“STROKE HEMORAGIK”
Clinical Preseptor :
Disusun oleh :
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Study Report Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad
Natsir Solok.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :
1 Bapak dr. Yulson Rasyid, Sp.S selaku preseptor yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case
Study ini dapat diselesaikan.
2 Bapak apt. Robby Kurniawan, S.Farm selaku preseptor yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan
sehingga laporan Case Study ini dapat diselesaikan.
3 Staf Bangsal Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir
Solok yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Case Study ini.
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................1
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA..................................................................5
2.1 Stroke............................................................................................5
2.1.1 Defenisi..........................................................................5
2.1.2 Patofisiologi...................................................................6
2.1.3 Manifestasi klinis...........................................................7
2.1.4 Tujuan Terapi.................................................................7
2.1.5 Terapi Non Farmakologi................................................7
2.1.7 Terapi Farmakologi........................................................7
2.2 Hipertensi....................................................................................12
2.2.1 Definisi Hipertensi.......................................................12
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi...................................................12
2.2.3 Patologi........................................................................14
2.24 Penatalaksanaan Hipertensi...........................................17
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2007 menunjukkan angka 8,3 per 1000
penduduk. Namun pada tahun 2013 prevalensinya meningkat menjadi 12,1 per 1000
penduduk. Prevalensi stroke diberbagai provinsi di Indonesia rata-rata mengalami
peningkatan pada tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2007. Prevalensi stroke
di 12 provinsi ini didapati melebihi prevalensi nasional, yaitu Sulawesi Selatan, DI
Yogyakarta, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Bangka
1
Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Gorontalo, dan Sumatera
Barat. Sumatera Barat berada pada posisi ke dua belas dengan prevalensi 12,2 per
1000 penduduk (Riskesdas, 2013).
3
Penggunaan obat yang tepat pada penderita hipertensi komplikasi diperlukan
agar pengobatan efektif. Penggunaan obat yang tidak efektif dapat menyebabkan
kegagalan terapi (Gunawan, dkk., 2007). Apoteker berperan dalam memberikan
pelayanan farmasi klinik, yaitu pelayanan langsung kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping
karena obat. Salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik adalah Evaluasi Penggunaan
Obat (EPO). Menurut 4 peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016, Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi yang terstruktur dan
berkesinambungan baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang bertujuan
memberikan gambaran pola penggunaan obat saat ini dan sebagai pedoman untuk
memperbaiki penggunaan obat agar tercapai terapi yang aman, efektif, dan efisien
bagi pasien (Permenkes, 2016)..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Patofisiologi
subaraknoid.
Perdarahan Intraserebral
5
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan masuk ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya
berupa anyaman kapiler. Hal ini dapat disebabkan oleh diathesis perdarahan dan
pada berbagai bagian otak seperti serebelum, batang otak, dan thalamus. Darah
mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam
intrakranial yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri kepala hebat, papil
Perdarahan Subaraknoid
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang ruptur ke dalam ventrikel lateral lalu
kehilangan penglihatan, vertigo, atau terjatuh. Stroke iskemik biasanya tidak terasa
6
sakit, tetapi sakit kepala dapat timbul pada stroke hemoragik. Penurunan fungsi neuro
tergantung pada daerah otak yang terkait. Pasien dengan keterlibatan sirkulasi
posterior dapat mengalami vertigo dan diplopia. Stroke yang mempengaruhi sirkulasi
Menurut (Sukandar, et. al, 2008), tujuan terapi Stroke adalah sebagai berikut:
syaraf
7
8
Gambar 2. Monitoring dari terapi yang didapatkan pasien stroke di rumah
9
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau thrombositopenia berat
sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atu trombosit. Sebaiknya obat
penderita peningkatan INR dan diberikan dalam waktu yang sama dengan terapi lain
karena efek akan timbul setelah 6 jam kemudian. Untuk mencegah terjadinya
lokasi lobus dari perdarahan awal, usia lanjut, pengobatan antikoagulan, terdapat alel
Setelah periode akhir perdarahan intrakranial, target dari tekanan darah dapat
ditandai dengan penurunan GCS. JIka GCS < 8 maka pemasangan external
diterapi dengan manitol dan/ NaCl hipertonis. manitol merupakan diuresis osmosis
10
meningkatkan ekskresi air dan Na melalui ginjal, dapat menurunkan edema serebral
a. Preventif
profilaksis stress ulcer. Untuk seluruh penderita stroke, pemberian obat seperti
NSAID dan kortikosteroid serta makanan atau minuman yang bersifat iritatif
b. Tata laksana
- Pasien dipuasakan
- Ada perdarahan yang banyak (lebih dari 30% dari volume sirkulasi),
- Pasang pipa nasogastrik dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam
11
2.2 Hipertensi
(JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa seperti yang tertera pada
tabel 1.
12
Lebih dari 90% individu dengan hipertensi merupakan hipertensi
untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang
b. Hipertensi Sekunder
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang bertanggung jawab dalam hal
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling umum. Obat-obat tertentu, baik secara langsung
dengan menaikkan tekanan darah. Pada tabel dapat dilihat obat-obat yang
paling umum yang dapat menigkatkan tekana darah termasuk beberapa produk
13
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug,
2.2.3 Patofisiologi
regulatori dari tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi primeri diatur oleh
14
ginjal. RAAS mengatur keseimbangan natrium, kalium, dan cairan.
angiostensin II) dan faktor ekternal seperti natrium, klorida, dan kalium. Sel
arteri renal dan aliran darah ginjal dirasakan oleh sel dan sekresi rangasangan
saraf simpatik secara langsung pada afferent arteriola yang mengaktifkan sel
(Dipiro, 2008).
15
angiostensin II dalam beberapa jaringan. Reseptor AT1 ditempatkan didalam
fungsi ginjal. Reseptor AT2 berada didalam jaringan medular adrenal, uterus,
total, dan akhirnya tekanan darah. Yang jelas, setiap gangguan pada tubuh
(Dipiro, 2008).
jaringan lokal yang dapat berinteraksi dengan regulator humoral lainnya dan
Tujuan Terapi :
16
1. Secara keseluruhan tujuan penanganan hipertensi adalah mengurangi
3. TDS merupakan indikasi yang baik untuk risiko kardiovaskular dari pada
hipertensi.
Hypertension).
NaCl)
persamaan prinsip, dan berikut adalah algoritme tatalaksana hipertensi menurut beberapa
literature :
17
Menurut JNC VIII
hidup
Populasi umum (tidak diabetes atau CKD) Menunjukan adanya diabetes atau CKD
Black NonBlack
All races
YES
Dengan tekanan darah18
NO
YES
Dengan tekanan darah
NO
Memperkuat pengobatan dan kepatuhan gaya hidup. Tambahkan diuretik thiazed atau ACE-I
atau ARB atau CCB (menggunakan kelas obat yang sebelumnya tidak dipilih dan menghindahri
kombinasi ACE-I dan ARB
YES
Dengan tekanan darah
NO
NO YES
Dengan tekanan darah
Melanjutkan perawatan
dan pemantauan
b) Penatalaksanaan Tekanan darah pada stroke hemoragik
Compelling Indications
Indication Treatment Choice
19
Diabetes ACEI/ARB, CCB, diuretic
CKD ACEI/ARB
kondisi neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati
mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
20
secara hatihati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu
MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Penurunan TDS
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup
kontraindikasi mutlak.
21
vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
kardiovaskular.
hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target
penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90
22
Struktur Kimia
Komposisi Amlodipine 5 mg
Efek Samping Edema, gangguan tidur, sakit kepala, letih, hipotensi, tremor,
aritmia, takikardia, mual, nyeri perut, ruam kulit, wajah
memerah, Udem, mengantuk.
23
Dosis Hipertensi: dosis awal 1x 5 mg/ hari, dosis maksimal 10
mg/hari.
DM : 10 mg/hari (Medscape, 2017)
Terapi pada infark miokard akut: 5-10 mg/hari.
Hipertensi : 5mg/KgBB / hari ; Maintenance: 2,5 mg –
10 mg/hari (Dipiro et al, 2015)
Kategori C
24
Struktur Kimia
Komposisi Candesartan 8 mg
25
Kategori C
Struktur Kimia
26
prostaglandin E2 sebagai mediator demam.
Kategori B
27
metabolit toksik yang tersisa dapat mengikat hepatosit dan
menyebabkan nekrosis seluler.
Gambar Sediaan
Struktur Kimia
28
nimodipine
Kategori C
Gambar Sediaan
30
Efek Samping Kelebihan cairan atau overhidrasi
Signifikan: Kelebihan cairan atau zat terlarut yang
mengakibatkan overhidrasi, keadaan kongesti (misalnya
kongesti paru, edema); ketidakseimbangan elektrolit,
ketidakseimbangan asam-basa, reaksi hipersensitivitas
(misalnya urtikaria, pruritus).
Dosis Dosis individu (tergantung BB, usia, dan kondisi klinis
pasien)
Pemberian Obat Intravena
Sediaan Infus
Gambar
Sediaan
Struktur Kimia
32
pelemas otot lain
Farmakokinetik Absorpsi :
Ketersediaan hayati
- Telah dianggap tidak diserap ketika diberikan secara
oral; Namun, sekitar 17% dari dosis oral
diekskresikan tidak berubah dalam urin
- Diserap ke dalam sirkulasi sistemik setelah
berangsur-angsur transurethral sebagai larutan
irigasi sorbitol-manitol
Onset
- Setelah pemberian IV, diuresis umumnya terjadi
dalam 1-3 jam, penurunan tekanan CSF meningkat
terjadi dalam 15 menit, dan penurunan tekanan
intraokular tinggi terjadi dalam 30-60 menit.
- Durasi Penurunan tekanan CSF yang meningkat dan
peningkatan TIO bertahan masing-masing selama 3-
8 dan 4-6 jam, setelah infus dihentikan.
Distribusi:
33
plasma atau pasien mengalami asidosis; dan tidak
menembus mata
Metabolisme:
Gambar Sediaan
Struktur Kimia
34
Indikasi Terapi ulcer lambung
Pemberian Obat IV
Struktur Kimia
Dosis Kondisi: Gonore
Kondisi: Sifilis
Kondisi: Infeksi bakteri
Kondisi: Penyakit Lyme
Kondisi: Otitis media akut
Sediaan Injeksi
39
Gambar Sediaan
BAB III
TINJAUAN KASUS
40
3.3 Data Penunjang
Tanggal
Data Nor
Klinik mal IGD 01/6 02/ 03/ 04/ 05/6 06/6 07/6 08/6 09/6 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6 15/6
6 6 6
TD 160/ 170 158 120/ 122/7 125/7 117/8 127/8 145/8 134/8 113/6 138/8 142/9 135/9
120/8 105/ 119
(mmHg 100 /10 /10 78 6 8 0 5 5 4 7 9 6 7
0 70 /75
) 1 7
Suhu 36.5 36,8 36,6 36, 38 36, 36,4 36,8° 37°C 36,8° 37,5° 37,3° 37,4° 36,6° 36°C 37°C 38,4°
(°C) – °C °C 1 °C 8 °C C C C C C C C
37.5 °C °C
Nadi 74x/ 61 110 92 83 80 83 94 93x/m 90x/m 83x/m 93x/m 91x/m 92x/m 72x/m 103x/
<110
meni x x/m x/m x/m x/m x/mnt x/mnt nt nt nt nt nt nt nt mnt
/mnt
t /mnt nt nt nt nt
41
3.4 Data Laboratorium
Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
01-06-2021 02-06-21
Hemoglobin (g/dL) 12.0 – 16.0 14,1 -
Eritrosit (106/μL) 4.0 – 5.0 4,89 -
Hematokrit (%) 36 – 48 40,0 -
Nilai – nilai MC
MCV (fL) 84.0 – 96.0 L 81,8 -
Limfosit (%) 20 - 40 % L2 -
KIMIA KLINIK
135-145 141,4
Natrium (Na) (mEq/L)
46
3.6 Follow Up
Dokter Apoteker
Tanggal S O
A P A P
- IVFD RL
Tekanan 12jam/kolf
darah - Drip manitol 5 x
105/70 Pemilihan obat Disarankan Amlodipine di
Stroke 100 cc amlodipine sebagai ganti dengan golongan
- penurunan HR:
1/06/2021 61x/menit Hemoragik - Amlodipine antihipertensi thiazide yaitu
kesadaran
RR: 1x5mg (pagi) kombinasi kurang hidroklorothiazide (JNC,
- Candesartan tepat 2014)
22x/menit,
T: 36,5 oC., 1x8mg (malam)
- IVFD RL
Tekanan
darah 12jam/kolf
- Manitol 5x 100 Pemilihan obat Disarankan Amlodipine di
170/101
cc tapp af/ 3 hari amlodipine sebagai ganti dengan golongan
- penurunan HR: Stroke
2/06/2021 antihipertensi thiazide yaitu
kesadaran 110x/menit hemoragik Obat per oral :
kombinasi kurang hidroklorothiazide (JNC,
RR: - Amlodipine
tepat 2014)
18x/menit 1x5mg (pagi)
T = 36,1 oC - Candesartan
1x8mg (malam)
47
12jam/kolf
darah - Manitol 5x 100
119/75 cc/ 3 hari
amlodipine sebagai ganti dengan golongan
HR:
Obat per oral : antihipertensi thiazide yaitu
kesadaran 122x/menit hemoragik
- Amlodipine kombinasi kurang hidroklorothiazide (JNC,
RR:
tepat 2014)
21x/menit 1x5mg (pagi)
- Candesartan
T:38 oC
1x8mg (malam)
- IVFD RL
12jam/k - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine
Tekanan - Manitol 4x 100 amlodipine di ganti dengan
darah cc/ 3 hari sebagai golongan thiazide yaitu
158/107 antihipertensi hidroklorothiazide
- Penurunan HR: Stroke Obat per oral : kombinasi (JNC, 2014)
4/06/2021 kesadaran 83x/menit Hemoragik - Amlodipine kurang tepat
RR: 1x5mg (pagi)
20x/menit - Candesartan - Frekuensi obat - Disarankan untuk obat
1x8mg (malam) paracetamol paracetamol digunakan
T: 36,8 oC tidak tepat bila demam
- Paracetamol
3x500mg
48
- Amlodipine
1x5mg (pagi)
- Candesartan - Frekuensi obat - Disarankan untuk obat
17x/menit
paracetamol paracetamol digunakan
1x8mg (malam) tidak tepat bila demam
T: 36,4 oC - Paracetamol
3x500mg
7/6/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - Manitol 4x100cc - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine
kesadaran darah hemoragik - Amlodipine amlodipine di ganti dengan
- Cairan NGT 125/78 1x5mg sebagai golongan thiazide yaitu
mmHg antihipertensi hidroklorothiazide
pasien berwarna - Candesartan 1x8
HR: kombinasi (JNC, 2014)
hitam 94x/menit mg kurang tepat
RR: - Omeprazole 1x1
24x/menit ampul (40 mg) - Frekuensi obat
T: 37C - IV FD RL 12 paracetamol - Disarankan untuk obat
Jam/K tidak tepat paracetamol digunakan
49
- Paracetamol bila demam
3x500mg
- Frekuensi obat
- Disarankan untuk obat
50
paracetamol paracetamol digunakan
tidak tepat bila demam
51
menjadi 60 mg
- Disarankan untuk
- Manitol 2x100 mencapai efek terapi
cc - Terdapat yang maksimal obat
- Amlodipine 1x 5 duplikasi amlodipine diganti
mg terapi antara dengan golongan
- Candesartan 1x8 amlodipine thiazide yaitu
Tekanan dan nimotop hidroklorthiazid
mg
darah yaitu dari (JNC,2014)
- Penurunan - Dopamine bila
134/84 golongan obat
kesadaran mmHg Stroke tekanan darah yang sama
11/06/2021 - Buka mata HR: Hemoragik <90/60 mmHg yaitu calcium
dengan 93x/menit - IV FD RL 12 channel
rangsangan RR: Jam/K blocker
- Demam (+) 20x/menit - Disarankan untuk obat
- Injeksi
T: 37,4C - Frekuensi obat paracetamol digunakan
ceftriaxone 2x1 bila demam
paracetamol
gr IV tidak tepat
- Nimotop 4x30 - Disarankan untuk
mg - Dosis nimotop mencapai efek terapi
- Paracetamol kurang tepat yang maksimal dosis
3x500mg nimotop di naikkan
menjadi 60 mg
52
hidroklorthiazid
golongan obat (JNC,2014)
mg yang sama
- Drip Dopamin yaitu calcium
jika tekanan channel
blocker
darah <90/60
RR: mmHg - Disarankan untuk obat
17x/menit - Ceftriaxone 2x1 - Frekuensi obat paracetamol digunakan
T: 36,6C gr IV paracetamol bila demam
- Nimotop 4x30 tidak tepat
mg
- Disarankan untuk
- Paracetamol mencapai efek terapi
3x500mg - Dosis nimotop yang maksimal dosis
kurang tepat nimotop di naikkan
menjadi 60 mg
53
paracetamol - Disarankan untuk obat
tidak tepat paracetamol digunakan
bila demam
- Dosis nimotop
kurang tepat
- Disarankan untuk
mencapai efek terapi
yang maksimal dosis
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg
54
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg
- Disarankan untuk
mencapai efek terapi
- Terdapat yang maksimal obat
duplikasi amlodipine diganti
terapi antara dengan golongan
- Manitol 1x100 thiazide yaitu
amlodipine
cc dan nimotop hidroklorthiazid
Tekanan - Ceftriaxone yaitu dari (JNC,2014)
darah 2x1gr golongan obat
- Penurunan 135/97 - Amlodipine 1x5 yang sama
kesadaran HR: Stroke yaitu calcium
mg
15/6/2021 - Muka mata 103x/menit hemoragik channel
RR: - Candesartan 1x8
dengan blocker
19x/menit mg - Disarankan untuk obat
rangsangan
T: 38,4C - Nimotop 4x30 - Frekuensi obat paracetamol digunakan
mg bila demam
paracetamol
- Paracetamol tidak tepat
3x500mg
- Disarankan untuk
- Dosis nimotop mencapai efek terapi
kurang tepat yang maksimal dosis
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg
55
3.7.1 Terapi Farmakologi
56
Inj 2x1 (1gr)
ceftriax
on
Nimoto 1 x 30mg p.o
p
Paracet 3 x 500 p.o
amol mg
57
2. Manitol 5 x 100 cc 0,25 – 1 gr/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai Dosis yang diberikan sesuai dengan
4 x 100 cc terjadi rebound atau keadaan umum memburuk, dosis literature
3 x 100 cc terapi manitol dilanjutkan 0,25 g/Kg BB per 30
2 x 100 cc menit setiap 6 jam selama 3-5 hari (Perdossi, 2011)
1 x 100 cc
3. Hipertensi : 5mg/KgBB / hari
Dosis yang diberikan sesuai dengan
Amlodipin 1 x 5 mg Maintenance: 2,5 mg – 10 mg/hari
dosis literatur
(Dipiro et al, 2015)
4. Hipertensi : 8 mg sekali sehari. Dosis dapat Dosis yang diberikan sesuai dengan
disesuaikan dengan respons tubuh pasien. Dosis dosis literatur
Candes
1 x 8 mg maksimal 32 mg 1–2 kali sehari. (Dipiro et al,
artan
2015)
5. Inj omeprazole 1x 1 amp 20-40 mg/hari (Dipiro Edisi 9, 2015) Dosis yang diberikan sesuai dengan
(40 mg) dosis literature
6. Nimotop 4x1 60 mg/ 4 jam (drug dosses, 2017) Dosis yang diberikan tidak sesuai
dengan dosis literature
(30 mg)
7. Inj ceftriaxone 2x1 1 g tiap 12 jam (AHFS, 2011) Dosis yang diberikan sesuai dengan
(1 g) dosis literature
58
8. Paracetamol 3x1 250 mg-500 mg tiap 6 jam Maksimal 4 g per hari Dosis yang diberikan sesuai dengan
(500 mg) (AHFS, 2014) dosis literature
59
N Jenis Obat Indikasi Obat Komentar dan alas an
o
1 IV FD RL Cairan dan Elektrolit (ISO, 2019) Pemenuhan cairan dan elektrolit pada
pasien
2 Manitol Diuretik Osmotik (Raslan & Umumnya dipilih manitol dikarenakan
Bhardwaj, 2007) manitol digunakan untuk pasien dengan
peningkatan intrakranial (Diringer,
2012)
3 Candesartan Menurunkan tekanan darah pada Pemberian obat tepat, karena tekanan
pasien hipertensi (Lexicomp, darah pasien melebihi normal, dan
2018) merupakan lini terapi pertama, karena
tidak menyebabkan efek samping batuk
seperti golongan ACEI. Terapi tunggal
diberikan untuk mengontrol tekanan
darah agar tidak turun secara drastis
pada pasien stroke.
4 Amlodipin Menurunkan tekanan darah pada Pemberian obat tepat, karena tekanan
pasien hipertensi (Lexicomp, darah pasien melebihi normal.
2018)
5 Injeksi Proton Pump Inhibitor (PPI), Untuk mengobati stress ulcer yang
Omeprazole Gastroprotektor (Dipiro edisi 9, disebabkan oleh kondisi pasien.
2015)
6 Injeksi Infeksi saluran pernafasan bawah Pemberian tepat sebagai terapi yang
Ceftriaxone (MIMS edisi 18, 2018) digunakan untuk mencegah terjadinya
66 infeksi karena kondisi pasien yang
mengalami pendarahan di otak yang
memiliki resiko terhadap infeksi
7 Paracetamol Menurunkan suhu tubuh dan Pemberian obat tepat, karena pasien
meringankan nyeri pada pasien mengalami hipertermi
(Analgetik dan Antipiretik)
(AHFS, 2011)
8 Nimotop Pengobatan deficit neurologic Pemberian obat tepat karena pasien
iskemik karena vasospasme mengalami pedarahan intraserebral
serebral yang menyertai
pendarahan subarachnoid karena
aneurisma (MIMS)
60
3.7.3 Kajian Kesesuaian Indikasi
3.7.4 Analisa Permasalahan / Drug Related Problem (DRP)
Drug Therapy
No Check List Penjelasan Rekomendasi
Problem
1 Terapi obat yang tidak diperlukan
Pasien mendapatkan terapi
sesuai dengan kondisi medis.
Terdapat terapi Tidak ada
Semua terapi yang diberikan
tanpa indikasi
menyesuaikan kondisi pasien :
medis - IVFD RL : untuk
membantu menyalurkan
atau mengganti cairan dan
elektrolit tubuh
- Candesartan 1x8 mg (p.o) :
untuk menurunkan tekanan
darah (AHFS, 2011)
- Amlodipine 1x5 mg (p.o) :
untuk menurunkan tekanan
darah (AHFS, 2011)
- Paracetamol : Menurunkan
suhu tubuh dan
meringannkan nyeri
- Inj omeprazole : Untuk
mengobati stress ulcer
yang disebabkan oleh
61
kondisi pasien.
- Nimotop : Untuk
merelaksasi pembuluh
darah sempit di otak dekat
area pendarahan sehingga
darah dapat mengalir lebih
mudah
62
kepala, pusing
Amlodipin dapat
menyebabkan jantung
berdebar, pusing
Parasetamol efek
samping hepatotoksik
seharusnya Injeksi omeprazole
dapat dicegah efek sampingnya
urtikaria, mual muntah
dan konstipasi
Nimotop efek
sampingnya hipotensi,
gangguan saluran
cerna
2 Kesalahan obat
Bentuk sediaan sudah tepat
dengan kondisi pasien, pasien
dalam keadaan sadar dan
masih bisa menelan
1. Candesartan
Bentuk sediaan 1x8mg(malam) P.o
Tidak
tidak tepat 2. Amlodipine
1x5mg(pagi) P.o
3. Nimodipin
4x1(30mg)
4. Paracetamol
3x1(500mg)
Terdapat kontra
Tidak Tidak Terdapat kontra indikasi
indikasi
Kondisi pasien Kondisi pasien dapat
tidak dapat disembuhkan oleh obat untuk
Tidak
disembuhkan mengurangi keluhan dan
oleh obat tekanan darah pasien.
Obat tidak Tidak Semua obat yang diberikan
diindikasikan diindikasikan untuk keadaan
63
untuk kondisi
pasien.
pasien
Disarankan amodipin di
Obat nimotop dan amlodipine
ganti dengan obat golongan
Terdapat obat merupakan duplikasi terapi
lain yang lebih Iya karena termasuk dalam satu thiazide yaitu
efektif golongan yaitu calcium
hidroklorthiazid (JNC,
channel blocker
2014)
3 Dosis tidak tepat
Disarankan dosis nimodipin
Dosis terlalu Terdapat dosis obat yang
Iya yang di berikan adalah 60
rendah rendah yaitu nimodipin
mg
Disarankan penggunaan
Frekuensi Terdapat obat yang frekuensi
obat paracetamol bila perlu
penggunaan Iya penggunaannya belum tepat
yaitu paracetamol atau saat suhu tubuh pasien
tidak tepat
tingi
Durasi
Durasi penggunaan sudah
penggunaan Tidak
tepat
tidak tepat
4 Reaksi yang tidak diinginkan
Obat aman untuk pasien dan
Obat tidak aman
Tidak memberikan efek yang sesuai
untuk pasien
dengan yang diharapkan
Tidak terdapat masalah, pasien
Terjadi reaksi tidak mempunyai riwayat
Tidak
alergi alergi obat sehingga obat aman
digunakan
65
untuk menurunkan suhu tubuh
pasien
Pasien Tidak Pasien telah mendapatkan
membutuhkan obat yang sinergis
obat lain yang
Sinergis
Pasien Tidak Pasien tidak membutuhkan
membutuhkan terapi profilaksis
terapi
profilaksis
Mengobati stress Inj omeprazole Warna cairan Cairan NGT tidak Tiap hari
ulcer yang NGT berwarna coklat
disebabkan oleh kehitaman
kondisi pasien
Mencegah Inj ceftriaxone Suhu tubuh Suhu tubuh normal Tiap 8 jam
terjadinya
66
infeksi selama di
rawat inap.
3.7.6 Konseling
Uraian Rekomendasi/Saran
Candesartan Candesartan digunakan 1 kali sehari sesudah makan pada malam hari.
Amlodipin Amlodipine digunakan 1 kali sehari sesudah makan pada pagi hari.
4 Gunakan obat dengan tepat dan teratur sesuai yang tertera pada etiket
67
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien perempuan umur 58 tahun masuk rumah sakit sejak tanggal 1 juni 2021.
Berdasarkan dari keterangan keluhan pasien mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba sejak
subuh tadi, nyeri kepala, mual, muntah dan lemah anggota gerak. Pasien diketahui memiliki
riwayat nyeri kepala secara terus menerus. Saat pasien masuk ke IGD pada tanggal 1 juni 2021
68
tercatat hasil pemeriksaan vital sign yang diketahui tekanan darah pasien 160/100 mmHg, nadi
Berdasarkan pemeriksaan vital sign pasien tanggal 1 juni sampai 15 juni 2021 tekanan
darah pasien selalu di atas normal, yaitu diatas (120/80 mmHg). Hasil pengukuran Tekanan
darah yang paling tinggi yaitu pada tanggal 2 juni 2021 dengan hasil pengukuran 170/100 mmHg
sedangkan Suhu tubuh pasien pada tanggal 3 juni, 13 juni dan 15 juni mengalami peningkatan
dari nilai normal yaitu diatas 36,5 oC – 37,5 oC kemudin untuk nadi pasien dari tanggal 1 juni
sampai 15 juni cenderung menunjukkan angka normal yaitu antara 60 kali / menit – 110 kali /
menit dan untuk nafas pasien pada tanggal 1 juni sampai tanggal 5 juni berada di atas rentang
normal, yaitu diatas (12 kali /menit - 16 kali /menit ) kemudian pada tanggal 6, 8, 9 dan 10 juni
hasil pengukuran menunjukan berada dalam rentang normal dan kembali tinggi pada tanggal 07
Pemeriksaan labor dilakukan selama rawatan yaitu pada tanggal 1 april 2021. Pasien
mengalami peningkatan leukosit pada hasil pemeriksaan labor dengan nilai 22,3 (10 3/µL).
Leukosit merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk
menghasilkan antibodi yang melawan virus, jamur, bakteri dan parasit penyebab penyakit.
Peningkatan leukosit merupakan reaksi radang yang mengeluarkan sitokin proinflamasi IL-1 dan
TNF α. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan cerebrospinal di otak, atau
keduanya. Adanya pendarahan ini pada jaringan otak menyebabkan lokasi tersebut tidak
mendapatkan darah lagi (otak kekurangan/kekurangan oksigen dan nutrisi), serta terbentuknya
hematom di otak yang mengakibatkan penekanan pada daerah sekitar lesi otak. Pasien stroke
69
dengan peningkatan jumlah leukosit menurut literatur menunjukkan kondisi yang lebih buruk
dibanding pada pasien stroke tanpa leukositosis. Aktivitas leukosit yang tinggi pada pasien
stroke menginduksi sel yang lebih luas pada otak. Leukositosis adalah keadaan dimana
ditemukan pada saat tubuh terinfeksi benda asing atau terjadi perdarahan pada tubuh. Stroke
sering menyebabkan lekositosis dan biasanya memiliki prognosis dan keluaran yang lebih buruk
juga, baik pada saat sebelum serangan maupun pada saat perawatan di unit stroke.
hasil pemeriksaan labor dengan nilai 46,50. Salah satu penanda inflamasi yang dapat digunakan
adalah rasio neutrofil dengan limfosit (RNL). Kadar neutrofil dan limfosit didapat dari hitung
diferensial leukosit yang merupakan salah satu komponen pemeriksaan darah rutin (Zahorec,
limfosit (limfositopenia) segera setelah iskemia serebral (Zahorec, 2001; Jin dkk., 2010; Gokhan
dkk., 2013, Jickling dkk., 2015). Neutrofilia dan limfositopenia yang terjadi sebagai respon
inflamasi akut tersebut menjadi dasar pengukuran rasio neutrofil dengan limfosit yang dikenal
sebagai RNL. Penelitian Gokhan dkk. (2013) menyimpulkan bahwa RNL dapat digunakan
sebagai penanda yang sederhana dan mudah diukur untuk memprediksi prognosis dan mortalitas
Kriteria diagnostik stroke hemoragik ditandai dengan onset perdarahan yang bersifat
mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan
memori, bingung, penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia atau
hemiparese dan dapat disertai kejang fokal atau umum. Berdasarkan keluhan dan hasil
70
laboratorium pasien di diagnosa Stroke hemoragik. Stroke merupakan gangguan suplai darah ke
otak yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau tersumbat karena thrombus dan
emboli. Penyebab tersebut menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi tidak kuat untuk disuplai ke
Pada pasien ini memiliki hasil pengukuran tekanan darah selalu di atas normal. Ini
merupakan salah satu penyebab stroke hemoragik. Hipertensi merupakan faktor resiko stroke
darah otak yang mengakibatkan perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak akan terganggu sehingga sel-sel otak akan mengalami kematian.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada
herniasi jaringan otak dan menekan batang otak sehingga terjadi penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan cairan ringer laktat yang berfungsi untuk
menstabilkan cairan tubuh pasien. Pasien juga mengalami tekanan darah tinggi sehingga tekanan
darah perlu diturunkan. Obat antihipertensi yang diberikan ialah amlodipin 1x5 mg dan
Candesartan 1x8 mg. Penurunan tekanan darah pada stroke hemoragik dapat dipertimbangkan
hingga lebih rendah dari target, pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensi. Target
penurunan tersebut adalah 15-25 % pada jam pertama dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam
71
pertama (Perdossi, 2011). Alasan utama untuk menurunkan tekanan darah adalah untuk
Penanganan komplikasi stroke hemoragik berupa stress ulcer, yang ditemukan pada kasus
ini berupa keluhan perdarahan dilambung terlihat dari selang NGT (pipa nasogastrik) pasien.
Pasien diberikan omeprazole 1x40 mg pada hari ke tujuh rawatan (7 juni 2021). Omeprazol
yang merupakan golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Obat golongan PPI mengurangi sekresi
asam lambung dengan menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) yang
merupakan enzim pemompa proton. Dengan cara kerja secara selektif pada sel-sel parietal.
Enzim pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan energi
yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
Pasien mendapatkan terapi antibiotik yaitu ceftriaxon 2 x 1 g (IV) untuk mencegah resiko
kejadian infeksi selama pasien dirawat inap. Penggunaan antibiotik menjadi perhatian khusus
saat ini, kejadian resistensi antibiotik menjadi salah satu alasan mengapa penting dan harus
Pasien mendapatkan terapi manitol yang bertujuan untuk mengatasi peningkatan tekanan
intrakranial yang pada pasien stroke hemoragik yang diakibatkan karena terjadinya udem
serebral. Sehingga sering digunakan diuretik untuk menarik cairan udem di otak agar dapat
intrakranial yang meningkat adalah diuretik loop (furosemid) dan diuretik osmotik (manitol)).
72
Umumnya dipilih manitol, dikarenakan manitol adalah obat andalan yang digunakan untuk
pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, manitol punya efek osmoterapi
(hipertonis) yang secara langsung dapat menarik cairan di parenkim otak. Dengan terjadinya
penurunan tekanan intrakranial dapat diduga terjadi pula perubahan pada GCS. Mekanisme kerja
manitol untuk menurunkan tekanan intarakranial adalah dengan cara meningkatkan osmolalitas
plasma sehingga aliran cairan dari jaringan menuju kedalam plasma meningkat, terjadi
penurunan viskositas darah. Penurunan viskositas darah mengakibatkan penurunan tahanan pada
pembuluh darah otak hal ini menyebabkan aliran darah ke otak meningkat, diikuti dengan
vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola sehingga menurunkan volume darah otak dan terjadi
penurunan tekanan intrakranial. Dosis manitol yang digunkan yaitu 5 x 100 cc dalam 3 hari, 4 x
100 cc dalam 3 hari, 3 x 100 cc dalam 3 hari, 2 x 100 cc dalam 3 hari, 1 x 100 cc dalam 3 hari.
Karena manitol membuka sawar darah otak, dan manitol yang melintas sawar darah otak ke
sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak sehingga Penggunaan infus manitol ini
dengan cara tappering off yaitu diturunkan perlahan untuk mencegah rebound tekanan
intrakranial.
Pemberian cairan hipertonis manitol terhadap penggunaan obat lainnya pada pasien ini
tidak ditemukan masalah atau interaksi obat (Stockley, 2009). Selama administrasi cairan
manitol, pasien juga menerima obat melalui intravena dan per oral. Berdasarkan mekanisme
kerja masing-masing obat yang memiliki perbedaan target aksi obat mengindikasikan tidak ada
obat yang berinteraksi terhadap manitol, dan sebaliknya. Manitol bekerja dengan prinsip
osmolaritas yang diberikan secara intravena, manitol memiliki nilai osmolaritas yang lebih tinggi
daripada osmolaritas plasma darah, sehingga prinsip perpindahan pelarutdari osmolaritas rendah
ke tinggi menyebabkan cairan yang berada di parenkim otak (kondisi hemoregik) akan keluar
73
menuju plasma. Hal ini akan meningkatkan osmolartitas plasma sehingga memperbaiki tekanan
karena pasien stroke juga disertai demam (hipertemi) yang ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh mencapai 38 oC setelah 2 hari rawatan. Hipertemi diatasi dengan pemberian antipiretik,
dosis yang diberikan adalah 500 mg hingga 3 kali sehari bila perlu. Penggunaan bila perlu
dimaksudkan hanya pada saat suhu tubuh naik, jika suhu tubuh pasien kembali normal
penggunaan antipiretik dihentikan. Penggunaan paracetamol dalam jangka waktu lama dapat
Neurologi, diketahui terapi yang diberikan sudah sesuai dengan kondisi pasien, namun ada
beberapa DRP yang ditemukan dan merupakan DRP potensial, DRP Potensial adalah DRP yang
tidak terjadi pada pasien namun memiliki kemungkianan besar terjadi jika tidak dilakukan
pemantauan dengan baik oleh petugas kesehatan. Terapi paracetamol digunakan bila demam,
jika suhu tubuh pasien kembali normal penggunaan antipiretik dihentikan. Selanjutnya Duplikasi
terapi amlodipin dan nimotop yaitu dari golongan yang sama calcium channel bloker, disarankan
untuk mencapai efek terapi yang maksimal amlodipine diganti dengan golongan thiazid yaitu
hidroklorthiazid.
74
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Terapi paracetamol digunakan bila demam, jika suhu tubuh pasien kembali normal
penggunaan antipiretik dihentikan.
2. Duplikasi terapi amlodipin + nimotop yaitu dari golongan yang sama calcium channel
bloker, disarankan untuk mencapai efek terapi yang maksimal amlodipine diganti dengan
golongan thiazid yaitu hidroklorthiazid.
5.2 Saran
75
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika.
Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Kota Padang (2013). Profil kesehatan tahun 2013. Padang: Dinas Kesehatan
Kota Padang.
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. 2008. Pharmacotherapy
Handbook Seventh Edition. London: Mc-GrawHill Education Commpanies.
Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, Dipiro CV. 2015. Pharmacotherapy Handbook
Nineth Edition. London: Mc-GrawHill Education Commpanies.
76
Doijad RC, Pathan AB, Pawar NB, Baraskar SS, Maske VD, Gaikwad. 2012. Therapeutic
Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed Dose Combination. Asian Journal of
Biomedical & Pharmaceutical Sciences 2(12).
Hemphill JC, Greenberg CSM, Anderson VCCS, Becker K, Bendok BR, Cushman M, Fung GL,
Goldstein JN, McDonald RL, Mitchell PH, Scott PA, Selim MH, Daniel W. 2015.
Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage. USA:
AHA/ASA.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 91-2.
Lexicomp. 2018. Drug Information Handbook : A clinically Relevant Resource for All
Healthcare Professionals 2018-2019 Edition. USA : Wolters Kluwer.
MIMS. 2018. MIMS Referensi Obat Volume 19. Jakarta: Buana Ilmu Populer.
Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke
2004. Jakarta: PERDOSSI; 2004.
Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke
2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011
Plummer MP, Annika RB, Adam MD. 2014. Stress ulceration: prevalence, pathology and
association with adverse outcomes. Critical Care 18:213.
Reslina I, Almasdy D, Armenia. Hubungan pengobatan stroke dengan jenis Stroke dan jumlah
jenis obat. Jurnal Ipteks Terapan. 2015; 9:67-75.
77
Ropper A, Samuels M, Klein J. Adams and Victor's Principles of Neurology 10th.
RSSA. 2017. Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi edisi II. Malang : Budaya
Mutu.
Salwa A. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi dengan Gagal
Ginjal di Instalasi Rawat Inap RS “X” Tahun 2010. [Skripsi]. Surabaya: Universitas
Muhammadiyah Surabaya; 2013.
Sari IM. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Penderita Stroke di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Ashari Pemalang Tahun 2008.
[Skripsi]. Surabaya: Universitas Muhammadiyah Surabaya; 2009.
Setiawati A. Interaksi Obat dalam Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007 Setriana L. Kajian Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Stroke Hemoragik di Bangsal Saraf Rsup Dr. M. Djamil
Padang. [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas. 2012.
Sundari. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Stroke Akut di Bangsal Rawat
Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari–Desember
2015. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2016.
Shann F. 2017. Drug Doses ed 2017. Intensive Care Unit Royal Childrens Hospital Parkville,
Victoria, 3052 : Australia.
Stroke Foundation. 2017. Draft Clinical guidelines for stroke management: summary of
recommendations. Australia
78
Sweetman S. et al. 2009. Martindale 36th. London : The Pharmaceutical Press.
The European Stroke Initiative Executive Commitee and the EUSI Writing Committee.
European stroke initiative recommendations for stroke management-update .
Cerebrovasc. Dis. 2003;16:311-337.
Tjay TH, Kirana R. Obat-obat Penting Edisi Keenam. Jakarta: Alex Media Komputindo; 2010.
Utami N, Didik H, Lilik Y. Studi penggunaan calcium channel blocker (ccb) pada pasien stroke
hemoragik. Media Farmasi. 2013;10:2.
Weber MA, Ernesto LS, William BW, Samuel M, Lars HL, John GK. Clinical practice
World Health Organization (WHO). Rational use of medicines. Diakses tanggal 24 Januari 2017
dari http://www.who.int/medicines/areas/rationaluse/en/.
World Health Organization (WHO). The top ten cause of death. Diakses tanggal 5 Februari 2018
79