PENGADAAN BARANG
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS GUNADARMA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kesehatan Kerja (SMK3) di lapangan banyak terdapat kesalahan yang
menyebabkan kerugian bagi perusahaan, diri sendiri, maupun orang lain. SMK3
nampaknya merupakan hal yang tidak bisa disepelekan dalam pekerjaan sebuah
proyek konstruksi karena keselamatan kerja erat hubungannya dengan nyawa
manusia yang bekerja di dalam proyek terkait atau yang berada di sekitar proyek.
Pada pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja ada hal
yang tak kalah penting untuk diperhatikan yaitu fasilitas-fasilitas yang melengkapi
pada proyek konstruksi terkait. Kelengkapan fasilitas berperan sangat penting
dalam pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja karena
dengan adanya fasilitas yang baik maka pelaksanaan SMK3 juga berjalan dengan
baik, begitu pula sebaliknya.
Kenyataan di lapangan ada beberapa perusahaan di bidang konstruksi
bangunan dengan penerapan keselamatan kerja yang kurang baik. Hal ini berpotensi
menimbulkan kecelakaan terutama pada pekerja lapangan. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) yang tidak diterapkan dengan baik dapat merusak Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di perusahaan terkait.
Berdasarkan uraian di atas maka pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja yang baik diperlukan untuk meminimalisir kecelakaan dalam bekerja
khususnya di proyek konstruksi. Oleh karena itu sistem ini perlu di terapkan di PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang berada di Citereup, Bogor kedepannya
dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi kecelakaan kerja pada proyek
konstruksi.
2
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan-batasan masalah adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di proyek perusahaan bidang konstruksi.
2. Tempat pengadaan pada proyek-proyek di wilayah Kota Bangka, dengan
rincian proyek risiko tinggi dan proyek risiko sedang.
3. Proyek risiko tinggi, proyek yang pengerjaannya sangat membahayakan
pekerja dan lingkungan sekitar.
4. Proyek risiko sedang, proyek yang pengerjaannya membahayakan pekerja
proyek.
5. Penelitian mengenai fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja di proyek
yang diteliti.
6. Penelitian mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja dilakukan dengan pengambilan data observasi di proyek
terkait sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
b. Kecelakaan Kerja
Pekerjaan-pekerjaan teknik bangunan banyak berhubungan dengan alat,
baik yang sederhana sampai yang rumit, dari yang ringan sampai alat-alat
berat sekalipun. Sejak revolusi industri sampai sekarang, pemakaian alat-alat
bermesin sangat banyak digunakan.
Pada setiap kegiatan kerja, selalu saja ada kemungkinan kecelakaan.
Kecelakaan selalu dapat terjadi karena berbagai sebab. Yang dimaksudkan
dengan kecelakaan adalah kejadian yang merugikan yang tidak terduga dan
tidak diharapkan dan tidak ada unsur kesengajaan. Kecelakaan kerja
dimaksudkan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yang diderita
oleh pekerja dan atau alat-alat kerja dalam suatu hubungan kerja.
Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua golongan penyebab
(Bambang Endroyo, 1989):
4
1) Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan
(unsafe human acts).
2) Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition)
Walaupun manusia telah berhati-hati, namun apabila lingkungannya
tidak menunjang (tidak aman), maka kecelakaan dapat pula terjadi.
Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itulah diperlukan pedoman
bagaimana bekerja yang memenuhi prinsip-prinsip keselamatan.
Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan suatu aktivitas yang telah diatur.Tidak terduga oleh karena latar
belakang peristiwa itu tidak terdapat adanya unsur kesengajaan, terlebih
dalam bentuk perencanaan.Peristiwa kecelakaan disertai kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai pada yang paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan
pekerjaan, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada
waktu melaksanakan pekerjaan, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan dari rumah menuju tempat kerja ataupun sebaliknya. Maka dalam
hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu Kecelakaan adalah akibat
langsung pekerjaan, atau Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang
dilakukan. Kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian, yaitu Kerusakan,
Kekacauan organisasi, Keluhan dan kesedihan, Kelainan dan cacat,
Kematian.
c. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk menjamin
keadaan, keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja (baik jasmaniah maupun
rohaniah), beserta hasil karyanya dan alat-alat kerjanya di tempat kerja.
Usaha-usaha tersebut harus dilaksanakan oleh semua unsur yang terlibat
dalam proses kerja, yaitu pekerja itu sendiri, pengawas/kepala kelompok
kerja, perusahaan, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya. Tanpa ada
kerjasama yang baik dari semua unsur tersebut tujuan keselamatan kerja tidak
mungkin dapat dicapai secara maksimal. Guna memenuhi sasaran
5
keselamatan kerja haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 pasal 3 ayat
1, yaitu Mencegah dan mengurangi kecelakaan, Mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan,
Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya, Memberi pertolongan pada
kecelakaan, Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja, Mencegah
dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran, Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik
fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan, Memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai, Menyelenggarakan suhu dan lembab
udara yang baik, Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup,
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban, Memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya,
Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang, Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan,
Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang, Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya,
Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (Sulaksmono, 1997).
Adapun sasaran keselamatan kerja secara terinci adalah:
1) Mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja
2) Mencegah timbulnya penyakit akibat kerja
3) Mencegah/mengurangi kematian akibat kerja
4) Mencegah atau mengurangi cacat tetap
5) Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan
bangunan-bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, pesawat-
pesawat, instalasi-instalasi
6) Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan
menjamin kehidupan produktifnya
6
7) Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumber-
sumber produksi lainnya sewaktu kerja
8) Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman, dan aman
sehingga dapat menimbulkan kegembiraan semangat kerja
9) Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi,
industri serta pembangunan.
Kesemuanya itu menuju pada peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan umat manusia (Bambang Endroyo, 1989).
d. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu keadaan atau kondisi badan/tubuh yang
terlindungi dari segala macam penyakit atau gangguan yang diakibatkan oleh
pekerjaan yang dilaksanakan. Dalam dunia pekerjaan segala kendala kerja
harus dihindari, sementara produktivitas yang optimal merupakan keinginan
setiap pengusaha konstruksi, dengan demikian sasaran keuntungan akan
dapat dicapai. Salah satu kendala dalam proses kerja adalah penyakit kerja.
Penyakit kerja membawa dampak kerugian bagi perusahaan berupa
pengurangan waktu kerja dan biaya untuk mengatasi penyakit kerja
tersebut.Sehingga bagi pengusaha konstruksi, pencegahan jauh lebih
menguntungkan daripada penanggulangannya. Dengan melihat pengertian
masing-masing dari keselamatan kerja dan kesehatan kerja, maka
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai kondisi dan faktor-
faktor yang berdampak pada kesehatan karyawan, pekerja kontrak, personel
kontraktor, tamu dan orang lain di tempat kerja.
7
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di
mana dilakukan pekerjaan persiapan Dalam UU No. 1 tahun 1970 ini juga,
pada pasal 9 angka 1 kewajiban pengurus K3 untuk menunjukan dan
menjelaskan kepada tiap tenaga kerja baru tentang kondisi-kondisi dan
bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat kerja.
8
perancah siku dengan penunjang, perancah kuda-kuda, perancah pipa logam,
perancah bergerak, perancah kursi gantung dan sebagainya.
9
Berdasarkan definisi tersebut maka Sistem Manajemen K3 juga terjadi atas
komponen-komponen yang saling terkait dan terintegrasi satu dengan lainnya.
Komponen-komponen ini sering disebut elemen sistem manajemen K3 (Soehatman
Ramli, 2013).
a. Peraturan Menteri PU No. 9 Tahun 2008
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif.
SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum adalah SMK3 pada sektor jasa
konstruksi yang berhubungan dengan kepentingan umum (masyarakat) antara
lain pekerjaan konstruksi: jalan, jembatan, bangunan gedung fasilitas umum,
sistem penyediaan air minum dan perpipaannya, sistem pengolahan air
limbahdan perpipaannya, drainase, pengolahan sampah, pengaman pantai,
irigasi, bendungan, bending, waduk, dan lainnya.
Pada bab 3 peraturan menteri PU nomor 9 tahun 2008 pasal 4 dijelaskan
tentang ketentuan penyelenggaraan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di bidang konstruksi, adapun ketentuannya sebagai berikut:
1) Kegiatan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh pengguna
jasa/penyedia jasa terdiri dari jasa pemborongan, jasa konsultasi dan
kegiatan swakelola yang aktifitasnya melibatkan tenaga kerja dan
peralatan kerja untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan
wajib menyelenggarakan SMK 3 konstruksi bidang pekerjaan umum.
2) Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum wajib
menggunakan pedoman ini beserta lampirannya
3) Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
a) Risiko Tinggi, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang
pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan keselamatan umum,
10
harta benda, jiwa manusia dan lingkungan serta terganggunya
kegiatan konstruksi.
b) Risiko Sedang, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang
pelaksanaannya dapat berisiko membahayakan keselamatan umum,
harta benda dan jiwa manusia serta terganggunya kegiatan
konstruksi.
c) Risiko Kecil, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang
pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta
benda serta terganggunya kegiatan konstruksi.
4) Kinerja penerapan penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum dibagi mencapai 3 (tiga), yaitu:
a) Baik, bila mencapai hasil penilaian >85%;
b) Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%;
c) Kurang, bila mencapai hasil penilaian <60%.
5) Dalam rangka penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum harus dibuat Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kontrak (RK3K) oleh penyedia jasa dan disetujui oleh pengguna jasa.
6) Di tempat kerja harus selalu terdapat pekerja yang sudah terlatih
dan/atau bertanggung jawab dalam Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K).
7) Untuk kegiatan swakelola, perlu ada penentuan tentang:
a) Pihak yang berperan sebagai penyelenggara langsung
b) Pihak yang berperan sebagai pengendali.
11
Mengapa perlu adanya Sistem Manajemen K3? Sistem manajemen
diperlukan untuk meningkatkan upaya K3 yang dijalankan dalam perusahaan
agar berjalan secara efisien dan efektif.
Menurut PP No. 50/2012, penerapan SMK3 bertujuan untuk:
1) Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
2) Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh
3) Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, adan efisien untuk
mendorong produktivitas.
Pengelolaan K3 dapat lebih komprehensif karena mengikuti kaidah
manajemen yang baik, yaitu dimulai dengan proses perencanaan, kemudian
penerapan yang didukung oleh sistem pengukuran dan pemantauan dan
terakhir dilakukan tinjau ulang secara berkala untuk memperbaiki proses
secara berkesinambungan. Bayangkan perusahaan yang menerapkan K3
tanpa sistem dan bandingkan dengan perusahaan yang menerapkan K3
dengan sistem. Hasilnya tentu akan berbeda.
12
K3 menyertai aktifitas-aktifitas yang ada. Banyak organisasi memiliki elemen
-elemen yang dipersyaratkan oleh OHSAS 18001:2007 tersedia di tempat
penggunaan yang dapat saling melengkapi untuk membuat lebih baik sistem
manajemen terpadu sesuai dengan persyaratan standar ini. Organisasi yang
mengimplementasikan OHSAS 18001:2007 memiliki struktur manajemen
yang terorganisir dengan wewenang dan tanggung-jawab yang tegas, sasaran
perbaikan yang jelas, hasil pencapaian yang dapat diukur dan pendekatan
yang terstruktur untuk penilaian resiko. Demikian pula, pengawasan terhadap
kegagalan manajemen, pelaksanaan audit kinerja dan melakukan tinjauan
ulang kebijakan dan sasaran K3.
Konsep dasar dari SMK3 yakni PDCA cycle (Plan, Do, Check, Action),
berikut kami jelaskan sedikit tentang konsep PDCA :
1) PLAN (Perencanaan) : Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan
untuk mencapai hasil sesuai kebijakan K3 perusahaan.
2) DO (Pelaksanaan) : Pelaksanaan proses.
3) Check (Pemeriksaan) : memantau dan mengukur kegiatan proses
terhadap kebijakan, sasaran, peraturan perundang-undangan dan
persyaratan k3 lainnya serta melaporkan hasilnya.
4) ACTION (Tindakan) : mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja k3
secara berkelanjutan.
OHSAS 18001:2007 merupakan Hak Asasi Manusia ( HAM ). Tentunya
setiap manusia membutuhkan kenyamanan, keselamatan dan kesehatan
dalam hidupnya. Terutama dalam bekerja , setiap karyawan ingin berangkat
kerja dalam keadaan sehat dan selamat, pulang ke rumah pun sama
kondisinya.
Perusahaan perlu memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan
Menteri dan lainnya. Peraturan tersebut tentunya dibuat untuk menjamin
terpenuhinya standar-standar keselamatan dan kesehatan bagi setiap manusia.
pemakaian biaya dalam operasional perusahaan haruslah efisien. Dengan
banyaknya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan menyebabkan
13
biaya operasional perusahaan semakin meningkat seperti biaya pengobatan,
kompensasi, biaya lembur bertambah, kehilangan produksi dan lainnya.
Disinilah kinerja perusahaan (produktivitas) akan terpengaruh jika OHSAS
18001:2007 perusahaan buruk.
perusahaan harus mempunyai citra yang baik untuk para stakeholder
seperti pembeli, masyarakat dan pemerintah. Citra yang baik akan
meningkatkan nilai tambah perusahaan. Dengan menerapkan OHSAS
18001:2007 , orang akan percaya bahwa perusahaan sangat peduli dengan K3
yang merupakan kebutuhan setiap manusia.
Manfaat dengan diterapkannya OHSAS 18001:2007 bagi organisasi antara
lain :
1) Sebagai bukti komitmen Manajemen yang menaruh perhatian terhadap
pengelolaan K3.
2) Memberikan suatu mekanisme terhadap pengelolaan dan jaminan
adanya penyempurnaan berkelanjutan.
3) Menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan
terkait.
4) Meningkatkan citra perusahaan di mata publik nasional dan
internasional.
5) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja guna
mencegah/mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
melalui pendekatan sistem.
14
personil yang menangani setiap kegiatan menguasai operasional akan menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja dapat berlangsung baik. Fasilitas pendukung
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan hal yang pokok selain perencanaan,
pelatihan, dan pengawasan. Fasilitas yang dimaksud disini meliputi fasilitas yang
berada di sekitar proyek dan yang melekat pada diri pekerja.
a. Macam-Macam Alat Pelindung Diri (APD)
Alat-alat pelindung diri yang standar pada proyek konstruksi ada berbagai
macam, antara lain:
1) Helm proyek, helm sangat penting digunakan sebagai pelindung
kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja
konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan
2) Masker, berbagai material konstruksi berukuran besar sampai sangat
kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu
dapat mengganggu pernafasan maka dari itu perlu digunakan masker
3) Pakaian kerja, digunakan untuk melindungi badan manusia terhadap
pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan.
4) Sarung tangan, digunakan untuk melindungi tangan dari benda-benda
keras dan tajam selama menjalankan kegiatan
5) Sepatu Safety, setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan
sol yang tebal supaya bisa bisa bebas berjalan kemana-mana tanpa
terluka oleh benda tajam.
6) Pelindung telinga, di gunakan untuk menutup lubang telinga, agar
melindungin dari suara bising yang berlebihan ketika sedang bekerja
di proyek.
7) Kacamata, sangat di perlukan karena ketika proyek berlangsung
kacamata sangat melindungi mata dari debu dan kotoran yang
berterbangan saat bekerja luar ruangan seperti proyek konstruksi.
15
8) Rompi berwarna cerah, biasanya rompi yang di gunakan pada proyek
konstruksi memiliki warna yang cerah dan reflektif apabila terkena
cahaya. Ini sangat membantu ketika proyek berlangsung hingga
malam hari.
9) Tali Pengaman & Sabuk Keselamatan (safety belt), Banyak sekali
terjadi kecelakaan kerja karena jatuh dari ketinggian. Pencegahan
utama ialah tersedianya jaring pengaman. Tetapi untuk keamanan
individu perlu Ikat Pinggang Pengaman atau Sabuk Pengaman (Safety
Belt). Yang wajib digunakan untuk mencegah cidera yang lebih parah
pada pekerja yang bekerja diketinggian (> 2 M tinggi).
10) Jas Hujan, Perlindungan terhadap cuaca terutama hujan bagi pekerja
pada saat bekerja adalah dengan mengunakan jas hujan. Pada tahap
konstruksi, terutama awal pekerjaan umumnya masih berupa lahan
terbuka dan tidak terlindungi dari pengaruh cuaca, misalnya pada saat
pelaksanaan pekerjaan pondasi. Pelaksanaan kegiatan diproyek selalu
bersinggungan langsung dengan panas matahari ataupun hujan karena
dilaksanakan di ruang terbuka. Tujuan utama pemakaian jas hujan
tidak lain untuk kesehatan pekerja. Perlu diingat pemakaian Jas hujan
tidak diperkenankan digunakan bagi pekerja yang bekerja
diketinggian karena dapat mengganggu pekerjaan.
11) Pelindung wajah (face shield), Pelindung wajah untuk melindungi
wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misalnya pekerjaan
menggerinda dan pengelasan).
16
b. Macam-Macam Fasilitas Pengaman Proyek
Selain adanya APD maka perlu juga dilengkapi oleh alat pengaman pada
proyek konstruksi yang gunanya untuk menunjang keamanan pada proyek
tersebut, antara lain:
1) Jaring pengaman, digunakan untuk mencegah adanya benda atau
material proyek yang jatuh kebawah dan melukai pekerja yang ada di
bawahnya.
2) Rambu-rambu, dipasang untuk menginformasikan sesuatu yang ada di
dalam proyek dan sebagi tanda bahaya
3) Hydrant, digunakan untuk pertolongan pertama jika terjadi kebakaran
pada proyek
4) Spanduk peringatan K3, adanya spanduk ataupun poster di proyek agar
seluruh pekerja proyek paham mengenai K3 dan pencegahan
kecelakaan kerja
5) Alarm peringatan, digunakan untuk mengumumkan kepada semua
orang yang berada di proyek jika terjadi suatu bahaya
6) Lampu peringatan, digunakan sebagai tanda bahaya untuk semua
pekerja yang ada di dalam maupun di luar proyek.
17
1. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari
kerja dalam 1 minggu; atau
2. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari
kerja dalam 1 minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu
40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan
waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja
lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.
18
BAB III
PERENCANAAN BIAYA
19
dan pandangan tersendiri tentang K3, perusahaan lebih memilih menerapkn
kebijakan perusahaan tentang K3 yang lebih ekonomis demi mendapatkan untung
yang sebesar-besarnya dan menekan biaya yang harus keluar untuk K3. Walaupun
perusahaan merencanakan Biaya K3 dan Menerapkannya seperti memberikan alat
yang standart seperti APD kepada para pekerjanya tetapi tidak didukung dengan
memberikan pelatihan khusus tentang pentingnya APD, bagaimana cara memakai
dan merawatnya maka usaha perusahaan dalam menyediakan APD akan sia-sia
karena kondisi yang sering terjadi di lapangan banyak APD yang cepat rusak karena
tidak terawat dengan baik. Tidak adanya tenaga profesional yang bertanggung
jawab secara penuh terhadap penerapan dan pelaksanaan K3 secara baik di
perusahaan. Perusahaan mengakui dana yang dikeluarkan untuk penyediaan APD
cukup besar apalagi jika harus di tambah K3 maka perusahaan akan mengalami
pembengkakkan dana yang bisa berakibat perusahaan mengalami kerugian.
20
DAFTAR PUSTAKA
21