Galatia :1:11-24
Oleh: Pdt. Pudjianto
Satu lagi hal yang diungkap Paulus tentang dirinya, dan ungkapan
itu adalah merupakan keyakinannya yang mendorong dia untuk
bertahan sampai akhir hidupnya. Inilah tulisannya: “Tetapi waktu
Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil
aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di
dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa
bukan Yahudi, maka sesaat pun aku tidak minta pertimbangan
kepada manusia”(ayat 15-16). Perhatikan kata tetapi. Sebenarnya
Paulus maunya bukanlah menjadi hamba Kristus. Ia malah ingin
menghancurkan pengikutnya. Tetapi… ! Semuanya menjadi
berubah karena Dia Yesus Kristus. Paulus yakin bahwa dirinya
telah dipilih sejak kandungan ibunya. Keyakinan bahwa ia sudah
dipilih itulah ia mau membayar harga, berapapun harganya,
termasuk sampai harus membayar dengan nyawanya.
Membaca apa yang terungkap dari ayat-ayat bacaan kita ini, maka
bisa dimengerti bahwa kadang-kadang orang masih kurang yakin
akan kesungguhan pertobatan seseorang. Terlebih latar belakang
orang tersebut tadinya sangat membenci kekristenan. Maka akan
banyak timbul pertanyaan: “Benarkah orang itu bertobat? Saya
tidak percaya begitu saja. Lihat pengalaman sebelumnya?”. Dan
masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang terjadi. Demikian
juga Paulus walaupun ketika itu sudah mendapat pengesahan dari
soko guru Jemaat Yohanes, Petrus, Yakobus berkaitan dengan
kesungguhan pertobatannya, namun tetap saja keraguan itu masih
ada di dalam benak orang-orang percaya di Yerusalem ketika itu.
Paulus menyadari hal tersebut. Maka ia mengasingkan diri selama
14 tahun untuk menguji panggilan dan juga pertobatannya.
“Kemudian setelah lewat empat belas tahun, aku pergi pula ke
Yerusalem dengan Barnabas dan Titus pun kubawa juga” (ayat 1).
Apa yang disaksikan Paulus itu menjadi pelajaran bagi kita. Saat ini
memang berkembang ajaran-ajaran yang mengurangi nilai
pengorbanan Tuhan Yesus. Guru-guru yang datang ke orang-orang
yang sudah percaya itu mengembalikan ajaran bahwa keselamatan
yang diterima oleh manusia itu atas hasil usaha manusia. Percaya
Yesus iya, tetapi supaya lebih sempurna harus ditambahkan dengan
usaha manusia. Sunat. Ajaran itu yang berkembang pada waktu itu
di Galatia. Bahkan ajaran itu sampai masuk di gereja, keselamatan
itu akan bertambah sempurna apabila di tambah dengan ini dan itu.
Paulus dengan tegas menyatakan bahwa keselamatan hanya
diterima karena iman kepada Yesus Kristus, titik. Perubahan hidup
baru oleh seseorang karena memang ada pembaharuan yang Tuhan
lakkan, bukan karena usaha manusia. Tetapi Roh Kudus yang
dikaruniakan kepada setiap orang yang percaya. Roh Kudus itulah
yang akan menyadarkan, mengingatkan, kepada orang yang
percaya untuk menuntun supaya hidupnya berkenan kepada Tuhan
dan memuliakan Tuhan.
005 “Selamat hari raya Imlek bagi yang merayakan, kiranya berkah
kelimphan tercurah bagi semua kita”
Sudah tentu hal tersebut menjadi pelajaran bagi kita. Jika kita
masih menunjukkan keegoisan kita, jika kita masih berpikir
kepentingan sendiri, tanpa memperhitungan kepentingan bersama.
Maka sebenarnya iman kita kepada Yesus Kristus masih
dipertanyakan. Paulus menulis demikian: “Jadi karena dalam
Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh,
ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah
sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu
kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan
sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan
rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari
pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang
lain juga” (Filipi 2:1-4).
Di dalam pergaulan kita dengan sesama maka mau atau tidak harus
diakui bahwa orang Kristen memiliki kata yang sama yang sering
dipergunakan baik oleh orang Kristen sendiri maupun oleh orang
yang bukan orang Kristen, namun memiliki arti dan makna yang
berbeda. Sebagaimana contoh kata keselamatan. Orang yang tidak
percaya, bila berbicara masalah keselamatan. Mereka mengartikan
keselamatan itu hanyalah selamat dari bencana, bisa lulus dengan
baik, aman, sentosa, tidak kurang apapun, sehat, tidak gagal di
dalam menjalani kehidupan dsb. Berbeda dengan orang Kristen,
jika bicara tentang keselamatan, arti dari pada kata keselamatan di
dalam benak orang Kristen begitu dalam, karena menyangkut
anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia lewat
pengorbanan Tuhan Yesus Kristus, untuk manusia supaya
menerima hidup yang kekal. Jadi artinya dan maknanya dalam
sekali.
Ada kata lagi menjadi saksi. Orang dunia mengartikan menjadi
saksi adalah di pengadilan, untuk mengatakan kebenaran suatu
persoalan yang menyangkut orang lain sejauh kita tahu. Dan apa
yang dikatakan saksi itu sangat berpengaruh terhadap si terdakwa
dalam dan dangkalnya putusan hukuman yang harus ia terima.
Berbeda dengan arti sebagai orang Kristen. Menjadi saksi untuk
orang kristen adalah berkaitan dengan pembicaraan kita dengan
sesama yang ada hubungannya dengan keselamatan kekal melalui
percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Setiap orang kristen memiliki
kewajiban yang sama untuk menjadi saksi di dalam kehidupannya
ini.
Jika kita memang sebagai orang Kristen yang sungguh maka kita
akan mengerti makna khusus dari kata-kata tersebut. Jika
pemahaman kita masih sama dengan orang-orang yang belum
percaya kepada Tuhan mengenai kata keselamatan, menjadi saksi
ini, maka sebenarnya kekristenan kita masih perlu dipertanyakan.
Sejauh manakah kedalaman pengenalan terhadap Sang Juru selamat
yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia itu. Terlebih lagi,
jika kita masih mudah terombang-ambingkan oleh angin ajaran
yang lain-lain sehingga harus meninggalkan iman kepada Yesus
Kristus, sikap itu artinya belum memiliki kedalaman pengertian
mengenai keselamatan di dalam Yesus, maka berlaku tulisan
Paulus kepada kita: “Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai
dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam
daging?” (Galatia 3:3)
Apa yang ditulis Paulus itu merupakan pelajaran juga bagi kita.
Kita tidak perlu goyah dengan angina ajaran yang saat ini
berkembang di dunia ini. Dan kita sadari banyak yang memikat
orang-orang yang tadinya percaya kepada Tuhan Yesus. Dalam
tulisan lain Paulus mengatakan: “….kita bukan lagi anak-anak,
yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh
permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang
menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di
dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia,
Kristus, yang adalah Kepala” (Efesus 4:14-15).
IMAN MUNDUR
Galatia 3:1-9
Oleh: Pdt. Pudjianto
Orang Kristen Galatia yang tadinya percaya bahwa keselamatan
hanya diterima di dalam Yesus Kristus, lantas berbalik bahwa
dengan melakukan hukum torat mendapatkan keselamatan, bisa
dikatakan iman orang itu mundur. Ilustrasi seorang hamba Tuhan
senior dalam menjelaskan hal ini sangat menarik. Satu keluarga
bertamasnya ke gunung dengan mengendarai mobil. Udara di
gunung itu memang bersih, segar, dan menyenangkan. Oleh karena
kondisi gunung yang demikian, maka keluarga itu kuatir knapot
mobilnya mengotori udara di gunung tersebut. Maka mobil itu
tidak dihidupkan mesinnya, namun mobil itu di dorong saja. Sudah
tentu sangat berat sekali, dan belum tentu mobil itu bisa sampai ke
puncak jika hanya di dorong pakai tenaga manusia. Bagi orang
yang melihat keluarga ini mendorong mobilnya tentu sangat aneh
sekali. Mengapa orang menjadi bersusah payah yang seharusnya
tidak perlu itu? Itulah Paulus menulis kepada orang Kristen di
Galatia: “Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan
hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil?
Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah
kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” (ayat 2-3).
Yang ada dalam torat adalah kutuk dan kutuk, atau hukuman dan
hukuman. Dan pada kenyataannya manusia tidak bisa melakukan
segenap aturan yang ada di dalam hukum torat. Pada hal untuk
manusia bisa memperoleh hidup harus melakukan hukum torat
tersebut. Allah melihat kegagalan itu dan manusia akan menjadi
terkutuk di dalam pemandangan Allah oleh karena pada
kenyataannya manusia tidak bisa melakukan hukum yang
diberikanNya. Namun, Allah itu memiliki hati yang penuh kasih.
Maka manusia diberi jalan keluar Dia sendiri yang menjadi
manusia yang setiap tahun ada peringatan kelahiranNya, yaitu
Natal. Siapa yang percaya kepadaNya, tidak lagi dibawah kutuk
namun malah mendapatkan anugerah Allah apa yang dinamakan
HIDUP. Mengapa bisa demikian, karena memang Allah yang
menjadi manusia berujud Yesus Kristus itulah yang bisa melakukan
Hukum torat dan untuk itu ia Mati disalipkan untuk penebusan
kegagalan manusia, tiga hari kemudian bangkit. Pengorban untuk
keselamatan manusia itu satu kali saja dan sempurna, menjadi
perkenan Allah Bapa. Siapa yang percaya akan HIDUP karenanya.
Peringatan Paulus kepada orang-orang Galatia itu juga merupakan
peringatan kepada kita. Kita tidak mampu melakukan hukum torat
itu. Dan jika kita tidak mampu melakukan maka kita dibawah
kuduk. Diingatkan bahwa tanpa anugerah Allah maka kita akan
hidup di bawah kutuk. Hanya satu cara untuk membebaskan kita
dari kutuk yaitu percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Yohanes
menyaksikan: “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan
dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah
hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”
(Yohanes 3:18).
Menyimak apa yang ditulis Paulus dalam Galatia 3:15-22 ini, ada
lagi yang menarik. Bahwa antara janji Allah dengan Hukum Torat
tidak bisa dicampur. Mereka tidak bisa dijadikan satu. Hal yang
demikian sampai Paulus mengingat kembali bagaimana bangsa
Israel menjadi budak selama 430 tahun. Dan pada waktu itu Allah
membebaskan bangsa Israel dan hukum itu diberikan ketika di
dalam perjalanan pembebasan tersebut. Sedangkan janji Allah itu
diberikan ketika pada jaman Abraham. Janji itu kepada Abraham
itu tidak dikatakan Allah: “Kalau kamu hidup benar maka…..”
bukan begitu. Tetapi Allah bersabda: “Aku akan mengadakan
perjanjian….”. Dan janji itu penggenapannya adalah Kristus. Dan
Janji Allah itu tidak bisa dibatalkan oleh karena Hukum Torat.
Tulisan Paulus: “Kalau demikian, apakah maksudnya hukum
Taurat? Ia ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran --
sampai datang keturunan yang dimaksud oleh janji itu -- dan ia
disampaikan dengan perantaraan malaikat-malaikat ke dalam
tangan seorang pengantara” (ayat 19).
Dari apa yang ditulis Paulus tersebut ada satu hal yang kita bisa
belajar. Kalau ingin tahu siapakah diri kita yang sebenarnya, maka
kita mencoba membaca seluruh hukum Torat. Dengan membaca
dan mempelajarinya maka kita tahu bagaimanakan kita di hadapan
Allah. Siapakah diantara kita yang tidak pernah bersalah dalam
kehidupan kita? Pada hal namanya salah itu dosa. Orang berdosa
tidak bisa masuk sorga. Orang berdosa tidak ada lain harus
menerima hukuman. Hukum Torat memperlihatkan kepada kita
bertapa kita orang yang bobrok, berdosa, dan tidak berdaya.
Ketidakberdayaan kita untuk hidup benar itulah, Yesus Kristus
menebusnya. Petrus menulis: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah
ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari
nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula
dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal,
yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak
bernoda dan tak bercacat” (I Petrus 1:18-19).
Dan yang disebut “iman itu telah dinyatakan”, itu memang sudah
terjadi. Yaitu Kristus telah menjadi manusia. Maka fungsi dari
penuntun sudah berakhir, dan sekarang jamannya anugerah. Tidak
lagi dikurung oleh hukum namun sekarang di dalam iman yang
memberi kemerdekaan yang sempurna. Bisa dikatakan guna dari
pada Hukum Torat itu adalah sampai kepada Kristus datang. Itulah
Paulus menulis: “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita
sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (24).
Jika orang sudah percaya Yesus maka orang tersebut menjadi
keluarga Allah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari apa yang dituli rasul Paulus
tersebut adalah
1. Kita sudah menjadi keluarga Allah, maka kita tidak lagi ada
di bawah pengawasan penuntun. “Sebab kamu semua
adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus
Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus,
telah mengenakan Kristus”(ayat 26-27).
2. Hubungannya setelah kita di dalam Yesus Kristus, maka
Yesus Kristus akan tinggal di dalam kita, dan juga tinggal
diantara orang percaya lainnya. “Dalam hal ini tidak ada
orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau
orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena
kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (28). Di
dalam Kristus tidak ada lagi yang lebih tinggi derajatnya
semua di mata Kristus adalah sama.
3. Orang yang beriman kepada Kristus menjadi orang yang
diperkenan Allah. Tulisan Paulus selanjutnya. ” Dan jikalau
kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah
keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (ayat
29)
Jika pada saat ini kita menjadi orang percaya, maka kita sudah
ditetapkan oleh Bapa di Sorga bahwa memang sudah waktunya kita
menerima Keselamatan itu. Setelah kita menerima keselamatan
jangan kita kembali lagi ke hidup yang lama. Hidup lama yang
dijajah oleh keinginan-keinginan yang melawan kehendak Allah.
Tulisan Paulus yang sangat meneguhkan: “ Kamu dahulu sudah
mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu
hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena
kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang
sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu
kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di
dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan
pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang
yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Tetapi Allah
yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang
dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-
sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-
kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan -- dan di
dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan
memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya
pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan
kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-
Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang
yang memegahkan diri” (Efesus 2:1-81)”.
Jika memperhatikan apa yang ditulis oleh Paulus ini, maka kita
akan merasakan sebuah ungkapan penyesalan yang dalam terhadap
orang-orang Kristen di Galatia yang begitu saja gampang terbujuk
oleh guru-guru palsu. Dan kali ini bukan hanya menyesatkan
pemahaman namun saat ini yang diserang adalah pribadi Paulus,
sebagai orang yang tidak pantas mengajarkan kebenaran kepada
mereka. Pada hal pada awalnya waktu Paulus datang pertama kali
bahkan dalam keadaan sakit di terima seperti Malaikat. Tetapi kali
ini sangat berbeda setelah Guru-guru palsu itu berdatangan kepada
mereka. Pengalaman demikian juga dialami di orang-orang Kristen
di Korintus. Di Korintus ini Paulus di anggap sebagai orang yang
munafik. Apa yang ditunjukkan dalam suratnya berbeda dengan
kalau bertemu langsung. Suratnya tegas dan keras, namun kalau
sudah bertemu langsung, Paulus bersikap lembek. (I Korintus 10:9-
10) Lain lagi kritikan orang-orang Kristen di Tesalonika, mereka
menilai demikian : “Paulus itu bukan orang yang hangat dan
lembut dan tidak memiliki hati gembala. Ia keras kepala, penuh
perhitungan, dingin, teologis, dogmatis, kaku, suka menyerang, dan
tidak ramah. Ia keras, pembenci wanita, dan pilih kasih.”
Demikian orang-orang Tesalonika menilai Paulus dan itu bisa
dilihat dalam I Tesalonika 5:5-6). Tidak luput orang Galatia juga
menilai Paulus tidak seperti seharusnya, mereka meragukan
kerasulan Paulus.
Dari apa yang dialami Paulus maka kita tidak bisa menampik
anggapan orang terhadap kita, dan kadang-kadang menilai kita
tidak sesuai dengan yang seharusnya, dan cenderung kebanyakan
orang merendahkan. Terlebih apabila penampilan kita tidak
mendukung jabatan yang kita pegang. Maka dinilai tidak pada
tempatnya adalah hal yang sering terjadi. Namun, apabila kita
menyadari seperti Paulus keyakinan panggilan, maka kita tidak
perlu sakit hati anggapan apapun terhadap kita, karena buah-buah
kehidupan kita yang sesuai dengan panggilan kita itu akan
membuktikan kepada orang-orang yang menilai tidak pada
tempatnya tersebut. Oleh karena itu perlu kita memperhatikan
nasihat Paulus : “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih,
berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan
Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan
jerih payahmu tidak sia-sia” (I Korintus 15:58).
Sebagian orang tidak puas hatinya jika melihat orang lain salah
menegur dengan lemah lembut. Pendapat mereka adalah jika
melihat orang lain melakukan kesalahan harus ditegur dengan
keras. Hal tersebut dilakukan untuk membuat orang itu tidak
melakukan kesalahan lagi. Nampaknya, Paulus pada suratnya
kepada orang-orang Kristen di Galatia itu demikian keras pada
pasal-pasal awal. Namun, dalam ayat 12 pasal 4 ini, Paulus sadar,
bahwa tidak harus dengan kekerasan melulu. Ia mulai menulis
dengan kata-kata yang lembut. “Aku minta kepadamu, saudara-
saudara, jadilah sama seperti aku, sebab aku pun telah menjadi
sama seperti kamu. Belum pernah kualami sesuatu yang tidak baik
dari padamu”(ayat 12). Bahkan Paulus menuliskan juga kenangan
lama ketika Paulus datang pertama kali di Galatia, walaupun dalam
kondisi yang sakit, tidak disebutkan sakit apa, hanya di tulis sangat
hina dan menjijikan, namun orang-orang Galatia menyambutnya
dengan hangat, tidak memperhitungkan kondisi yang jelek pada
waktu itu. Bahkan disebutkan sambutannya seperti menyambut
malaikat Allah.
Apa yang ditulis Paulus kali ini memang merupakan pelajaran yang
indah bagi kita bilamana kita mendapatkan sesama kita melakukan
kesalahan. Tidak perlu menegur dengan keras, namun teguran itu
bisa dilakukan dengan lembah lembut dan dengan penuh
persahabatan.
Apa yang ditulis Paulus, dan peristiwa yang terjadi tersebut adalah
merupakan pelajaran bagi kita di dalam mengawali tahun 2015 ini.
Tetapkah kita tegak berdiri di dalam kebenaran? Tetap setiakah
kepada kebenaran yang sejak awal kita menerimanya merupakan
jalan satu-satunya untuk kita bisa bersekutu dengan Allah? Jika kita
melihat hidup di dunia ini ada akhirnya, dan hanya kebenaran
dalam hal ini Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan yang menjadi
perkenan Allah, maka kita tidak akan menjadikan dunia ini
tumpuan hidup kita. Tumpuan hidup kita hanya kepada Dia yang
telah memberikan jaminan keselamatan kepada kita.
Pada waktu Tuhan Yesus bertemu dengan para ahli torat yang
seolah-olah melakukan ketaatan terhadap Torat, ternyata dalam hati
mereka mencari kebanggaan dan penghormatan dari manusia.
Tidak salah ketika itu Tuhan menyebut mereka sebagai kubur yang
dilabur putih. Artinya nampak di luar suci, bersih, namun di
dalamnya penuh dengan kebusukan dan kesrakahan yang
menjijikan. Paulus sungguh memahami hal ini, karena ia berlatar
belakang yang sama. Maka jikalau Paulus heran terhadap orang-
orang Kristen Galatia yang meninggalkan Kristus dan kembali
hidup lama adalah merupakan hal yang wajar. Karena memang
sebenarnya ketaatan yang dilakukan hanya untuk menyenangkan
diri sendiri, untuk kepentingan kelompok.
031
MENYUNATKAN DIRI BERATI BERGABUNG
Galatia 5:1-12
Oleh: Pdt. Pudjianto
Dari sini kita belajar dari apa yang terjadi di dalam orang-orang
Kristen Galatia. Aturan memang diperlukan dalam membangun
sebuah persekutuan. Memang dibutuhkan untuk semua pelayanan
dan hubungan sesama orang percaya bisa berjalan lancar. Namun,
perlu diingat jangan sampai aturan-aturan yang dibuat justru
menghalangi orang masuk di dalam persekutuan dengan Yesus
Kristus yang telah memberikan kemerdekaan sejati. Aturan-aturan
dibuat jangan merampas sukacita , membebani, dan menghalangi
seseorang sebagai orang percaya untuk dekat dan hidup dalam
kebenaran Kristus. Orang yang bertemu dengan Kristus akan
menikmati kegembiraan dan kegembiraan itu tidak ada yang bisa
merampasnya. Seperti sabda Yesus: “…..tetapi Aku akan melihat
kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun
yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu”.(Yoh
16:22).
Dari apa yang ditulis Paulus ini kita belajar bahwa kita sudah
memiliki harta yang berharga di dalam hidup yaitu keselamatan
oleh karena anugerah. Dan keselematan itu kita terima tidak dengan
melakukan apa-apa, benar-benar karena anugerah. Korban Kristus
sudah sempurna dan tidak perlu di tambah macam-macam lagi.
Oleh karena itu kita harus mempertahankan anugerah itu dalam
hidup kita. Karena memang itu adalah harta yang sangat bernilai
bagi hidup kita.
Tulisan dalam surat Galatia 5:13-15 ini bisa menjadi cermin bagi
kehidupan kita. Sejauh mana kita bisa mengetrapkan kemerdekaan
di dalam hidup kita. Benarkah kita sudah terbebas oleh dosa dari
hidup kita. Benarkah kita memiliki kebebasan melakukan kasih
terhadap sesama? Benarkah kita bisa menerima kenyataan
kelemahan orang lain?
Memang waktu 2 hari libur dan lepas dari tugas rutin itulah yang
ditunggu-tunggu semua orang yang menjadi Marinir tersebut.
Ketika hari itu tiba, mereka langsung berhambur ke darat. Mereka
sungguh-sungguh menggunakan kemerdekaan itu, namun
kemerdekaan yang tanpa kendali, lebih menuruti keinginan daging.
Mereka minum sampai mabuk, mereka berkelahi dengan orang-
orang darat, mereka bermain perempuan, dan akhirnya memang
ada yang sampai dipenjara karena melakukan dekadensi moral
yang parah.
Dari apa yang ditulis Paulus itu maka untuk kita harus
memperbaharui komitmen kita setiap bangun pagi untuk
membiarkan diri kita dipimpin oleh Roh Allah. Yang berikutnya
pembaharuan komitmen itu harus kita pelihara sampai sehari
penuh. Begitu seterusnya.
Tentu apa yang ditulis Paulus menjadi pelajaran bagi kita, untuk
tidak merasa berarti dan merasa di butuhkan. Kita harus melihat
sesama kita juga bahwa mereka juga memiliki talenta untuk
kebutuhan persekutuan kita lebih dari pada itu keberadaan sesama
dalam persekutuan sangat kita butuhkan.
Dari apa yang ditulis Rasul Paulus ini maka setiap orang yang
mengaku sebagai orang Kristen ditantang untuk bisa mawas diri.
Sejauh ini bagaimanakah sikap dalam ibadah… sikap dalam
pelayanan. Apakah untuk pameran, untuk persaingan atau memang
benar-benar untuk kemuliaan Tuhan dan tidak ada diri sendiri
untuk ditonjolkan di situ…! Apakah keberadaan orang lain sebagai
saingan? Jika demikian maka jerih payah itu tidak ada gunanya,
karena Dia yang kita layani dan kepada Dia kita ibadah tidak
berkenan.
Kita harus akui bahwa sampai saat ini, orang-orang yang senang
menjadi tanggungan orang lain itu banyak. Pada hal sebenarnya
mengangkat bebannya sendiri bisa. Contoh seorang ibu di suatu
gereja. Memang dia seorang janda, namun anak-anaknya bisa
dikatakan berhasil, ada yang bekerja di Bank, menjadi pendeta
bahkan beliaunya sendiri mendapat pensiun dari almarhum
suaminya. Namun, ibu ini masih mengharapkan bantuan dari
gereja. Mendapatkan jatah beras setiap bulan. Nah, yang seperti ibu
ini yang tidak diharapkan dari tulisan Paulus ini. Jika memang bisa
memikul bebannya sendiri kenapa harus merepotkan orang lain.
Bagi orang yang beriman nasihat Paulus ini perlu diperhatikan:
“Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu,
bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang
yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia
sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari
pada menerima."(Kisah 20:35)
Dari tulisan Paulus dan juga contoh peristiwa maka kita harus
mawas diri, sejauh ini apakah kita menjadi berkat bagi sesama kita.
Atau justru kita menambahi beban kepada sesama. Jika memang
kita sudah bisa memikul beban sendiri, sebaiknya kita menolong
sesama kita yang memiliki beban yang berlebihan. Jadikan apa
yang tertulis dalam Kitab suci ini menjadi pedoman hidup kita.
LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARI PADA MENERIMA”.
Jika kita diberi kesempatan memiliki segala fasilitas hidup, ingatlah
saudara kita yang kekurangan. Jangan lupakan bahwa pekerjaan
Tuhan juga membutuhkan uluran tangan kita.
Satu hal lagi yang diutarakan Paulus dalam suratnya kepada orang-
orang Kristen di Galatia adalah bahwa kriteria orang rohani yang
bertugas untuk membimbing orang yang kedapatan bersalah ke
dalam jalan yang benar seorang yang memilik roh lembah lembut.
Tulisan Paulus: “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan
melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus
memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut,
sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena
pencobaan”.(aya 1). Apakah yang dimaksudkan dengan dalam roh
lemah lembut tersebut? Menurut seorang hamba Tuhan kata dalam
roh lemah lembut artinya bahwa orang itu memiliki kelemah
lembutan. Di dalam kelemah lembutan tersebut artinya bahwa
seorang yang rohani tersebut , orang yang berkewajiban untuk
membimbing orang yang kedapatan bersalah keadalam jalan yang
benar itu, hendaknya orang yang di dalam hidupnya tunduk kepada
Allah. Dia adalah orang yang memiliki ketaatan terhadap kehendak
Allah. Yang ke dua orang tersebut senantiasa terbuka untuk diajar.
Walaupun ia sebenarnya sudah memiliki bobot untuk mengajar,
namun demikian ia memiliki sifat rendah hati, dia bersedia untuk
diajar orang lain. Ini menunjukan dia memiliki kerendahan hati.
Lantas yang ketiga orang tersebut memiliki pengertian. Ia tidak
maunya sendiri, ia benar-benar sebagai pembimbing yang penuh
pengertian tanpa meninggalkan prinsip kebenaran.
Dari sini kita bisa belajar dengan melihat kepada diri sendiri.
Apakah selama ini sudah melakukan seperti nasihat Paulus ini?
Atau kita tetap bertahan dengan sikap “mau ya begini tidak mau ya
begini”. Jika kita memiliki sikap yang “mau ya begini tidak mau
yang begini” maka kita bisa disebut sebagai orang yang tegar
tengkuk. Tidak mau berubah. Sudah tentu jika kita memiliki sifat
yang demikian tidak layak dan tidak akan dipercaya untuk
membimbing orang yang kedapatan bersalah ke jalan yang benar.
a. Hukum 1: Apa yang kita tuai sama dengan apa yang kita
tabur. Semua orang tahu hal ini. Jika seseorang
menanam jagung, maka ia tidak mungkin menuai
durian.
b. Hukum 2: Kita menuai di musim yang berbeda dengan
saat kita menabur. Setiap menabur harus menanti waktu
tertentu untuk bisa panen. Memang ada tanaman yang 3
bulan sudah panen, satu tahun, bahkan ada yang 20
tahun baru panen, ada yang ratusan tahu baru panen.
c. Hukum 3: Kita menuai lebih dari yang kita tabur.
Sepanjang yang bisa dilihat bahwa jikalau menuai apa
yang ditabur maka lebih banyak dari pada apa yang
sudah ditaburkan.
d. Hukum 4: Kita tidak bisa berbuat apa-apa dengan tuaian
yang lalu, tetapi kita bisa melakukan sesuatu untuk
tuaian yang akan datang. Mungkin ada waktu tidak bisa
panen taburan itu, namun di lain waktu taburan itu akan
berbuah. Bisa jadi tertunda pada waktunya untuk
menuai.
Dari tulisan Paulus ini kita bisa belajar bahwa dalam perbuatan
daging, atau penaburan yang bersifat kedagingan, tidak pernah
gagal di dalam menuai, mau atau tidak, dikehendaki atau tidak
maka memang harus menuai. Oleh karena itu berjagalah dan
berhati-hatilah menjalani kehidupan ini. Jaga kekudusan, kata
Rasul Petrus, jika memang ingin menjadi terang di tengah-tengah
dunia yang semakin gelap ini.