Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Pembuatan Resin Urea Formaldehid


(RUF)
1.2 Tanggal Praktikum : 10 November 2016
1.3 Pelaksana Praktikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Mutia Reza (140140079)
3. Muthia Septiana (140140059)
4. Sonja Nurfadhillah (140140014)
5. Nurul Annisa (140140074)
1.4 Tujuan Praktikum : Untuk mempelajari pengaruh
perubahan kondisi reaksi terhadap
kecepatan reaksi dan hasil pada tahap
intermediate.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku


Urea-formaldehid resin adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid.
Resin jenis ini termasuk dalam kelas resin thermosetting yang mempunyai sifat
tahan terhadap asam, basa, tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh. Polimer
termoset dibuat dengan menggabungkan komponen-komponen yang bersifat
saling menguatkan sehingga dihasilakn polimer dengan derajat cross link yang
sangat tinggi.
Karena sifat-sifat di atas, aplikasi resin urea-formaldehid yang sangat luas
sehingga industri urea-formaldehid berkembang pesat. Contoh industri yang
menggunakan industri formaldehid adalah addhesive untuk plywood, tekstil resin
finishing, laminating, coating, molding, casting, laquers, dan sebagainya.
Pembuatan resin urea-formaldehid secara garis besar dibagi menjadi 3, untuk
yang pertama adalah reaksi metiolasi, yaitu penggabungan urea dan formaldehid
membentuk monomer-monomer yang berupa monometilol dan dimetil urea.
Reaksi kedua adalah penggabungan monomer yang terbentuk menjadi
polimer yang lurus dan menghasilkan uap air. Tahap ini disebut tahap kondensasi.
Proses ketiga adalah proses curing, dimana polimer membentuk jaringan tiga
dimensi dengan bantuan pemanasan dalam oven. Reaksi urea-formaldehid pada
pH antara 8 sampai 10 adalah reaksi metilolasi, yaitu adisi formaldehid pada
gugus amino dan amida dari urea, dan menghasilkan metilol urea. Pada tahap
metilolasi, urea dan formaldehid bereaksi menjadi metilol dan dimetil urea.
Bahan baku yang digunakan dalam membuat resin urea-formaldehid
adalah urea dan formaldehid (formalin). Urea diproduksi secara besar-besaran
melalui sintesis amoniak dan karbondioksida. Kedua reaktan ini dicampurkan
pada tekanan tinggi menghasilkan ammonium karbamat. Amonium karbamat
selanjutnya dipekatkan pada evaporator vakum menghasilkan urea. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
2NH3 + CO2 →NH4CO2NH2 →H2NCONH2 ………….. (2.1)
Formaldehid atau metanal adalah anggota senyawa aldehida yang pertama.
Pada kondisi ruangan, formaldehi murni berada dalam fasa gas. Karena itu
formaldehid disimpan dalam bentuk larutan yang mengandung 37% hingga 50%
berat HCHO. Formaldehid diproduksi secara besar besaran melalui reaksi oksidasi
gas alam (metana) atau hidrokarbon alifatik ringan (Levenspiel, 1999).

2.2 Reaksi Urea dan Formaldehid


Reaksi antara urea dan formaldehid dengan katalis basa dapat
menghasilkan mono-metilol urea sebagai monomer reaktan reaksi pembentukan
polimer urea-formaldehid. Basa yang digunakan dapat berupa barium hidroksida
ataupun kalium hidroksida.

…..(2.2)
Dimetilol urea juga dapat dibuat dengan cara yang sama tetapi
menggunakan dua buah molekul formaldehid. Baik mono-metilol urea maupun
dimetilol urea larut dalam air sehingga reaksi pembentukannya dilaksanakan
dalam fasa pelarut air. Tahap reaksi pembentukan mono-metilol urea dan
dimetilol-urea biasa dikenal dengan sebutan tahap pembuatan intermediate.
Kondensasi lanjut akan menghasilkan jembatan metilen antara dua
molekul urea. Jenis kondensasi ini dapat berlanjut terus menghasilkan rantai lurus.
Reaksi penggabungan dua buah mono-metilol urea menghasilkan suatu molekul
air. Apabila air tersebut dikeluarkan dari sistem reaksi, maka kesetimbangan
reaksi akan bergeser kearah pembentukan polimer. Reaksi urea dan formaldehida
pada pH di atas 7 adalah reaksi metiolasi, yaitu reaksi adisi formaldehida pada
gugus amino dan amido dari urea, menghasilkan metilol urea. Turunan-turunan
metilol merupakan monomer reaktan reaksi polimerisasi kondensasi. Mula-mula
polimer yang dihasilkan masih berupa polimer rantai lurus dan larut dalam air.
Semakin lanjut reaksi berlangsung, reaksi polimerisasi membentuk polimer tiga
dimensi dan kelarutannya dalam air semakin berkurang. Pada proses curing,
reaksi kondensasi tetap berlangsung terus dan polimer membentuk rangkaian tiga
dimensi yang sangat kompleks sehingga terbentuk thermosetting resin (Wetsmen,
1997).
Hasil dan laju reaksi, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor: perbandingan
jumlah mol reaktan, katalis (pH sistem reaksi), temperatur, dan waktu reaksi.
Kondisi reaksi ini sangat menentukan jenis produk yang dihasilkan, sehingga pada
kondisi yang berbeda akan dihasilkan prouduk yang mempunyai sifat fisik, kimia
dan mekanik yang berbeda pula. Karena itu kondisi operasi ditentukan oleh
produk akhir yang dikehendaki.

2.2.1 Tahap Pembuatan


Pada prinsipnya pembuatan produk-produk urea-formaldehid dapat
dilaksanakan dalam beberapa tahap berikut ini:
1. Tahap pembuatan Intermediate, yaitu sampai diperoleh resin yang masih
berupa cairan atau yang larut dalam air/pelarut lain.
2. Tahap Persiapan (preparation sebelum proses curing), yaitu penambahan
bahan-bahan lain seperti filler dls.
3. Tahap curing, yaitu proses terakhir yang dipengaruhi oleh katalis, panas
dan tekanan tinggi. Pada proses ini, resin diubah menjadi resin
thermosetting.
Pada prinsipnya, pembuatan produk-produk urea-formaldehid dilakukan
melalui beberapa tahapan:
1. Tahap Intermediate
Merupakan suatu tahap untuk mendapatkan resin yang masih berupa
larutan dan larut dalam air atau pelarut lainnya.
2. Tahap Persiapan
Pada tahap ini resin merupakan produk dari tahap intermediate yang
dicampurkan dengan bahan lain. Penambahan bahan akan menentukan
produk akhir dari polimer.
3. Tahap Curing
Pada proses curing, kondensasi tetap berlangsung, polimer membentuk
rangkaian 3 dimensi yang sangat kompleks dan menjadi thermosetting
resin. Hasil reaksi dan kecepatannya, sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor:
1. Perbandingan umpan
Umumnya, Perbandingan mol umpan (formalin/urea) yang digunakan pada
percobaan ini adalah 1,25 dimana perbandingan umpan berada pada batas standar
yang ditentukan, perbandingan umpan harus berada dalam range antara 1,25-2,0
hal tersebut dimaksudkan agar larutan resin yang terbentuk tidak kental dan tidak
encer. Sehingga mempermudah analisis baik analisis densitas, viskositas, kadar
resin dan formalin bebas.
Besarnya perbandingan mol umpan formalin dengan urea sangat
mempengaruhi pada produk (polimer) yang dihasilkan, bila perbandingan umpan
kurang dari 1,25 maka resin yang dihasilkan memiliki kadar formalin yang rendah
dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan kepadatannya rendah, sedangkan
bila perbandingan umpan lebih dari 2 maka resin yang dihasilkan memiliki kadar
formalin yang tinggi dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan kepadatannya
tinggi.
2. Pengaruh pH
Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama
proses kondensasi polimerisasi terjadi. Dalam suasana asam akan terbentuk
senyawa Goldsmith dan senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul
polimer yang dihasilkan rendah. Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena
mempunyai rantai polimer lebih pendek tetapi stabil terhadap panas. Dalam
suasana basa kuat, formaldehid akan bereaksi secara disproporsionasi dimana
sebagian akan teroksidasi menjadi asam karboksilat dan sebagian tereduksi
menjadi alkohol. Reaksi yang terjadi adalah:
2HCOH +OH → HCOO + CH3OH ………………...…………………(2.3)
3. Katalis
Menurut JJ. Berjelius, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan
untuk mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Sedangkan menurut W. Ostwald,
katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi tanpa
tergabung dalam produk. Artinya katalis dapat mempercepat reaksi, ikut aktif
dalam reaksi, tetapi tidak ikut tergabung didalam produk.
Untuk proses ini digunakan katalis NH3 yang dapat menurunkan energi
aktivasi dengan menyerap panas pada saat curing, fungsinya adalah untuk
mengatur penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi adalah energi minimum
yang dibutuhkan agar molekul-molekul yang di dalam larutan bertumbukan,
sehingga reaksi menjadi cepat.
4. Temperatur reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lelehnya karena dimetilol urea
yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid. Menurut Kadowaki dan
Hasimoto temperatur optimum reaksi adalah 85℃. Sedangkan titik lelehnya
menurut De Chesne adalah 150ᴼC. Dan menurut Einhorn adalah 126℃. Kenaikan
temperatur akan mempercepat laju reaksi, hal ini dapat ditunjukkan dengan
persamaan Arrhenius yaitu: K = A e-Ea/RT
1. Buffer
Buffer (larutan penyangga) digunakan untuk menyangga kondisi operasi
pada pH yang diinginkan. Dalam hal ini pH yang diinginkan antar 8
sampai 10. Buffer yang digunakan pada percobaan ini adalah Na2CO3.H2O.
2. Kemurnian zat umpan
Zat umpan yang digunakan harus murni karena adanya zat pengotor
dikhawatirkan akan mempengaruhi terbentuknya polimer atau terjadinya
reaksi samping.
3. Laju Reaksi
Laju reaksi atau kecepatan reaksi ialah laju atau kecepatan berkurangnya
pereaksi atau terbentuknya produk reaksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi ialah konsentrasi, temperatur, katalis dan luas
permukaan. Persamaan yang menyatakan laju sebagai fungsi konsentrasi
setiap saat yang mempengaruhi laju reaksi disebut hukum laju atau
persamaan laju reaksi.
Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi laju reaksi,
dimana sebagai contoh pada reaksi A + B → C. Dimana pada waktu reaksi
berlangsung, zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya semakin banyak
sebaliknya zat A dan zat B berkurang, dan semakin lama semakin sedikit. Orde
reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial
(Levenspiel, 1999).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Labu leher empat
2. Gelas ukur
3. Erlenmeyer
4. Beker gelas
5. Corong
6. Visikometer
7. Lakmus
8. Piknometer
9. Pipet tetes
10. Pipet volum
11. Termometer
12. Pengaduk
13. Buret
14. Bola penghisap
15. Kaca arloji
16. Stopwatch
17. Neraca digital
18. Statif
19. Alat penangas
20. Spatula

3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Urea
2. Ammoniak
3. Asam klorida
4. Etanol
5. Indikator Pp
6. Aquades
7. Natrium karbonat
8. Natrium sulfat dan
9. Formalin.

3.2 Langkah Kerja


Adapun langkah kerja yang dilakukan pada percobaan ini yaitu:
1. Kedalam labu leher tiga dimasukkan formalin sebanyak 100 ml.
2. Kepada larutan ini ditambahkan katalis (amoniak pekat) sebanyak 5% dari
massa total campuran yaitu 30.395 ml dan ditambahkan Buffering agent
(Na2CO3) sebanyak 10% dari massa katalis yaitu 0.0025 gr.
3. Diaduk campuran sampai rata dan diambil sebanyak 11 ml sampel, sebagai
sampel nomor 0 untuk dianalisa
4. Dimasukkan urea sebanyak 73.57 gr kedalam labu leher tiga secara
perlahan-lahan, keudian diaduk sampai rata.
5. Diambil 11 ml sampel sebagai sampel nomor 1 untuk dianalisa.
6. Dipanaskan campuran sampai mendidih dan diambil sebnayak 11 ml
sampel sebagai sampel 2 untuk dianalisa.
7. Diatur pengambilan sampel sebanyak 11 ml dengan selang waktu 10
menit.
8. Dihentikan pengambilan sampel pada saat kadar formaldehid bebas telah
kostan.

3.2.1 Prosedur Analisa Sampel


A. Analisa Densitas
1. Piknometer kosong ditimbang massanya.
2. Piknometer diisi sebanyak ml air dan ditimbang massanya.
3. Piknometer diisi sebanyak ml sampel dan ditimbang massanya.
4. Densitas sampel dihitung dengan persamaan:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Hasil yang telah didapatkan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
Table 4.1 Hasil Percobaan Resin Urea Formaldehid (RUF)

Kadar Formadehid
No Waktu Viskositas Densitas Suhu
Bebas pH
Sampel (menit) (cP) (gr/ml) (C)
(gr/ml)
0 0 0,065 1,0683 3,6 10 34
1 0 0,0635 1,1432 3 10 34
2 10 0,096 1,150 2,4 8 89
3 20 0,098 1,151 3,038 8 91
4 30 0,093 1,152 1,823 8 91
5 40 0,093 1,153 1,845 8 93
6 50 0,105 1,155 1,823 8 93
7 60 0,105 1,156 1,2 8 93

4.2 Pembahasan
Percobaan mengenai Resin Urea Formaldehid (RUF) yang memiliki tujuan
untuk mempelajari pengaruh perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan reaksi
dan hasil pada tahap intermediate. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan suatu reaksi adalah perbandingan
mol reaktan yang digunakan di mana mol formaldehid dan mol urea berbanding
1,2. Massa urea yang digunakan pada percobaan ini yaitu 73,51 gram. Massa
formaldehid yang digunakan sebanyak 40% dari massa larutan formaldehid.
Sampel nomor 0 yaitu reaksi antara formalin yang ditambahkan katalis
amonia pekat (NH3) dan buffering agent (Na2CO3) yang belum melalui proses
pemanasan. Fungsi penambahan katalis amonia pekat pada percobaan ini agar
reaksi yang terjadi berlangsung cepat, hal ini dikarenakan katalis ini akan
menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
untuk memperoleh produk sehingga waktu reaksi lebih cepat dan dengan penambahan
katalis ini dapat meningkatkan kerja tumbukan partikel sehingga mempercepat laju
reaksi. Sedangkan pada tahap curing di mana pada tahap ini dilakukan proses
pemanasan, katalis berfungsi sebagai penyerap panas. Sedangakan fungsi penambahan
buffering agent yaitu menjaga kondisi pH reaksi agar tidak berubah tiba-tiba
secara drastis dan tetap stabil, serta larutan buffer ini juga mengandung suatu
komponen asam atau basa yang tidak saling bereaksi. Sehingga ion H+ atau OH-
yang lepas akan digantikan oleh larutan buffer, meskipun pergantiannya tidak
maksimum. Kemudian setiap pengambilan sampel dilakukan pengadukan yang
bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi dan untuk mempercepat
perpindahan massa sehingga terjadinya homogenisasi. Selain itu pengadukan juga
berfungsi untuk menghambat terjadinya pembekuan resin, sehingga larutan mudah
dianalisa dengan baik. Sampel nomor 1 diambil setelah dilakukan penambahan
urea yang bertujuan agar terbentuk nya resin urea formaldehid.

4.2.1 Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Densitas


1.16 1.16
1.16 1.16
1.16 f(x) = 0 x + 1.15
1.15 R² = 0.98
1.15
1.15 1.15
Densitas

1.15 1.15
(gr/ml)

1.15 1.15
1.15
1.15
1.15
1.15
1.15
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu Pemanasan
(menit)

Gambar 4.1 Grafik hubungan waktu pemanasan terhadap densitas


Terlihat bahwa semakin lama waktu pemanasan, maka densitas yang
dihasilkan juga semakin tinggi yaitu 1,150; 1,151; 1,152; 1,153; 1,155; dan 1,156
dalam satuan gr/ml. Hal ini dipengaruhi oleh massa sampel pengujian di mana
semakin lama waktu pemanasan maka partikel-partikel larutan semakin rapat yang
mengakibatkan massa sampel pengujian semakin berat (Geankoplis, 1993 ).

4.2.2 Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Viskositas


0.11
0.11 0.11
0.11
Viskositas

0.1 f(x) =0.1


0 x + 0.09
0.1 R² = 0.41
0.1 0.09 0.09
(cP)

0.09

0.09
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Pemanasan
(menit)
Gambar 4.2 Grafik hubungan waktu pemanasan terhadap viskositas
Terlihat bahwa semakin lama waktu pemanasan, maka viskositas yang
dihasilkan juga semakin tinggi yaitu 0,096; 0,098; 0,093; 0,093; 0,105; dan 0,105
dalam satuan cP.
Perubahan viskositas yang semakin meningkat dikarenakan oleh resin urea
formaldehid yang terbentuk akan semakin banyak dan larutan menjadi agak
kental, sehingga partikel–partikel menjadi lebih rapat (Geankoplis, 1993 ).

4.2.3 Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap pH

10
8 f(x) = 0.18
8 x 8 8 8 8
8
6
pH

4
2
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Pemanasan
(menit)
Gambar 4.3 Grafik hubungan waktu pemanasan terhadap pH
pH pada percobaan ini diantara 8-10 untuk sampel nomor 0-7, hal ini
dikarenakan adanya penambahan buffer agent yaitu Na2CO3 yang menjaga reaksi
agar tetap pada pH tersebut. Kondisi ini diperlukan agar reaksi metilolasi
berlangsung sehingga harus dilakukan pengontrolan pH karena turunan metilol
apabila berada pada suasana asam akan berkondensasi cepat membentuk senyawa
Goldsmith dan senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul polimer yang
dihasilkan rendah. Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena mempunyai rantai
polimer lebih pendek tetapi stabil terhadap panas (Fessenden, 1997).

4.2.4 Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Kadar Formaldehid


Bebas
Kadar Formaldehid Bebas

3.5 3.04
3
2.4
2.5 f(x) = − 0.03 x + 2.98
1.82 1.85 1.82
2 R² = 0.67
1.5 1.2
1
0.5
(gr/ml)

0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Pemanasan
(menit)
Gambar 4.5 Grafik hubungan waktu pemanasan terhadap kadar
formaldehid bebas
Peniter yang digunakan pada percobaan ini yaitu HCl di mana semakin
lama waktu reaksi berjalan maka volume peniter yang dibutuhkan untuk proses
titrasi semakin sedikit, yaitu mulai dari 0,6 ml hingga 0,2 ml. Hal ini dipengaruhi
dengan kadar formaldehid bebas, dengan menganalisa seberapa banyak formalin
yang telah bereaksi dengan urea dan membentuk resin urea formaldehid. Terlihat
bahwa bertambahnya waktu reaksi, maka formalin yang bereaksi semakin banyak
sehingga kadar formalin bebas semakin berkurang yang akan mengakibatkan
penurunan konsentrasi formaldehid bebas (Geankoplis,1993).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini yaitu:
1. Fungsi penambahan buffering agent (Na2CO3) yaitu menjaga kondisi pH
reaksi agar tidak berubah tiba-tiba secara drastis dan tetap stabil.
2. Fungsi penambahan katalis amonia pekat pada percobaan ini untuk
mengurangi energi aktivasi pada reaksi sehingga reaksi berlangsung
dengan cepat.
3. Densitas semakin meningkat pada waktu pemanasan yang lebih lama
dikarenakan oleh massa sampel semakin berat.
4. pH pada sampel nomor 2-7 yaitu 8, hal ini dikarenakan adanya
penambahan buffer agent yang menjaga reaksi agar tetap pada pH tersebut.

5.2 Saran
Adapun saran yang diperoleh setelah melakukan percobaan ini yaitu:
1. Harus menggunakan safety selama percobaan berlangsung agar terhindar
dari bahaya bahan kimia yang beracun, seperti amonia pekat, asam klorida
dan formalin.

Anda mungkin juga menyukai