Anda di halaman 1dari 7

A.

Definisi

Chronic Kidney Disease CKD adalah suatu proses patologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya dan
berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu
sindrom Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat dekstrusi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah (Sari &
Muttaqin, 2011).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah sindrom klinis yang umum pada stadium lanjut
dari semua penyakit ginjal kronik yang ditandai oleh uremia (Depkes RI, 1996 : 61 di dalam
Haryono, 2013 ). CKD adalah kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan irevesible sehingga
fungsi ginjal menghilang (Lyndo, 2014).

Berdasarkan dari beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa CKD adalah kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel. Sehingga fungsi ginjal tidak
optimal dalam mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
menyebabkan uremia. Diperlukan terapi yang membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa
kondisi diperlukan transplantasi ginjal.

B. Etiologi

Yang menyebabkan Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kehilangan fungsi ginjalnya
secara bertahap, kerusakan sudah terjadi selama lebih dari 3 (tiga) bulan. Selain itu, hasil
pemeriksaan juga menunjukan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal. Kondisi tersebut
disebabkan oleh : Penyakit glomerular kronis, Infeksi kronis, Kelainan kongenital, Penyakit
vaskuler, Obstruksi saluran kemih, Penyakit kolagen, Obat-obatan nefrotoksi (Muhammad,
2012).
Sedangkan menurut Haryono (2013) yang menyebabkan gagal ginjal kronik adalah
penyakit peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pascainfeksi streptococcus. Untuk
glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan
zat-zat nitrogen berkurang sehingga

C. Manifestasi klinis

Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10% dari
keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita syndrome uremik, yaitu
suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen akibat
gagal ginjal.
Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik, yaitu :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta metabolit lainya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoeitin).
b. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainya (dasar
kelainan system ini belum banyak diketahui), (Suharyanto & Madjid, 2009).
Manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2001; 1449) di dalam, Haryono (2013) antara lain
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system reninangiotensi-aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan
otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.

D. Patofisiologi

Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD ) pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (Surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladapsi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit CKD
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerlus maupun
tubulointerstitia ( Price, 2006).

E. Komplikasi

1). Fisiologis

Menurut Smeltzer (2000) di dalam (Haryono, 2013) komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup:
a. Hiperkalemia, akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukkan diit
berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin, angiotensin,
aldosteron.
d. Anemia, akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi

e. Penyakit tulang, akibat retensi fosfat, kadar kalium serum yang rendah metabolism vitamin D,
abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
2). Psikologis
a. Emosi: Mayoritas pasien mengalami perasaan takut. Merasa takut akan masa depan dan rasa
marah yang berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal itu menimpa dirinya. Kesedihan dan
kedukaan juga sering muncul karena perasaan tidak berdaya karena seumur hidup tergantung
dengan alat cuci ginjal.
b. Harga diri : Pasien gagal ginjal seringkali kehilangan kontrol. Mereka membutuhkan waktu
untuk beradaptasi dan menyesuaikan dirinya dengan penyakitnya. Menerima dengan ikhlas
penyakitnya. Perubahan peran yang selama ini dijalankan, akibat penyakit menjadi berubah.
Kondisi tidak sama lagi, apalagi dengan peralatan yang menempel di tubuhnya, kebanyakan akan
memengaruhi kepercayaan diri dan citra diri pasien.
c.Gaya hidup : Pelaksanaan diet, pembatasan cairan akan membuat pola makan berubah.
Rutinitaskontrol/terapi juga akan memengaruhi rutinitas keseharian. Bahkan pada kasus tertentu,
adanya komplikasi membuat pasien harus keluar dari pekerjaannya
c. Fungsi Seksual : Fungsi seksual pada pasien yang mengalami gagal ginjal akan sering
terpengaruh. Hal ini bisa disebabkan karena faktor organik ( perubahan hormonal atau karena
insufisiensi vaskuler pada kasus gagal ginjal dengan diabetes), psikososial (perubahan harga
diri,citra diri dan perasaan tidak menarik lagi) atau masalah fisik (distensi perut, perasaan tidak
nyaman dan keluhan-keluhan fisik akibat uremmia).

F. Pathway

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Urin
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria)/anuria.

Warna: secara abnormal urin keruh,mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel
koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin,
forffirin.
Berat jenis: < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Osmolaritas: < 350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio
urin/sering 1:1.

Kliren kreatinin: mungkin agak menurun

Natrium: > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.


Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secar bulat, menunjukkan kerusakan glomerulus jika
SDM dan fagmen juga ada. pH, kekeruhan, glukosa, SDP dan SDM.
2. Darah
BUN: Urea adalah produksi akhir dari metabolise protein, peningkatan
BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal ginjal.
Kreatinin: produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan
kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kr eatinin meningkat.
Elektrolit: natrium, kalium, kalsium dan posfat.
Hematology: Hb, thrombosit, Ht dan leukosit.
3. Pielografi intravena

Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter, pielografi retrograde dilakukan bila dicurigai
ada obstruksi yang reversible arteriogram ginjal. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler massa.
4. Sistouretrogram

Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.


5. Ultrasonografi ginjal

Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal

Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologist.
7. Endoskopi ginjal nefroskopi

Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif.
8. EKG

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan pengangkatan tumor selektif


(Haryono, 2013).

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suharyanto & Madjid, 2009) penatalaksanaanya yaitu :
1. Obat-obatan

Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furesemid (membantu
berkemih), transfusi darah.
2. Intake Cairan dan Makanan
a. Minum yang cukup
b. Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8) gram/kg BB) bisa memperlambat perkembangan
gagal ginjal kronik.
c. Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema (penimbunan cairan di dalam
jaringan) atau hipertensi.
d. Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau menjalani
dialisa.
e. Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam darah tinggi hal ini akan
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi, seperti stroke dan serangan jantung. Untuk
menurunkan kadar trigliserida, diberikan gemfibrosil.
f. Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam (natrium)
dalam darah.

g. Makanan kaya kalium harus dihindari, hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam darah)
sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya gangguan irama jantung dan cardiac
arrest.
h. Jika kadar kalium terlalu tinggi maka diberikan natrium polisteren sulfonat untuk mengikat
kalium sehingga kalium dapat dibuang bersama tinja.
i. Kadar fosfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan makanan kaya fosfat
(misalnya produk olahan susu, hati, polong, kacang-kacang dan minuman ringan).

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis lanjut transplantasi ginjal. Dialysis
dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaaan klinius yang optimal sampai
tersedia donor ginjal. Dialysis dilakuakan apabila kadar kreatinin serum biasanya di atas 6
mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/ 100mlpada wanita, GFR kurang dari 4 ml/menit.
Adapula rencana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal sesuai dengan derajatnya :
a. Dengan LFG lebih dari atau sama dengan 90% yaitu dengan
terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan funsi ginjal, memperkecil risiko
kardiovaskular.
b. Dengan LFG 60-89% yaitu dengan menghambat pemburukan fungsi ginjal.
c. Dengan LFG 30-59% yaitu dengan evaluasi dan terapi komplikasi.
d. Dengan LFG 15-29% yaitu dengan memberikan persiapan untuk terapi pegngganti ginjal.

e. Dengan LFG di bawah 15% yaitu dengan memberikan pengganti ginjal.

I. Pengkajian

A. Pengkajian Primer

J. Diagnosa Keperawatan

K. Intervensi

Daftar pustaka

Laporan kasus

Anda mungkin juga menyukai