Anda di halaman 1dari 6

SEPULUH FIRMAN TUHAN BAGIAN PERTAMA:

KASIH TERHADAP ALLAH DALAM TINJAUAN ETIKA KRISTEN


Christie Kusnandar
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia
e-mail: vanntie15@yahoo.com

ABSTRACT
In Christianity that is the foundation and source of ethical understanding are the Ten
Commandments recorded in Exodus 20: 3-17. The contents of the Ten Commandments are
the commands and prohibitions which must be obeyed by the Israelites in the Old
Testament and the Christians in the New Testament today. Thus,The Ten Commandments is
always relevant from time to time, as well as a moral basis, especially in an ethical lifestyle
of Christians. However, in the practiceapplication of The Ten Commandments, there are
much understanding excessively, which shifting the real meaning. Therefore, it is necessary
to have a proper understanding of the Ten Commandments in Christian Ethics review, in
order to produce relevance and implementation which accordance with the theological
significance therein.
Keywords: Ten Commandments, The Book of Exodus, Christian Ethics.

1. PENDAHULUAN yang tetap relevan dari waktu ke waktu, karena


Kemerosotan moral dalam pola kehidupan didalamnya berisikan pola-pola hubungan yang
manusia dari masa ke masa merupakan hal yang sesuai dengan keberadaan manusia yang berasal
perlu disoroti secara serius dan mendalam dari berbagai budaya ataupun dari peradaban
sebagai faktor yang mempengaruhi yang berbeda; dalam interaksinya baik dengan
peradaban.Kecenderungan manusia untuk Tuhan, sesama maupun pribadinya sendiri.
berpusat pada kebutuhan dan kesenangan Tujuan penulisan ini adalah:
pribadi mengakibatkan terjadinya berbagai 1. Membuktikan bahwa Sepuluh Firman Tuhan
polemik baik dalam interaksi dengan sesama merupakan dasar etika yang tetap relevan
maupun dengan pribadinya sendiri.Karena itu dari waktu ke waktu.
tidaklah mengherankan apabila keberadaan ini 2. Memberikan pemahaman yang benar
sangat mempengaruhi warna peradaban setiap tentang Sepuluh Firman Tuhan sebagai dasar
saat, karena pencetus dan pengisi dari dalam Etika Kristen.
peradaban tersebut adalah manusia itu sendiri. 3. Meyakinkan setiap orang untuk menjadikan
Mengingat begitu penting dan rentannya Sepuluh Firman Tuhan sebagai pedoman
keberadaan moral manusia dalam peradaban, dan acuan beretika dalam kehidupan sehari-
maka diperlukan pengontrol dan penuntun hari secara nyata.
melalui pemahaman keagamaan, untuk
menciptakan suatu pola kehidupan yang selaras 2. TINJAUAN PUSTAKA
dan bermakna. Oleh karena itulah diperlukan Etika Kristen
suatu tinjauan etika secara teologis, secara Secara Etimologi kata Etika berasal dari
khusus dalam Etika Kristen yang didasarkan penggabungan kataYunani Kuno: ethos (ηθος,
pada pemahaman Sepuluh Firman Tuhan, yang kata benda: berarti kebiasaan, adat) dan ethikos
merupakanpedoman dan acuan dalam menjalani (ηθικός, kata sifat: berarti kesusilaan, perasaan
kehidupan yang bermoral. Keberadaan Sepuluh batin atau kecenderungan hati seseorang ketika
Firman Tuhan yang tercatat dalam Kitab ia melakukan suatu perbuatan). Dengan
Keluaran 20:3-17, merupakan suatu pedoman demikian dapat dipahami bahwa etika memiliki
arti timbul dari kebiasaan, yang menurut

54 | MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 5, Nomor 1 , Januari-April 2015 : 54-59


pengertian asli dapat dikatakan baik apabila khusus (Roma 2:18; 3:2).Wahyu umum
sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Lambat berisikan perintah Allah bagi semua orang,
laun pengertian ini berubah menjadi suatu ilmu sedangkan wahyu khusus mendeklarasikan
tentang perbuatan atau tingkah laku manusia kehendak-Nya untuk orang-orang percaya. Jadi
yang dapat dinilai baik dan tidak baik; karena di dalam kedua hal ini yang menjadi dasar
didalamnya mencakup analisis secara kritis, tanggung jawab etis manusia adalah wahyu ilahi
metodis, dan sistematis serta penerapan konsep (Geisler, 2001:24-25).
seperti: benar, salah, baik, buruk dan tanggung
jawab. Sepuluh Firman Tuhan
Lebih lanjut J. Verkuyl (2013: 1-2) Pada awalnya pemberian Sepuluh Firman
menjelaskan bahwa kata etika sering Tuhan kepada Nabi Musa yang dicatatkan
disejajarkan dengan kata moral karena dalam dalam Kitab Keluaran 20:3-17 dan dituliskan
Bahasa Latin kata ethos dan ethikos ulang dalam Ulangan 5:6-18, merupakan suatu
diterjemahkan dengan kata mos dan moralitas. ketetapan peraturan dan perjanjian yang harus
Namun dalam pemakaian di bidang ilmu ditaati dan dilakukan oleh Bangsa Israel (lihat
pengetahuan kata etika memiliki arti yang lebih Keluaran 24:1-18) (Hannah, 1985:145). Dasar
mendalam dari kata moral. Arti dari kata moral dari perjanjian ini bahwa Allah telah
hanya kelakuan lahir seseorang, namun kata melepaskan Bangsa Israel dari perbudakan dan
etika memiliki arti bukan sekedar kelakuan lahir memilih mereka menjadi umat-Nya (Keluaran
seseorang, melainkan juga senantiasa 19:3-6).Di samping itu perjanjian ini juga
menyinggung kaidah dan motif-motif perbuatan merupakan peneguhan janji Tuhan kepada
seseorang yang lebih mendalam. Abraham dan para patriakh (Keluaran 2:24; 3:6)
Sesuai dengan pemahaman yang terkandung serta dasar penggenapannya (Keluaran 3:20-33)
dalam Etika Kristen maka ia digolongkan ke (Green, 1984:55).
dalam Etika Teologis, yaitu etika yang bertitik Menurut G.E. Wright (1967:68) terdapat
tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. beberapa hal yang terkandung dalam perjanjian
Perbedaan di antara keduanya terletak pada ini, yaitu:
pemahaman bahwa dalam Etika Kristen bertitik 1. Pemberi perjanjian ini adalah Allah sendiri
tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah, dengan cara menawarkan berdasarkan
serta memandang moral bersumber dari anugerah, bukan dengan paksaan.
kepercayaan terhadap Allah. Selain itu, 2. Perjanjian ini merupakan ikatan persekutuan
walaupun memiliki objek yang sama dengan dalam lingkup anugerah dan kasih-Nya
etika umum, yaitu tingkah laku manusia; namun antara Allah dengan bangsa pilihan-Nya,
sedikit berbeda dalam sasaran yang hendak yaitu Israel.
dicapai yaitu menekankan bahwa tujuan hidup 3. Perjanjian ini bukanlah ikatan/perjanjian
manusia dan segala sesuatu yang dilakukannya alami karena telah dimulai pada suatu saat
harus sesuai dengan kehendak Allah, berkaitan tertentu yang didasarkan atas sejarah antara
dengan karakter moral Allah yang tidak berubah Allah dengan Israel, ketika Allah dengan
(bnd. Maleakhi 3:6). perbuatan-perbuatan-Nya yang berkuasa
Karena karakter moral Allah tidak berubah, melepaskan Israel dari perbudakan di Mesir,
maka kewajiban-kewajiban moral seperti sehingga melahirkan suatu sejarah yang
kekudusan, keadilan, kasih, sifat yang sesungguhnya atas Israel.
sebenarnya dan belas kasihan yang berasal dari 4. Allah yang kudus berkehendak menyucikan
natur-Nya itu bersifat mutlak; yang artinya umat pilihan-Nya Israel agar dapat masuk ke
selalu mengikat semua orang di segala zaman dalam lingkungan perjanjian dan
dan tempat. Dalam kaitannya dengan kehendak persekutuan dengan-Nya, melalui pemberian
Allah, maka Etika Kristen juga didasarkan pada hukum-Nya (Taurat). Ketika Israel yang
perintah-perintah Allah, yaitu wahyu yang berjanji untuk menaati dan melakukan-Nya,
bersifat umum (Roma 1:19-20, 2:12-15) dan

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 5, Nomor 1 , Januari-April 2015 : 54-59 | 55


maka ia dapat menjadi bangsa yang kudus penyembahan kepada allah lain dan dengan
bagi Allah. sepenuh hati-Nya Ia berharap agar umat-Nya
Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa tidak melakukannya (Gispen, 1982:189). Kata
isi dari perjanjian tersebut pada awalnya adalah dihadapan-Ku secara harafiah dapat
hukum atau Taurat yang ditujukan kepada diterjemahkan terhadap wajah-Ku. Dunnam
Bangsa Israel.Atas dasar pemahaman inilah (1987:252) mengatakan bahwa ungkapan ini
orang-orang menyatakan bahwa Sepuluh mengekspresikan keteguhan Allah bahwa Dia
Firman Tuhan merupakan Sepuluh Taurat adalah Allah Israel yang Esa, yang berarti hanya
(hukum) Tuhan. Chamblin Knox (1996:280) Dialah satu-satunya Allah yang ada di dalam
mengemukakan Taurat adalah aturan hidup dunia. Selain itu firman yang pertama juga
yang diberikan Allah kepada umat-Nya, cara berarti jangan mengadakan perjanjian dengan
yang harus dilakukan umat-Nya dalam allah orang kafir (bnd. Ulangan 19:29-31).
menjalani hidup, perintah-perintah yang harus Firman yang pertama ini memberikan kita
dipatuhi umat-Nya. dua pilihan yang harus dipilih di antara Allah
Adapun tujuan dari pemberian Sepuluh dengan allah lain (berhala) yang bukan
Firman Tuhan ini ditinjau dari Perjanjian Lama pencipta, seperti yang dikemukakan J. Verkuyl
dan Perjanjian Baru adalah: (1966:58-59) bahwa Allah tidak mau membagi
1. Sebagai ukuran standar moral (kebenaran) hak-Nya atas kasih dan hormat kita kepada allah
untuk Bangsa Israel, yang pada waktu itu lain. Kita tidak boleh mempertuhankan Allah
akan memasuki Tanah Kanaan dengan bersama-sama dengan mammon, Baal, Astarte
penduduk aslinya yang memuja allah lain. dan berbagai bentuk berhala lama (misal:
2. Sebagai perjanjian antara Allah dengan penyembahan langit, matahari, bulan dan bumi;
Bangsa Israel dan menjadikan Israel sebagai penyembahan diri sendiri; pemujaan tempat-
umat-Nya. tempat keramat dan lain-lain) ataupun modern
(misal: Sekularisme dan Nihilisme; mamon;
3. Sebagai standar pengendali kejahatan dalam pendewaan ilmu pengetahuan dan seks). Allah
kehidupan manusia yang semakin merajalela
tidak mengijinkan kita mendua hati (bnd.
setelah jatuh ke dalam dosa (Boice,
Yakobus 1:8). Apabila kita terikat kepada Allah,
1986:22).
maka akan terbebas dari belenggu dosa,
4. Sebagai cermin untuk mengungkapkan dosa kedagingan dan keduniawian; tetapi kalau kita
yang telah dilakukan manusia kepada Allah. terlepas dari iman kepada Allah, maka akan
terbelenggu dengan hal-hal tersebut.
3. PEMBAHASAN
Penyembahan terhadap berhala dapat kita
Sepuluh Firman Tuhan yang akan ditinjau
hindari apabila kita sungguh-sungguh menaati
dalam Etika Kristen akan dibagi dalam dua
kebenaran Firman Tuhan dalam kehidupan
pokok pembahasan yaitu Kasih Kepada Allah
sehari-hari.John R.W. Stott (1991:61)
(Firman 1-4) dan Kasih Kepada Sesama
mengemukakan cara untuk menaati Firman
Manusia (Firman 5-10), seperti yang
Tuhan dengan mengasihi Allah segenap hati,
disampaikan Tuhan Yesus dalam Matius 22:37-
jiwa dan akal budi (bnd. Matius 22:37),
38. Namun pada pembahasan ini akan ditinjau
kemudian kita harus memandang segala sesuatu
pada bagian pertama saja, yaitu Kasih Kepada
dari sudut pandang Allah dan melakukannya
Allah.
melalui pertimbangan yang sesuai dengan
A. Firman Pertama: Jangan ada padamu
kehendak Allah.
allah lain dihadapan-Ku (Kel. 20:3)
Dalam Bahasa Ibrani menggunakan kata B. Firman Kedua: Jangan membuat bagimu
lo(‫ )אל‬untuk menterjemahkan kata jangan atau patung yang menyerupai apapun yang
tidak. Kata lo(‫ )אל‬memberikan penekanan ada di langit di atas, atau yang ada di
larangan yang berarti Allah dengan mutlak bumi di bawah, atau yang ada di dalam
tidak mengizinkan Israel melakukan air di bawah bumi. Jangan sujud

56 | MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 5, Nomor 1 , Januari-April 2015 : 54-59


menyembah kepadanya atau beribadah 3. Manusia yang beribadah kepada patung akan
kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, membawa dampak yang negative kepada
adalah Allah yang cemburu, yang anggota keluarganya. Cairns (1986:112)
membalaskan kesalahan bapa kepada mengemukakan bahwa dosa kepala rumah
anak-anaknya, kepada keturunan yang tangga dapat mempengaruhi dan meracuni
ketiga dan keempat dari orang-orang hidup setiap anggota keluarga yang tinggal
yang membenci Aku, tetapi Aku bersamanya. Dalam hal ini J. Verkuyl
menunjukkan kasih setia kepada beribu- (1966:61) menambahkan, ”Kebaktian yang
ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi salah adalah dosa kolektifyang akibatnya
Aku dan berpegang pada perintah- akan diderita secara turun temurun… jika
perintah-Ku (Kel. 20:4-6). seorang membuat kultus kebaktian tertentu
Pada Firman yang kedua mengajarkan maka perbuatan itu merupakan suatu soal
tentang cara seseorang berbakti kepada Allah, kolektif dan janganlah orang itu lupa bahwa
yaitu semata-mata harus menuruti kehendak dosa itu dapat diperbuat terus sampai turun
Allah sendiri, bukan dengan cara yang salah temurunm bahkan kadang-kadang berabad-
seperti membuat dan menyembah patung atau abad lamanya. Hal ini terbukti dalam sejarah
gambar Allah yang Esa (Dunnam, 1987:254). penyembahan patungdalam berbagai agama
Dalam bagian firman ini terdapat tiga hal di dunia. Orang tua dan anak-anak, turun
penting yang perlu diperhatikan, yaitu: temurun sujud menyembah di dalam kuil
1. Manusia dilarang mematungkan Tuhan dan di depan patung yang sama sampai
dalam bentuk apapun, baik yang ada di berabad-abad lamanya”.
langit; di bumi dan juga di dalam air. C. F. Berdasarkan ketiga uraian tersebut kita dapat
Keil dan F. Delitzsch (1981:115) memahami alasan Allah melarang manusia
menambahkan, “By “that which is in menyembah kepada patung, karena patung
heaven” we are to understand the birds, not merupakan benda mati ciptaan manusia yang
the angels, or at the most, according to menggambarkan pemahaman mereka tentang
Deuteronomy 4:19, the stars as well; by Allah. Selain itu pada umumnya pemujaan dan
“that which is in earth”, the cattle, the penyembahan di zaman purba dengan
reptiles, and the larger or smaller animals; menggunakan patung bertujuan hanya untuk
and by “that which is in the water”, fishes memuaskan keinginan dan hawa nafsu manusia,
and water animals, “under the earth” is seperti pemujaan kepada dewa kesuburan tanah
appended to the “water”, to express in a yang pada akhirnya berkonotasi pada
pictorial manner the idea of its being lower pelanggaran seks. Oleh karena itu kita
than the solid commentary (cf. Deutronomy sebaiknya tidak berkompromi dengan segala
4:18)”. Dengan demikian manusia diminta bentuk apapun yang berkonotasi beribadah
untuk memberikan penyembahan yang kepada patung.
murni hanya kepada Allah, bukan kepada
segala jenis mahluk dan benda yang C. Firman Ketiga: Jangan menyebut nama
diciptakan. Karena Allah adalah Roh, maka Tuhan, Allahnu, dengan sembarangan,
penyembahan kepada-Nya harus di dalam sebab Tuhan akan memandang bersalah
roh dan kebenaran (bnd. Yohanes 4:24) yang orang yang menyebut nama-Nya dengan
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. sembarangan (Kel. 20:7).
2. Manusia dilarang sujud menyembah, berdoa, Menyebut nama Allah dengan
memohon serta memberikan korban kepada sembarangan berarti mempergunakan nama
patung yang diciptakannya sendiri. Dalam tersebut dengan maksud yang hampa,
Mazmur 97:7 menyatakan bahwa Allah sembrono, menghina atau tidak tulus (Jones,
akan mempermalukan orang yang beribadah 1995:170). Karena nama mewakili keberadaan
kepada patung. dari pribadi yang memilikinya, maka siapapun
akan merasa direndahkan dan dihina apabila

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 5, Nomor 1 , Januari-April 2015 : 54-59 | 57


namanya dipergunakan dengan tidak hormat. dalam penciptaan dan sebagai hari ibadah
Apalagi nama Allah yang menggambarkan sifat kepada Dia yang telah menjadikan langit dan
dan kepribadian-Nya, ketika kita bumi ini, serta sebagai hari istirahat bagi
menggunakannya dengan tidak hormat dan manusia dan segala mahluk.
sembarangan, menunjukkan sikap hati kita Hari Sabat dalam tinjauan Perjanjian Lama
dihadapan-Nya; bukan sekedar sesuatu yang selain merupakan hari perhentian Allah setelah
keluar dari mulut kita. Dengan kata lain ketika penciptaan alam semesta, juga sebagai tanda
kita melakukan perbuatan tersebut berarti kita ikatan perjanjian antara Allah dengan Israel
sudah menurunkan sifat dan kepribadian Allah dalam suatu persekutuan yang Allah sediakan
yang sepatutnya dihormati (Gispen, 1982:189). pada hari tersebut. Selain itu Allah juga
Dalam kehidupan sehari-hari hal-hal yang memahami kebutuhan biologis manusia setelah
harus dihindari dalam penyalahgunaan nama mereka bekerja harus disertai dengan
Tuhan agar tidak terperangkap dalam kebiasaan istirahat.Dengan demikian baik secara teologis
mendatangkan dosa, seperti mengucapkan janji (Kel. 20:8-11, persekutuan dengan Allah)
dan sumpah palsu dalam nama Tuhan, maupun antropologis (Ulangan 5:14-15,
menghujat nama Allah, menyalahgunakan nama kebutuhan manusia untuk beristirahat) Hari
Tuhan dalam ilmu tenung atau sihir, Sabat merupakan sarana positif dan baik yang
menyalahgunakan nama Tuhan dalam nubuat disediakan Allah bagi manusia.
palsu, menyangkal nama Tuhan dan lain-lain. Sedangkan dalam tinjauan Perjanjian Baru
pemahaman Hari Sabat menjadi sesuatu hal
D. Firman Keempat: Ingatlah dan yang sulit dan rumit, ketika orang-orang Farisi
kuduskanlah hari Sabat: enam hari memberikan pemahaman dan penekanan yang
lamanya engkau akan bekerja dan berlebihan.Padahal sesungguhnya Hari Sabat
melakukan segala pekerjaamu, tetapi hari diadakan untuk kebaikan manusia dan bukannya
ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, manusia diadakan untuk Hari Sabat (lih. Markus
Allahmu; maka jangan melakukan 2:27-28).
sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu Setelah kedatangan Tuhan Yesus makna
laki-laki, atau anakmu perempuan, atau Hari Sabat diperbaharui sesuai dengan maksud
hambamu laki-laki, atau hambamu dan tujuannya semula.Hari Sabat dipahami
perempuan, atau hewanmu atau orang sebagai hari istirahat yang pada umumnya
asing yang di tempat kediamanmu. Sebab dilaksanakan pada hari Minggu untuk
enam hari lamanya Tuhan menjadikan mengenang peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus
langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan juga merupakan hari persekutuan dengan
dan Ia berhenti pada hari ketujuh; Tuhan.Dalam hal ini John Stott (1991:62)
itulah sebabnya Tuhan memberkati hari menegaskan bahwa Hari Sabat merupakan hari
Sabat dan menguduskannya (Kel. 20:8- istirahat dan hari beribadah.
11). Selain memiliki makna keagaamaan Hari
Kata pertama yang digunakan dalam firman Sabat juga memiliki makna social yang tidak
ini adalah ingatlah (Ibrani: zakor, ), boleh kita abaikan seperti yang dinyatakan oleh
menunjukkan bahwa ini bukanlah perintah yang Barth (1993:261), “Enam hukum di antara
baru melainkan sudah diberikan dari sejak kesepuluh hukum ini bersifat hukum sosial dan
lampau pada masa bapa leluhur (lih. Kejadian hukum Sabat, dengan penekanan yang begitu
2:1-3), namun mungkin telah dilupakanmereka kuat pada sosial.Sehingga tidak ada salahnya
ketika di Mesir (Jones, 1982:170).Allah jika kita menggolongkannya juga sebagai
memberikan kesempatan kepada manusia untuk hukum perlindungan hak-hak manusia. Betapa
bekerja selama enam hari, tetapi pada hari eratnya hubungan antara “hak-hak Allah” dan
ketujuh merupakan hari istirahat/perhentian “hak-hak manusia”, hal ini tidak dapat
(Sabat). Menurut Dunnam (1987:260) Hari diperlihatkan lebih jelas lagi selain daripada
Sabat adalah peringatan kepada karya Allah hukum Sabat yang dwisifat tersebut”. Jadi Hari

58 | MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 5, Nomor 1 , Januari-April 2015 : 54-59


Sabat memiliki makna bahwa Tuhan Yahweh yang menciptakan alam semesta
melindungi kemanusiaan kita agar tidak ini.
menjadi budak dari pekerjaan, namun tetap 3. Kerelevanan Sepuluh Firman Tuhan dari
memelihara keseimbangan di antara keduanya. waktu ke waktu membuktikan bahwa ia juga
Walaupun Hari Sabat memiliki makna relevan untuk siapa saja yang
seperti yang dimaksud di atas, namun kita tidak mempedomaninya sebagai dasar beretika
boleh mengabaikan hal-hal khusus yang dalam kehidupan sehari-hari. Selain relevan,
berkaitan dengan masalah kemanusiaan seperti isi dari Sepuluh Firman Tuhan ini memuat
misalnya pada bidang rohani, kesehatandan dasar-dasar etika dalam hubungan manusia
layanan umum.Pada umumnya orang-orang baik dengan Allah, sesama manusia maupun
yang bekerja atau melayani pada bidang dengan diri sendiri. Dengan kata lain,
tersebut diminta untuk tetap melakukan Sepuluh Firman Tuhan ini relevan untuk
tugasnya berdasarkan kemanusiaan dan juga manusia dariberbagai usia dan jenjang
kepentingan umum. Lalu kepada mereka sosialsertaberagam peradaban dan
diberikan hari lain sebagai pengganti hari kebudayaan.
istirahatnya. Dengan demikian mereka masih
memiliki Hari Sabat (istirahat), walaupun DAFTAR PUSTAKA
dilaksanakan bukan pada hari yang umum (hari Barth, Marie – Claire, 1993, Theologia Perjanjian
minggu) atau biasanya orang-orang lakukan. Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Boice, James Montgomery, 1986, Foundation of The
4. PENUTUP Christian Faith, Inter Varsity Press, America
Cirnc, I.J., 1986, Tafsiran Alkitab:Ulangan I, BPK
Berdasarkan kajian di atas tentang Sepuluh Gunung Mulia, Jakarta
Firman Tuhan Bagian Pertama: Kasih Terhadap Dunnam, Maxie, 1987, Mastering The Old
Allah dalam Tinjauan Etika Kristen dapat Testament:Exodus, Word Publishing, USA
diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: Geisler, Norman L., 1989, Christian Ethics Option
1. Sepuluh Firman Tuhan merupakan dasar and Issues, Baker Book House, Michigan
beretika yang tetap relevan dari waktu ke Gispen, W.H., 1982, Bible Student’s
waktu. Seperti yang dapat dilihat dalam Commentary:Exodus, Zondervan Publishing
uraian penyembahan kepada patung House, Grand Rapids
(berhala), ritual ini sudah dilakukan dari Green, Denis, 1984, Pengenalan Perjanjian Lama,
Gandum Mas, Malang
sejak jaman dahulu sampai saat ini dengan Hannah, John D., 1985, Exodus: The Bible
pola dan cara yang sama diturunkan dari Knowledge Commentary On Old Testament,
generasi ke generasi. Hal ini membuktikan Victor Books, USA
bahwa pola hidup manusia dalam Jones, H.R., 1982, Tafsiran Alkitab Masa Kini: Kitab
penyembahan tidak mengalami perubahan. Keluaran, BPK Gunung Mulia, Jakarta
Oleh karena itu manusia memerlukan Keil, C.F. dan F. Delizsch, 1981, The Expositor’s
pedoman yang masih sama, yaitu Firman Biblec Commentary Vol II: Exodus, 1981,
Kedua untuk memberikan arahan dalam hal Eerdmans, Michigan
menyembah Allah yang benar. Knox, Chamblin, 1996, Hukum Musa dan Hukum
Kristus, Masih Relevankan PI Di Era PB,
2. Pemahaman Sepukuh Firman Tuhan dalam Gandum Mas, Malang
kacamata yang benar harus didasarkan pada Stott, John, 1991, Kedaulatan dan Karya Kristus,
tujuan pemberiannya, yaitu sebagai ikatan Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta
perjanjian dan persekutuan antara Allah Verkuyl, J., 1966, Etika Kristen: Kapita Selekta, BPK
dengan umat-Nya. Artinya, pada saat Gunung Mulia, Jakarta
manusia melaksanakan perintah Tuhan ini , 2013, Etika Kristen Umum, BPK Gunung
berarti mereka sedang memelihara ikatan Mulia, Jakarta
perjanjian dan persekutuan dengan satu- Wright, G.E., 1987, Perjanjian Lama Terhadap
satunya Tuhan yang benar, yaitu Allah Sekitarnya, BPK Gunung Mulia, Jakarta

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 5, Nomor 1 , Januari-April 2015 : 54-59 | 59

Anda mungkin juga menyukai