Anda di halaman 1dari 164

1

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak


melaku kan perb u atan seb agaimana dimaksu d dalam Pasal 2
Ay at ( 1) atau Pasal 49 Ay at ( 1) dan Ay at ( 2) dipidana dengan
pidana penjara masing- masing paling singkat 1 ( satu ) b u lan dan/
atau denda paling sedikit R p1.000.000, 00 ( satu ju ta ru piah) , atau
pidana penjara paling lama 7 ( tu ju h) tahu n dan/atau denda paling
b any ak R p5.000.000.000, 00 ( lima miliar ru piah) .

2. Barangsiapa dengan sengaja meny iarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menju al kepada u mu m su atu c iptaan atau
b arang hasil pelanggaran hak c ipta atau hak terkait seb agai
dimaksu d pada Ay at ( 1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 ( lima) tahu n dan/atau denda paling b any ak
R p500.000.000, 00 ( lima ratu s ju ta ru piah) .
MELIHAT API BEKERJA
Kumpulan Puisi M Aan Mansyur

Penerb it PT G ramedia Pu staka U tama


J akarta
MELIHAT API BEKERJA
Kumpulan Puisi
M Aan Mansyur

GM 401 01 15 0032

© Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama


Kompas Gramedia Building
Jl. Palmerah Barat 29–37, Jakarta 10270

Ilustrator: emte
Desain sampul dan isi: emte

Diterbitkan pertama kali oleh


Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
anggota IKAPI, Jakarta, 2015
www.gramediapustakautama.com

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ISBN 978 - 602 - 03 - 1557 - 7

160 hlm; 20cm

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab Percetakan
*
“Kesenangan adalah tanda bahwa kematian mulai meraba jiwa manusia.”
— Pramoedya Ananta Toer

*
“The days have taught you not to trust happiness
because it hurts when it deceives.”
— Mahmoud Darwish

*
“People are always shouting they want to create a better future. It’s not true.The future
is an apathetic void of no interest to anyone.The past is full of life, eager to irritate us,
provoke and insult us, tempt us to destroy or repaint it.The only reason people want to
be masters of the future is to change the past.”
— Milan Kundera
8
APA gerangan yang dibayangkan penyair
Oleh ketika ia menulis sajak? Ia menulis dan
Sapardi Djoko Damono karenanya menghasilkan tulisan yang
pada dasarnya berupa deretan kata; kita
pun membaca deretan kata itu. Apakah
ketika menulis ia membayangkan kita
ada di hadapannya, mendengarkan apa
yang ditulisnya? Atau dibayangkannya
kita memelototi huruf demi huruf yang
ia tulis? Ketika membaca sajak-sajak
Aan yang dikumpulkan dalam buku ini,
pertanyaan itulah yang tiba-tiba muncul.

Bahwa pertanyaan serupa bisa saja


ditujukan kepada penyair lain, itu jelas.
Namun, cara Aan menghadapi kita yang
pada hemat saya telah memunculkan
pertanyaan tersebut. Cara ini adalah
pengembangan dari apa yang telah
dicobanya dalam buku puisi sebelumnya
dan telah mencapai tahap yang
membuat saya ingin membincangkannya
dengan ringkas sambil mengacungkan
jempol.

9
Posisi puisi modern sebagai komunikasi Sastra baru bisa disebut ‘sastra’ kalau
dalam perkembangan kesusastraan sudah disusun dalam aksara, ‘sastra’
tampaknya harus dipilah dari genre lain adalah aksara. Ketika masih berujud
seperti drama dan novel. Namun, ciri bunyi tentunya yang sekarang kita sebut
yang selama ini membedakannya dari sastra tidak disebut ‘sastra’ sebab bunyi
iksi semakin sulit dikenali kalau kita bukan aksara. Masing-masing berurusan
mendasarkan perbedaan pada ujud dengan pancaindra yang berbeda: bunyi
visual. adalah urusan telinga, aksara berurusan
dengan mata.
Salah satu ciri yang tetap bertahan
adalah ujudnya yang berupa larik dan Sampai pada tahap tertentu dalam
bait: yang menyebabkan orang suka perkembangannya, sastra modern mati-
mengatakan bahwa berita koran pun matian berusaha meyakin-yakinkan
kalau dipotong-potong menjadi larik dan dirinya bahwa berbeda dari hakikatnya
bait akan segera berubah menjadi puisi. yang sudah lampau, yakni bunyi. Sebagai
Pandangan yang ‘berlawanan’ tampaknya benda visual, aksara terletak dalam suatu
juga banyak muncul: puisi modern ruang; kalau tidak ada kata atau ada
telah berhenti sebagai puisi ketika loncatan kata maka muncullah ruang
larik dan baitnya disusun sedemikian kosong. Demikianlah maka larik dan
rupa sehingga ujud visualnya tidak bisa bait diciptakan, demikianlah maka kita
dibedakan dari berita koran. Juga tidak tiba-tiba ‘melihat’ bunyi yang meloncat-
bisa dibedakan dari cerpen atau novel. loncat atau tersusun rapi dalam larik
dan bait. Aksara ternyata tidak pernah
Apakah itu semua menjelaskan kepada bisa mengubur bunyi: kita cenderung
kita bahwa taraf yang sudah sangat melisankan kembali apa yang sudah kita
lanjut dalam keberaksaraan sekarang ubah menjadi ujud visual.
ini tidak lagi memerlukan pengkotakan
atau pemilahan sastra? Bisa saja kita
menjawab ‘ya’ pada pertanyaan itu
berdasarkan pemikiran bahwa pada
kenyataannya benda budaya yang
kemudian kita sebut sebagai ‘sastra’ toh
tidak mengenal pengkotakan.

10
Namun, itu merupakan pernyataan Ada suatu kualitas yang tampaknya tidak
yang umum. Puisi Aan dalam buku bisa dilepaskan dari cara penyampaian
ini menyebabkan saya berpikir lebih lisan, yakni loncatan-loncatan pikiran.
jauh lagi seperti yang saya susun Kualitas itulah yang disingkirkan dalam
dalam pertanyaan di awal tulisan. Kita komunikasi tulisan, tetapi yang ternyata
manfaatkan saja salah satu sajaknya, tidak juga bisa sama sekali dihapuskan.
“Menyeberang Jembatan” sebagai Sejarah puisi menunjukkan keinginan
landasan pembicaraan. Mungkin bukan untuk menghindarinya dengan cara
kebetulan kalau kita pilih sajak yang mengatur hubungan kausalitas antarkata,
judulnya mengandung kata ‘jembatan.’ antarlarik, dan antarbait. Beberapa
Jembatan menghubungkan satu titik sajak Chairil Anwar seperti “Derai-
dengan titik lain, menghubungan satu derai Cemara” dan “Senja di Pelabuhan
tepi dengan tepi lain. Seperti halnya Kecil” menyiratkan keberhasilan usaha
puisi, jembatan adalah komunikasi. tersebut, antara lain dengan cara
menaati tata cara pembaitan dan
Masalah yang perlu dibincangkan pelarikan yang ketat, yang hasilnya tidak
adalah apakah jembatan itu berurusan hanya berupa ujud visual yang tertib
dengan telinga atau mata kita? Apakah tetapi juga terbendungnya luapan emosi
ketika menulis sajak-sajaknya Aan yang berlebihan. Dalam larik-larik yang
membayangkan dirinya mendongeng rapi itu kita bisa membaca urutan
lisan kepada kita atau menggambar pikiran yang menyandarkan maknanya
aksara demi aksara sedemikian rupa pada kausalitas.
agar kita bisa menghadapinya sebagai
‘gambar’ di ruang kertas. Ini bukan Namun, ada kualitas lain yang
perkara bagaimana cara kita menghadapi ternyata tidak bisa dihapus – malahan
puisinya, tetapi sikap penyair ketika dimanfaatkannya sebagai semacam
menulis. Apakah sikap semacam itu perekat hukum sebab-akibat yang
penting maknanya bagi pembacaan kita? tersirat dalam sajak-sajak tersebut –
Kita tentu bisa menjawabnya dengan yakni anasir bunyi. Rima yang terjaga rapi
positif atau negatif, tetapi bagaimanapun dan irama yang teratur menyebabkan
hal itu bisa ‘terbaca’ dalam deretan dan dua sajak itu menjelma rangkaian sebab-
tumpukan kata yang kita sebut puisi. akibat.

11
12
Yang saya uraikan itu sama sekali tidak
terbaca dalam sajak-sajak Aan dalam
buku ini. Tentu tidak bisa dikatakan Saya merasa seperti mendengarkan
bahwa ia telah membuat lompatan jarak si penyair sedang mendongeng di
jauh dari Chairil Anwar, tidak. Namun, hadapan saya, tidak seperti membaca
harus dikatakan bahwa Aan telah ujud visual dua sajak Chairil yang kita
berhasil melanjutkan tradisi perlawanan bincangkan sebelumnya. ‘Mendengarkan’
terhadap kualitas yang sudah dicapai berurusan dengan bunyi, namun bunyi
Chairil Anwar. “Menyeberang Jembatan” yang sampai ke pikiran saya tidak dirakit
adalah hasil penting dari usahanya untuk dalam rentetan yang tunduk pada ujud
tidak menulis sejenis ‘prosa liris’ ala visual. Saya merasa Aan berhadapan
Amir Hamzah yang melanjutkan tradisi dengan saya dan dengan seenaknya
Rabindranath Tagore, tetapi sejenis sajak menyampaikan apa yang terlintas
yang tidak lagi percaya pada keketatan dalam pikirannya. Ia tidak berpura-pura
ujud visual dan tirani bunyi. Bait (atau menyusun kata dan kalimat yang dilem
‘alinea’) pertama sajak itu sebagai dengan kausalitas – ia ‘ngomong’ saja.
berikut: Yang susul-menyusul dalam pikirannya
disampaikannya, tentu ada usaha untuk
Aku ingin mampu menceritakan merapikannya agar bermakna, tetapi
apa yang kurasakan ketika sama sekali tidak ada upaya untuk
berjalan sendirian di jembatan. menghindari digresi – suatu kualitas
Ibuku penasaran kenapa aku yang dicap negatif dalam tradisi tulis. Bait
senang melakukannya. Dia pertama itu menjanjikan suatu urutan
tidak mengerti waktu aku pikiran, tetapi bait kedua ini mengelak
mengatakan: aku memperoleh dari janji itu.
kebahagiaan dari yang gentar
gemetar di diriku. Seperti jatuh Perihal membosankan dan
cinta? Tidak, Ibu. Dia diam dan percuma selalu lebih mampu
aku merasa kalah. menemukan kata-kata untuk
mereka kenakan. Bagi yang
setengah-setengah, dan bagi
yang berdiri di tengah-tengah,
kata-kata semata jembatan
yang seolah-olah ada. Di
diriku ada banyak perihal yang
terengah-engah tidak mampu
menyeberang ke jantung ibuku.
Mereka terpaksa menjadi
rahasia dan aku merasa bersalah.

13
‘Dialog’ antara ibu dan anak yang kita Setiap kali ibuku terpekur di
harapkan berlanjut ternyata harus hadapan lemari, aku mungkin
istirahat karena adanya gangguan pikiran ada di sana menemaninya.
lain, yakni komentarnya sendiri atas Ketika ibuku berusaha
apa yang barusan disampaikannya. Dua membuat dirinya cantik sekali
kalimat terakhir alinea itu berusaha lagi, rahasiaku barangkali yang
menyambung dengan alinea pertama. menggenggam cermin untuknya.
Jika ibuku tidur memeluk diri
Terbayang kemudian ‘jembatan’ sebagai sendiri, aku berharap ikut
konsep klasik yang sering dimanfaatkan menopang rindu dan tubuhnya
untuk menggambarkan kesinambungan yang kesepian.
atau sebaliknya. Dan apa yang menjadi
taruhan utama penyair, yakni kata-kata, Dan andai dia menerima surat
digambarkannya sebagai ‘semata- dari suaminya, pikiranku sungguh
mata jembatan yang seolah-olah ingin bergetar di jari-jarinya.
ada.’ Ya, ‘seolah-olah,’ karena gagal Perasaanku sungguh ingin basah
menyeberangkannya ke ibunya. oleh air matanya.

Sesudah alinea kedua itu, susul-menyusul Berbeda dengan yang kita baca dalam
alinea-alinea yang mengungkapkan kedua sajak Chairil yang saya sebut
betapa ‘banyak perihal’ yang tidak bisa sebelumnya, sajak ini sama sekali bukan
melewati jembatan. Mulailah penyair ini hasil usaha mengatasi luapan emosi
mengungkapkan segala perihal itu, tanpa dengan bentuk visual dan auditori yang
urutan, tanpa sebab-akibat: longgar ketat tetapi justru dengan lintasan-
selonggar-longgarnya sehingga bisa lintasan pikiran yang tampaknya susul-
saja terdengar saling menyodok, saling menysul muncul begitu saja tanpa
mengganggu tanpa terasa adanya upaya tatanan yang dirapikan oleh aksara.
penyair untuk merapikannya dalam
tatanan sebab-akibat atau menatanya
dalam bunyi-bunyian yang rapi.

Sejak kecil aku sering pergi


ke hutan. Aku membisikkan
pikiran dan perasaanku yang
merahasiakan diri dari tinta
kepada pepohonan, sebelum
mereka ditebang dan berubah
menjadi pintu dan jendela, kursi
dan meja, atau buku-buku.

14
15
16
Persis seperti kalau kita mendengarkan Ibuku masa lampau. Kenangan.
dongeng yang disampaikan secara lisan. Dia selalu mampu mengecup
Pada titik inilah menjadi jelas kualitas ingatanku, namun ingatanku
lain dari kelisanan, yakni ‘tatanan’ yang kening yang cuma mampu
episodik. Kalimat-kalimat Aan dalam menunggu dikecup. Kata-kataku
sajak itu tidak lain adalah episod-episod selalu ingin mampu menyentuh
yang bermunculan ‘begitu saja’ seperti jantungnya, namun mereka tidak
yang kita dengar dari penyampaian punya jemari.
lisan. Si penyair menghadapi kita sebagai
pendengar, bukan pembaca yang sibuk Puisi ini sama belaka.
mencari-cari sebab-akibat dalam urutan Sekumpulan kata, batang-
kalimat. Aan telah memilih untuk kembali batang pohon mati, yang
menjadi juru cerita, menjadi sahibul bermimpi menjadi rumah
hikayat. Ia telah meninggalkan Chairil tanpa dinding. Semata memiliki
Anwar, lebih suka menjadi pendongeng jendela, pintu, dan sesuatu yang
yang tidak sepenuhnya peduli pada memeluki keduanya. Rumah
tata cara kaku dalam menyusun aksara. yang menunggu pertanyaan-
Namun, apakah dengan demikian pertanyaan ibuku datang
sajak-sajaknya berantakan karena tidak memberi penghuni.
direkat oleh ujud visual dan aspek
auditori? Tidak sama sekali. Ia memilih Akal-akalan unggul itu sama sekali tidak
akal-akalan yang unggul dalam tata cara ada hubungannya dengan disebut-
mendongeng lisan. Dengarkan penutup sebutnya puisi dalam alinea terakhir
sajak ini. sajak ini, tetapi ada pada kemampuan
si penyair mempertahankan suasana
yang menjadikan sajak ini suatu benda
seni yang utuh dan kokoh dalam
menyarankan makna. Dalam pencapaian
serupa itu, Aan adalah salah seorang
dari dua atau tiga penyair kita yang
berhasil memaksa kita dengan cermat
mendengarkan demi penghayatan atas
keindahan dongengnya.

(Ciputat, 27 Agustus 2014)

17
Belajar Berenang
Telanjang di Depan Cermin
Laut Berparuh Merah
Menjatuhkan Bintang-bintang
Perihal Tokoh Utama Komik
Menonton Film
Mendengar Radiohead
Menyeberang Jembatan
Melihat Peta

Menunggu Perayaan
Memimpikan Hari Libur
Seekor Kucing dan Sepasang Burung
Menenangkan Rindu
Sejam Sebelum Matahari Tidak Jadi Tenggelam
Catatan Seorang Pedagang di Pasar Terong Makassar
Menelepon Kau
Menjadi Hantu
Menjadi Lumba-lumba

Menjadi Tamu
Pameran Foto Keluarga Paling Bahagia
Jendela Perpustakaan
Hantu Penyanyi
Mengunjungi Ambon
Langit dan Laut di Timur
Memastikan Kematian
Aku Menunggu di Kantukmu
Mengingat Pesan Ibu

18
Jalan yang Berkali-kali Kautempuh
Mengunjungi Museum
Menyaksikan Pagi dari Beranda
Menjadi Kemacetan
Siput atau Bayi atau Aku yang Tidur
Ada Anak Kecil Kesepian di Tubuh Ayahmu
Mengurus Surat Keterangan Hilang
Bermain Petak Umpet
Tentang Sepasang Kekasih yang Melintas Bergandengan Tangan
Pulang ke Dapur Ibu

Seorang Lelaki dan Binatang-binatang yang Hidup dalam Jasnya


Menyunting Sajak Untukmu
Ketidakmampuan
Kepada Kesedihan
Mengamati Lampu Jalan
Mengisahkan Kebohongan
Menikmati Akhir Pekan
Menyimak Musik di Kafe
Melihat Api Bekerja
Masa Kecil Langit

Sajak buat Seorang yang Tak Punya Waktu Membaca Sajak


Jika Aku Sakit
Surat Pendek buat Ibu di Kampung
Barangkali
Ketika
Kau Membakarku Berkali-kali
Hal-hal yang Dibayangkan Sajak Terakhir Ini Sebagai Dirinya

Tentang Penulis
Tentang Pelukis

19
20
Kau nyala langit yang biru
pada pangkal April dan awan
yang menolak warna selain
putih. Kau setapak berundak-
undak di belakang rumah dan Kau jari-jari air yang mengangkatku
bayangan pohon-pohon yang pelan-pelan ke permukaan.
menyembunyikan daun tua dan Kau kekuatan yang kutelan dan
hewan melata. Kau tebing dan kuembuskan berulang kali. Kau
suara angin yang memantul-mantul. kepak yang membuat sepasang
lenganku bergerak menggapai-
Kau nyali yang melepaskan gapai.
pakaianku dengan malu-malu. Kau
langkah-langkah yang hendak dan Kau keriangan yang tidak capai
tidak ke bibir jurang. Kau tangkai bergolak dalam darahku. Kau
pohon yang tidak kutahu namanya, keseimbangan yang berhati-hati
tempat tungkai kakiku gemetar dan tak menginginkanku berhenti.
sebelum terlambat memegang Kau matahari yang memerahkan
sesuatu. punggungku.

Kau udara sesaat yang membuatku Kau rumah yang membuatku lupa
berdoa. Kau ketenangan yang pulang. Kau petang dan burung-
terbuka dan terluka menerima burung yang mencari sarang. Kau
tubuhku yang telanjang dan jatuh senyum yang kusembunyikan dari
sebagai jala gagal mengembang. kemarahan ibu.
Kau ikan warna-warni yang kaget
Kau kebahagiaan yang terlambat
dan sembunyi ke balik batu.
terpejam. Kau yang pertama dan
Kau benda-benda pendiam di akan selalu basah dalam mimpiku.
kedalaman. Kau air yang tiba- Kau yang terbangun tengah malam
tiba keruh dan kepanikan yang dari mataku.
menyakiti dadaku. Kau nyawa yang Kau sungai yang memanjang lalu
berlepasan seperti balon-balon melapang sebagai laut karena
kecil dari paru-paruku. khawatir aku jatuh sekali lagi. Kau
masa kecil yang sekarang kukenang
dengan rasa bersalah dari dekat
jendela darurat pesawat terbang.

21
22
Aku mencengkeram kepala
Aku berdiri di depan cermin. dan wajahku. Menyarankannya
Telanjang dan mencari yang intim pantang menyerah. Hidungku jalan
dari seluruh yang tiba-tiba asing sempit dan datar. Aku mewarisi
dan liar. keterbatasan. Modal baik bagi
petualangan.
Rambutku hujan, atau komet di
langit malam. Rahang persegiku Aku menelusuri garis leher hingga
mahir menakut-nakuti tangan pinggang. Tebing gunung. Para
pencari yang lemah lembut. pendaki belum pernah ke sana.
Mereka akan melihat benteng Lenganmu masa depannya. Juga
kokoh, bukan banteng pemalu. payudaramu. Kau akan kelelahan
Bibirku langit dan kakinya pada menanjak ke puncak. Di bahuku
pukul enam sore. Atau teluk akan dibangun perusahaan
yang ditakdirkan tidak dipeluk dan rumah tempat seorang
sempurna. perempuan pelancong akan
mampir. Juga tempat kita berbulan
Lekuk teluk bibirku mencibir dua madu selamanya.
danau di atasnya. Tetangga yang
tidak pernah saling mengunjungi. Meski sudah kuat, tubuhku masih
Sepasang kesepian. ingat aroma rahim ibu. Segera akan
datang kau menawarkan rahim
Masa depan mataku adalah berparfum merek lain. Jahat—dan
kemarahan. Juga keramahan murah senyum.
tempat cinta terjatuh. Suatu hari
kelak kau akan mengatakan hal Tungkai kakiku sepasang pohon.
indah mengenai mataku. Mataku Berdiri di kiri dan kanan jalan
kegelapan yang mengenakan bersemak. Rerimbunan yang akan
bintang-bintang tidak mati. Gelap mengembalikanmu ke rahim ibu.
seperti dasar lautan. Seperti
pertanyaan yang menolak semua Aku remaja tiga belas tahun.
jawaban. Mataku menyembunyikan Berdiri telanjang di depan cermin.
rahasia, termasuk dari dirinya Tubuhku negeri asing. Masih masa
sendiri. lalu. Menunggu masa datang kau.

23
Akan kuhentikan tahun-tahun
diamku demi mengatakan kau
cantik. Setelah itu, aku bunuh diri.
Atau memintamu jadi seekor
gagak yang mematuk mataku. Aku
ingin melihat perih terakhir adalah
merah paruhmu.
Bekas lukaku hidup seperti sisa air
Halaman dan rumahmu selalu terperangkap di telinga usai mandi.
penuh langit jatuh. Permukaannya Seperti gigi bungsu susah payah
menyentuh dan menjadi kalung tumbuh dan merobek gusi.
bagi leher kota. Laut merebutmu.
Matamu berteman baik dengan Kini kau laut berparuh merah.
ikan dan terancam mata pancing. Tulang rusukku debu. Cinta jadi
lumpur, jika aku menyentuhmu.
Laut adalah langit, namun sedikit Aku menyimpan napas terakhir
lebih basah. Keduanya cemburu dalam botol parfum. Aku
kepada matamu. meletakkannya di rambut-rambut
halus tubuh berombakmu.
Waktu menjadi siang yang padam
berminggu-minggu. Menggenang Kelak jika kaubangkit, lolos dari
seperti kenangan yang laut, akan kususun debu-debuku
ditanggalkan jalan pulang. kembali sebagai kita. Sebagian
kuciptakan jadi kata-kata yang
Bencana melandai, menjadi tongkat cuma mencintai mulutmu dan
yang menggandeng tanganku ke telingaku.
pantai. Dengan gemetar rindu,
kusentuh alismu. Sesuatu yang asin
dan asing menjawabku. Butiran-
butiran garam yang terbuat dari
masa lalu kita. Aku tidak bisa
merasakan angin lagi sebagai lagu.
Ia menyebut terlalu banyak nama.

24
25
26
Kepalaku pernah lebih ringan dari
bulu burung gelatik. Menggelitik
seperti riak-riak halus di perut
perahu yang berbaring di perut
telaga. Selalu menggoyang langitku.

Begini ramalan cuaca pekan ini:


Besok, udara lebih cerah dari
senyum bayi. Lusa, langit remaja
jatuh cinta—ceria, panas, dan
Aku akan menggulung langit mengumpulkan hujan. Kamis,
malam seperti karpet Turki dan penuh awan berbentuk tanda
menjualnya kepada penawar baca. Jumat, curah dari awan mirip
tertinggi. Akan kulepaskan binatang kebun binatang. Sabtu, alam penuh
buas dari diriku. Ia pernah tidur api dan apapun yang menyerupai
berabad-abad di rumah ibadah. itu. Minggu, tidak ada cuaca.
Selalu lolos dari perangkap cahaya.
Hati-hati. Angka bunuh diri langit
Aku belajar dengan cara bisa tiba-tiba meningkat. Begitu
mengabaikan. Tetapi, sekarang, aku pun dengan kelembapan dan
ingin berhenti sejenak. Mengingat keasinannya. Tetapi, aku akan
nama mereka yang tertelan pasir berjalan-jalan di cakrawala ketika
hisap pikiranku tahun lalu. Ada matahari mendarat di topiku.
hutan hitam di kepalaku. Waktuku
penuh tengkorak. Kakiku tangga, Aku akan menggulung langit
memanjat dan menjatuhkan diri malam seperti karpet. Sebagai
sendiri. bintang-bintang, kau akan
berjatuhan. Dalam cahaya sekarat
senyum terakhirmu, ada sesuatu
yang tampak serasi. Mengerikan
dan menantang. Aku, untuk
pertama kali, kaupahami.

27
28
Bahunya, lebih kuat dari batu
gunung. Pembuluh darah
menuangkan udara ke dalam
suaranya. Menghamburkan
kekuatan untuk setiap ons
takdirnya. Ia hidup. Dihiasi
pakaian berbagai warna. Ia bicara
menggunakan bahasa roh. Tidak
Ia berdiri. Luhur dalam hening. masuk akal, namun penuh tetapi.
Rapuh dalam ikatan yang rawan Ia kadang meratapi bebannya.
putus. Diselubungi jaring laba-laba Ia menggantungkan diri di
dan kebisingan dari kepalanya. kontrak besar yang tidak pernah
Matanya terpejam bagi puing- ditandatangani.
puing, juga bencana yang masih
rencana. Hatinya selalu berduka dengan
harapan suatu hari ia utuh
Sepasang lengannya terentang. kembali. Awan akan hilang. Api
Lapang bagi penerimaan. Seperti yang membakarnya dari dalam
sayuran terpotong-potong. akan dingin. Lengannya terpasang
Mencintai pisau dan api dapur. kembali—dan tumbuh jadi kebun
Kepalanya menampung penyakit. baru. Kepalanya menjadi seluruh.
Sebagian berperang melawan Hatinya merah.
seluruhnya.
Ia cantik. Pemurah dan sedikit
Bibirnya dijahit. Perutnya penuh pemarah. Tak tertandingi
kebakaran dan kelaparan. senyumnya. Ia akan menggodamu
Kemauannya lunak bagi dengan cerita yang tidak ada
kebingungan, dan keras kepalanya. ujungnya. Dongeng dan musik
ajaib. Ia waktu. Ia seorang ibu. Ia
Tubuhnya dicabik-cabik waktu. mengandung dewa-dewa. Ia rahim
Berisi sesuatu yang mengizinkan ribuan penyembahan dan tarian.
tubuh lain tumbuh di tubuhnya.
Paru-parunya sering kering. Namanya sama dengan nama
Hatinya kuning. Jantungnya negaramu. Sepasang lengannya
memompa kehidupan yang ragu- terentang. Selalu mencintai pisau
ragu. dan api dapur.

29
Semesta di mana orang-orang
bijak mabuk mengelilingi meja Semesta di mana kau dimakan
kayu besi sambil membahas masa singa. Aku menunggumu di
depan kita. Udara terbuat dari mulutnya memegang tanda
asap. Aku dan kau merangkak di bertuliskan nama aslimu yang tidak
tanah seperti ular sebelum kaki- pernah kautahu sebelumnya.
kakinya hilang. Langit pada musim-
musim tertentu jatuh seperti Semesta di mana setiap kali kau
potongan-potongan jigsaw. Jutaan menyentuh gelas dengan tangan
simbol matematika menggantung kosong, kau merasakan bisikan
di kabel-kabel telepon dan lampu- yang mendesahkan. Lengan dan
lampu jalan. Bunga-bunga akan kaki tidak diperlukan samasekali.
memberi petunjuk ketika kita Kita bercinta dengan menuangkan
kehilangan arah. cahaya ke mata satu sama lain.

Semesta di mana waktu hanya Semesta di mana furnitur


ada dalam cangkir-cangkir teh. ialah hewan-hewan peliharaan
Kehidupan nyata ibarat dunia kesayanganmu. Botol-botol anggur
kartun dan kartun terlihat seperti diisi dengan kelopak-kelopak
kehidupan nyata. Keduanya adalah bunga untuk disajikan kepada bayi
sepasang tetangga yang tidak saling kita yang baru lahir.
percaya. Ingatan dikosongkan
setiap pukul 6 sore. Seperti Semesta di mana setiap kali
matahari tenggelam, untuk diisi matahari terbit, di kepalamu
berita malam yang membicarakan tumbuh sulur-sulur tumbuhan
keluarga kita. beracun. Setiap kali matamu
berkedip, aku seperti mendengar
gelegar petir beruntun.

Semesta serupa yang kita huni


kini, tetapi aku tidak pernah ada di
sana. Aku tidak pernah ada di sana.

30
31
Aku ingin belajar menangis tanpa
air mata, perasan perasaan-
perasaan yang lembap. Aku
percaya ada perihal semacam itu;
peri yang memperindah hal-hal
perih, batu yang bertahan di alir
air sungai, atau badai yang lembut.
Aku tahu ketelanjangan tempat
bersembunyi bunyi yang lebih
nyaring daripada sunyi.

32
Dan dalam setiap yang pecah ada
keindahan, hal-hal yang berhak
dicahayai senyuman; porselin
mahal yang membentur lantai
ruang tamu, lampu taman yang Kesalahanku padang rumput
mati, daun-daun dan daun jendela yang hijau. Seperti ternak, aku
yang jatuh, hati yang patah dan ingin makan dan menjadi gemuk.
perpisahan, atau rindu dan bayi- Menjadi potongan-potongan
bayi yatim piatu. daging yang membuatmu enggan
tersenyum seusai makan. Menjadi
Aku lahir dari ucapan-ucapan ibu lemak yang kau keluhkan dan
yang lebih banyak ia kecupkan menghabiskan uangmu. Sementara
dengan diam: berlari adalah kebenaran semata museum yang
kesunyian, berjalan adalah tidak kita sadari. Jika ada waktu, kau
kebalikannya. akan mengunjunginya. Namun, kau
terlalu sibuk melupakanku.
Aku bertahan bertahun-tahun
berlari dalam kesunyian menuju Masing-masing kita adalah
kau. Aku mau menemukanmu, agar kumparan diri sendiri, orang
mampu berjalan menggandeng lain, dan bayangan yang setia.
tanganmu mengelilingi pagi yang Tidak ada kemurnian. Dalam
hangat. Atau mengantarmu pulang, pengingkaranmu akan aku, ada
menyusuri gelap, dan dengan cinta yang akan membuatmu
sepenuh ketulusan aku ingin bersedih suatu kelak.
menjaga dirimu dari diriku.
Sementara aku, aku tahu cara
Ketulusan, panjang dan susah mengisi kekosongan adalah
dinikmati sepenuhnya, seperti menunggu. Dunia ini dipenuhi
musim. Kejujuran, singkat dan keseimbangan-keseimbangan. Tepat
tidak mudah diduga, seperti cuaca. ketika seorang melihat matahari
Namun, jika kau menginginkan sore menutup mata, di tempat lain
jarak, aku akan menjadi ketiadaan ada seorang menatap matahari
yang lengang. Sebab ingatanmu pagi bangun. Ketika matamu
sedekat-dekatnya keadaan aku. tiba-tiba berair, dari jarak yang
Lebih dekap dari pelukan sepasang tidak kau ketahui, aku tersenyum
lengan. menghangatkan kesedihanmu.

33
Aku ingin mampu menceritakan Setiap kali ibuku terpekur di
apa yang kurasakan ketika hadapan lemari, aku mungkin ada
berjalan sendirian di jembatan. di sana menemaninya. Ketika ibuku
Ibuku penasaran kenapa aku berusaha membuat dirinya cantik
senang melakukannya. Dia tidak sekali lagi, rahasiaku barangkali
mengerti waktu aku mengatakan: yang menggenggam cermin
aku memperoleh kebahagiaan untuknya. Jika ibuku tidur memeluk
dari yang gentar gemetar di diri sendiri, aku berharap ikut
diriku. Seperti jatuh cinta? Tidak, menopang rindu dan tubuhnya
Ibu. Dia diam dan aku merasa yang kesepian.
kalah.
Dan andai dia menerima surat dari
Perihal membosankan dan suaminya, pikiranku sungguh ingin
percuma selalu lebih mampu bergetar di jari-jarinya. Perasaanku
menemukan kata-kata untuk sungguh ingin basah oleh air
mereka kenakan. Bagi yang matanya.
setengah-setengah, dan bagi yang
berdiri di tengah-tengah, kata-kata *
semata jembatan yang seolah-olah Ibuku masa lampau. Kenangan.
ada. Di diriku ada banyak perihal Dia selalu mampu mengecup
yang terengah-engah tidak mampu ingatanku, namun ingatanku kening
menyeberang ke jantung ibuku. yang cuma mampu menunggu
Mereka terpaksa menjadi rahasia dikecup. Kata-kataku selalu ingin
dan aku merasa bersalah. mampu menyentuh jantungnya,
namun mereka tidak punya jemari.
*
Sejak kecil aku sering pergi Puisi ini sama belaka. Sekumpulan
ke hutan. Aku membisikkan kata, batang-batang pohon mati,
pikiran dan perasaanku yang yang bermimpi menjadi rumah
merahasiakan diri dari tinta kepada tanpa dinding. Semata memiliki
pepohonan, sebelum mereka jendela, pintu, dan sesuatu yang
ditebang dan berubah menjadi memeluki keduanya. Rumah yang
pintu dan jendela, kursi dan meja, menunggu pertanyaan-pertanyaan
atau buku-buku. ibuku datang memberi penghuni.

34
35
36
*
Peta memberitahuku semua
harta karun tersimpan di jantung
rahasia hal-hal yang hancur. Kau
menggantung seperti sesuatu yang
tak mampu aku namai—mimpi
atau kenangan. Di kepalaku, kau
cahaya yang disaring kaca jendela
Hari ini, kematian membisikkan berdebu. Memasukiku sebagai jiwa
perihal-perihal indah. Langit yang lelah.
pagi yang perangainya tenang
dan hangat telah ditanggalkan. Nanti malam, aku tak mau
Beruluran jutaan jalan kecil. Kaki- menutup mata jendela. Akan aku
kakinya mekar jadi kembang api biarkan ia menatap mata bulan,
yang terbuat dari awan hitam. tempat barangkali kau menitip
rahasia.
Aku tiba-tiba ingin seisi tubuhku
tercuri. Seseorang menangis Sementara yang menetap di
memasangkan pakaian berwarna luar aku, segalanya dendammu.
sederhana dan wewangian Memendam dendam, kata ibuku,
sambil membayangkan tuhan seperti meminum segelas racun
menyambutku dengan riang. dengan harapan membunuh orang
lain.
Kau, entah di mana, membaca
catatan yang kutulis dan terlambat Aku tidak ingin mendengar kabar
tiba. pemakamanmu. Biar tubuhku
dan seluruh isinya yang tercuri.
Hari terakhirku jadi hari pertama Hiduplah kau.
bagimu. Kesedihanku terbakar
menjadi abu. Kautumbuh menjadi
pohon yang pucuk-pucuknya
hendak menyentuh biru angkasa.

37
38
39
Kau pergi ke dunia masa kecilku
yang dipenuhi gambar hitam putih.
Televisi berisi siaran dunia dalam
Sol sepatumu bicara apa kepada berita. Soeharto, topi caping,
jalan yang menjauh? hamparan padi, dan senyum yang
mengajari kita hal-hal palsu. Video
Kuberitahu, hanya sedikit orang klip Tommy J Pisa, Nia Daniati, dan
yang mampu mencapai ujung dan Betharia Sonata. Betapa pandai
ketiadaan. Sekarang jalan sudah mereka menyembunyikan dan
terlalu panjang dan bercabang- membunyikan kesedihan. Atau
cabang. Aku terus berdiri di siaran pedesaan dan kisah-kisah
gerbang ini dengan sepasang keluarga penuh perkelahian.
telinga tidak mampu menyentuh Gunung, sungai, rumah, bendera,
kata-katamu. Aku menunggu juga toko dan kota. Semua dilukis
punggungmu tidak menghadap entah siapa menggunakan pensil
wajahku. patah dan kertas putih semata.

40
*
Kau hanya mampu menghilang jika
pergi melampaui dunia sebelum
aku mengenalmu.

Dulu aku tidak perlu memikirkan


apa-apa selain segera jadi dewasa.
Sekolah enam tahun. Berangkat
pagi, pulang siang, dan singgah
mandi telanjang di sungai sampai
tubuh merah. Lulus dan sekolah *
lagi. Bersepeda dan terjatuh. Telingaku tidak mampu melupakan
Menjual sawah dan sekolah lagi. tawamu seperti orang Amerika
mengingat peristiwa Sebelas
Lalu datang perayaan September.
kemerdekaan. Aku ikut lomba
memasukkan paku dari pantat Meski sendiri, aku ingin mewarnai
ke mulut botol. Aku tidak gerbang ini dan menyambut lagi
memenangkan apa-apa kecuali perayaan. Akan kubuat upacara
tawamu dari sela-sela penonton. bendera, baris-berbaris, panggung
Tawa itu mekar jadi pertanyaan lagu-lagu lama, dan lomba-lomba
pada suatu siang yang kubisikkan yang membuat penonton lupa
ke telingamu di kantin sekolah saat penderitaan. Barangkali aku tidak
para guru rapat membahas uang akan memenangkan apa-apa sekali
dan ulangan. Kau mengangguk lagi.
dan waktu mengalir secepat
barang-barang impor. Walkman, Tapi aku sudah nyaris
pager, DVD player, komputer, dan menghabiskan diriku di sekolah
telepon pintar. bertahun-tahun. Bertahan tidak
mencintai siapa pun, kecuali
seseorang dalam diriku yang
menunggu waktu dan punggungmu
tidak menghadap wajahku.
Menunggu wajahmu tertawa sekali
lagi, mungkin kepada masa depan
yang lain.

41
42
Bunga-bunga di beranda tertawa Astaga! Kau mengagetkan pagi
melihat orang-orang melintas seperti kota membangunkan
membawa kendaraan berlibur kesepian. Koran dan puisiku jatuh
ke tempat ramai. Kemacetan, menimpa dan menumpahkan
supermarket, pelabuhan udara, buah-buahan dari gelas yang telah
atau pantai. Hujan bergegas pulang menempuh usia dan perjalanan
ke langit setelah bekerja keras jauh demi menjilat lidahmu.
semalaman.
Aku bangun seperti hujan yang
Di meja ada segelas buah- pulang ke langit. Kepalaku tidak
buahan kedinginan menginginkan berada di tempat yang tepat.
cintamu keluar dari baju tidur. Aku berjalan ke kamar mandi
Kau tenggelam di halaman koran bersama potongan-potongan
Minggu, membiarkan sejumlah mimpi. Pikiranku seperti lukisan
puisi berisi masa depan dan Frida Kahlo atau kisah-kisah Italo
masa lalu membaca matamu. Kau Calvino. Aku memasukkan diriku
mengenali puisi-puisi itu. Puisi ini ke dalam hari libur dan harapan
meniru mataku, katamu sembari bisa menemukan siapa namamu.
mengulang-ulang nama penulisnya.
Namaku. Sejak hari itu, aku tidak bisa
tidur lagi. Juga kau dan kesepian
barangkali.

43
Ada sangkar besar di tubuh kecil Aku ingin menjadi seekor kucing
setiap burung. Surga bagi para di jalanan atau puisi. Aku ingin
pencinta burung, tempat mereka memangsa sepasang burung di
terperangkap lupa diri dan mati. wajahmu.
Juga matamu, sepasang burung
terakhir di bumi. Aku tak pernah Jauh dalam tubuhku ada pohon
membenci apa pun sebesar aku yang tumbang dan tumbuh tiap
mencintai matamu. hari. Juga sarang tempat angin
sering mampir istirahat.
Pikiran bukan penjara. Aku
penjarakan pikiranku. Kututup Kelak orang membaca puisi
pintunya buat semua tamu dan tentang taman kota, mengunjungi
nama. Kecuali jiwamu, puisi tentang museum burung, atau membaca
jalan-jalan lengang pukul tiga pagi. dongeng tentang hutan-hutan
yang hilang. Mereka tersenyum
mengingatku.

“Pada zaman dahulu, ada seekor


kucing menyelamatkan sepasang
burung dengan memakan
sepasang mata kekasihnya.”

44
45
46
Bumi tidak butuh banyak bulan. Warna yang sama bisa tampak
Bulan sendiri, pandai, dan sunyi dan riang sekaligus. Langit
kekanak-kanakan. Dia bisa jadi paham hal-hal semacam itu. Kata-
pisang ambon, mangkuk pecah katamu bicara terlalu banyak
ibumu, atau martabak utuh jika tapi tidak pernah cukup. Langit
kau lapar. Dia akan menertawai selalu cukup dengan cuaca dan
kerakusanmu atau menjadi penuh pertanyaan-pertanyaan.
ketika kau kosong.
*
Biarkan bintang padam sebagian Jangan percaya pada kartupos
dan langit tetaplah satu-satunya dan kamera seorang petualang.
yang tidak mudah kautebak. Langit Menyelamlah ke ingatannya dan
yang lapang dan dalam akan temukan senja selalu basah di
berterima kasih kepada tubuhnya sana. Kau hanya boleh jatuh cinta
karena kau punya mata dan kepada ingatan yang menyerupai
benak. Juga ungu tato yang kau langit: rentan dan tidak mudah
sembunyikan di balik malumu yang dikira.
pura-pura.
Dia meninggalkanmu agar bisa
* selalu mengingatmu. Dia akan
Langit tampak cantik karena mobil pulang untuk membuktikan
yang kautumpangi bergerak cepat. mana yang lebih kuat, langit atau
Jendela mobil mogok bukan matamu.
pasangan yang cocok buat kaki
langit. Langit pekerja keras. Dia
membutuhkan satu hari yang
cerah dan kekosonganmu yang
gerah untuk membuat matahari
sore seperti lukisan atau kota
kebakaran.

47
48
*
Pukul 5:17 sore. Aku tidak yakin pada
segala sesuatu—kecuali dada yang
1.
memar dalam puisi ini. Juga rasa samar
Perih paling sulit untuk kucintai antara manis dan pahit kopi yang tinggal
adalah perihal yang paling kaucintai. sepah.
Aku ingin kau membuat tantangan
Aku menginginkan gelas ketiga.
bagiku. Mencintaimu, umpama.
Puisi baru separuh.
Ciri-ciri perempuan yang kucari-
cari adalah yang gampang berduka. Puisi ini kutulis untuk teman-
Kau tidak tahu berhenti tertawa. temanku. Aku ingin merasuk
Hidup bukan lelucon—atau dan merasakan dada mereka
jantung lelucon adalah kantung air yang belum kutemui. Kau juga
mata. belum pernah bertemu mereka.
Aku tidak tahu sedalam apa
Langit sore sedang tidak indah.
kebohongan di mata mereka—
Dia senang berawan akhir-akhir ini.
barangkali tidak lebih dalam dari
Tetapi ketika aku melihat keluar,
milikmu.
wajahku terasa jauh lebih muda. Di
kaca jendela, samar kulihat diriku Di internet, bahkan orang yang
sebagai anak langit tua itu. Dulu, sangat jauh dapat menyakiti kita.
aku merasa anak matahari, tetapi Aku suka mereka menyakitiku
langit lebih mudah menerima dari kejauhan. Aku menjadi lebih
kekurangan. mencintai diriku dan hal-hal yang
sering kuanggap rapuh.

Besok hari Rabu. Jika ini hari


terakhirku, Rabu akan menjadi hari
favoritku.

49
* 2.
Aku sering seperti ini. Gelisah dan tidak
Pukul 5:30. Rasanya seperti
tahu harus melakukan apa pun. Hanya
pagi—dan aku baru saja bangun
duduk dan mendadak puisi jatuh cinta
dari mimpi buruk. Jalanan di luar
kepada kesunyian di telingaku yang
kafe adalah mimpi buruk yang
sudah lama ingin bicara kepada kau atau
lain. Kadang aku berdoa kau tidak
siapa saja.
sedang berada di sana, terjebak
Puisi adalah pasangan bercinta bunyi klakson dan debu.
yang kasar—kadang seperti
perkelahian yang menggairahkan. Lebih baik kau berbaring di tempat
Kata-kata yang kau baca cuma tidur, menertawai dirimu atau siapa
percik-percik darah. saja yang gagal mencintaimu. Atau
menyerah kepada mimpi manis
tentang seseorang dari masa lalu.
*
Masa lalu hanya indah bagi orang-
Setelah gelas ketiga, kupikir sebaiknya
orang yang tidak menyentuhkan
aku melakukan suatu hal gila: keluar dari
kakinya pada masa kini.
kafe ini dan menabrakkan diri ke kepala
truk.
Aku ingin melihat bagaimana *
puisi memungut tubuhku—dan Matahari membuat orang mengurus hal-
kau tertawa membacanya di hal tertentu di dalam ruangan. Menguras
koran besok pagi. Kubayangkan uang negara dan selingkuh, misalnya.
kau tertawa pada hari Rabu. Tetapi tidak ada matahari sore ini. Dia
Kau menertawai seseorang yang takut tenggelam. Dia takut tidak bisa
bersedih karena kau tidak berhasil terbit pada hari favoritku.
membuat tantangan untuknya.
Kafe ini dipenuhi lagu yang
Aku ingin datang kepadamu menghancurkan dirinya sendiri.
sebagai lelucon yang lebih besar Sementara puisi untuk teman-
daripada hidupmu. temanku adalah jalan-jalan baru
di tengah hutan. Kata-kata adalah
pepohonan yang bertumbangan.

Kau dengar derak mereka? Seperti


dada mereka yang jauh.

50
*
Ada kalanya puisi seperti cinta. Tidak
tahu di mana harus berhenti.

3.
Pelayan kafe mengamati langit dari
jendela yang lain. Barangkali dia saudara
kembarku. Saudara adalah puisi yang
selalu lupa dituliskan. Puisi tidak tahu
tinggal di rumah. Sering pura-pura jadi
pengembara.
Aku ingin melupakanmu—dan
mencari tahi lalat ibuku di wajah
pelayan kafe.

Tangannya menyalakan lampu


seperti kesepian yang datang
dari masa lampau. Aku ingin dia
memadamkannya. Lampu tidak
perlu menyala sebelum betul-
betul gelap. Kita mesti memberi
kesempatan kepada bayangan
untuk bertukar dengan tubuh lain.

*
Setiap hari adalah kekasih yang
gagal mengucapkan selamat tinggal.
Kadang-kadang kau yang harus tega
mengecupkan selamat jalan. Dia
barangkali sudah terlalu sakit untuk
pergi—seperti matahari yang takut
tenggelam hari ini.

51
Dulu aku tak percaya orang lain Aku mungkin kehabisan kata
berani mengusirku dari rumah meladeni mereka berbincang
sendiri. Tapi kota ini memaksaku tentang masa depan. Tapi aku
paham selalu ada orang mengaku selalu punya senyum untuk
lebih berhak atas milikku. menolak semua yang cuma andai.

Mereka datang membawa batu, Sudah kulingkari nyaris semua


pasir, semen, besi, air, minyak tanah, angka di kalender. Sudah kulingkari
api, tentara, polisi, dan preman hari ini dan besok. Aku waspada.
untuk menebar kecemasan. Aku Aku selalu waspada. Kewaspadaan
lebih takut kepada mata uang— yang terlatih tak bisa dikalahkan
dan kesenangan-kesenangan— oleh senjata buatan pabrik.
daripada mata senjata.
Besok datang lagi orang-orang itu.
Aku tahu bertegur sapa dengan
senyum bahkan kepada musuh
yang pura-pura bertandang
sebagai tamu, teman, atau
pelanggan.

52
53
54
Apakah kau ada di sana?
Apakah kau ada?
Apakah kau?
Seperti pohon mati menunggu
Di pusat malam, dari dalam diriku angin datang mematahkan lengan-
seorang peragu bertanya-tanya. lengannya, atau memutihkan
Apakah cuaca kurang sehat atau ingatan bunga-bunganya. Seperti
kau sedang tidur memimpikanku? seorang pengelana memanggul
Dering teleponku, suara menggigil penyesalan, mencari Tuhan agar
memanggil diri sendiri. Seperti lagu mampu menemukan dirinya
mencari seorang penyanyi. kembali.

55
“My apologies to past loves for Aku ingin tidur seharian di
treating the latest as the irst.” sepatumu saat kau pergi ke
— Wislawa Szymborska kantor menggunakan sepatu lain.
Menunggumu di rumah tanpa
mengeluh.

Aku ingin jadi warna kesukaanmu,


melingkari lehermu. Berpura-pura
sebagai selendang, karena seorang
pria lain tidak putus menginginkan
dadamu.

Aku ingin mendengkur bagai ular


sawah atau angin di sudut kamar,
di tumpukan pakaian kotormu.
Mereka hangat, dekat, mendekap,
dan masih beraroma kita.

56
57
58
Aku pernah punya mimpi indah. Kau
menulis angka-angka penanda di bahuku,
semacam tato permanen. Aku juga
menulis angka-angka serupa di perutmu,
dan kau tertawa. Ujung pisau yang aku
gunakan menulis membuat rahimmu
geli. Kita telanjang, bergandengan tangan,
berjalan dalam gelap dan tiba di tebing,
lalu terjun ke sungai tapi kau tidak.

Kelak, pada satu hari Sabtu, saat kau


tidak sibuk di kantor, aku mencium pucuk
hidung anak-anakmu di bibir kolam renang.

59
Aku akan datang ke rumahmu, Aku akan menemanimu menanam
memegang semua benda yang sayur-sayuran di halaman belakang
baru kauletakkan. Aku ingin sembari membayangkan di pipiku
merasakan tanganmu ketika kau tumbuh bulu-bulu yang akan
sendiri atau tidak ada. menggelikan pipimu.

Aku akan menuliskan daftar Aku akan mengambil dua foto


benda-benda yang menutup setiap hari dan merangkai mereka
matamu ketika menyebutkan jadi ilm. Barang-barang yang
nama mereka. Saat sendiri, aku pernah kaugenggam. Ranjangmu.
mengucapkan dan mengecupkan Cabang-cabang dan kembang
nama-nama itu agar mimpiku bisa sayurmu, atau cambang di pipiku.
tertidur. Akan kumasukkan juga tembang-
tembang yang menemaniku
Aku akan masuk ke kamarmu, menunggu di beranda.
berbaring di tempat tidurmu
hingga kamarmu berubah jadi
kamar kita. Atau menunggu di
beranda sambil mendengar lagu-
lagu cinta dari radio tetangga.

60
61
62
Aku tidak percaya kepada orang-
orang yang senang memamerkan
kebahagiaan keluarga mereka.
Hiburan dan liburan. Pakaian
dan kota-kota asing. Senyuman,
pelukan, dan berlembar-lembar Alasan utama mereka bahagia
foto keluarga. Mereka kaca buram adalah tidak peduli. Mereka tidak
yang mudah pecah. Buah-buahan mau tahu jika kau masih punya
yang tidak dikupas. Barang-barang alasan lain.
mewah yang takut ketinggian.
Ketika kesedihan menyentuh hidup Sudah lama kuhentikan
mereka, semesta adalah kesalahan. percakapan tentang negara dan
Tidak akan kuceritakan derita siapa cinta dengan mereka. Bahkan
pun kepada mereka. kepada saudara, mereka bicara
menggunakan klakson kendaraan.
Tidak ada yang mampu mereka
lakukan selain berpura-pura— Kuberitahu, saat kau menyusuri
dan memberi hal-hal yang tidak jalanan mengenang teman-
dibutuhkan. Kutipan-kutipan atau temanmu yang pergi dan
kisah sedih tentang usaha melewati tidak pernah pulang. Saat kau
kehidupan yang berbahaya. menghindarkan teman-temanmu
yang masih hidup dari kejahatan-
kejahatan lain yang mengancam.
Mereka sibuk tersenyum di depan
kamera.

Mereka punya berlembar-lembar


foto keluarga yang penuh hal
tiruan baru.

63
Langit menyentuh buku-buku pada Di depan perpustakaan, langit
sore hari ketika para pengunjung masih menatap jendela tertutup
diminta berhenti membaca. itu tanpa berkedip. Aku tidak ingin
Seorang petugas akan menutupnya cepat sampai di rumah. Kubiarkan
dan tidak menyadari pertemuan langit yang sedih menyentuh
singkat mereka yang hangat. kepalaku. Orang-orang tergesa
Perpisahan dan warna masa kecil dan tidak membawa buku. Mereka
itu tiba-tiba musnah. berbahaya dan tidak waspada.

Orang-orang pulang dengan Di jalan menuju rumah aku


pikiran-pikiran lama di kepala. ingin memikirkan semua bunyi-
Lampu-lampu dipadamkan dengan bunyian—bahkan yang paling
alasan penghematan. Buku-buku jauh—dan tidak ingin mengerti
tidak bisa membaca diri mereka apa-apa. Di rumah hanya ingin
sendiri. Malam akan datang dan kurenungkan diriku dan seluruh
kesunyian menyusun dirinya yang tidak ingin kulupakan. Jika
kembali. mimpi datang, aku ingin jadi
jendela yang luas untuk langit,
buku-buku, dan kau.

64
65
66
Ia menekan-nekan tuts keyboard Tak ada hujan. Jika hujan datang
mengetik kata piano lagi dan lagi, malam itu ia akan menjadi
juga titik dan koma, sambil dalam penyebab.
hati menyanyikan lagu ciptaannya,
yang di ingatannya tinggal *
beberapa larik: Meski tidak mabuk, ia masuk
kamar mandi. Ia siram kepalanya.
1. Berdering-dering Halo yang Ia kosongkan bak. Ia tetap tidak
aku kirim sejak bertahun-tahun mampu menghafal lagu ciptaannya
lalu belum kau jawab hingga sendiri.
sekarang. Aku tahu kau dengar.
Sisa-sisa air yang tertinggal
2. Kepalaku kampung, dipenuhi di telinganya seperti bisikan
anak kecil yang berlarian kekasihnya yang pergi bertahun-
mengejar bayang-bayang tahun sebelumnya.
mereka sendiri. Aku melihat
diriku. Setelah melepaskan handuk, ia
tiba-tiba tidak bisa membedakan
Di layar komputer, ia lihat piano- antara kantuk dan angin. Ia
piano seolah-olah dikerubungi berjalan ke tempat tidur tanpa
sekawanan semut. Jika ia pemabuk, mengenakan apapun kecuali
pikirnya, tanda-tanda baca itu rambut yang tergerai basah dan
menyerupai kunang-kunang. bekas luka.

67
Ia pejamkan semua mata lampu
dan matanya. Ia lihat di halaman
bunga satu demi satu mekar
bersama masa lampau.
Di tengah laparnya yang belum
Tak ada hujan. Jika hujan datang melahap apapun, ia lihat mobil
malam itu ia akan menjadi jenazah berhenti dan menunggu
penyebab. di depan rumah tetangga. Ia
ketakutan dan beberapa bagian
* lagunya yang hilang tiba-tiba pulang
Ia tidur seperti tanda kutip dan menemaninya.
semua yang ia lihat dalam mimpi
adalah pahlawan. Baginya, yang 1. Jika aku menyukainya, ia
layak jadi pahlawan hanya bunga- bernama kesunyian. Jika aku
bunga dan anak-anak. Tetapi, bukan membencinya, ia bernama
itu maksudnya, katanya ketika kesepian.
ia terjaga oleh suara sirine yang
semakin mendekat. 2. Aku akan pergi, aku akan
segera pergi. Begitu juga
Ia bertanya-tanya, apakah harus denganmu. Begitu juga mereka.
terjaga hingga pagi agar mampu
kehilangan mimpi. Ia tidak mau Ia bernyanyi dan bernyanyi sendiri
dikejar-kejar mimpi masa kecilnya. hingga ia raib ditelan suaranya
Masa kecil amat rakus, mengubah sendiri.
manusia menjadi undur-undur.
Tak ada hujan. Jika hujan datang
Tak ada hujan. Jika hujan datang malam itu ia akan menjadi
malam itu ia akan menjadi penyebab.
penyebab.
*
* Malam-malam berikutnya, penyanyi
Ia lapar. Sangat lapar. Ia seolah itu menghantui rumahnya sendiri.
punya kekuatan yang mampu
memakan malam dan seluruh
isinya. Ia lihat, di jendela, bulan
sudah habis ditelan pelan-pelan
oleh bayangan bumi. Ia merasa
lebih kuat dari sekadar bayangan
bumi.

68
69
70
Langit di atap teluk berwarna layar Di kapal penyeberangan, di antara
televisi yang sudah lama menolak puluhan sepeda motor dan peluh
aliran listrik. Sedih dan menarik. gadis-gadis berparas Portugis,
kulemparkan pesan seseorang ke
Kucatat empat hal lain untuk Tanjung Martha Alfonso.
mengingat langit itu:
Menjadi diri sendiri adalah ilsafat
1. Gudang barang antik yang yang sekarat dan alat kontrasepsi
mahal dan belum ditemukan, yang sudah bocor sebelum
2. Gedung pemerintah yang dimasukkan ke kemasan dan
didatangi demonstran berbayar, dijajakan sembarangan.
3. Sepasang mata bayi yang mati
digugurkan ayahnya, dan *
4. Rok pelajar lima tahun setelah
tak lulus ujian nasional. Kesedihan selalu menunggu di
kampung Air Mata Cina. Kudengar
Sebelum berangkat, kusimpan kabar, di antara rumah-rumah
namaku di saku sebagai nomor sempit, para penduduk sempat
kontak darurat yang akan sering mau berdamai. Tapi, pada suatu
dihubungi ibuku dengan takut. Aku malam, ada bunyi parang riuh dari
ingin tinggal di alamat yang tidak dasar sumur mereka. Mata air yang
hendak menerima surat, di antara tak mau mati, terus membanjiri
keinginan dilupakan dan keharusan kantor-kantor berita di Jakarta.
diingat.

71
Cinta adalah kapsul yang tidak *
menyembuhkan apapun kecuali Beberapa buku kembali jadi pohon
kegembiraan dan tabungan. Di titik di dadaku, penuh tanda baca cara
itu, siapapun butuh tikungan atau Oxford. Merekahkan memar
pengkhianatan yang cerdik. berbentuk hati. Luka tak berhenti
mendekatiku, hendak lebih dekap
Perihal yang jauh mesti diabaikan dari jiwaku sendiri.
hingga terbukti kembali punya hati.
Seperti waktu, pahlawan, dan
Aku menitip kamera di Warung kiamat yang tak memegang nomor
Kopi Sibu-sibu dan mendaki tangga antrean. Jebakan dan trampolin
untuk beristirahat di Negeri Soya. ada di mana-mana. Sulit dibedakan.
Di tas punggungku ada sekantong
roti sagu yang hangat. Untuk sampai ke satu tempat, aku
pergi dan meninggalkan sedikit
Dari ketinggian, aku menatap demi sedikit tubuh di jalanan.
Ambon dan malam perlahan Untuk membangun rumah, aku
menutup kepalanya yang harus jatuh dan lumpuh.
ditumbuhi pohon natal dan kerlip
lampu kubah masjid. Sebelum pulang ke penginapan,
aku makan nasi kuning di emperan
Para perantau seperti masa toko. Ada dua pria penjual bunga
lampau mendatangi pintu tidur memeluk diri mereka di
dan lonceng yang menunggu dekat kembang-kembang yang
didentangkan sekali lagi. tidak laku dan layu.

Dari kamar-kamar karaoke,

72
kudengar erang orang-orang
menangisi diri mereka. Tentara dan
polisi lalu-lalang seperti orang-
orang pribumi, tapi tak tidak tahu
tersenyum.

Ambon yang langitnya berubah


jadi kembang api semalaman
kubayangkan tanah kelahiranku.
Kantuk menguapkan kopi hitam
terbaik dari darahku.

Aku terpejam dan agamaku hilang


beberapa jam.

Aku bermimpi mengirim surat


kepada ibuku, tapi tidak pernah
sampai karena salah alamat.

Pagi menghidupkanku lagi dan


menemukan kematian bukan lagi
metafora. Sayang, tiket pesawat
sudah dipesan dan aku susah
menghindar dari perjalanan
berikutnya.

73
*
Kita Maluku: kau Buru, aku Aru. Satu.
Tapi laut adalah pusat tubuh kita yang
lapar, menghampar seperti kota riuh
dan berbahaya. Jari-jari pantai berusaha
saling menggapai ibarat surat dan
alamat. Rindu surut atau perahu karam
dan berkarat di dasar paling dalam. Di
permukaan, harapan tidak lebih dari buih
yang terombang-ambing, bimbang antara
jadi pelampung atau nasib penumpang
Masa lampau sering kali kita tolak yang selamat dari maut.
kilaunya. Sebagian bintang di langit
Sementara masa kecil kita semata
adalah hantu. Kala hidup, mereka
mata air yang sudah berhenti jadi
peta penuntun kita mencari kerang
sungai. Leluhur adalah gelegak
dan menyeberang ke pulau-pulau
lahar di perut gunung berapi
jauh. Karenanya anak-anak kita
yang sembunyi seperti ranjau di
mencintai jendela, angan-angan,
balik ombak dan mudah meledak.
petualangan, dan buah tangan.
Rahim ibu, puncak palung yang
Cahaya bintang berakhir tepat lupa pula kita jadikan tempat
waktu seperti peristiwa-peristiwa pulang, telah jadi cangkang-
dan bencana berubah jadi cangkang mutiara belaka.
kenangan indah yang pura-pura
Selebihnya, hanya ada hewan-
kita ingkari. Mata mereka mati.
hewan air yang asin dan beracun
Mayat mereka jatuh dan terkubur
seperti orang asing.
di udara. Kita terpukau dan
berandai-andai. Kita ingin jadi
*
mesin dan bukan nelayan. Kita ingin
jadi pilot dan bukan penyelam. Sekarang, di televisi dan Internet,
biru cuma kata sifat yang tidak
Tidak ada yang lebih pandai
tahu harus memeluk tubuh siapa.
mengelak dari diri sendiri melebihi
Perumpamaan-perumpamaan
kita.
hampa.

Hal-hal lain sudah baru dan bukan


milik kita.

74
75
Sesekali aku jadi puisi cerewet
seperti ini untuk meyakinkanmu.
Kau selalu cantik bahkan saat
Seperti bulan, di dasar tiap kata, tidur di pelukan orang asing. Saat
kunikmati sepi dengan mengubah bersedih. Saat jauh dari jangkauan
benda-benda jadi bayangan. senyum siapa pun.
Kuingin setiap cahaya tersenyum
melihatku sendiri. Kuingin tiada Di luar ingatanmu, semua orang
apa pun mampu menampung dan adalah orang asing.
menjangkau kesedihanku.
Selalu ada puisi tentang kau. Telah
Kejahatan ada di mana-mana. kuhapus selalu dan tentang di
Di kota-kota atau di kata-kata, kalimat sebelum ini. Kuingin tak ada
atau pada segala sesuatu yang sesuatu yang butuh diseberangi di
kausebut kita. Dalam bentuknya antara kau dan puisi.
yang paling sempurna, dia bernama
kebahagiaan. *
Kata-kata selalu bunuh diri dan
Akan selalu kutemukan diriku tumbuh sekali lagi jadi puisi.
bersedih dan jatuh cinta kepada
laut yang memisahkan diri dari Puisi membayangkan tidurmu
puisi dan orang-orang kota yang gelisah atau tanganmu teriris
gemar berlibur. Aku mengajari saat memotong sayuran atau
diriku berenang dan menjadi kuat. kau bersedih kucingmu yang
mengenakan nama dewa mati
* digerogoti virus atau anak tetangga
Berkali-kali kauhadiri pemakaman memecahkan kaca jendelamu
semata demi memastikan karena dia penasaran dan mau
kematianku. atau kau menangis menyadari
senyummu selembar uang palsu.
*
Setelah mati, aku hidup sebagai Puisi bertamu ke dalam dirimu.
hewan peliharaan yang selalu Dia datang dari hal-hal sederhana.
tak mau kausangkarkan atau Dari bahaya. Dari pikiran-pikiran
kebiasaan buruk yang tak mampu yang menolak waspada. Dan kau
kausingkirkan. jatuh cinta.

76
77
Baik di dalam maupun di luar sajak Kantuk yang kauabaikan;
ini, kau adalah tragedi yang kubaca (1) kelelahan oleh ulah tanggung
berulang kali dari halaman terakhir jawab yang pura-pura kautunaikan,
hingga kata pertama. (2) kesedihan karena kau selalu
gagal jadi perayaan, (3) kesepian
Sekarang—tidak mau kudengar yang tidak mampu disembuhkan
musim hujan kausebut puisi seperti riuh dunia, (4) kecemasan yang
remaja patah hati—ingin kutulis di kaurahasiakan dengan senyum
keningmu sesuatu yang hangat dan lebih menyerupai mata pisau.
sudah lama kauingkari. Aku rindu
melihat tubuhmu jadi ruang pamer Berhentilah. Sejenak saja.
benda-benda yang tidak bisa
disaksikan orang lain. Di ujung sajak ini, kusiapkan
sebotol obat tidur dan segelas
Aku mencintaimu seperti televisi kopi untuk kauberi pertanyaan.
tua di gudang nenekmu yang
terbakar. Cuma satu kanal dan
tidak pakai remot kontrol.

Kausadari diam-diam. Kau tidak


pernah tampak cantik di internet
atau di jalan-jalan yang terbuat dari
iklan dan kemacetan dan korupsi.
Kau hanya bisa melakukannya di
kamar tidurmu atau di tidurmu
atau di mimpi-mimpimu tentang
harilalu. Ketika sendiri.

78
79
Setelah sampai di perhentian
terakhir sajak ini, kauingat pesan
ibumu.

Seluruh yang kaumiliki bukan


yang kaumau. Seluruh yang
kaumau bukan yang kaubutuh.
Seluruh yang kaubutuh bukan
yang mampu kaujangkau. Seluruh
yang mampu kaujangkau luruh
dan sia-sia belaka.

“Berhenti. Jangan berangkat


sebelum tiba,” katanya.

80
81
82
Kau pernah melewati sajak ini. Kata
ini menemukanmu lagi di sini. Kau
sudah berkali-kali melewati kata ini.
Juga kata ini. Kalimat ini ada di sini
untuk kaulewati dan kaulupakan Istirahatlah di sini. Kata ini, ada di
sekali lagi. Sajak ini bagimu lebih sini, mencari seseorang yang mau
akrab daripada jalanan macet mampir dan mampu berpikir. Atau
di antara tempat tidur dan bilik di sini, di antara kata ini dan kata
kerjamu. ini.

Kenapa kau terburu-buru?

Tunggu.

Masih ada persimpangan di


sajak ini. Beberapa kata dari sini.
Kau pernah sembunyi di balik Pelankan langkah dan berpikirlah
beberapa kata sajak ini. Di balik untuk belok ke lain arah, ke jalan
kata ini dan kata ini. Kautahan yang pernah kaulewati sekali.
napas dan pura-pura jadi orang
lain. Seseorang menguntitmu Di jalan itu, yang tidak lagi
dan kau ketakutan. Barangkali ingin kaulalui, dulu kau berjalan
tukang tagih hutang. Sajak ini tahu, menggandeng tanganmu. Berjalan
ketakutan itu kaupikir telah mati, sebagai dirimu yang tidak lagi
sebagaimana kegembiraan yang kaukenali. Seperti kata lain yang tak
berulang kali kaurayakan dengan menampakkan diri di sepanjang
minum bir di ujung bait ini. perjalananmu menempuh sajak ini.

Kau tak ingat apa yang Kau baru saja melewati


membuatmu pelupa. Kau negara persimpangan terakhir. Kau tak lagi
dan anak-anak buahnya yang melihatnya ketika menoleh.
menggunakan hati menyakiti diri
sendiri. Kau kantor berita dan Dan, pada akhirnya, tiada apapun
ruang redaksi. Kau sahabat yang kautemukan setelah tiba di sini.
pergi. Kau kekasih yang tidak tahu
berterima kasih. Kau anak yang
mengungsi bermil-mil dari rindu
yang menunggu di mana-mana, di
sajak ini.

83
84
85
86
1. 2.
Ada remaja abadi yang tidak Ia dan seorang gadis di sekolahnya
kaukenal dalam diriku. Selalu, di pernah saling jatuh mencintai.
museum yang sama, ia seperti Semua pria dewasa, termasuk
patung belum dirampungkan guru, hanya orang bodoh di depan
pahat. Ia tak mampu membedakan gadis itu. Ia ingin gadis itu tumbuh
antara menghadapi lukisan lebih nyata dari kecantikannya. Ia
dan berdiri di puncak tebing. Ia ingin menjadi sihir dan gadis itu
menjatuhkan diri ke semesta percaya pada keajaiban.
benda-benda di bingkai ketika
belum jadi bangkai atau hantu. Ia ingin sihir tampak lebih nyata
dari lukisan atau lebih hidup
Tempat tidur dan segala yang dari seluruh yang sibuk di luar
tertanggal di atasnya masih museum. Tapi ia tak ingin cinta
pepohonan. Bekas luka dan jadi tangga yang mengangkat dan
kesendirian perempuan itu masih merendahkan diri sendiri.
kuda muda liar dan senyuman.
Dan lain-lain yang hanya terlihat Ketika gadis itu pergi, pelayan
jika kausentuh.Waktu, umpama, toko buku langganannya berkata,
sebelum terkutuk jadi kalender “Kau kehilangan. Ia terlalu banyak
atau jam dinding yang ketagihan bagimu.” Hanya ada satu toko
mengulang hidup dan tidak buku kecil di kota ini—dan pelayan
menyelesaikannya. yang dimakan usia sendiri itu
terlalu rajin. Kehilangan dalam
Dunia lama selalu baru terjadi di kalimat pelayan itu adalah obat
hadapannya. Ia menjauhkan diri yang tiap saat menyakitinya.
dari segala yang ada di luar pintu
museum. Ia merasa terjebak di
antara doa dan ciuman pertama.
Jika ia menganggap lukisan sebagai
keindahan, semesta itu memudar.
Ia tidak ingin aman dan tercatat
sebagai penghuni masa lampau
terlalu cepat.

87
3. 4.
Ia setuju, dan ia tidak setuju. Ia “Setiap orang adalah lukisan, jika
melihat gadis itu tak mampu tak membiarkan diri terperangkap
menerima hidupnya sendiri bingkai,” kata pelayan toko buku
sebagai kesibukan yang lumrah itu pada hari terakhir bekerja, hari
dan boleh ditunda. Ia mengejar terakhir sebelum jadi hantu lain di
dirinya sebagai karir, mengubah pikiran remaja abadi dalam diriku.
kecantikannya jadi jam kerja.

Di museum, ia ingin
mengembalikan bekas luka di
punggung perempuan itu jadi
senyuman. Ia ingin meniupkan
apapun yang mampu mengubah
ranjang, selimut, dan pakaian
perempuan itu jadi serat-serat
pohon. Ia ingin jadi penyihir atau,
setidaknya, kembali jadi seorang
yang belum pernah bercita-cita
mengenal kuas dan warna. Ia ingin
jadi pencuri takdir sendiri, pulang
ke sekolah yang tidak kenal ujian
dan acara penamatan.

88
89
Langit menjatuhkan banyak Jalanan keruh sekali setelah pukul
kata sifat. Tidak satu pun ingin tujuh pagi. Satu-satunya jalan keluar
kutangkap dan kuingat. Kubiarkan adalah masuk. Tutup pintu. Biarkan
mereka bermain seperti anak-anak jalanan tumbuh dengan hal-hal
kecil sebelum mengenal sekolah. palsu.
Mereka menyentuh pepohonan
dan membuatnya berwarna- Aku ingin mandi dan tidur
warni. Mereka memanjat dinding siang berlama-lama. Aku
dan jendela bercahaya. Mereka mencintai kemalasanku dan
mencelupkan jemari di kopi dan ingin melakukannya selalu. Pada
mimpiku meluap jadi mata air di malam hari, aku ingin bangun dan
halaman. mengenang orang-orang yang
hilang.
Orang-orang melintas membawa
kendaraan. Mereka menyalakan Sudah tanggal berapa sekarang?
radio dan tidak mendengarkan
apa-apa. Mereka pergi ke kantor
tanpa membawa kata kerja.
Mereka tergesa, tapi berharap
tidak tiba tepat waktu.

90
91
92
Kita lelah dan mesin-mesin ini tidak
tahu bergerak. Kauingin aku jadi
sesuatu yang ringan dan pandai
terbang. Aku lebih suka andai bisa
jadi mobil bertumpuk di belakang
pabrik yang sudah pensiun—atau Kita lelah dan kata-kata dusta dan
belukar yang menjadikannya taman kota-kota jauh jatuh dari layar
ular. telepon genggammu yang lelah
kaupandangi. Kau sedih seolah
Dari jendela mobil yang semua orang yang kaukenal tiba-
gelisah tidak ada yang tampak tiba menghapusmu. Kauingin aku
indah. Bahkan matahari yang jadi negara atau hal-hal lain yang
menenggelamkan diri dan jingga. gemar berlibur. Aku lebih suka
Sebagian hujan sejak lama sudah andai bisa jadi buku dongeng
sial tercatat di laporan tahunan yang kaubaca di tempat tidur.
departemen sosial. Selebihnya Kaupeluk aku sambil tertawa
memilih sembunyi di sajak siapa- membayangkan kita sepasang anak
penyair-itu dan aman jadi laut atau kecil yang selamanya. Kupeluk kau
langit atau cuaca tanpa ada yang sambil membayangkan lengan kita
mengubah namanya jadi keluhan. adalah negara satu-satunya.
Kauingin aku jadi kekasih atau
puisi yang tangannya bisa memijat Mesin-mesin ini tetap bodoh dan
betismu yang keram. Aku lebih tak tahu bergerak. Teleponmu
suka andai bisa jadi trotoar atau basah dan mati dan lepas dari
pohon tua yang mengajakmu genggaman. Tidur, atau mungkin
berlari-lari kecil seperti bocah maut, memasuki tubuhmu pelan-
riang pulang sekolah. pelan. Matamu museum kupu-
kupu. Kulihat mimpi satu demi satu
keluar dari sana. Aku, seperti biasa,
memikirkan cita-citaku yang selalu:
ingin segera berhenti jadi buruh.

93
94
Satu-satunya rumah yang tersisa
adalah tidurku. Di luar itu, badai—dan
bayangan-bayangan yang mengejar diri
sendiri. Aku tidak lagi menunggu. Jendela Kubiarkan semua bayangan di luar
telah kehilangan cahaya. Langit-langit dan rumahku berlari dan jatuh menabrak diri
atap dan langit dipenuhi perjalanan dan sendiri. Ikutlah berlari jika kau tak ingin
ketakutan dan bandara. ke mana-mana lagi. Di dalam cangkang
ini, aku riang bermain. Alamat-alamat
Kuinginkan ini: selimut warisan ibuku yang tidak pernah kudatangi, pulau-pulau
adalah cangkang dan aku melunak jadi yang pernah menjauh, pulang satu demi
bayi. Sudah lama aku jatuh cinta pada satu menempatiku.
hal-hal yang bisa mengajariku mengerti
cara berhenti. Telingaku tersumbat dan Kelak ketika bayangan-bayangan itu, dan
lamat-lamat cuma kudengar kalimat kau, menyerah atau mengalah atau gagal
selamat tidur dari dalam diriku yang mengalahkan diri sendiri, aku bangkit.
baru kembali. Mataku adalah pintu. Bahkan batu-batu
akan memasukiku sebagai bunga atau
Aku siput dan aku bayi dan aku matahari terbit.
diselaputi tidur yang damai. Kumakan
mimpi-mimpiku: kita dan perih lain yang
kita kira masa depan dan semua yang
cuma andai.

95
Ibumu tumbuh jadi perempuan yang pandai memasak
dan memiliki anak-anak yang sering diserang kelaparan
dan pertanyaan-pertanyaan.

Aku cuma seorang ayah yatim-piatu.

96
97
98
Ke kantor polisi—aku benci kantor
polisi—aku datang pagi-pagi. Minggu
lalu dompetku hilang dan harus
menjadi urusan negara. Aku tidak
bisa makan tanpa surat keterangan
hilang. Meski tabunganku kecil, bank
lebih percaya stempel polisi daripada
tanda tanganku atau nama gadis
ibuku.

Di kantor polisi, ada seorang ibu


menangis. Aku ingin bertanya
dia kehilangan apa, tapi polisi
melarangku mendekat. Bukan
urusanku, mereka bilang.

Aku pulang membawa surat


kehilangan dan senyum seorang
ibu yang belepotan air mata. Di
perempatan sebelum belok ke bank,
aku mengirim pesan pendek kepada
ibuku.

Aku baik-baik saja hari ini.

Tapi, aku takut menanyakan


kabarnya.

99
100
Kututup mata di depan, atau
barangkali di belakang, pohon
mangga dan menghitung satu dua
tiga empat lambat hingga sepuluh.
Kubiarkan kau berlari, menemukan
jarak dan tempat sembunyi. Ketika
kau sudah aman, kucari kau sambil
bernyanyi. Kutahu, di suatu tempat,
kau cemas menunggu.

Rasanya baru dua tiga bulan, bukan


sepuluh, anak-anak belum sempat
menanggalkan diri dari kita. Tapi, di
antara pohon mangga tempatku
terpejam menghitung dan sunyi
tempatmu sembunyi, telah
dibentangkan jalanan. Di dadanya,
orang-orang asing dan mesin-
mesin lalu-lalang lebih cepat dari
waktu, saling kejar mencari dan
mencari dan mencari dan mencair
jadi apa dan kenapa dan kapan.
Kau, meski tak lagi sembunyi, tidak
juga kutemukan.

Barangkali kau suntuk menunggu,


dan aku mulai cemas kehabisan
lagu.

101
Kelak aku seorang asing
bagimu. Wajahku gunung, tidak Ke mana-mana kaugenggam
tampak puncaknya karena tertutup jariku, kaurasakan jantung kita
kabut—atau pemeran tak kaukenal berkedut kecil di telapak tanganmu
dalam ilm-ilm noir yang dipenuhi yang mudah basah. Ketika aku
kepulan asap kretek. diam, kau menghitung dalam hati.
Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam.
Ketika kaucoba menyusun Kau tersenyum menyadari jantung
wajahku, kau seakan-akan kita adalah penyanyi dan musik
membaca puisi Sylvia Plath pada pengiring yang serasi.
pukul tiga pagi. Kau tidak bisa
tidur dan aku satu-satunya Lalu kau tiba-tiba menemukan
nyawa yang bisa kauhirup sebelum kesimpulan. Cinta adalah hidangan
berangkat ke kantor. di atas meja, pelan-pelan dingin
dan kau tidak lagi lapar.
Kelak suatu sore kau berdiri di
depanku. Bumi bergetar sendiri *
karena memberat oleh keheningan Kelak aku seorang asing bagimu.
yang tidak bisa kita tampung. Tidak lebih satu wajah entah siapa
tersesat di keramaian karnaval.
Kauingat ketika
mencintaiku segampang Namun, sejak itu, kau tak mampu
menghirupembuskan napas. Aku menyanyi atau menghitung sesuatu
berhenti merokok karena tanpa merasakan jari-jariku
tidak tega melihat dadamu menggelitik jantungmu.
nyeri. Aku mengganti parfum
beraroma ayahmu yang mati oleh Aku kembali mengisap kretek
peluru nyasar polisi. Aku lebih rajin sembari mengenang dadamu yang
memotong kuku. Aku mengurangi sering mendadak minta diantar ke
waktu main Twitter dan game rumah sakit.
online yang tidak kautahu namanya.

102
103
104
Aku hidup di antara orang-orang yang memilih
melakukan usaha lebih keras untuk menyakiti orang
lain daripada menolong diri sendiri.

Aku ingin pulang ke dapur ibuku, melihatnya


sepanjang hari tidak bicara. Aku ingin menghirup
seluruh kebahagiaannya—yang menebal jadi aroma
yang selalu membuat anak kecil dalam diriku
kelaparan.

Aku ingin hidup dan diam bersama ibuku. Aku akan


menyaksikan ia memetik sayur di kebun kecilnya di
halaman belakang untuk makan malam yang lengang.
Aku ingin membiarkannya tersenyum menatapku
makan tanpa bernapas.

Aku ingin melihat ibuku tetap muda dan mudah


tersenyum. Aku ingin menyimak seluruh kata
yang tidak ia ucapkan. Aku ingin hari-harinya sibuk
menebak siapa yang membuatku tiba-tiba suka
bernyanyi di kamar mandi.

105
106
— Interpretasi bebas atas (Aku menulis kisah ini sepulang
beberapa ilustrasi karya Saul bertemu penjahit. Aku pikir setelah
Steinberg dalam buku Elliot Aronson, berulang-ulang berulang tahun,
The Social Animal (Freeman, 1996) tidak salah menghadiahi diri sendiri
satu stelan jas. Kadang aku merasa
sebagai penjahat yang perlu
pakaian yang bikin tampan dan
tampak sopan.

Pada usia-usia rawan yang ditarik-


tarik dari depan dan belakang,
seperti sekarang, memiliki jas
adalah kebutuhan. Semakin banyak
undangan perjamuan datang.
Meskipun kemungkinan jas itu
cuma aku kenakan pada hari
kematianku yang diramalkan sudah
dekat.)

107
1.
Ada pot berisi bunga-bunga tiruan Namun dia tidak pernah sekalipun
duduk di atas meja. Ada pulpen salah mengeja namanya. Dia
sedang bekerja menyelesaikan menyentuh dan tersentuh
bagian meja yang tidak sempat kesedihan bunga-bunga. Sakitnya
dirampungkan tukang. sembuh oleh senyum si asing
yang melintas. Dia tidak marah
Laci terkunci meja itu, tentu saja, celananya disinggahi debu dan bulu
menyimpan rahasia, bencana dari bangkai apapun.
rencana, dan mimpi yang hampa.
3.
Sementara lelaki berjas di kursi Tanah sudah sekeras beton. Jangan
kurus jangkung itu ialah seorang tunggu ada yang tumbuh selain
yang selalu membayangkan dirinya pohon yang sudah berubah jadi
Aristoteles. Dia membaca kalimat tangga, yang tinggi, ke langit yang
itu lagi dan lagi. seolah-olah.

“Manusia adalah binatang …” “Tanamlah harapan di sepasang


mataku, atau di lenganku,” katanya
2. selalu.
Laki-laki berjas itu berdiri di atas
sepatu lancip sembari menopang Dia menapak satu demi satu anak
kepalanya yang besar berisi kelinci tangga sambil membawa ribuan
(mungkin jantan) yang berisik, ekor burung di balik ketiaknya. Dia
berbulu putih bagai selimut baru tahu puncak tertinggi adalah jatuh
dicuci, dan berhidung sehitam aib. lagi ke tanah.

Dari saku jasnya ada yang seakan- Dia ingin mengenakan burung-
akan sudut lipatan saputangan. burung sebagai parasut. Sejak
Tetapi aku tahu, itu kuping tikus kanak-kanak dia bercita-cita
yang memerlukan diet. menjadi satu berita di koran
berbahasa asing—atau setidaknya
Di dadanya ada seekor ular tidur di halaman pertama surat kabar
melingkar seusai makan. nasional.

Dua tangannya terkepal—apakah


dia hendak melepas kawanan
serangga ke udara yang luas tak
terhingga?

108
109
110
4. Hari itu, di jalan, dia berpapasan
Dia sengaja tidak membawa satu dengan orang-orang buta. Hanya
pun binatang ke mimbar meski orang-orang buta. Mereka
memakai jas yang sama. Pikirnya: yang tidak buta sedang malas
membiarkan mereka tinggal di meninggalkan tempat tidur.
rumah sesekali adalah salah satu
cara menjinakkan. Dia sedang menang.

Mereka harus lebih jinak dibanding 6.


wanita. Ketika cuaca buruk di negerinya—
tempat lahir yang dia cintai
Dia membaca pidato yang dia dengan penuh kerakusan—sedang
kutip dari naskah kakeknya. Di atas memerahkan angka kalender, dia
kepalanya tiba-tiba telah berdiri akan bekerja di kamar hotel.
sebuah istana, tempat lahir semua
binatang yang dia tinggalkan di Tentu saja dia juga mengajak
rumah. Kadang-kadang dia jadi binatang-binatangnya berlibur.
tokoh utama sebuah komik—dan
hanya dia yang tahu. Di dinding kamar hotel itu dia
menggambar bayangan dirinya.
Orang-orang dengan kepala Dia ingin seorang raksasa yang
terbuka di depannya bertepuk rakus tumbuh dari dinding itu. Dia
tangan. Tapi dia tidak bisa tak pernah lupa membayangkan
mendengarnya. Dia telah jauh dirinya jatuh cinta dan menikah
hilang ke masa lalu kakeknya yang dengan seorang wanita yang akan
dia lupa siapa namanya. menghadiahinya masa depan dan
masalah-masalah sepele yang akan
5. mengembalikannya jadi remaja.
Suatu pagi, kelincinya sakit gigi. Dia
pergi ke kantor tanpa mengenakan Tapi, untuk tumbuh, anak-anak
kepala. Tapi koper dan sakunya butuh lebih dari sepasang orang
penuh dengan tikus. Dan celananya tua. Itulah, itulah yang selalu
berisi sepasang kaki kijang yang menghantuinya.
paling gesit berlari. Dia senang
kelincinya sakit gigi.

Dia sedang tidak mau berbasa-basi


dan tersenyum.

111
7.
Dia kadang menggunakan Dia tampak santai dan santun
kendaraan umum agar bisa bukan main karena takut. Sebab
menyamar sebagai si siapa saja. Dia dia kehilangan cakar. Sebab dia
lakukan itu saat jasnya sedang ada kehilangan taring. Sebab dia
di binatu dan binatang-binatangnya kehilangan kaki yang kuat berlari.
sedang cuti tahunan merayakan Sebab dia tidak mampu melilit,
hari besar. menjerat, mengerat, dan menjilat.

Pada saat-saat seperti itu


sesungguhnya dia sungguh
kesepian. Sebab tak ada seorang
pun mau menyapa dan tersenyum
kepada seorang pria yang jasnya
sedang berada di binatu.

112
8. 9.
Dia memutuskan memasang kupu- Sebenarnya dia sudah meminta
kupu di kerah jasnya. Dia sedang berkali-kali agar dipensiunkan saja.
jatuh hati. Setiap kali duduk atau Apalagi dia sudah membeli peti
berbaring, dia membayangkan mati berukuran raksasa yang bisa
seorang perempuan sedang menampung satu kebun binatang.
membayangkan dirinya tersenyum.
Dia juga sudah berkali-kali
Perempuan berbeda, tentu saja, meminta agar diberi gelar
bukan yang melahirkan anak- pahlawan dan seluruh kekayaannya
anaknya yang tidak peduli. dimuseumkan agar bisa jadi
pelajaran sejarah. Setelah meraih
Di muka cermin dia kerap cita-cita jadi berita, dia ingin hidup
tersenyum, seolah menghadapi di buku sejarah—tidak masalah jika
seorang perempuan yang amat buku sejarah itu penuh hal tiruan
susah dirayu. Perempuan yang seperti bunga di atas mejanya yang
mencintai lelaki lain yang jasnya beberapa bagiannya tidak pernah
memiliki lebih banyak kupu-kupu. diselesaikan pulpen yang sudah
berhenti bekerja karena kehabisan
Dia kasihan kepada diri sendiri dan cinta.
jasnya yang sudah terlalu sering
dicuci di binatu langganan. Seluruh *
binatang peliharaannya semakin (Aku tidak tega menulis semua
tua. binatang yang hidup di balik jasnya.
Lelaki berjas yang kumaksud dalam
kisah ini adalah mendiang ayahku.

Sejumlah binatang yang tidak


kusebut itu kini hidup di balik
jasku. Suatu saat, seseorang akan
menuliskan mereka—mungkin
anakku ketika berulang tahun dan
memiliki jas baru.)

113
Jangan banyak bicara. Di pusat tiap
kata ada sesuatu yang selalu siap
meledakkan pembuluh darahmu.
Halus dan berbahaya seperti masa
lalu di benak pendendam.

Sajak ditulis bukan untuk


kaukenakan ke pesta. Kata-kata
sesungguhnya pemalu dan benci
keriuhan. Sajak tidak tahu cara
menjatuhkan negara yang paling
lemah sekalipun. Sajak ditulis
untuk menjaga kata tidak meledak
semaunya di jantungmu.

Tidak persis begitu. Sebetulnya.

Singkirkan semua yang cuma kata.


Baca dan baca lagi hingga hilang
maksudku menuliskan sajak ini.
Apakah kau sudah merasakan hal
yang sejak mula kupikirkan? Baiklah,
akan kuhapus dan memulainya lagi.

114
115
116
Mereka yang asing dan tidak
mengenal namaku adalah
kekasihku—termasuk langit, bunga-
bunga, buku-buku tua, pagi, segelas
kopi, dan anak kecil.

Aku tidak ingin mencintai


pahlawan—mereka yang
pandai dan mampu mengubah
penderitaan orang lain jadi
senyuman. Aku tidak mau melihat
orang yang kucintai berubah jadi
patung di taman kota atau poster
di dinding sekolah dan diabaikan.

117
Pada siang hari, aku tidak bisa
melihat kesedihan. Tapi, pada
malam hari, aku merasa kesedihan
selalu mampu menampakkan Pada pagi hari, aku tahu ada
diri dan membelai kepalaku— seseorang mengusir mimpi buruk
membiarkanku tidur di dari matamu dengan ciuman. Kau
pangkuannya sebagai anak kecil. terbit sebagai warna paling cerah
di taman.
Televisi telah mengubah pikiranku.
Memejamkan mata berarti “Jika kau ingin mengucapkan
menjadi politikus. Tidak ada yang selamat tinggal, lakukan seperti
indah dalam hal-hal mudah. Dua matahari tenggelam,” kataku
mataku akan berusaha selalu kepada diri sendiri.
terjaga. Aku memilih hidup sebagai
penjahat yang ceroboh—cuma Sampai ketemu besok pagi. Lagi.
tahu melukai hidup sendiri.

118
119
120
— kepada Eka Wulandari Jika kesedihan lampu jalan itu
sampai menyentuh lampu jalan
Mereka lebih teratur daripada yang lain, mereka akan sepakat
hukum. Mereka lebih kuat daripada berhenti menyala. Jalan-jalan
perasaan orang-orang kota. kota gelap. Lampu-lampu yang
Mereka setia dan tidak pernah lain—lampu di kamarmu dan
memilih kepada siapa mereka ingin di kamarku—juga merasakan
tersenyum. Mereka tidak ingin kesedihannya dan ikut
terlalu terang agar kau tidak malu memadamkan diri. Kota-kota akan
pada kelelahanmu pulang kerja— gelap dan bahkan kejahatan takut
atau demi menyembunyikan keluar rumah.
ciuman entah siapa.
Bulan dan matahari akan ikut
Lampu jalan dekat pohon yang memejamkan cahaya. Kau tidak
baru ditebang itu mencintai pernah tahu berapa orang yang
lampu jalan depan rumahmu. mati.
Lampu jalan memiliki kekasihnya
masing-masing—sebagaimana hati Tapi lampu jalan dekat pohon yang
manusia. baru ditebang itu merahasiakan
perasaannya. Ia tetap menunggumu
Lampu jalan depan rumahmu di sana dengan cahaya yang sama.
mati—dan bukan hanya dirimu Kau seperti biasa berjalan pulang
yang sedih. Lampu jalan dekat kerja melewatinya, juga melewati
pohon yang baru ditebang itu lampu jalan depan rumahmu
seperti ingin menelan cahayanya yang mati, sambil berpikir betapa
sendiri. berbahaya kesedihan.

121
Selalu kauceritakan tentang Pada suatu sore, katamu, di depan
seorang laki-laki tua yang tempat sampah, dia termangu
mencintai taman kota. Dia seperti sebatang pohon. Dia
senang bicara kepada pohon. Dia melihat seekor burung mati, tapi
sedih karena pohon-pohon kian tanpa sayap. Seperti ada yang
gampang melepaskan. Daun-daun melepaskannya dengan sengaja.
masih muda sudah jatuh dan Pohon-pohon bahkan tidak lagi
berharap disingkirkan. mencintai burung, katanya.

Aku mendengarmu bicara. Aku


selalu mendengarmu bicara
tentang percakapan laki-laki itu di
taman kota.

Aku mencintaimu seperti laki-laki


itu mencintai taman kota, katamu.
Aku juga mencintaimu—meskipun
sebetulnya kautahu di kota ini
tidak ada taman dan percakapan.

122
123
124
Aku benci berada di antara orang- Aku senang berada di antara
orang yang bahagia. Mereka bicara orang-orang yang patah hati.
tentang segala sesuatu, tapi kata- Mereka tidak banyak bicara, jujur,
kata mereka tidak mengatakan dan berbahaya. Mereka tahu apa
apa-apa. Mereka tertawa dan yang mereka cari. Mereka tahu
menipu diri sendiri menganggap dari diri mereka ada yang telah
hidup mereka baik-baik saja. dicuri.
Mereka berpesta dan membunuh
anak kecil dalam diri mereka.

125
Tidak ada yang istimewa dari Aku pulang dan jalanan beraroma
kafe itu. Minumannya biasa-biasa kampung halaman terbakar.
saja. Lampu-lampunya terlalu Aku berhenti setiap ada pohon
terang. Dan para pengunjung ribut dan mengucapkan terima kasih
membicarakan negara yang sedang sebelum tiba pada jam-jam tidak
tidur. bisa tidur di kamar.

Panggung dan alat-alat musik Lagu itu belum berhenti. Rasa


di sudut kafe istirahat setengah sakit tumbuh seperti kalimat-
jam. Pukul 2 tiba dan seorang kalimat indah di buku-buku puisi
perempuan menyanyikan lagu Sylvia Plath. Aku mencintaimu dan
favoritmu. Aku menikmati tiga hal mencintai kehilanganku atasmu.
dari lagu itu. Gempa waktu, rasa
sakit, dan sesuatu yang belum Di kafe itu, orang-orang
kutahu namanya. berbahagia demi menghibur
kesedihan mereka. Aku berbahagia
karena selalu bisa sedih pernah
memiliki.

126
127
128
Para tetangga lebih butuh pagar
tinggi daripada pendidikan. Sekolah
adalah cara yang baik untuk
istirahat berkelahi di rumah. Anak-
anak membeli banyak penghapus
dan sedikit buku. Terlalu banyak hal
yang mereka katakan dan gampang
jatuh cinta. Mereka menganggap
jatuh cinta sebagai kata kerja dan
ingin mengucapkannya sesering
mungkin. Mereka tidak tahu jatuh
cinta dan mencintai adalah dua
penderitaan yang berbeda.

Jalan-jalan dan rumah kian lebar.


Di kota ini ruang bermain Semakin banyak orang yang hidup
adalah sesuatu yang hilang dalam kehilangan. Harapan adalah
dan tak seorang pun berharap kalimat larangan, sesuatu yang
menemukannya. Anak-anak tidak dihapus para polisi setiap mereka
butuh permainan. Mereka akan temukan di pintu-pintu toko.
memilih kegemaran masing-masing Hidup tanpa curiga adalah hidup
setelah dewasa. Menjadi dewasa yang terkutuk. Kawan adalah lawan
bukan menunggu negara bangun. yang tersenyum kepadamu.
Menjadi dewasa adalah menu
favorit di restoran cepat saji. Selebihnya, tanpa mereka tahu,
sepasang kekasih diam-diam
ingin mengubah kota ini jadi
abu. Aku mencintaimu dan kau
mencintaiku—meskipun tidak
setiap waktu. Kita menghabiskan
tabungan pernikahan untuk beli
bensin.

Kita akan berciuman sambil


melihat api bekerja.

129
Jika pada suatu sore kau
menemukan langit di tempat
tidurmu, jangan katakan apapun
tentang siapapun. Langit Besok pagi, ketika kau bangun
jujur dan punya kemampuan dan menemukan langit di depan
membayangkan dirimu sebagai jendelamu. Lupakan seluruh jadwal
orang lain yang ia cintai atau kerja yang menguras jiwamu dan
benci. Ia hanya menginginkanmu jadilah bunga-bunga. Biarkan ia
menunggu. Ia akan pergi tanpa mewarnaimu. Ajak ia menyusuri
kauminta. jalan menuju masa kecilmu dan
biarkan ia pergi ketika kau sudah
Namun, pada penghabisan musim sampai. Ia tidak tahu membuatmu
hujan, langit menangis sepanjang kehilangan.
malam dan siang seperti kekasih
tidak bisa mengendalikan diri. Ia Ia tidak bisa melupakan jalan
sedang merindukan masa kecilnya. menuju tempat tidurmu.
Bening, penuh warna, dan tidak
memiliki prasangka.

130
131
132
Kata-kata bukan jembatan yang
bisa membuat sepatumu tidak
tersentuh lumpur. Kata-kata bukan
kendaraan yang pandai melayang
dan menghindarkanmu dari matahari tenggelam. Pernahkah
kemacetan. Kata-kata tak ingin kau membayangkan bagaimana
jadi senjata untuk kaugunakan rasanya memiliki awan sebagai
membunuh atasanmu. Kata-kata hewan peliharaan? Ia lebih setia
adalah awan yang mengamati dari kebiasaan buruk.
jendela kamarmu menjelang

133
134
Jangan bertanya: sudah sembuh?
Tidak ada orang yang betul-betul
sehat. Aku cuma lebih sakit darimu.
Aku sedang memberi diriku
kesempatan berharap dan percaya.

“If you’re in trouble, or hurt or need, Jangan suruh aku menyerahkan


go to the poor people.They’re the diri ke rumah sakit. Aku tidak akan
only ones that’ll help—the only mengunjungi tempat itu sebelum
ones.” mereka tahu bahwa tidak ada
orang yang betul-betul miskin
—John Steinbeck hingga tidak punya rumah. Ada
orang memilih membangun rumah
di mimpi mereka, agar kuku-kuku
negara tidak bisa menyentuhnya.

Biarkan kunikmati penyakit yang


mengisap jiwaku. Rasa sakit adalah
alasan orang menggunakan kata
kerja dalam hidupnya. Mencintai
dan menunggu, umpama.

Jika aku sakit, tersenyumlah. Tidak


ada yang cukup di dunia ini—tapi
senyuman tidak pernah kurang.

135
136
Aku memilih tinggal di kota dan Agar aku memiliki satu hal indah
itu adalah hukuman. Jangan pernah yang bisa membuat dadaku
mengunjungiku, agar aku bisa tiba- bersedih sebelum tidur memeluk
tiba merindukanmu di antara hal- diri sendiri dan tidak memimpikan
hal yang teratur. apa-apa selain masa silam di
rahimmu.

137
138
1.
Barangkali aku jadi gelas yang
hangat, kopi yang diminum
tergesa-gesa, atau sendok yang
bunyinya mengganggu sunyi. Jika 3.
dia tidak suka kopi karena alasan Barangkali lebih baik aku tidak
tertentu, aku jadi kemalasan yang bisa bicara. Aku tidak ingin
menahannya di tempat tidur menggunakan kebodohanku
atau cahaya dari jendela yang memilih kata melukai
memaksanya membuka mata. Aku keindahannya. Aku tidak ingin
ingin jadi sesuatu yang dia sentuh bahasa kehilangan kuasa di
pada pagi hari. hadapan tatapan matanya.
Cintaku kepadanya melampaui
2. jangkauan kata. Aku cuma mampu
Barangkali lebih baik dia tidak tahu mengecupkannya dengan mata.
apa-apa tentang aku. Dia semata
sering melihatku melintas di depan 4.
rumahnya atau duduk membaca Barangkali, pada akhirnya, dia
di warung kopi kesukaannya. Aku adalah kota yang tidak berhenti
udara yang menyesakkan dadanya dilalap api. Dari kejauhan, aku
ketika terhimpit penumpang lain adalah laut yang menenggelamkan
di angkutan umum. Aku sesuatu diri.
yang belum memiliki nama. Aku
ingin diam-diam mencintainya
seperti benda kecil yang sengaja
menjatuhkan diri dan berharap
tidak pernah ditemukan.

139
1.
Ketika bicara tentang waktu, ia
mengandalkan ingatannya yang
singkat dan abu-abu. Ingatan
pertamanya adalah mimpi
menjadi seorang lelaki dewasa
dengan sayap lepas ketika terbang
melintasi kota. Waktu itu, katanya,
ibuku menangis di pojok kamar
dan tidak ada seseorang yang bisa
dipanggil ayah.

2.
Ketika mandi, ia menghabiskan 17
menit dan selalu seperti itu. Air
dan rasa dingin punya kekuatan
membuatnya ingat kalimat terakhir
orang terakhir yang diajaknya
berbincang. Berhentilah bicara
sebelum kau mengucapkan kalimat
terakhir, katanya.

3.
Ketika mendengarkan musik, ia
menyerahkan diri kepada rasa
asing yang sakit, dan sunyi yang
jauh. Ia senang memasukkan
dirinya ke dalam musik yang sama
ketika merindukanmu agar ia bisa
tahu bagaimana rasanya sangat
merindukanmu. Musik yang baik,
baginya, adalah musik yang tidak
tahu menghentikan dirinya sendiri.
Musik yang memiliki dada kosong
dan gema.

140
141
142
4.
Ketika seseorang memanggil
nama kecilnya, ia bahagia. Ia punya
cita-cita rahasia: membuat toko
permen menggunakan nama
kecilnya. Tetapi ia malu mengatakan 5.
mimpi itu bahkan kepada ibunya Ketika membaca sajak tentang
sendiri. Sebagian mimpi harus dirinya di koran, ia merasa
rela berhenti dan menjadi rahasia. seseorang telah semena-mena
Separuh hidupnya adalah rahasia. membelahnya jadi dua. Ia tidak
suka menemani dirinya—
kesendirian selalu membuat
sesuatu lebih nyata. Ia selalu ingin
memilih kesendirian, namun orang-
orang sudah memasukkan banyak
orang asing ke dalam tubuhnya.
Ia tidak mampu menolong diri
sendiri.

143
6.
Ketika melihat langit pada pukul
5 pagi, ia merasa dirinya adalah
jendela yang lepas dari dinding
rumahmu. Langit pukul 5 pagi
adalah warna kesukaannya. Dan
kehilangan adalah perasaan yang
ingin selalu ia miliki. Ia tidak perlu
tahu apa saja telah tercuri dari
dirinya.

7.
Ketika tidur—ia senang tidur pada
siang hari—ia membiarkan pintu
kamarnya terbuka, tapi menutup
jendelanya. Jendela melihat dan
mengatakan terlalu banyak. Ia
ingin tidurnya tetap hitam putih,
seperti mimpi atau foto-foto di
koran lama. Keindahan tidak perlu
memiliki kemampuan menyilaukan
mata siapa pun. Sederhana
umpama tidur yang hampa dan
dalam. Seperti puisi yang memakan
maksudnya sendiri.

8.
Ketika maut mengecup keningnya,
tidak ada yang ia ingat selain
sepasang kakimu. Ia tahu kau
membenci kakimu. Sore itu
mereka membawamu ke pantai
dan kau tidak mampu menolak.
Kau menemukannya. Kau
mengenalnya dan ia tahu sepasang
kakimu akan menjadi kenangan
indah baginya. Sejak sore itu, ia
membiarkan kesedihan hidup
bahagia dalam dirinya.

144
9.
Ketika kenangan mengembalikan
sesuatu tentang dirinya kepadamu,
kau tahu ada hari-hari tertentu
dalam hidupmu tak hendak selesai.
Hari-hari yang ditakdirkan menjadi
musik yang baik bagimu.

145
146
Aku pernah tinggal di buku
catatan harianmu dan kaubakar
di kaki pohon mangga di samping
kamar tidurmu. Kau kembalikan
aku jadi pohon dan aku semakin Kelak aku adalah rumput yang
mencintaimu. mencium telapak kakimu ketika
kau kelelahan menjemur pakaian
Aku ranting yang kemarin sore anak-anakmu yang nakal.
kau potong karena menyentuh
kaca jendelamu. Akan kau dengar Buat apa kuserahkan hidupku
aku tidak berhenti mengucapkan kepada hal-hal lain, jika cinta juga
namamu ketika apimu menghabisi bisa membunuhku. Berkali-kali dan
tubuhku sekali lagi. berkali-kali lebih perih.

147
148
Tanah tandus yang pernah
ditumbuhi pohon dan harapan.
Sunyi dan pria yang yakin tidak
putus mencintai ibunya dan kau.
Rahim. Pesta pernikahan rahasia antara
kau dan entah siapa. Stalakmit
Amin. Penjemput yang luput, dan stalaktit yang bercinta dengan
malaikat maut yang terlambat. Doa tetesan-tetesan kecil dalam gelap.
terakhir yang mati di perjalanan. Atau sesuatu yang lebih sepi dari
airmata yang menangis di dada
Kabut dan mimpi yang cuma seseorang yang mencintaimu
mampu melayang. Selimut yang karena hanya ingin jatuh dari
membuat subuh kedinginan dan runcing matamu.
rindumu tiba-tiba jadi gunung
berapi. Atau air bah yang percaya
bisa mengubah tumpukan sampah
dan kota jadi indah—namun
menolak menciptakan kepanikan
para pengungsi.

149
Jalan setapak yang dulu selalu
kaulewati pulang dari sekolah dan
tempat mengaji. Jalan yang pindah
karena tumbuh supermarket,
kantor-kantor pemerintah, dan
orang-orang asing di atasnya.
Jalan ramai yang memaksamu
jadi perempuan ramah agar bisa Kartu-kartu bergambar hati yang
selamat tiba di rumah. digunakan pesulap menipumu
berkali-kali dan kau tersenyum.
Jam weker di meja dekat Juga selembar uang di saku tasmu
ranjangmu. Waktu yang selalu yang tidak pernah kausadari,
menolak berbunyi agar mimpi sembunyi demi menyelamatkanmu
indahmu tak pecah terlalu pagi. suatu ketika.
Kesetiaan yang melebihi satu-
satunya ikan peliharaanmu, Nyali lilin yang mati kautiup pada
yang bertahan bertahun-tahun ulang tahunmu di taman kanak-
dalam akuarium di dekat jendela kanak. Nyala mata yang sudah
kamarmu. Seekor ikan kecil yang tidak pernah lagi menemukanmu
bercahaya, licin, dan selalu jauh di depan cermin.
dari ajal.
Bunga yang enggan jatuh dari
Kilau bulan purnama yang terbuat dahan karena mencintai seekor
dari sepasang mata buta bocah burung kecil yang mati oleh
pengamen. Lagu dari radio yang batu dari ketapel seorang bocah
jatuh cinta kepada kuping seorang yang berusaha membunuh
yang mendengarkan dengan kebosanannya bermain sendiri.
telapak tangan bergetar. Atau lidah Atau langit dan bunga-bunga yang
seorang bisu yang sungguh ingin tidak tahu menyamar dengan
bisa menyebut nama kecilnya. berubah warna.

Selembar tiket kereta yang


tercecer dan perpisahan yang
gagal sekali lagi. Atau pecahan-
pecahan kaca yang menyusun diri
mereka kembali jadi jendela yang
dulu selalu berembun saat hujan.
Agar matamu dan matahari tidak
tertukar pada sore hari yang haru.

150
151
152
Airmata yang rindu larut di Butir embun atau air mata seorang
kebuasan dan keluasan laut. anak yang tidak pernah dilahirkan.
Kesedihan yang hendak bergolak Atau hujan yang tiba-tiba diam di
seperti gelak ombak, jauh dari udara karena melihatmu berhenti
jangkauan dadamu yang tidak tahu dan mendongak berusaha
berenang. menahan tangis.

Jaket yang merengkuh tubuh Tunas di punggungmu yang gagal


ringkihmu ketika suamimu entah menjadi sayap. Nama yang selalu
di mana memeluk perempuan lain. sibuk melupakan pemiliknya. Atau
Atau segar sayur yang membuat negara yang tidak tahu bagaimana
subur air susumu, agar sepasang cara memeluk.
anak dari suamimu yang senang
mengeluh itu tumbuh sehat. Helai-helai uban di ubun-
ubun seorang yang menunggu
Kemacetan yang menahanmu di kekasihnya hidup kembali.
jalan raya. Keriuhan kota dan sepi Atau kacamata rabun seorang
yang sering membuatmu menggigit perempuan tua dan selembar
bibir sendiri sambil mengingat surat berbahasa asing dari cucunya
bibir mantan kekasihmu yang yang menerima beasiswa dari
kering, hitam, dan pendiam. Atau pemerintah Amerika.
seluruh harilalu yang memanggil-
Rumah sakit dan penderitaan akut
manggil saat kau terbangun di balik
yang sengaja tidak disembuhkan.
punggung suamimu yang tidur
Kebahagiaan dan kejahatan-
mendengkur.
kejahatan lain yang menghabiskan
uangmu. Atau mimpi-mimpi yang
Mata boneka yang hilang
memakan habis tidurmu.
membuat seorang gadis kecil ingin
mencongkel mata sendiri sebagai Pistol yang tidak hendak meledak
pengganti. Atau mata cincin kawin dan ciuman yang terhapus lipstik.
berbentuk hati yang longgar dan Nisan bertuliskan namamu. Satu-
hilang di rumah gadai. satunya manusia yang tersisa dan
alamat-alamat yang merindukan
seorang tamu atau surat. Kota
yang mati dan kembali jadi hutan.
Atau apapun yang kaubayangkan
sebagai aku dan kemarahan yang
setiap saat ingin bunuh diri.

153
M Aan Mansyur

lahir di Bone, Sulawesi Selatan. Bekerja sebagai relawan di Komunitas Ininnawa


dan pustakawan di Katakerja, di Makassar. Selain sajak, ia juga menulis prosa
dan esai. Buku-bukunya yang sudah terbit antara lain: Hujan Rintih-rintih (2005),
Perempuan, Rumah Kenangan (2007), Aku Hendak Pindah Rumah (2008), Cinta
yang Marah (2009), Tokoh-tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita (2012),
Sudahkah Kau Memeluk Dirimu Hari Ini? (2012), Kukila (2012), dan Kepalaku:
Kantor Paling Sibuk di Dunia (2014). Karya-karyanya juga bisa ditemui di
berbagai media dan buku antologi.

154
Muhammad Tauiq (emte)

lahir di Jakarta. Hobi menggambarnya sejak kecil dan ketertarikannya terhadap


berbagai hal tentang seni dan desain menjadikannya aktif berprofesi sebagai
illustrator dan desainer grais freelance hingga kini. Selain menggarap berbagai
proyek komersil, ia juga aktif terlibat dalam berbagai proyek kesenian, baik
secara kolektif maupun personal.

155
Aku benci berada di antara orang-orang yang bahagia.
Mereka bicara tentang segala sesuatu, tapi kata-kata mereka
tidak mengatakan apa-apa. Mereka tertawa dan menipu diri
sendiri menganggap hidup mereka baik-baik saja. Mereka
berpesta dan membunuh anak kecil dalam diri mereka.

Aku senang berada di antara orang-orang yang patah hati.


Mereka tidak banyak bicara, jujur, dan berbahaya. Mereka
tahu apa yang mereka cari. Mereka tahu dari diri mereka
ada yang telah dicuri.

Menikmati Akhir Pekan

“Aan adalah salah seorang dari dua atau


tiga penyair kita yang berhasil memaksa
kita dengan cermat mendengarkan demi
penghayatan atas keindahan dongengnya.

Sapardi Djoko Damono

Anda mungkin juga menyukai