Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL SKRIPSI

Penerapan Metode Accrual Basis dan Cash Basis Akuntansi Piutang

Murabahah (Studi Kasus pada Bank Rakyat Indonesia Syariah KC

Samarinda)

Diajukan untuk Diseminarkan pada Seminar Proposal


di Depan Pembimbing Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda

Oleh:

Nama : Laela

NIM : 16.3181.1005

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA

2019
A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia

mencerminkan adanya suatu keinginan serta aspirasi dari masyarakat

Indonesia untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang adil, yaitu

melalui penerapan sistem bagi hasil yang menguntungkan kedua belah pihak,

yaitu nasabah dan bank.

Di Indonesia, bank syariah pertama kali muncul pada tahun 1992, tepatnya

setelah disahkannya UU No.7 Tahun 1992 sebagai dasar hukum, yang

kemudian digantikan dengan UU No.10 Tahun 1998. Melalui perubahan atas

Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-undang

No.10 Tahun 1998, keberadaan sistem perbankan syariah semakin didorong

perkembangannya di Indonesia. Undang-undang tersebut memberikan

pengakuan yang lebih tegas mengenai keberadaan dan perlunya bank-bank

berdasarkan prinsip syariah, serta memberikan peluang yang lebih besar bagi

pengembangan bank-bank tersebut. Undang-Undang tersebut antara lain

mengatur mengenai dimungkinkannya bank-bank konvensional mendirikan

cabang-cabang yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dasar hukum

yang lebih jelas ini serta peluang yang diciptakannya akan cenderung

mendorong tumbuhnya bank Islam atau cabang syariah dari bank-bank

konvensional pada masa mendatang.

Dengan semakin tingginya pertumbuhan perbankan syariah saat ini, maka

perlu didukung oleh penerapan metode dan praktik akuntansi yang sesuai

dengan etika bisnis islami. Oleh karena itu, pada tahun 2003, IAI menyusun
PSAK No. 59 tentang perbankan syariah yang kemudian dikembangkan

menjadi PSAK No. 101- PSAK No. 110.

Akuntansi menurut American Accounting Association (AAA / Lembaga

Pengembangan Akuntansi Amerika) adalah suatu proses mengidentifikasian,

mengukur, dan melaporkan informasi, yang memungkinkan adanya penilaian

dan pengambilan keputusan yang jelas dan tegas bagi pihak pemakai

informasi.1 Sedangkan menurut American Institute of Certified Public

Accountants (AICPA), menyatakan bahwa akuntansi adalah seni mencatat,

mengklasifikasikan, dan meringkas dalam bentuk yang berarti dan dalam unit

uang tentang transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian yang paling tidak

memiliki sifat keuangan dan menginterpretasikan hasil-hasilnya.2

Di dalam akuntansi dikenal dua metode pencatatan transaksi yaitu metode

akrual (accrual basis) dan metode kas (cash basis). Accrual basis yaitu

metode pencatatan akuntansi dimana transaksi diakui, dicatat dan disajikan

dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tanpa memperhatikan

waktu kas diterima atau dibayar. Sedangkan, cash basis yaitu metode

pencatatan akuntansi dimana transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kas

atau setara kas diterima atau dibayar.

Menurut Al Haryono Yusuf accrual basis dan cash basis masing-masing

memiliki keunggulan dan kelemahan. Salah satu keunggulan dari accrual

basis yaitu dapat digunakan sebagai pengukuran aset, kewajiban, dan ekuitas

dana. Sedangkan pada cash basis yaitu pendapatan diakui pada saat
1
Harti, Dwi, Akuntansi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), h.5
2
Triyono, Iwan, Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah,(Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), h.38
diterimanya kas, sehingga benar-benar mencerminkan posisi yang sebenarnya.

Masing-masing metode pencatatan juga memiliki kelemahan yaitu pada

accrual basis adanya risiko pendapatan yang tak tertagih sehingga dapat

membuat mengurangi pendapatan perusahaan. Sedangkan kelemahan pada

cash basis yaitu sulit dalam melakukan transaksi yang tertunda

pembayarannya, karena kas diakui pada saat kas masuk atau keluar.3

Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-quran dan Al-hadis

membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang

berhubungan dengan pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan

pengungkapan hak-hak dan kewajiban-kewajiban secara adil.4

Aktivitas perbankan syariah memiliki beberapa produk keuangan yang

digunakan, salah satunya adalah murabahah. Murabahah adalah jual beli

barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan

yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. 5 Pelaku

murabahah wajib mentaati perlakuan akuntansi murabahah yang ada di

Indonesia, PSAK No. 102 memuat peraturan perlakuan akuntansi murabahah.

PSAK No. 102 menjelaskan bahwa murabahah yaitu akad jual beli dengan

harga jual sebesar biaya perolehan ditambah dengan keuntungan yang

disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut

kepada pembeli.6

3
Al Haryono Jusup, Dasar-Dasar Akuntansi, (Yogyakarta: Pentamuda Karya Bangsa,
2001), h.17
4
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, (Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia,2011), h. 15
5
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), h.137
6
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta: Graha Akuntan,
2013), h.102.2
Alquran juga telah menjelaskan akad murabahah dalam Suat Al-Baqarah

ayat 275 yang berbunyi bahwa Allah Swt menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Hadis Riwayat Al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan shahih

menurut Ibnu Hibban juga menyebutkan dalam kegiatan jual beli itu harus

dilakukan suka sama suka. Sehingga sesungguhnya akad murabahah sudah

mempunyai dasar syariah untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Seiring bertumbuhnya produk keuangan akad murabahah, Dewan Standar

Akuntansi Syariah (DSAS) IAI mengharapkan entitas yang melakukan

transaksi murabahah mampu mematuhi PSAK No. 102. DSAS IAI

menerbitkan PSAK No. 102 pada tahun 2007. PSAK ini menggantikan

sebagian peranan PSAK No. 59. PSAK No. 59 sendiri mengatur akuntansi

perbankan syariah. Namun, harapan DSAS IAI agar telaksananya PSAK No.

102 secara ideal sepertinya belum terwujud. Kenyataan di lapangan masih

banyak ditemukan entitas yang menyalahi PSAK No. 102 itu sendiri.

PSAK No.102 juga menyebutkan salah satu karakteristik murabahah yaitu

pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.7

Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat

barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara

angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Dari karakteristik tersebut

mengidentifikasikan bahwa pencatatan akuntansi murabahah dapat dilakukan

dengan metode cash basis atau accrual basis. Karena apabila transaksi

dilakukan secara tunai maka pencatatannya menggunakan metode cash basis,

7
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar..., h.102.2
sedangkan apabila transaksi dilakukan secara tangguh yang menimbulkan

piutang maka pencatatannya menggunakan metode accrual basis.

Hal tersebut merupakan aturan yang dijelaskan dalam PSAK No.102

tentang murabahah, namun dalam praktiknya di lapangan. PSAK No.102

dapat digunakan ataupun tidak digunakan oleh bank syariah maupun lembaga

keuangan syariah lainnya. Karena setiap lembaga keuangan syariah baik bank

maupun non bank memiliki acuan masing-masing dalam setiap pencatatan

transaksinya.

Isu terbitnya PSAK No. 102 (Revisi Tahun 2013) yang mengungkapkan

telah terjadinya perbedaan penerapan substansi PSAK No. 102 (Tahun 2007)

dengan praktik di lapangan menimbulkan keinginan untuk mengetahui

perlakuan akuntansi murabahah di PT Bank Rakyat Indonesia Syariah

Cabang Samarinda, melakukan konfirmasi kebenaran bahwa dalam

praktiknya, BRI Syariah Cabang Samarinda tidak mematuhi PSAK No. 102

dalam perlakuan akuntansi murabahah-nya. BRI Syariah dipilih sebagai objek

penelitian karena mempunyai prestasi transaski akad murabahah dengan nilai

21,86 triliun rupiah, memperoleh berbagai penghargaan bidang keuangan

syariah, dan mengakui pendapatan murabahah ke kategori pendapatan jual

beli.8

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Accural Basis dan

8
PT Bank Rakyat Indonesia Syariah, Laporan Tahunan, (Tahun 2018),
http://www.brisyariah.co.id (Diakses pada tanggal 23 November 2019 pukul 20.00 WITA)
Cash Basis Akuntansi Piutang Murabahah (Studi kasus pada Bank Rakyat

Indonesia Syariah KC Samarinda)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan PSAK No. 102 pada BRI Syariah KC Samarinda?

2. Bagaimana penerapan accrual basis dan cash basis akuntansi piutang

murabahah pada BRI Syariah KC Samarinda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan antara lain, yaitu:

1. Untuk mengetahui penerapan PSAK No. 102 pada BRI Syariah KC

Samarinda.

2. Untuk mengetahui penerapan accrual basis dan cash basis akuntansi

piutang murabahah pada BRI Syariah KC Samarinda.


D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai accrual basis dan cash basis akuntansi piutang

murabahah pada Bank Rakyat Indonesia Syariah KC Samarinda, serta juga

diharapkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara

teoritis dipelajari di bangku perkuliahan.

2. Secara Praktis

a. Bagi Penulis

Diharapkan penulis memperoleh pengetahuan dan wawasan yang

lebih luas mengenai metode accrual basis dan cash basis pada

akuntansi piutang murabahah, khususnya pada Bank Rakyat Indonesia

Syariah KC Samarinda.

b. Bagi Perbankan Syariah

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak perbankan

syariah pada umumnya, dan Bank Rakyat Indonesia Syariah KC

Samarinda khususnya mengenai metode accrual basis dan cash basis

pada akuntansi piutang murabahah.

E. Kerangka Pemikiran

Masing-masing metode pencatatan akuntansi baik accrual basis maupun

cash basis memiliki keunggulan dan kelemahan. Salah satu keunggulan


accrual basis yaitu dapat digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan

ekuitas dana, dan salah satu keunggulan cash basis yaitu perusahaan tidak

perlu membuat pencadangan untuk kas yang belum tertagih, karena

pendapatan hanya diakui pada saat diterimanya kas sehingga benar-benar

mencerminkan posisi keuangan yang sebenarnya.

Sedangkan kelemahan kedua basis tersebut, pada accrual basis yaitu

adanya risiko pendapatan yang tak tertagih sehingga dapat mengurangi

pendapatan perusahaan. Sedangkan kelemahan pada cash basis yaitu sulit

dalam melakukan transaksi yang tertunda pembayarannya, karena pencatatan

diakui pada saat kas masuk atau keluar, sehingga cash basis mudah digunakan

pada usaha yang transaksi pembayarannya secara tunai saja, dan biasanya

dipakai pada perusahaan yang usahanya relatif kecil seperti toko, warung, dan

praktek kaum spesialis seperti dokter.

Kedua metode pencatatan tersebut tidak digunakan dalam satu transaksi

akuntansi sekaligus, namun diperkirakan keduanya saling melengkapi. Bank

syariah sendiri menerapkan keduanya, accrual basis untuk seluruh pencatatan

biaya dan cash basis untuk seluruh pencatatan pendapatan. Keunggulan

keduanya saling melengkapi untuk membuat laporan keuangan yang

dibutuhkan.

Pencatatan akuntansi bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya,

diatur dan dijelaskan dalam PAPSI tahun 2003, PSAK 59 tahun 2003, yang

kemudian disempurnakan dengan PSAK 101 sampai dengan PSAK 110.

Akuntansi murabahah sendiri dijelaskan dalam PSAK 102.


Dalam akad murabahah akan dibahas secara tuntas mengenai sistem jual

beli yang benar menurut Alquran dan Hadis, dalam hal ini adalah akad

murabahah untuk memperhitungkan berapa jumlah besar keuntungan yang

ingin didapatkan dari harga pokok suatu barang. Tidak diperkenankan untuk

melakukan riba atau untung dengan hasil yang tidak baik dan tidak adil bagi

kedua belah pihak (penjual dan pembeli).

Penerapan PSAK No. 102


PSAK No. 102 Dibandingkan
pada Bank Rayat Indonesia
(Akuntansi Murabahah)
KC Samarinda

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

F. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan karya yang ada

kaitannya dengan judul penelitian ini. Berikut ini tabel 1.1 penelitian terdahulu

yang berkaitan relevan dengan Penerapan Metode Accrual Basis dan Cash

Basis Akuntansi Piutang Murabahah Pada Bank Rakyat Indonesia Syariah.

Nama
Metodologi
Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian
dan Tahun
Ana Aplikasi Kualitatif Karakteristik piutang Murabahah
Nurhasanah, Accrual Basis Deskriptif yang diaplikasikan Bank
2012 dan Cash Basis Muamalat Indonesia sesuai
Akuntansi dengan PSAK No.102 paragraf 6
Piutang sampai 17. Kemudian perlakuan
Murabahah akuntansi piutang Murabahah
(Studi Kasus yang diaplikasikan Bank
Pada Bank Muamalat Indonesia sesuai
Muamalat dengan PSAK No.102 dan Fatwa
Indonesia) Dewan Syariah Nasional
No.04/DSN-MUI/IV/2000, Fatwa
DSN: 17/DSN-MUI/IX/2000
serta Fatwa DSN No.23/DSN-
MUI/III/2002. Pencatatan
akuntansi berdasarkan akad yang
digunakan pada pembiayaan
murabahah yaitu metode accrual
basis, dimana pendapatan diakui
dan dicatat meskipun kas belum
diterima.
Ayus Ahmad Analisis Kualitatif Bank syariah dalam pencatatan
Yusuf, 2017 Penggunaan Deskriptif transaksi-transaksinya telah
Metode mematuhi prinsip-prinsip syariah
Pencatatan yaitu dengan berpedoman pada
Cash Basis dan PSAK No.101-110 tentang
Accrual Basis Perbankan Syariah. Yaitu secara
Pada Transaksi- umum bahwa transaksi-transaksi
transaksi di di bank syariah dicatat
Bank Syariah berdasarkan metode pencatatan
atas dasar akrual, kecuali Laporan
Arus Kas dan penghitungan
pendapatan untuk tujuan
pembagian hasil. Dalam
penghitungan pembagian hasil
usaha didasarkan pada
pendapatan yang benar-benar
terjadi yaitu dengan
menggunakan metode pencatatan
cash basis.
Novan Analisis Kualitatif Dari hasil penelitian
Bastian Dwi Perlakuan Deskriptif menunjukkan perlakuan
Ardha, 2013 Akuntansi perlakuan akuntansi murabahah
Murabahah di BRI Syariah Cabang Kota
pada PT Bank Malang tidak mematuhi PSAK
Rakyat No. 102 Tahun 2007 dan PSAK
Indonesia No. 102 Revisi Tahun 2013.
Syariah Cabang Perilaku BRI Syariah Cabang
Kota Malang Kota Malang yang memberikan
pembiayaan kepada nasabah
untuk memperoleh persediaan
murabahah menggunakan metode
anuitas adalah dua perlakuan
akuntansi yang diatur PSAK 55.
Muzayyidatul Analisis Kualitatif Dari hasil penelitian ini
Habibah & Penerapan Deskriptif mengidentifikasikan bahwa masih
Alfu Nikmah, Akuntansi terdapat BMT yang melakukan
2016 Syariah pengakuan persediaan yang
Berdasarkan seharusnya tidak perlu dilakukan
PSAK 102 Pada karena praktik yang dilakukan
Pembiayaan merupakan transaksi pembiayaan
Murabahah Di murabahah bukan transaksi
BMT Se- murabahah berbasis jual beli.
Kabupaten Pati
Masita, Analisis Kualitatif Dari hasil penelitian ini
Jamaluddin Penerapan Deskriptif menunjukkan bahwa Pegadaian
MD & Akuntansi Syariah Cabang Gunung Sari
Musviyanti, Keuangan Balikpapan belum menerapkan
2014 (PSAK) No. perlakuan akuntansi terhadap
102 (Studi transaksi pembiayaan murabahah
Kasus Pada sesuai dengan PSAK No.102
Pegadaian tentang akuntansi murabahah
Syariah Cabang sehingga dalam hal pengakuan,
Gunung Sari pengukuran, penyajian dan
Balikpapan) pengungkapan atas transaksi
pembiayaan murabahah yang
dilakukan oleh Pegadaian Syariah
Cabang Gunung Sari Balikpapan
belum sesuai dengan PSAK No.
102 tentang akuntansi murabahah.
Sumber : Data sekunder yang diolah dari berbagi sumber tahun 2019.

G. Landasan Teori

1. Perbankan Syariah

a. Pengertian bank syariah

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran

serta peredaran uang yang pengoperasinya disesuaikan dengan prinsip

Syariah Islam.9

9
Arwani, Agus, Akuntansi Perbankan Syariah dari Teori ke Praktik (Adopsi IFRS),
(Yogyakarta: Deepublish, 2016), h.75
Adiwarman A. Karim memberikan pengertian tentang bank yaitu:

a bank is an institution that performs three primary functions, namely

saving, lending and transfer services. Dari definisi tersebut dipahami

bahwa bank syariah adalah lembaha keuangan yang memiliki 3 (tiga)

fungsi utama yaitu penghimpunan dana, penyaluran dana dan

penyediaan jasa keuangan lainnya yang pelaksanaannya berdasarkan

prinsip syariah.10

UU No. 21 Tahun 2008 tentang bank syariah memberikan

pengertian bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan

usahanya berdasarkan prinsip syariah, dan menurut jenisnya terdiri

atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS).11

b. Fungsi Bank Syariah

Fungsi bank syariah memliki empat fungsi bank syariah berikut

adalah fungsinya:

1) Manajemen investasi

Bank syariah melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak

mudhrabah atau kontrak perwakilan. Menurut kontrak

mudharabah, bank dalam kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu

pihak yang melaksanakan investasi dana dari pihak lain akan

menerima presentase keuntungan jika nasabah memperoleh laba,

10
Arwani, Agus, Akuntansi..., h.76
11
Arwani, Agus, Akuntansi..., h.76
namun jika terjadi kerugian, maka hal itu sepenuhnya menjadi

risiko dana (shohibul mal) dan bank tidak ikut bertanggung jawab.

2) Investasi

Bank syariah menginvestasikan dana yang ditempatkan

pada dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening dana

rekening investasi) dengan menggunakan instrumen investasi yang

sesuai dengan prinsip syariah, misal kontrak murabahah,

musyarakah, bai’ as-salam, bai’ al-istisna’ dan ijarah. Rekening

investasi dapat dibagi menjadi dua rekening; investasi tidak

terbatas dan investasi terbatas. Pada investasi tidak terbatas,

pemegang rekening memberi wewenang penuh kepada bank

syariah untuk menginvestasikan dananya dan tanpa membatasi

jenis, waktu, dan bidang usaha. Sedangkan pada investasi terbatas

terdapat pembatasan tertentu dalam hal jenis, bidang usaha, dan

waktu bagi bank untuk berinvestasi.

3) Jasa keuangan

Bank syariah dapat memberikan layanan berdasarkan fee

pada sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan, misal: garansi,

transfer kawat, L/C.

4) Kegiatan sosial

Dalam prinsip syariah, sebuah bank seharusnya juga

berfungsi sosial, seperti dana qardh (pinjaman kebaikan), zakat,

atau pemberian dana sosial. Konsep syariah juga mengharuskan


bank syariah untuk mengembangkan sumber daya manusia dan

memelihara serta mengembangkan lingkungan hidup.12

2. Accrual Basis dan Cash Basis

Di dalam pencatatan transaksi akuntansi dikenal dua metode

pencatatan yaitu accrual basis (metode akrual) dan cash basis (metode

kas).

a. Accrual Basis

Accrual basis berarti mengakui dan mencatat transaksi atau

kejadian keuangan pada saat terjadi atau saat perolehan. Basis akrual

mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi,

yaitu ketika transaksi dan peristiwa itu terjadi tanpa memperhatikan

saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.13

Under the accrual basis of accounting, revenues are recorded

when earned. Revenues are considered earned when a service is

provided or a product sold, regardless of wherher cash is received. If

cash is not received, a receivables is set up. The accrual basis also

assumes that expense are recorded when incurred. Expense are

incurred when a service is received or an asset consumed, regardless

12
Tri Hendro dan Conny Tjandra Rahardja, Bank & Institusi Keuangan Non Bank di
Indonesia, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), h. 183
13
Pura, Rahman, Pengantar Akuntansi 1 Pendekatan Siklus Akuntansi, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2013), h.27
of when cash is paid. If cash is not paid when a service is recceived, a

payable is set up.14

b. Cash Basis

Cash basis berarti mengakui dan mencatat transaksi keuangan pada

saat kas diterima atau dibayarkan. Basis kas mendasarkan konsepnya

pada dua pilar yaitu:

1. Berupa pengakuan pendapatan

2. Berupa pengakuan beban

Waktu pengakuan pendapatan dalam basis kas adalah pada saat

sudah dilakukan pembayaran secara tunai, sementara pengakuan beban

adalah pada saat sudah dilakukan pembayaran secara tunai. Basis ini

tidak mengakui adanya pendapatan yang masih harus diterima (piutang

pendapatan) dan beban yang akan dibayar (utang beban). Kas yang

diterima dari pendapatan untuk lebih dari satu periode akuntansi akan

diakui seluruhnya sebagai pendapatan pada periode akuntansi dimana

pendapatan tersebut diterima. Begitu pula kas yang telah dikeluarkan

untuk beban beberapa periode akuntansi mendatang akan diakui

sebagai beban pada periode akuntansi dimana kas tersebut

dikeluarkan.15

Under the cash basis, expense are recorded only when cash is

paid. Thus, under the cash basis, the matching concept does not

14
James A. Heintz & Robert W. Parry, College Accounting 19th Edition, (USA: LEAP
Publishing Service, 2009), h.146
15
Pura, Rahman, Pengantar Akuntansi 1 Pendekatan Siklus Akuntansi, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2013), h.27
determine when expense are recorded. That is, expenses are recorded

when paid in cash, not necessarily in the period when the revenue is

earned. As a result, adjusting entries are not required under the cash

basis.16

Menurut Al Haryono Yusuf accrual basis dan cash basis masing-

masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Salah satu keunggulan dari

accrual basis yaitu dapat digunakan sebagai pengukuran aset, kewajiban,

dan ekuitas dana. Sedangkan pada cash basis yaitu pendapatan diakui pada

saat diterimanya kas, sehingga benar-benar mencerminkan posisi yang

sebenarnya. Masing-masing metode pencatatan juga memiliki kelemahan

yaitu pada accrual basis adanya risiko pendapatan yang tak tertagih

sehingga dapat membuat mengurangi pendapatan perusahaan. Sedangkan

kelemahan pada cash basis yaitu sulit dalam melakukan transaksi yang

tertunda pembayarannya, karena kas diakui pada saat kas masuk atau

keluar.17

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar

akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada

saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau

dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam

laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan

yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai

16
Carl S. Warren, Survey Of Accounting Fourth Edition, (USA: LEAP Publishing Service,
2009), h. 99
17
Al Haryono Jusup, Dasar-Dasar Akuntansi, (Yogyakarta: Pentamuda Karya Bangsa,
2001), h.17
tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan

pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan

serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa

depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi

transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi

pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.18

Perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha

menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha

berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah

keuntungan bruto (gross profit).19

Jadi asumsi dasar akrual dipergunakan dalam penyusunan laporan

keuangan syariah, sedangkan pendapatan yang dipergunakan sebagai dasar

perhitungan pembagian hasil usaha kepada pemilik modal mudharabah

(dalam perbankan sering disebut dengan Dana Pihak Ketiga Mudharabah)

adalah pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis). Lembaga

Keuangan Syariah dalam Laporan keuangannya harus mengungkapkan

(disclosure) pendapatan atas dasar akrual dan pendapatan cash basisnya.

Dalam Lembaga Keuangan Syariah sebagian dari pendapatan pengelolaan

dana mudharabah yang nyata-nyata diterima (cash basis) merupakan

pendapatan hak pemilik dana mudharabah. Tujuannya untuk memberikan

informasi yang lengkap kepada pengguna laporan keuangan dalam

melakukan analisa/telaan kinerja yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan


18
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah , (Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia, 2011) h. 23-
24
19
Wiroso, Akuntansi..., h. 24
Syariah dan kebutuhan analisa laporan keuangan syariah lainnya. Oleh

karena itu transparansi, kejujuran, amanah merupakan prinsip yang harus

dipegang oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola modal

(mudharib).20

Pendapatan dalam Laporan Laba Rugi Lembaga Keuangan Syariah

dapat digambarkan sebagai berikut:21

PERHITUNGAN
LAPORAN LABA PEMBAGIAN
RUGI LKS HASIL USAHA

Cash Basis Cash Basis


(Pendapatan yang benar- (Pendapatan yang benar-
benar diterima) benar diterima)
Accrual Basis
(Pendapatan yang hanya
dalam pengakuan)

Accrual Basis

Gambar 1.2 Asumsi Dasar Akrual

Dalam gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa pendapatan

yang ada pada Laporan Laba Rugi Lembaga Keuangan Syariah,

merupakan pendapatan yang diakui secara akrual dan pendapatan yang

nyata-nyata diterima (cash basis). Pendapatan yang nyata-nyata diterma

merupakan dasar yang dipergunakan dalam perhitungan pembagian hasil

usaha (profit distribution). Dalam laporan keuangan LKS mempergunakan

20
Wiroso, Akuntansi..., h. 24
21
Wiroso, Akuntansi..., h. 24
asumsi dasar akrual, sehingga baik pendapatan cash basis maupun

pendapatan akrual tercantum dalam laporan keuangan, namun untuk

kepentingan pembagian hasil usaha harus mempergunakan pendapatan

cash basis, oleh karenanya LKS harus dapat memisahkan pendapatan

akrual dan pendapatan cash basis.22

3. Akuntansi Piutang Murabahah

Akuntansi syariah hadir untuk mendukung dan melengkapi entitas

yang ada di lembaga keuangan syariah atau perbankan syariah. Murabahah

merupakan salah satu produk yang ada di lembaga keuangan syariah,

sehingga akuntansi piutang murabahah merupakan akuntansi syariah yang

khusus diterapkan pada produk murabahah yang ada di Lembaga

Keuangan Syariah.

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Murabahah

Ketentuan syar’i terkait dengan transaksi murabahah, digariskan

oleh fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000.

Fatwa tersebut membahas tentang ketentuan umum murabahah dalam

bank syariah, ketentuan murabahah kepada nasabah, jaminan, utang

dalam murabahah, penundaan pembayaran, dan kondisi bangkrut pada

nasabah murabahah.23

22
Wiroso, Akuntansi..., h. 24
23
Yaya, Rizal Dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer,
(Jakarta: Salemba Empat, 2009), h.180
b. Pengertian Murabahah

Di dalam PSAK No.102 dijelaskan bahwa murabahah merupakan

akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan

ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus

mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.24

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan

harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual

dan pembeli. Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan

biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada

pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar

keuntungan yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan

tawar-menawar atas besaran marjin keuntungan sehingga akhirnya

diperoleh kesepakatan.25

c. Dasar Hukum Murabahah

1) Alquran

Ayat-ayat alquran yang dapat dijadikan rujukan dasar akad

transaksi Murabahah adalah:26

Surat An-Nisa’ ayat 29

ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم بينَ ُكم بِالْب‬
‫اط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكو َن جِت َ َار ًة َع ْن‬َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ

ِ ِ ِ ِ ٍ ‫َتر‬
ً ‫اض مْن ُك ْم ۚ َواَل َت ْقُتلُوا أَْن ُف َس ُك ْم ۚ إ َّن اللَّهَ َكا َن ب ُك ْم َرح‬
‫يما‬ َ
24
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta: Graha
Akuntan,2013), h.102.2
25
Nurhayati, Sri, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.168
26
Al-Hufaz, Alquran Terjemahan & Tajwid Warna, (Bandung: Cordoba Internasional-
Indonesia, 2017), h.83
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.

dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Surat al- Baqarah ayat 27527

َ ‫ َوأ‬. . . .
. . . . ‫َح َّل آ هللُ اٌ لَْبْي َع َو َحَّر َم اٌ ِّلر َب َوا‬

“.... padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba....”

2) Hadis

‫اعْب ُد الْ َع ِزي ِز‬ ٍ ِ َّ ‫يد‬ ِ ِ‫ح َّد َثنا ا لْعباس بن الْو ل‬
َ َ‫الد َمثْق ُّي َح َّد ثَنَا َم ْر َوا ُن بْ ُن حُمَ َّمد َح َّد ثَن‬ َ ُ ْ ُ ََ َ َ

ٍ ِ‫بن حُم َّم ٍد عن داود ب ِن صا لِ ٍح الْم ِد ييِن عن أَبِيِ ِه قَا َل مَسِ عت أَبا سع‬
َّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬
‫ي‬ َ َ ُ ْ ْ َ َّ َ َ ْ َُ َ َْ َ ُْ

ٍ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّماَ الَْبْي ُع َع ْن َتَر‬


‫اض‬ ِ ُ ‫ول قَا َل رس‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ ‫َي ُق‬

“ ‘Abbas bin Walid Ad-Damasyqiy menceritakan kepada kami, ia

berkata:Marwan bin Muhammad menceritakan kepada kami, ia

berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami

dari Daud bin Solih Al-Madaniya dari Bapaknya berkata: saya

mendengar Aba Sa’idi al-Hudriy berkata bahwa Rasulullah saw.

Bersabda: Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka

27
Al-Hufaz, Alquran..., h.47
sama suka”. (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah dan Sahih menurut Ibnu

Hibban)

d. Karakteristik Murabahah

Karakteristik murabahah telah diatur oleh PSAK No.102 Tahun

2013, pada paragraf 6 sampai dengan 17.28

1) Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa

pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual

melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.

2) Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak

mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Jika

aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual mengalami

penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka

penurunan nilai tersebut menjadi tanggungan penjual dan akan

mengurangi nilai akad.

3) Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.

Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak

pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran

dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

4) Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda

untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah

dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya

ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.

28
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta: Graha
Akuntan,2013), h.102.2-102.3
5) Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual,

sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual

mendapatkan diskon sebelum akad murabahah, makadiskon itu

merupakan hak pembeli.

6) Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain,

meliputi:

a) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian

barang.

b) Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka

pembelian barang.

c) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan

pembelian barang.

7) Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad

murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan

dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam akad, maka diskon

tersebut menjadi hak penjual.

8) Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang

murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari

penjual dan/ atau aset lainnya.

9) Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti

komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka

menjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad

murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, maka uang


muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi kerugian rill

yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka itu lebih kecil dari

kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.

10) Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai

dengan yang diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda

kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum

mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut

didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli

lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai

dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari

denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.

11) Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang

murabahah jika pembeli:

a) melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu, atau

b) melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang

telah disepakati.

12) Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah

jika pembeli:

a) melakukan pembayaran cicilan tepat waktu.

b) mengalami penurunan kemampuan pembayaran, atau

c) meminta potongan dengan alasan yang dapat diterima penjual.


e. Pengakuan dan pengukuran

Pengakuan dan pengukuran murabahah telah diatur oleh PSAK

No.102 Tahun 2013, pada paragraf 18 sampai 30.29

Akuntansi untuk Penjual

1) Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan

sebesar biaya perolehan.

2) Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai

berikut:

a) Jika murabahah pesanan mengikat, maka: dinilai sebesar biaya

peolehan, dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang,

rusak, atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah,

penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi

nilai aset.

b) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak

mengikat, maka: dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai

neto yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; dan jika

nilai neto yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya

perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

3) Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:

a) Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi

sebelum akad murabahah,

b) Liabilitas kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah

dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli,


29
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar..., h.102.3-102.5
c) Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad

murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual, atau

d) Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah

dan tidak diperjanjikan dalam akad.

4) Liabilitas penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon

pengembalian diskon pembelian akan tereliminasi pada saat:

a) Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah

potongan setelah dikurangi dengan biaya pengembalian, atau

b) Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak

dapat dijangkau oleh penjual.

5) Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar

biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan yang

disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang dikurangi

penyisihan kerugian piutang.

6) Keuntungan murabahah diakui:

a) Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara

tunai atau secara tangguh yang tidak melebihi satu tahun, atau

b) Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya

untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi

tangguh lebih dari satu tahun.

(i). Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah.

Metode ini terapan untuk murabahah tangguh dimana risiko


penagihan kas dari piutang murabahah dan beban

pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.

(ii). Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang

berhasil ditagih dari piutang dari piutang murabahah.

Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh

dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/ atau

beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif

besar juga.

(iii). Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil

ditagih. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah

tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban

pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.

Dalam praktik, metode ini jarang dipakai, karena transaksi

murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada

kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.

7) Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 6(b)(ii), dilakukan secara

proporsional atas jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan

mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang

berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan

perbandingan antara marjin dan biaya perolehan aset murabahah.

8) Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional

untuk suatu transaksi murabahah dengan biaya perolehan aset

(pokok) Rp800 dan keuntungan Rp200; serta pembayaran


dilakukan secara angsuran selama tiga tahun; dimana jumlah

angsuran, pokok, dan keuntungan yang diakui setiap tahun adalah

sebagai berikut:

Tahun Angsuran (Rp) Pokok (Rp) Keuntungan (Rp)


20X1 500 400 100

20X2 300 240 60

20X3 200 160 40

9) Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada

pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari

waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan

murabahah.

10) Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan

dengan menggunakan salah satu metode berikut:

a) Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi

piutang murabahah dan keuntungan murabahah; atau

b) Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan

piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan

pelunasannya kepada pembeli.

11) Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:

a) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat

waktu, maka diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.


b) Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran

pembeli, maka diakui sebagai beban.

12) Denda dikenakan jikan pembeli lalai dalam melakukan

kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui

sebagai bagian dana kebajikan.

13) Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:

a) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar

jumlah yang diterima.

b) Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui

sebagai pembayaran piutang (merupakan bagian pokok).

c) Jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka

dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan

biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.

Akuntansi untuk Pembeli Akhir

14) Utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui

sebagai utang murabahah sebagai harga beli yang disepakati

(jumlah yang wajib dibayarkan).

15) Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar

biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang

disepakati dengan biaya perolehan tuai diakui sebagai beban

murabahah tangguhan.

16) Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional

dengan porsi utang murabahah.


17) Diskon pembelian yang diterima adalah akad murabahah,

potongan pelunasan, dan potongan utang murabahah diakui sebagai

pengurang beban murabahah tangguhan.

18) Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan

kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.

19) Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal memberi barang

diakui sebagai kerugian.

f. Penyajian Piutang Murabahah

Penyajian piutang murabahah telah diatur oleh PSAK No.59 Tahun

2002 yang kemudian disempurnakan dengan PSAK NO.102 Tahun

2013, pada paragraf 37 sampai 39.30

1) Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat

direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan

kerugian piutang.

2) Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra

account) piutang murabahah.

3) Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra

account) utang murabahah.

g. Pengungkapan Murabahah

Pengungkapan piutang murabahah telah diatur oleh PSAK N0.102

Tahun 2013, pada paragraf 40-41.31

30
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar..., h.102.5
31
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Standar..., h.102.5-102.6
1) Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi

murabahah, tetapi tidak terbatas pada:

a) Harga perolehan aset murabahah,

b) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan

sebagai kewajiban atau bukuan, dan

c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101:

Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

2) Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi

murabahah, tetapi tidak terbatas pada:

a) Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah,

b) Jangka waktu murabahah tangguh,

c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101:

Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

H. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan

metode perhitungan. Secara lebih jelas penelitian kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.32

32
V.Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian Bisnis Dan Ekonomi, (Yogyakarta : PT
Pustaka Baru, 2015), h.37
Adapun kualitatif deskriptif data yang terkumpul berupa rangkaian

kata-kata bukan angka-angka yang akan menghasilkan sebuah deskripsi

atau teori. Kalaupun ada angka dalam penelitian ini hanya sebagai

penunjang data saja.

Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena

atau gejala sosial dengan cara memberikan pemaparan berupa gambaran

yang jelas mengenai fenomena atau gejala sosial tersebut dalam bentuk

rangkaian kata yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah deskripsi

atau teori untuk mendeskripsikan tentang kejadian yang ada saat itu.33

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis teliti ini berada di Bank Rakyat

Indonesia Syariah Kantor Cabang Samarinda Jalan Bhayangkara No. 33,

Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber

seperti buku-buku, karya tulis dan referensi-refensi lainnya yang relevan

dengan penelitian ini.

Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini di bagi menjadi 2

sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk

penjelasan secara rinci tentang kedua sumber data tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Data Primer

33
V.Wiratna Sujarweni, Metodologi..., h.39
Sumber data penelitian ini menggunakan data primer. Data primer

adalah data yang diperoleh langsung dari pihak pertama. 34 Data

didapatkan dari hasil wawancara, observasi, dan lainnya. Untuk

mendapatkan data primer peneliti melakukan wawancara, observasi

dan lainnya langsung dengan divisi terkait diBRI Syariah.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang lain atau

lembaga tertentu.35 Sumber tersebut dapat diperoleh dari buku-buku,

dokumen, laporan-laporan maupun dari media lainnya yang akan

menunjang penelitian ini yaitu tentang Penerapan Metode Accrual

Basis dan Cash Basis pada BRI Syariah.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain:

a. Observasi

Observasi adalah proses penyelidikan dengan menggunakan

metode pengamatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan

penulis dengan cara pengamatan langsung terhadap objek yang akan

diteliti.

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

seorang dengan bertanya dan dijawab oleh narasumber atau pihak yang

34
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, (Yogyakarta: Andi Offset, 2009), h.131
35
Anak Agung Putu Agung, Metodologi Penelitian Bisnis, (Malang: UB Press, 2012), h.60
diwawancarai. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian adalah

wawancara terstruktur, dimana penulis membuat atau menyusun daftar

pertanyaan yang kemudian dijadikan panduan dalam melakukan

wawancara.36 Metode pengumpulan data melalui wawancara dalam

penelitian kualitatif umumnya dimaksudkan untuk mendalami suatu

kejadian dan atau kegiatan subjek penelitian. Penulis mengumpulkan

data dengan melakukan interview pada pihak terkait yang dianggap

kompeten dengan masalah yang akan penulis bahas.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan persitiwa yang berlalu, dokumen bisa

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda,

dan sebagainya.37 Metode ini digunakan saat dilakukan penelusuran

data yang bersumber dari dokumen lembaga yang menjadi obyek

penelitian, yang mempunyai keterkaitan dengan tujuan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan, lapangan, dari

dokumentasi sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain.38 Guna memperoleh gambaran yang

jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data.

36
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), h.122
37
Haris Herdiansyah, Metodologi..., h.122
38
Afrizal , Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), h. 178
Analisis data yang dilakukan bersifat induktif, berdasarkan fakta-fakta

yang ditemukan. Analisis data dilakukan sejak penulis menyusun proposal,

melaksanakan pengumpulan data dilapangan, sampai penulis mendapatkan

seluruh data.

Langkah-langkah tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis

data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

b. Reduksi data

Reduksi data merupakan penyerderhanaan yang dilakukan melalui

seleksi, pemfokusan dan keabsahan data mentah menjadi informasi

yang bermakna, sehingga memudahkan penarikan kesimpulan.

c. Penyajian data

Penyajian-penyajian data berupa sekumpulan informasi yang

tersusun secara sistematis dan mudah dipahami. Penyajian data

kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat

berbentu matrik, diagram, tabel, dan bagan.

d. Penarikan kesimpulan
Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan

berupa kegiatan interprestasi, yaitu menemukan makna data yang telah

disajikan.

Antara penyajian data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas

analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif

merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan menjadi

gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan

analisis yang terkait.

Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai

dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di

lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

kemudian diambil intisarinya saja.

Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses

tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan

menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah

didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar,

foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan

studi dokumentasi.
I. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini disajikan dalam enam bab yang

disetiap babnya terdapat sub bab. Sebagai perincian dari bab-bab tersebut,

maka sistematika pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

pemikiran, kajian pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori, dalam bab ini diuraikan beberapa teori yaitu

Akuntansi piutang murabah, metode accrual basis dan cash basis, serta

perbankan syariah.

BAB III Metode Penelitian, Dalam bab ini diuraikan mengenai jenis

penelitian, pendekatan penelitian, subjek penelitian, objek penelitian, sumber

data yakni data primer dan data sekunder, tekni penyajian data, teknik

pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV Hasil Penelitian, dalam bab ini pembahasan terdiri dari Kondisi

obyektif subyek penelitian, penyajian data-data yang terkait dengan

permasalahan penelitian (rumusan masalah penelitian) dan uraian atau analisis

secara mendalam untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB V Penutup, dalam bab penutup berisi tentang kesimpulan dari

keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan

saran agar permasalahan yang diangkat menjadi lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Alquran

Al-Hufaz. Alquran Terjemahan & Tajwid Warna. Bandung. Cordoba Internasional-

Indonesia. 2017.

Buku

Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016.

Al Haryono Jusup. Dasar-Dasar Akuntansi. Yogyakarta: Pentamuda Karya


Bangsa, 2001.

Anak Agung Putu Agung. Metodologi Penelitian Bisnis. Malang: UB Press, 2012.

Arwani, Agus. Akuntansi Perbankan Syariah dari Teori ke Praktik (Adopsi


IFRS). Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Carl S. Warren. Survey Of Accounting Fourth Edition. .USA. LEAP Publishing


Service. 2009.

Haris, Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba


Humanika, 2010.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Graha


Akuntan, 2013.

Iwan, Triyono. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta:


Raja GrafindoPersada, 2015.

James A. Heintz & Robert W. Parry. College Accounting 19th Edition. USA.
LEAP Publishing Service. 2009.

Muhammad. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2010.

Nurhayati, Sri. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Pura, Rahman. Pengantar Akuntansi 1 Pendekatan Siklus Akuntansi . Jakarta:


Penerbit Erlangga, 2013.

Suliyanto. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset, 2009.


Tri Hendro. Conny. Bank & Institusi Keuangan Non Bank di Indonesia.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014.

V. Sujarweni, Wiratna. Metodelogi Penelitian Bisnis Dan Ekonomi. Yogyakarta :


PT Pustaka Baru, 2015.

Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia, 2011.

Yaya. Rizal Dkk. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer.
Jakarta: Salemba Empat, 2009.

Jurnal Terbitan

Ayus. Neni. Analisis Penggunaan Metode Pencatatan Cash Basis dan Accrual
Basis Pada Transaksi-transaksi di Bank Syariah. Al-Amwal. Volume 9. No
1 Tahun 2017.

Masitah. Jamaluddin MD & Musviyanti. Analisis Penerapan Pernyataan Standar


Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 102 (Studi Kasus Pada Pegadaian
Syariah Cabang Gunung Sari Balikpapan). Jurnal Ekonomi. Volume 1.
Nomor 1 Tahun 2014.

Muzayyidatul Habibah. Alfu Nikmah. Analisis Penerapan Akuntansi Syariah


Berdasarkan PSAK 102 Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT Se-
Kabupaten Pati. Jurnal Ekonomi Syariah.Volume 4. Nomor 1. Juni 2016.

Novan Bastian Dwi Ardha. Analisis Perlakuan Akuntansi Murabahah pada Bank
Muamalat Indonesia. Jurnal Akuntansi FIB Unbraw. 2013.

Laporan Keuangan

PT Bank Rakyat Indonesia Syariah. Laporan Tahunan. 2018


(https://www.brisyariah.co.id)
Lampiran :

Instrumen Wawancara

1. Bagaimana karakteristik murabahah disini?

2. Apakah lembaga ini melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari

nasabah?

3. Bagaimana sistem pembayarannya, dilakukan secara tunai atau tangguh?

4. Apakah harga barang bisa berubah?

5. Apakah nasabah mengetahui biaya perolehan hasil penjualan?

6. Bagaimana diskon terkait pembelian barang?

7. Denda seperti apa yang lembaga berikan jika pembeli tidak dapat

menyelesaikan piutang?

8. Apakah ada reward bagi nasabah berupa pemotongan harga?

9. Bagaimana pemotongan harga yang lembaga berikan?

10. Bagaimana pengakuan dan pengukurannya?

11. Bagaimana pengakuan tentang aset murabahah?

12. Bagaimana pengukuran aset murabahah setelah perolehan?

13. Bagaimana pengakuan diskon pembelian?

14. Bagaimana pengembalian kewajiban kepada nasabah?

15. Apakah piutang dinilai sebesar nilai bersih?

16. Bagaimana keuntungan diakui?

17. Apakah potongan pelunasan diakui sebagai pengurang keuntungan?

18. Bagaimana pemberian potongan pelunasan piutang?

19. Apakah potongan angsuran sama seperti potongan pelunasan piutang?


20. Denda yang diberikan diakui sebagai apa?

21. Bagaimana pengakuan dan pengukuran uang muka?

22. Piutang disajikan sebesar nilai bersih atau bruto?

23. Marjin disajikan sebagai pengurang, pengurang apa?

24. Apakah disini memberitahu hal-hal yang terkait transaksi berupa harga

peroleh, janji pemesanan dan laporan keuangan?

Anda mungkin juga menyukai