seseorang dan dapat merasakan sesuatu. Pada situasi tertentu dapat
menjadi pemikiran. Dejgan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi
mempengaruhi pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan
tertentu dapat berubah menjadi pikiran.

Konseling Rational-Emotive menekankan bahwa perilaku menyalahkan merupakan inti


dari sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu, psikotik konselor harus
menghentikan penyalahan diri dan penyalahan pada orang lain yang ada pada konseli (Corey,
1990). Menurut Corey, individu perlu belajar menerima dirinya sendiri dengan semua
kekurangannya. Dengan demikian, upaya menyembuhkan konseli ialah ia harus didorong
untuk memiliki pemikiran-pemikiran yang objektif dan rasional terhadap perasaan-perasaan
yang berkembang pada dirinya. Konsep konseling kelompok rasional emotif dikerangkakan
dalam model A-B-C yang di paparkan di bawah ini.

3
• A adalah activiting experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu yang meliputi
hal-hal berupa kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma
masa kecil, dan hal-hal lain yang dianggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan.
• B adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasionan dan
merusak diri yang merupakan sumber ketidak bahagiaan.
• C adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan
emosi-emosi negatif berupa panik, dendam, dan amarah karena depresi yang besumber
dari keyakinan-keyakinan yang keliru.

Ellis menambahkan D dan E rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute;)

• D keyakinan-keyakinan irasional itu agar konseli dapat menikmati dampak-dampak


(effects; )
• E.psilologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.

Dari teori A-B-C tersebut, sasaran utama yang harus diubah adalah aspek B (Belief
Sistem) yaitu bagaimana caranya seseorang memandang ataumemahami sesuatu yang
irasional. Untik itu konselor harus berperan sebagai pendidik, pengarah, mempengaruhi,
sehingga dapat mengubah pola pikir pesera didik (klien)yang irasional atau keliru menjadi pola
pikir yang rasional. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dialami
seseorang merupakan kesalahan dari diri individu itu sendiri yang berupa prasangka
yangirasional terhadap pandangan dan pemahaman individu terhadap pengalaman hidupnya.

Sebagai contoh, "orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir
bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir". Padahal, penampilan orang depresi sama
saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Tugas seorang terapis bukanlah menyerang
perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan menyerang keyakinan
yang negatif terhadap diri sendiri walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis
mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, dia harus mengerti bahwa
keyakinan tersebut merupakan hasil "pengkondisian filosofis". Pengkondisian ini merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung
mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering. Ellis juga menambahkan
bahwa secara biologis manusia memang "di program" untuk selalu menanggapi
"pengkondisian-pengkondisian" semacam ini.

4
Keyakinan-keyakinan irasional biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut.
Beberapa jenis "pikiran-pikiran keliru" yang biasanya dimiliki individu, di antaranya:

1) Mengabaikan hal-hal yang positif,


2) Terpaku pada yang negatif,
3) Terlalu cepat menggeneralisasi.

Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa terdapat tiga keyakinan irasional, yaitu :

a) "Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak
berguna".
b) "Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan
menderita".
c) "Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya kan binasa".

Rasional Emotif Behaviour Terapi atau REBT merupakan pendekatan yang dikembangkan
oleh Albert Ellis pada pertengahan tahun 1950-an yang menekankan pada pentingnya peran
pikiran pada tingkah laku.

1. Ellis berpandangan bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi,kognisi dan perilaku.
2. Rasional Emotif Behaviour Terapi adalah teori yang berusaha memahami manusia
sebagaimana adanya, manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan
objek-objek yang dihadapinya. Konseling individu Rasional Emotif BehaviourTerapi
adalah konseling yang menerapkan prinsip-prinsip REBT kepada konseli melalui
konseling secara inten untuk mempraktekkan tingkah laku tingkah laku baru dengan
role model .
2.2 Tujuan Konseling Pendekatan REBT dan Peran serta fungsi Konselor

REBT bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir keyakinan
serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri
dan mencapai realisasi diri yang optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat
merusak diri seperti: benci, takut, rasa bersalah, cemas was-was, marah sebagai akibat berfikir
yang irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup
secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai dan kemampuan diri.
pendekatan REBT adalah membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup dengan
lebih rasional danlebih produktif. Secara lebih jelas, REBT mengajarkan individu untuk

5
mengoreksi kesalahan berpikir untuk mereduksi emosi yang tidak diharapkan. Mendukung
konseli untuk menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
Menurut Ellis dan Benard (1986) mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan
nilai dasar pendekatan REBT untuk mencapai nilai kehidupan (to survive) dan untuk
menikmati hidup (to enjoy), yaitu:

✓ Memiliki minat diri (self interest)


✓ Memiliki minat sosial (social interest)
✓ Memiliki pengarahan diri (self direction)
✓ Toleransi (tolerance)
✓ Fleksibel (flexibility)
✓ Memiliki penerimaan (acceptance)
✓ Dapat menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainly)
✓ Dapat menerima diri sendiri (self acceptance)
✓ Dapat mengambil resiko (risk taking)
✓ Memiliki harapan yang realistis (realistic expectation)
✓ Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi (high frustration tolerance)
✓ Memiliki tanggung jawab pribadi (self responsibility)

Peran konselor dalam pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah:

➢ aktif-direktif, mengambil peran lebih banyak untuk memberikan penjelasan, terutama


pada awal konseling
➢ Mengkonfrontasi (sebab-akibat) pikiran irasional konseli secara langsung
➢ Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir dan mendidik
kembali diri konseli sendiri
➢ Secara terus menerus “menyerang” pemikiran irasional konseli
➢ Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berpikir bukan emosi
➢ Bersifat didaktif (mendidik/memberikan didikan)
➢ Keterampilan konseling yang harus dimiliki konselor yang akan menggunakan
pendekatan REBT, yaitu empati (empathy), menghargai (respect), ketulusan
(genuineness), kekongkritan (concreteness), konfrontasi (conftrontation).
2.3 Teknik- Teknik Rasional Emotif

6
Konseling Rasional Emotif dalam praktik terapinya memberi arahan adanya langkah
konstruktif yang selalu dipergunakan oleh konselor untuk melakukan perubahan pemikiran
irrasional menjadi rasional (Nelson-Jones, 2001; Parrot III, 2003; Prochaska & Norcross, 2007;
Ellis, 2008 dalam Habsy, 2018, hlm. 22). Dalam praktiknya, Ellis merekomendasikan sejumlah
teknik yaitu:
➢ Mengajar dan Memberi Informasi.
Teknik ini dipandang sebagai tindakan yang mana konselor mengawal
klien/konseli untuk dapat membedakan antara pemikiran rasional dan pemikiran
irrasional dan memahami asal muasal terjadinya masalah. Melalui teknik ini, konselor
(dengan berbagai metode) mengajar klien/konseli (1) membebaskan diri dari
pandangan yang irasional sehingga mereka dapat menentukan pilihan tingkah laku yang
efektif dan terhindar dari adanya ancaman; (2) menemukan cara-cara atau tindakan-
tindakan yang lebih tepat untuk merespon keadaan (realitas) sehingga klien/konseli
tidak terganggu oleh adanya realita yang dihadapi. Isi informasi yang diajarkan oleh
konselor adalah dinamika konsep A-B-C-D-E yang dikaitkan dengan realitas yang
dihadapi klien/konseli, sehingga pemecahan masalah dan pemilihan tingkah laku
efektif yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman konselor dan anggota dalam
kelas dapat terjadi. Proses ini secara ekplisit dikenal sebagai proses “E” (experiencing).
➢ Mendiskusikan Masalah.
Diskusi dalam konseling kelompok REBT diarahkan dengan memanfaatkan
pengalaman kelompok untuk mendukung informasi konselor. Para anggota kelompok
yang rasional cenderung akan memahami dan menjadikan informasi konselor sebagai
bagian pengalaman dan dipandang sebagai sumber pemecahan masalah dan pemilihan
tingkah laku yang efektif. Semua ini selanjutnya akan mereka kembangkan dengan
mengungkap pengalaman-pengalaman anggota kelompok secara simultan yang dalam
bahasan ini secara jelas disebut sebagai proses experiencing.
➢ Mempropagandakan Berpikir Ilmiah.
Ciri berpikir ilmiah adalah adanya obyek yang jelas sistematis dan metodis. Obyek
yang jelas ditandai oleh adanya realitas yang dihadapi oleh klien/konseli; sistematis
dalam arti proses pemahaman dan obyek realistis dari pengalaman masing-masing
anggota klien/konseli terungkap secara berurutan berada pada posisi sinergis. Dalam
seting ini, konselor juga mendorong klien/konseli untuk menguji pandangannya dengan
cara meninjau sebab-sebab realita emosi yang terjadi pada dirinya, akibat-akibat yang
terjadi dan mungkin terjadi. Cara pandang yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah
7
menjadi sangat penting dalam seting ini. Diantara beberapa prinsip ilmiah, ada beberapa
yang dapat dikemukakan: (1) mendasarkan pikiran dalam bentuk mengemukakan
beberapa proposisi atau rumusan-rumusan logis, (2) menguji rumusan logis ke dalam
suatu kerangka berpikir yang melibatkan pengalaman (diri sendiri atau orang lain) dan
membuat prediksi-prediksi logis. Dalam prosesnya, seting ini dapat terjadi perubahan-
perubahan sistem keyakinan magis klien/konseli, (Ellis, 1973 dalam Habsy, 2018, hlm.
23) yang secara sistematis timbul oleh karena keaktifan konselor, didaktif dan filosofis
yang memancing tindakan nyata klien/konseli.
➢ Mengkonfrontasikan dan Menantang.
Setelah proses berpikir ilmiah berjalan dengan efektif, selanjutnya klien/konseli
diharapkan dapat menantang dan menghadapi pemikiran irrasional. Itu dapat lebih
efektif jika klien/konseli dapat menyadari sepenuhnya bahwa pemikiran irrasional yang
selama ini ia pertahankan justru akan merusak diri dan masa depannya, serta mereka
berani mengemukakan beberapa jalan pikiran yang benar, terhindar dari cara pandang
irrasional serta dapat mengemukakan kemungkinan jalan berpikir yang benar.
➢ Modeling.
Pemodelan atau modeling adalah metode untuk menghasilkan perilaku baru
(Gazda, 1989, p. 93 dalam Habsy, 2018, hlm. 23), atau prosedur dengan mana orang
dapat belajar perilaku yang diharapkan melalui pengamatan terhadap perilaku orang
lain (Cormier dan Cormier,1985 dalam Habsy, 2018, hlm. 23). Modeling efektif untuk
mengarahkan partisipan untuk menata dirinya sendiri dengan cara melihat karakter atau
kepribadian seseorang yang kemudian dapat dimengerti oleh partisipan dan dipedomani
sebagai sumber arah diri (Ellis, 2008 dalam Habsy, 2018, hlm. 23).
Menurut Corey (2009: 281) konselor yang menggunakan pendekatan Rational Emotive
Behaviour Theraphy harus menguasai berbagai macam metode dan bersifat integratif.
Pendekatan ini menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral
yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Teknik-Teknik Emotif (afektif)
Teknik emotif, yaitu untuk mengubah emosi klien. Ini sepenuhnya melibatkan emosi
klien saat ia melawan keyakinan-keyakinannya yang irasional. Teknik ini seperti; Rational
Emotive Imagery, Humor, Imitasi, Assertive Adaptive, Role Playing, Shame-Attacking,
Force and Vigor (Alang, 2020, hlm. 23).
a. Rational emotive imagery
8
Dalam rational emotive imagery konseli didorong untuk membayangkan salah satu
kejadian pengaktif atau kesulitan terburuk yang dapat terjadi pada dirinya. Misalnya
ditolak oleh seorang wanita yang benar-benar diinginkannya. Konseli mebayangkan
dengan jelas kesulitan ini sedang terjadi dan membawa sejumlah masalah ke dalam
hidupnya. Setelah itu konseli didorong untuk menjalin hubungan dengan konsekuensi
emosional negatif yang tidak diinginkan yang dipicu oleh kesulitan tersebut. Misalnya
cemas, depresi, dan membenci diri. Konseli merasakan secara spontan apa yang
dirasakannya dan tetap bertahan dengan perasaan itu dalam beberapa saat. Setelah itu
konseli berusaha mengubah perasaan terganggu yang tidak sehat tersebut dengan
konsekuensi perasaan negatif yang sehat. Misalnya sedih, kecewa, menyesal dan tidak
senang. Cara melakukannya adalah dengan mengatakan keyakinan rasionalnya yang
masuk akal kepada dirinya dengan kuat dan berulang-ulang. Misalnya, “Ya dia memang
belum bisa menerima saya dan itu sangat menyakitkan bagi saya. Dia belum bisa
menerima saya mungkin karena dia belum mengenal saya”. Konseli seharusnya tetap
dalam bayangan rasionalnya itu sampai konseli bisa mengubah perasaan negatif tidak
sehatnya menjadi pernyataan negatif yang lebih sehat.
b. Using humor
Penggunaan humor dapat membantu mengurangi keyakinan-keyakinan irasional
dan perilaku self-defeating. Rational Emotive Behavior Therapy menyatakan bahwa
gangguan emosi sering disebabkan oleh terlalu seriusnya seseorang menanggapi
sesuatu. Humor bisa sangat berharga untuk membantu konseli lebih santai dan tidak
menganggap terlalu serius masalah hidup.
c. Shame-attacking exercises
Ellis mengembangkan latihan untuk membantu orang mengurangi perasaan malu
dalam melakukan sesuatu. Ellis berpikir bahwa kita bisa dengan keras kepala menolak
rasa malu dengan berkata pada diri kita sendiri bahwa bukan hal yang menyedihkan
jika seseorang menganggap kita bodoh. Tujuan utama latihan ini yang secara khusus
melibatkan komponen emosi dan perilaku, konseli bekerja agar tidak malu ketika orang
lain tidak sependapat dengan konseli. Latihan ini ditujukan untuk meningkatkan
penerimaan diri dan tanggung jawab serta membantu konseli memandang bahwa
sebagian besar perasaan mereka tentang rasa malu berkaitan dengan cara mereka
mengenali kenyataan.
d. Use Of Force and Vigor

9
Ellis menyarankan penggunaan kekuatan dan energi sebagai salah satu cara untuk
membantu konseli berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan
emosional. Konseli juga ditunjukkan caranya melakukan dialog memaksa diri dimana
mereka bisa mengekspresikan keyakinan irasional dan kemudian mempertanyakan
keyakinan tersebut. Konselor akan melakukan permainan peran terbalik dengan secara
keras berpegang teguh pada filosofi pengalahan diri konseli. Peran rasional terbalik,
yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memilki keyakinan rasional
sementara konselor memainkan peran menjadi peserta didik yang irasional. Konseli
melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan yang di verbalisasikan.
Selanjutnya konseli diminta untuk memperdebatkan dengan konselor dalam upaya
untuk membujuknya meninggalkan gagasan disfungsional tersebut.
e. Assertive Adaptive
Teknik untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-
menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan
yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
f. Role Playing (Bermain Peran)
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran
tertentu.
g. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Dalam (Fauziah, 2017, hlm. 23)

Teknik Emotive, meliputi:


1. Dispute imajinasi, konselor meminta klien/konseli untuk membayangkan dirinya
kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah
berubah.
2. Kartu kontrol emosional, berisi dua kategori perasaan yang parallel yaitu perasaan
yang tidak seharusnya atau merusak diri dan perasaan yang sesuai atau tidak
merusak diri.
3. Proyeksi waktu, meminta klien/konseli memvisualisasikan kejadian yang tidak
menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu

10
kemudian, sebulan kemudian, enam bulan kemudian dan seterusnya agar
konseli/klien dapat melihat bahwa hidupnya berjalan terus dan membutuhkan
penyesuaian.
4. Teknik melebih-lebihkan, meminta klien/konseli membayangkan kejadian yang
menyakitkan atau kejadian yang paling menakutkan, kemudian melebih-lebihkan
sampai pada taraf yang paling tinggi dengan tujuan agar peserta didik dapat
mengontrol kekuatannya.

2. Teknik-Teknik Behavioristik
Teknik behavioristik atau teknik tingkah laku, yaitu teknik yang digunakan khusus
untuk mengubah tingkah laku. Teknik ini dinegosiasikan dengan klien atas dasar sifatnya
yang menentang, tetapi tidak sampai membuat kewalahan, yaitu, tugas-tugas yang cukup
menstimulasi untuk mewujudkan perubahan terapeutik, namun tidak terlalu menakutkan
karena justru akan menghambat menjalankan tugas-tugas tersebut. Teknik ini seperti;
teknik peneguhan (Reinforcement), desintisasi bersistematik, teknik Modelling, teknik
releksasi.
a. Reinforcement
Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang
irrasional pada klien/konseli dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien/konseli akan meng-
internalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social Modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada konseli. Teknik ini
dilakukan agar klien/konseli dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan
dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu
yang telah disiapkan oleh konselor.
Dalam (Fauziah, 2017, hlm. 24)
Teknik Behavioural, meliputi:
1. Dispute tingkah laku, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami
kejadian yang menyebabkan berpikir irasional dan melawan keyakinan tersebut.
2. Pengalaman langsung, peserta didik secara sengaja memasuki situasi yang
menakutkan. Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan keterampilan
mengatasi masalah (coping skill) yang telah dipelajari sebelumnya.
11
3. Teknik-Teknik Kognitif
Teknik kognitif, yaitu teknik untuk membantu klien berpikir mengenai pemikirannya
dengan cara yang lebih konstruktif. Klien diajarkan untuk memeriksa bukti-bukti yang
mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menggunakan tiga
kriteria utama: logika, realisme dan kemanfaatan. Teknik ini seperti; menyingkirkan
kepercayaan tidak rasional, tugasan Kognitif, Changing One’s Language, pengajaran,
persuasif.
a. Home Work Assignments
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola
tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien/konseli
diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang
tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan
konselor dilaporkan oleh konseli dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor.
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung
jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri konseli dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan Assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien/konseli dalam mengekspresikan tingkah
laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru
model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah: 1. Mendorong
kemampuan klien/konseli mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan
emosinya; 2. Membangkitkan kemampuan klien/konseli dalam mengungkapkan hak
asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; 3. Mendorong
klien/konseli untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan 4.
Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok
untuk diri sendiri.
c. Disputing Irrational Beliefs
Usaha untuk mengubah keyakinan irasional klien/konseli melalui teknik bertanya
(questioning) meliputi pertanyaan untuk melakukan dispute logis, pertanyaan untuk
reality testing, pertanyaan untuk pragmatic dispulation. Sampai klien/konseli mampu
menghilangkan dan melunturkan kata “harus” dalam dirinya dan berkata jika saya tidak
12
mendapatkan apa yang saya inginkan, hal itu bukanlah merupakan akhir
dunia/kehidupan.
d. Doing Cognitive Home work
Konseli diharapkan membuat daftar masalah mereka, mencari keyakinan absolut
mereka, dan mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut. Doing cognitive
homework merupakan cara melacak dimensi “keharusan” dan “sebaiknya” yang ada
pada kognisi konseli.
Menerapkan teori ABC dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari.
Menempatkan diri dalam situasi yang berisiko untuk menantang keyakinan membatasi
diri (self -limiting). Menganti pernyataan-diri (self-statement) negatif dengan pesan
yang positif.
e. Reframing
Reframing (sometimes also called reliabeling) is an approach that modifies or structures
a client’s perceptions or view of a problem or a behaviour” (Membingkai ulang
(terkadang juga disebut reliabeling) adalah pendekatan yang mengubah atau menyusun
persepsi atau pandangan klien tentang masalah atau perilaku "). Yang menerangkan
bahwa reframing (yang disebut juga dengan membingkai ulang) yaitu suatu pendekatan
yang mengubah atau menyusun kembali persepsi konseli atau cara pandang terhadap
masalah atau tingkah laku. Dengan kata lain reframing adalah pencarian makna baru
dari sesuatu yang sebelumnya telah dimaknai secara tertentu. Teknik ini
memungkinkan klien/konseli dalam mengubah (membingkai ulang) cara pemikirannya
yang irasional menjadi rasional (Setiariawan, 2020, hlm. 4).
f. Changing one’s language
Rational Emotive Behavior Theraphy menyatakan bahasa yang tidak tepat adalah salah
satu bentuk penyebab proses pemikiran yang terdistorsi. Konseli mempelajari
bagaimana menyatakan bahasa yang tepat agar tidak terjadi pemikiran dan perilaku
yang disfungsional.
g. Psychoeducational methods
Program Rational Emotive Behavior Therapy dan sebagian besar konseling kognitif
behavior mengenalkan memperkenalkan konseli dengan berbagai macam komponen
pendidikan. Konselor membelajarkan konseli tentang hakikat permasalahan mereka
dan bagaimana proses mengatasinya. Konseli lebih suka bekerja sama dengan program
perlakuan jika mereka memahami pentingnya teknik yang digunakan.
Dalam (Fauziah, 2017, hlm. 22)
13
Teknik Kognitif, meliputi:
1. Analisis rasional, teknik untuk mengajarkan klien/konseli bagaimana membuka dan
mendebat keyakinan irasional.
2. Dispute standard ganda, mengajarkan konseli untuk melihat dirinya memilki
standard ganda tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar.
3. Skala katastropi, membuat proposi 100 % buatlah presentase peristiwa yang
menyakitkan urutkan dari yang paling tinggi presentasenya sampai yang paling
rendah.
4. Devil’s advocate atau rational role reversal yaitu meminta peserta didik untuk
memainkan peran menjadi peserta didik yang rasioanal.
5. Peserta didik melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional
yang di verbalisasikan.
2.4 Tahap-Tahap Konseling
Menurut Froggatt (2005) tahap-tahap Rational Emotive Behavior Therapy secara umum
adalah sebagai berikut.
a) Membantu konseli memahami bahwa emosi dan perilaku disebabkan oleh kepercayaan
dan pikiran.
b) Menunjukkan bagaimana kepercayaan dan pikiran seseorang mungkin tertutup. Format
ABC sangat berguna di sini. Konselor meminta konseli bercerita tentang Antecedent
event (A) seperti apa, Belief (B) seperti apa, dan Emotional consequence (C) seperti
apa.
c) Mengajarkan konseli bagaimana melawan dan merubah kepercayaan irasional,
menggantinya dengan kepercayaan yang lebih rasional.
d) Membantu konseli mengubah perilaku konseli.
Sedangkan tahap-tahap Rational Emotive Behavior Therapy yang lebih rinci dan
operasional menurut Froggatt (2005) adalah sebagai berikut.
a. Melibatkan konseli
• Membangun hubungan dengan konseli. Ini dapat dicapai menggunakan empati,
kehangatan dan respek.
• Melihat permasalahan yang dialami dan datang karena ingin dibantu penyelesaian
permasalahannya.
• Mungkin cara terbaik adalah melibatkan konseli dalam proses konseling dengan
pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy.

14
b. Asesmen masalah, pribadi, dan keadaan
• Diawali dari apa yang salah dalam pandangan konseli.
• Memeriksa beberapa gangguan sekunder: bagaimana perasaan konseli memiliki
masalah?
• Membawa ke asesmen umum: menentukan kemunculan gangguan secara klinis,
menggali cerita pribadi dan sosial, asesmen kedalaman suatu masalah, mencatat
beberapa faktor kepribadian yang berhubungan, dan memeriksa faktor kausatif non-
psikologis seperti kondisi fisik, obat-obatan, gaya hidup/faktor lingkungan.
c. Menyiapkan konseli dalam proses konseling
• Klarifikasi tujuan perlakuan untuk memastikan tujuan perlakuan konkrit, spesifik,
dan disetujui oleh konselor dan konseli serta menganalisis motivasi konseli untuk
berubah.
• Mengenalkan kaidah dasar tentang Rational Emotive Behavior Therapy.
• Mendiskusikan pendekatan yang digunakan dan implikasinya dalam perlakuan,
kemudian membangun kontrak.
d. Implementasi program perlakuan
• Menganalisis masalah spesifik yang mana menjadi target masalah yang akan
diselesaikan, memastikan kepercayaan yang dilibatkan, merubahnya, dan
mengembangkan home work.
• Mengembangkan perilaku yang fungsional untuk mengurangi kekhawatiran atau
memodifikasi cara berperilaku.
• Menambah strategi dan teknik yang sesuai seperti relaksasi, dan pelatihan
keterampilan interpersonal.
e. Evaluasi
Sebelum berakhirnya proses intervensi biasanya konselor melakukan evaluasi
terhadap perlakuan yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terjadi
peningkatan yang signifikan tentang perubahan konseli dalam berpikir.
f. Menyiapkan pengakhiran untuk konseli
Sesi konseling diakhiri jika konseli sudah merasa lebih baik terkait permasalahan
yang sedang dialaminya. Konselor juga akan mengakhiri konseling jika konseli sudah
benar-benar terentaskan masalahnya dan jika masalah itu hadir kembali, konseli bisa
dengan mandiri mengentaskan masalahnya sendiri.

15
Menurut Corey (2012), pelaksanaan konseling rasional emotif perilaku, terdiri dari tiga
tahapan, yaitu initial stage, working stage dan final stage.
➢ Initial Stage
Sesi pertama, bertujuan melakukan assesment sebagai baseline dari kondisi pra-
konseling. Assesment dilakukan, terhadap belive yang ditengarai
mempengaruhi Activating event dan consequence individu (konseli) tersebut,
selanjutnya, dilakukan interpretasi dan pengujian belief atau bisik diri, konseli yang
bersifat rasional ataupun irasional.
Menurut Corey (2012), Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa yang mengarah pada respon activating
event dan consequence. Menurut Jose A. Corraliza (2008) belief adalah memiliki peran
yang lebih besar untuk mengubah lingkungan dibanding kebutuhan dan pengetahuan.
Pada sesi ini konselor harus dapat mengidentifikasi masalah secara spesifik, konseli
diperkenankan untuk menceritakan terlebih dahulu hal-hal yang membuat mereka ingin
mengikuti konseling dan masalah yang dialami, diskusi mengenai harapan konseli
membuat mereka lebih santai. Setelah diketahui semua keterkaitan dan kedalaman dari
masing-masing aspek, serta bentuk permasalahanya, konselor merumuskan tujuan
konseling yang akan dilaksanakan.
➢ Working Stage
Setelah perumusan tujuan, dilakukan perencanaan dan perumusan
treatment bersama dengan konseli, serta dilakukan kontrak atau komitmen secara
prosedural dan terjadwal. Pada tahap ini, konseli diajak untuk menjalankan peran
aktifnya dalam mengatasi permasalahan, konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran
dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Konseli mengeksplorasi ide-
ide untuk menentukan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional
konseli (dispute) dengan menggunakan teknik-teknik konseling untuk menantang
validitas ide tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar.
➢ Final stage
Menurut Corey (2012, p. 359), pada tahap ini pilihan kegiatan yang dilaksanakan
oleh konselor adalah:
1) Memberi dan menerima balikan
2) Memberi kesempatan untuk mempraktikan perilaku baru
3) Belajar lebih lanjut dari pengembangan perencanaan yang spesifik untuk
mengaplikasikan perubahan pada situasi diluar terapi (konseling)
16
4) Mempersiapkan untuk menghadapi adanya kemungkinan memburuk
5) Mendampingi dalam meninjau pengalaman dan pemaknaan bagi dirinya.

17
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang
menekankan interaksi berfikir dan akal sehat (rasional thingking), perasaan
(emoting), serta berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan
yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam
cara berperasaan dan berperilaku.
Konsep dasar REBT adalah, bahwa seseorang berkonstribusi terhadap munculnya problem
psikologis, baik yang ditunjukkan dalam gejala-gejala yang spesifik hingga pada
interpretasi terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu. Setiap manusia yang normal
memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan.
Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, kerangka pilar ini yang kemudian
dikenal dengan teori ABC, kemudian ditambahkan D, E dan F yaitu :
1. Activating event (A)
2. Belief (B)
3. Emotional consequence (C)
4. Disputing irrational (D)
5. Effective new philosophy of life (E)
6. Perasaan/feelings (F)
Menurut padangan teori REBT, bahwa manusia sejak lahir memiliki potensi untuk berfikir
rasional dan irasional. Manusia mempunyai potensi untuk mengembangkan diri,
berbahagia, berfikir dan berpendapat, bekerja sama dengan orang lain. Namun pada sisi
lain, manusia juga memiliki potensi untuk menghancurkan atau merusak diri sendiri,
mengingkari pikiran-pikirannya, intoleran (tidak toleran), menolak realitas.
Proses konseling bertujuan untuk membebaskan pikiran-pikiran irasional klien, karena
pada dasarnya semua manusia adalah makhluk rasional, dan oleh karena sumber
ketidakbahagiaan (gangguan emosional) adalah pikiran yang irasional. Maka klien dapat
mencapai kebahagiaan dengan belajar berfikir rasional, sehingga proses konseling
sebagian besar merupakan proses belajar-mengajar dan membutuhkan waktu yang
panjang.
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam REBT adalah :
1. Teknik Emotive
2. Teknik Behavioristik
3. Teknik Kognitif

18
3.2 Saran
Seharusnya setiap orang dapat berfikir rasional, agar mereka dapat berfikir secara positif
dan merasa bahagia tanpa ada beban yang selalu membayanginya (positive thinking).

19
DAFTAR PUSTAKA

Rusmana, N. (2019). BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK SEKOLAH:


METODE, TEKNIK DAN APLIKASI, hlm. 46
Ningsih, W. F., Suarti, N. K. A., & Utami, W. Z. S. (2019). PENGARUH TEKNIK
RASIONAL EMOTIVE THERAPY (RET) TERHADAP SIKAP SENSITIF PADA
SISWA TUNARUNGU DISEKOLAH INKLUSI SMK NEGERI 5 MATARAM.
Realita: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 4(2).
Firdaus, G. (2018). PENGGUNAAN KONSELING INDIVIDU RASIONAL EMOTIF
BEHAVIOUR TERAPI UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF
PESERTA DIDIK KELAS IX SMPN 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN
2017/2018 (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Erlina, N., & Sari, D. N. (2016). Pengaruh Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) Terhadap Peningkatan Kecerdasan Emosional Pada Peserta Didik Kelas VIII
SMPN 6 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016. Konseli, 3(2), 303-316.
Nusuki, N. (2014). PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSELING RATIONAL EMOTIV
BEHAVIORAL THERAPY MELALUI LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL
UNTUK MENGATASI SISWA YANG MENGALAMI KESURUPAN DI SMAN 2
AIKMEL. Educatio, 9(1), 99-124.
Siahaan, D. N. A. (2020). Konseling Kelompok dengan Pendekatan REBT untuk
Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Korban Kekerasan. Al-Irsyad: Jurnal
Pendidikan dan Konseling, 10(1).
Alang, H. S. (2020). PROSES PELAKSANAAN TERAPI RASIONAL EMOTIF. Al-Irsyad
Al-Nafs: Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 6(2).
Corey, G. (2012). Case approach to counseling and psychotherapy. Toronto: Nelson
Education.
Corey, G. (2015). Theory and practice of group counseling. Cengage Learning.
Fauziah, D. M. (2017). Bimbingan Konseling Rational Emotif Behaviour Therapy Teknik
Homework Assigment Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Korban Bullying
Di Smp Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Ajaran 2016/2017 (Doctoral dissertation,
IAIN Raden Intan Lampung).
Froggatt, W. 2005. A Brief Introduction To Rational Emotive Behaviour Therapy. Journal of
Rational-Emotive and Cognitive Behaviour Therapy, 3 (1): 1-15.
Habsy, B. A. (2018). Konseling rasional emotif perilaku: Sebuah tinjauan filosofis. Indonesian
Journal of Educational Counseling, 2(1), 13-30.

iv
Konseling, P., Aisa, A., Eryanti, D., & Saputra, W. N. E. (2013). RATIONAL EMOTIVE
BEHAVIOR THERAPY.
PARAMITA, N. (2018). KONSELING INDIVIDUAL RATIONAL EMOTIF BEHAVIOUR
THERAPY DENGAN TEKNIK HOMEWORK ASSIGMENT DALAM
MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS VIII SMP
BUDAYA BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 (Doctoral
dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Setiariawan, K. H., Tirka, I. W., & Dantes, N. (2020). Konseling Rational Emotif Behavior
Dengan Teknik Reframing Untuk Meningkatkan Self Achievement. Jurnal Jurusan
Bimbingan Konseling Undiksha, 9(1), 01-08.
Sugiharto, D. Y. P. (2012). Efektivitas Konseling Kelompok Rational-Emotif untuk Membantu
Siswa Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian. Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2).

Anda mungkin juga menyukai