Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN


Tugas Ini Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Landasan Pendididkan
Prodi: Pendidikan Bahasa Arab

DOSEN PENGAMPU
Taufik Luthfi M.Pd
DI SUSUN OLEH :
Nama NIM
Muhammad Ma’arif : 0105.2101.018

Uswatun Hasanah : 0105.2101,028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


STAI DR.KHEZ. MUTTAQIEN 2021/2022
Jl.Baru Maracang, No. 35, Purwakarta,Telp/Fax.(0264)200092
e-mail : staimuttaqien@yahoo.co.id
website : www.staimuttaqien.ac.id
KATA P ENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala. Atas rahmat dan hidayah- nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Landasan Yuridis Pendidikan “
dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Landasan Pendidikan. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Landasan Yuridis Pendidikan bagi
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak. Taufik Luthfi M.Pd selaku guru
Mata Kuliah Landasan Pendidikan atas bimbingannya sehingga kami menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Penukis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kitik yang membangun diharapkan demi kesempuraan makalah ini

Purwakarta, November 2021

Penulis
DAF TAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………
DAFTAR ISI…….……………………………………….…….
BAB I PENDAHULUAN………….………………….……….
A. Latar Belakang……..…………..…………….…………………
B. Rumusan Masalah………..…….……………………………….
C. Tujuan………..…………….…………………………………....

BAB II PEMBAHASAN…………………..…………………..
A. Pengertian Landasan Yuridis Pendidikan……………………..
B. Penerapan Landasan Yuridis Dalam Pendidikan……………...
C. Peranan Pancasila Dalam Kehidupan Di Indonesia…………...

BAB III PENUTUP……………………………………………


A. KESIMPULAN………………...…….………………….…….
B. SARAN……………………………….……………………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………
BAB I
P ENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia,mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sehingga menuntut tiap – tiap Negara harus memiliki
peraturan Per- Undang- undangan sendiri, semua Tindakan yang dilakukan di Negara itu
didasarkan pada perundang- undangan tersebut. Negara Republik Indonesia mempunyai
beragai peraturan perundang- undangan yanag bertingkat, mulai dari UUD 1945, UU,
Peraturan Pemerintah, Ketetapan dan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hukumyang
harus ditaati, dimana UUD 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Landasan hukum
merupakan hukum yang tertinggi. Landasan hukum merupakan peraturan baku sebagai
tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan terterntu.
Praktik pendidikan nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada landasan
yuridis tertentu yang telah ditetapkan, baik berupa undang- undang maupun peraturan
pemerintah mengenai pendidikan. Para pendidik dan tenaga kependidikan perlu
memahami berbagai landasan yuridis sistem pendidikan nasional tersebut dan
menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan yang diembannya. Dengan demikian
diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi
salah satu prasyarat untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan nasional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Landasan Yuridis ?
2. Bagaimana penerapan Landasan Yuridis dalam Pendidikan Pancasila di Indonesia ?
3. Bagaimana peranan Pancasila dalam kehidupan ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan menambah Pengetahuan mengenai Pendidikan yang benar dan
layak.
2. Untuk mengetahui arti penting sebuah Landasan terutama Landasan Yuridis bagi
Negara.
3. Untuk mengetahui penerapan penting Landasan Yuridis dalam Pancasila.
BAB II
P EMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Yuridis Pendidikan
Landasan yuridis Pendidikan adalah seperangkat konsep peraturan perundang-
undangan yang menjadi titik tolak system Pendidikan Indonesia,yang menurut Undang-
Undang Dasar 1945 meliputi, Undang- Undang Dasar Republik Indonesia, ketetapan MPR,
Undang- Undang Peraturan Pemerintahan Pngganti Undang- Undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, peraturan prlaksanaan lainnya,sepeti peraturan Menteri, intruksi Menteri,
dan lain- lain.
Dalam upaya meningakatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal
11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru,
sebagai pengganti Undang- Unda ng Sisdiknas Nomor 2 tahun 1989.
Undang- Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77
pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang
marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang- Undaang
Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah Demok ratisasi dan Desentralisasi Pendidikan,
peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimabangan, jalur
Pendidikan, dan peserta didik.
Tiap- tiap Negara memiliki peraturan perundang- undangan sendiri. Semua Tindakan
yang dilakukan di Negara tu didasarkan pada perundang- undangan tersebut. Negara Republik
Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang- undangan yang bertingkat, mulai dari
UUD 1945, UU, Peraturan Pemerintah, ketetapan dan keputusan. Semuanya mengandung
hukum yang harus ditaati, dimanaUUD 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Landasan
hukum merupakan peraturan bakusebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam
melaksanakan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan Pendidikan.
Sebagai penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang utama, perlu pelaksanaannya
berdasarkan Undang- Undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya Pendidikan Nasional
adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan
kebudayaan, pasal 31:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar pemerintah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system Pendidikan nasioanal,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang- Unda ng.
4. Negara memprioritaskan anggaran Pendidikan sekurang- kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan Nasional.
5. Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai- nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia.

B. Penerapan Landasan Yuridis Dalam Pendidikan


Sebuah pendidikan dapat berjalan lancar apabila segala aspek menyangkut pendidikan itu
terpenuhi. Dari segi pendanaan, fasilitas tempat belajar, guru atau dosen pemberi materi, dan
juga buku penunjang pendidikan tersebut. Bila salah satu aspek ada yang tertinggal maka
dapat dipastikan proses belajar tidak dapat berjalan seimbang. Berikut akan dibahas tentang
penunjang jalannya Pendidikan :
1. Pe ndanaan Pe ndidikan
Walaupun dalam amandemen UUD RI 1945 pasal 31 ayat (4) telah menegaskan bahwa
negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan akantetapi dengan berbagai alasan dan
pertimbangan sampai saat ini APBN kita belum mencapai 20%.

Di daerah alokasi dana pendidikan yang masuk dalam APBD sangat bervariatif, tetapi
kebanyakan belum sampai 20% dari APBD. Yang memprihatinkan ada beberapa daerah yang
menggratiskan biaya pendidikan namun tidak diberangi dengan penambahan anggaran di
APBD dengan cukup. Menurut Sutjipto (2008:2) keadaan seperti ini akan memperlebar
disparitas mutu pendidikan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain sehingga
menjadi tempat persemaian yang subur dari masalah- masalah sosial di masa depan.Pasal
inilah yang sampai sekarangterus diperjuangkan oleh banyak pihak agar pemerintah dan
pemerintah daerah segera merealisasikannya.

Justru yang terjadi di hampir mayoritas pemerintah daerah berlomba- lomba untuk
memperjuangkan wacana pendidikan gratis. Namun dengan masuknya ranah politik dalam
dunia pendidikan nampaknya wacana itu menjadi nilai tawar dalam realisasinya antara warga
masyarakat dengan penguasa pemerintah daerah. Mestinya kebijakan pendidikan gratis tidak
hanya sekedar retorika politik guna melanggengkan kekuasaan, akan tetapi perlu didukung
dengan reliasasi anggaran pendidikan sesuai dengan amanat undang- undang dasar yaitu
minima l 20% dari APBN/APBD.

2. Kompe te ns i Guru / Kons e lor


Dalam proses belajar dan pembelajaran guru merupakan salah satu faktor utama yang
mengkondisikan terciptanya suasana yang kondusif. Proses transformasi ilmu dan
pengetahuan akan berjalan sesuai fungsinya apabila guru menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional. Guru dituntut untuk memiliki kompetensi dan dedikasi dalam
menjalankan profesinya.
Guru sebagai sebuah profesi pada masa sekarang ini terjadi penguatan dalam kedudukan
sosial dan eksternal, bahkan terjadi penguatan kedudukan dalam hal proteksi jabatan dan
diperkuat oleh Undang- Undang danstatus hukum. Oleh karena itu secara logis muncul pula
harapan dan keinginan agar terjadi penguatan serupa dalam posisi internal profesi guru,
dimana peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru bisa menjamin mutu pendidikan.
Akan tetapi dari pasal- pasal tersebut, pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi
antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya itu, ternyata tidak dilanjutkan dengan
spesifikasi konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang cermat, karena yang diatur dalam pasal-
pasal berikutnya hanyalah konteks tugas dan ekspektasi kinerja dari mayoritas pendidik yang
menggunaka n pembelajaran sebagai kontek layanan.
Hal tersebut dapat dicermati pada pasal 39 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
yang berbunyi : pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.
Dengan spesifikasi kontek tugas dan ekspektasi kinerja yang hanya merujuk kelompok
pendidik yang menggunakan materi pembelajaran, maka konteks tugas dan ekspektasi kinerja
konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan yang
merupakan sosok layanan ahli yang unik yang berbeda dari sosok layanan ahli keguruan
meskipun sama- sama bertugas dalam setting pendidikan, tidak ditemukan pengaturannya
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah pusat tentang
profesi bimbingan dan konseling. Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita
sedang berupaya mereformasi pendidikan kita. Contoh kasus terbaru, ketika digulirkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini sama sekali belum
memberikan kejelasan tentang bagaimana bimbingan dan konseling seharusnya dilaksanakan.
Dalam dokumen KTSP, kita hanya menemukan secuil informasi yang membingungkan
tentang bimbingan dan konseling yaitu berkaitan dengan kegiatan Pengembangan Diri.
Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi guru, banyak konselor dan pengawas satuan
pendidikan yang kebingungan untuk memahami tentang penilaian perencanaan dan
pelaksanaan konseling, karena format penilaian yang disediakan tidak sepenuhnya cocok
untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling.
Tentunya masih banyak lagi kejanggalan- kejanggalan yang dirasakan di lapangan, baik yang
bersifat konseptual- funda me nta l maupun teknis operasionalnya.
Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi bimbingan dan konseling pada tataran pusat ini
akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada tataran di bawahnya (messo dan mikro),
termasuk pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh para konselor di sekolah. Jadi,
kalau ada pertanyaan mengapa Bimbingan dan Konseling di sekolah kurang optimal, maka
kita bisa melihat sumber permasalahannya, yang salah- satunya adalah ketidakjelasan dalam
kebijakan pemerintah terhadap profesi bimbinga n dan konseling.

Jika ke depannya, bimbingan dan konseling masih tetap akan dipertahankan sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional, kiranya perlu ada komitmen dan good will dari
pemerintah untuk secepatnya menata profesi konseling, salah satunya dengan berupaya
melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku wadah yang
menaungi para konselor dan para pakar konseling untuk duduk bersama merumuskan
bagaimana sebaiknya kebijakan konseling untuk hari ini dan ke depannya.

3. De s e ntralis as i Pe ndidikan

Pemberian aksentuasi kepada pemerintah daerah dalam Undang- Undang Sisdiknas,


diharapkan nantinya pengembangan pendidikan di tingkat lokal akan lebih efektif jika
dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama kelompok masyarakat. Sebab jenis
kompetensi yang dibutuhkan oleh masing- masing daerah, berbeda satu sama lain. Itulah
sebabnya pasal 50 ayat (4) disebutkan bahwa pemerintah kabupaten / kota berkewajiban
mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggula n lokal.

Jika setiap pasal dalam Undang- Undang Sisdiknas tersebut dapat dilaksanakan secara
baik dan konsekuen, maka lambat laun kemelut- kemelut yang mengitari dunia pendidikan
kita selama ini dapat di atasi dan diantisipasi. Oleh karena itu, untuk merealisasikan semua itu
memerukan dukungan dan kerja sama dari semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun
tidak.

Selain itu, otonomi juga berimplikasi pada pengembangan pendidikan keagamaan di


Indonesia. Otonomi pendidikan ini lebih ditekankan pada pembentukan strategi dalam
menghadapi tantangan modernitas. Munculnya otonomi daerah sekaligus otonomi pendidikan
memberikan kerja keras bagi pemerintah daerah dalam menentukan arah pendidikan ke
depan.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal otonomi pendidikan adalah mewujudkan
organisasi pendidikan di seluruh kabupaten / kota yang lebih demokratis, transparan, efisien,
accountable, serta mendorong partisipasi masyarakat. Dalam konteks otonomisasi
pendidikan, pembelajaran yang berlangsung di lembaga- lembaga pendidikan hendaknya
sudah menjadikan pemerintah pada posisi sebagai fasilitator dan bukan pengendali. Sehingga,
pemetaan utama pembelajaran adalah guru sebagai pengajar dan murid sebagai yang belajar.

Murid atau peserta didik hendaknya diberi hak untuk mendapatkan pengajaran yang
sesuai dengan pilihannya dan diperlakukan sesuai dengan potensi dan prestasinya. Semangat
desentralisasi pendidikan yang sementara ini dianggap merupakan konsep yang baik dala m
pengelolaan pendidikan perlu didukung dan dimaknai secara benar. Pemerintah daerah
sebagai pihak yang menerima pelimpahan wewenang tidak hanya mengedepankan haknya
tetapi juga yang lebih penting adalah melaksanakan kewajiban yang melekat pada wewenang
yang diberikan dengan kesungguhan hati. Managemen berbasis sekolah sebagai bentuk
pelaksanaan otonomi pendidikan di tingkat sekolah juga harus selalu didorong untuk dapat
terwujud

Hal lain yang tak kalah penting untuk dikaji adalah pengakuan eksistensi konselor.
Meskipun secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong, tutor
pamong belajar, widyaiswara, instruktur sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 6 UU
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Juga tercantum PP Nomor 28
Tahun 1990 pasal 27 ayat (2) dengan sebutan guru pembimbing.

C. Peranan Pancasila Dalam Kehidupan Di Indonesia


Pancasila memiliki peranan yang tidak begitu sederhana pengertiannya. Pancasila sangat
luas peranannya, sehingga coba kita ikhtisarkan sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa indoesia.
3. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
4. Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
5. Pancasila sebagai sumber dari segala suber hukum atau sumber tertib hukum bagi
Negara Republik Indonesia.
6. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
7. Pancasila sebagai cita- cita dan tujuan bangsa Indonesia.
8. Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.

BAB III
P ENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelaksanaan atau penerapan dari peraturan perundangan mengenai Pendidikan di negara
kita belum berjalan dengan seturut dengan 5 sila dasar Pancasila. Maksudnya adalah banyak
dari peraturan perundangan mengaenai Pendidikan yang masih belum 100% terpenuhi atau
terjalankan. Pendididikan di Indonesia masih terbilang minim banyak calon generasi penerus
bangsa yang bahkan sampai sekarang belum bisa merasakan bangku Pendidikan. Peraturan
perundangan di Indonesia mengenai Pendidikan juga masih belum berjalan lurus. Banyak
penyimpangan di dunia Pendidikan akibat peraturan perundangan yang disalah gunakan oleh
Lembaga- lembaga tinggi di Indonesia. Akibatnya tentu berdampak pada calon generasi
penerus bangsa uang mengenya m bangku Pendidikan di Indonesia.

B. SARAN
Supaya yuridis Pendidikan di Indonesia seturut dengan 5 sila Pancasila, maka harus ada
keseimbangan antar masyarakat dan pemerintah yang membuat peraturan perundangan
mengenai Pendidikan. Dalam hal ini berarti masyarakat harus pandai menuntut haknya secara
benar dihadapan pemerintah tanpa harus melakukan orasi liar yang merugiakn banyak pihak.
Begitu pula dengan pemerintah, pemerintah harus bisa meminimalisir konsekuen dari
peraturan perundanagan mengenai pendidikan yang telah di buat. Bukan hanya semata - mata
karena kepentingan pribadi, namum peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentu
harus berdampak baik bagi masyarakat Indonesia. Supaya yuridis Pendidikan diindonesia
sesuai UUD 1945 dan Pancasila. Sebagai pelaksana dan penegak Hukum yang diciptakan
oleh legislatif akan melaksanakan dan menerapkannya secara konsekuen tanpa ada
penyimpangan.
DAF TAR P USAKA
Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas. 2008,Penataan Pendidikan Konselor dan
layanan Bimbingan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal. Bandung : BK UPI.
Made Pidarta. 2007, Manajemen kependidikan : stimulus ilmu bercorak Indonesia,
Jakarta : Rineka Cipta.
Muhammad Ali, 2007, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Nana Syaodih S, 2009, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta.
Prayitno, 2009, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Jakarta : Kompas Gramedia
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Satjipto Rahardjo,1996, Ilmu Hukum, Bandung : Cipta Aditya Bakti.
Undang- Unda ng Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang- Unda ng Repunlik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
http://wartawa rga. gunadarma.ac. id/2010 /05/pera na n- panca sila/ (30/12/2010 20:40)
http://buletinlitba ng.dep ha n. go. id/inde x.asp? mnorutisi=5&vno mor=14 (28/09/2010
17:38)
Undang- Unda ng Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1)
Ineu’s,2012, Pengertian Landasan, Bandung : Blogger Buzz

Anda mungkin juga menyukai