Anda di halaman 1dari 80

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK

“STROKE HEMORAGIK”

Clinical Preseptor :

dr. Yulson Rasyid, Sp.S

apt. Robby Kurniawan, S. Farm

Disusun oleh :

Elvita Sari, S. Farm (2030122020)


Erix Sukamto, S.Farm (2030122021)
Fira Andila, S. Farm (2030122023)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Study Report Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad
Natsir Solok.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :
1 Bapak dr. Yulson Rasyid, Sp.S selaku preseptor yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case
Study ini dapat diselesaikan.
2 Bapak apt. Robby Kurniawan, S.Farm selaku preseptor yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan
sehingga laporan Case Study ini dapat diselesaikan.
3 Staf Bangsal Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir
Solok yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Case Study ini.

Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah


diberikan kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pengobatan penyakit “Stroke Hemoragik”
Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.

Solok,24 Juni 2021

Penulis

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................1
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA..................................................................5
2.1 Stroke............................................................................................5
2.1.1 Defenisi..........................................................................5
2.1.2 Patofisiologi...................................................................6
2.1.3 Manifestasi klinis...........................................................7
2.1.4 Tujuan Terapi.................................................................7
2.1.5 Terapi Non Farmakologi................................................7
2.1.7 Terapi Farmakologi........................................................7
2.2 Hipertensi....................................................................................12
2.2.1 Definisi Hipertensi.......................................................12
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi...................................................12
2.2.3 Patologi........................................................................14
2.24 Penatalaksanaan Hipertensi...........................................17

2.3 Tinjauan Obat..............................................................................23

BAB III. TINJAUAN KAUSUS..............................................................43

3.1 Identitas Pasien...........................................................................43


3.2 Riwayat Penyakit Pasien.............................................................43
3.3 Data Penunjang...........................................................................44
3.4 Data Lab......................................................................................45
3.5 Hasil pPemeriksaan CT SCAN...................................................46
3.5 Follow-up....................................................................................47
3.6 Analisia Farmakoterapi dan DRP ..............................................55
BAB IV. PEMBAHASAN........................................................................69
BAB V. PENUTUP...................................................................................76
ii
5.1 Kesimpulan.................................................................................76
5.2 Saran ..........................................................................................76
BAB V. DAFTAR PUSTAKA.................................................................77

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Stroke merupakan gangguan suplai darah ke otak yang disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah atau tersumbat karena trombus dan emboli. Penyebab
tersebut menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi tidak adekuat untuk di suplai ke otak
sehingga terjadinya kerusakan pada jaringan otak (World Health Organization, 2014).
Pada tahun 2012, stroke merupakan penyebab nomor dua kematian secara global
setelah penyakit jantung dengan prevalensi 11,9% (WHO,2014). Angka kematian dan
kecacatan akibat stroke pada tahun 1990 – 2010 mengalami peningkatan yakni
masing-masing sebesar 26% dan 19% (Hankey, 2013)

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat setelah


penyakit jantung dan semua bentuk kanker. Setiap tahun 750.000 warga Amerika
akan mengalami stroke yang baru atau berulang. Stroke juga merupakan penyebab
medis disabilitas tersering. Penyakit ini memiliki insiden tertinggi dan kondisi
neurologis yang sering ditangani dirumah sakit (Alway, 2011). Kasus stroke juga
menjadi urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung
koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang berkontribusi
sebesar 85,5% dari total kematian akibat stroke diseluruh dunia. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas viii Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang. Penderita stroke baru terdapat sekitar 13 juta penduduk setiap
tahun, dimana 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006).

Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2007 menunjukkan angka 8,3 per 1000
penduduk. Namun pada tahun 2013 prevalensinya meningkat menjadi 12,1 per 1000
penduduk. Prevalensi stroke diberbagai provinsi di Indonesia rata-rata mengalami
peningkatan pada tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2007. Prevalensi stroke
di 12 provinsi ini didapati melebihi prevalensi nasional, yaitu Sulawesi Selatan, DI
Yogyakarta, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Bangka

1
Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Gorontalo, dan Sumatera
Barat. Sumatera Barat berada pada posisi ke dua belas dengan prevalensi 12,2 per
1000 penduduk (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2011


diperoleh data bahwa stroke termasuk 10 penyebab kematian terbanyak di Kota
Padang (Dinkes Kota Padang, 2012). Stroke adalah penyebab kematian kelima di
Kota Padang dengan persentase 8% setelah penyakit ketuaan/lansia, diabetes melitus,
hipertensi, dan jantung menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang tahun
2011 (Sarigumilan, 2013)

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke


hemoragik.Sekitar 80-85% merupakan stroke iskemik dan sisanya adalah stroke
hemoragik (Price & Wilson, 2006).Pada stroke iskemik, terjadi hambatan aliran darah
yang menyebabkan iskemik otak dan infark. Sedangkan stroke hemoragik, pembuluh
darah pecah dan menyebabkan perdarahan pada parenkim otak dan merusak jaringan
otak (Kumar, 2017).

Stroke hemoragik memiliki prevalensi hipertensi akut yang tinggi. Beberapa


penelitian menunjukkan bahwa hipertensi menjadi faktor risiko pendarahan
intraserebral dan pendarahan subaraknoid. Penelitian pada 45.330 pasien dengan
pendarahan intraserebral, 75% memiliki tekanan darah sistolik besar dari 140 mmHg
dan 20% pasien memiliki tekanan sistolik lebih besar dari 180 mmHg. Sedangkan
pada pendarahan subaraknoid, 100% pasien memiliki tekanan darah sistolik besar
dari 140 mmHg.

Tekanan darah tinggi berkaitan dengan pembesaran hematoma dan memberikan


outcome yang buruk. Sehingga untuk penanganan tekanan darah tinggi perlu
dilakukan pemantauan tekanan darah dan pengobatan yang tepat (Qureshi et al.,
2007; Qureshi et al., 2008; Balami & Alastair, 2012). Pengontrolan tekanan darah
setelah terjadinya pendarahan harus dilakukan dengan hati-hati (Panciolli et al., 2006;
Elliot & Smith, 2010). Tekanan darah yang terlalu rendah pada stroke hemoragik
2
dapat menyebabkan hipoperfusi otak dan jantung. American Heart
Association/American Stroke Association (AHA/ASA) guidelines
merekomendasikan penurunan tekanan darah sistolik pada pasien pendarahan
intraserebral menjadi 140 mmHg cukup aman pada pasien dengan tekanan darah
sistolik 150-220 mmHg.

Antihipertensi yang sesuai yaitu labetalol, esmolol, atau nikardipin yang


diberikan secara intravena. Penggunaan obat antihipertensi yang tidak tepat dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien. (Broderick et al., 2007; Hempill
et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Utami dkk., pada 242 pasien stroke
hemoragik yang menerima antihipertensi diperoleh 20,66% pasien menerima 3
antihipertensi tunggal, 31,40% kombinasi dua antihipertensi, bahkan 1,24%
kombinasi enam antihipertensi (Utami dkk., 2013).

Penggunaan empat hingga lima kombinasi antihipertensi dinyatakan tidak


rasional (Salwa, 2013). Evaluasi penggunaan obat di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang
tahun 2008 terdapat ketidaktepatan penggunaan antihipertensi pada pasien stroke
dengan persentase tepat indikasi 46,40%, tepat pasien 95,23%, tepat obat 71,72% dan
tepat dosis 64,87% (Sari, 2009)

Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil tahun 2015 menunjukkan sebagian besar


pasien stroke menderita stroke hemoragik (57,78%). Tingginya angka kejadian stroke
hemoragik pada penelitian ini disebabkan oleh banyaknya pasien stroke yang
memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol (Reslina, dkk., 2015).

Kajian penggunaan obat antihipertensi pada pasien stroke hemoragik secara


prospektif periode Agustus hingga November 2012 di RSUP M. Djamil Padang
menunjukkan 75,76% tepat obat, 96,96% tepat dosis, 84,85% tepat rute pemberian.
Ketidaktepatan yang paling sering ditemui ialah pada ketepatan pemilihan obat yang
akan dikombinasikan dalam kombinasi antihipertensi (Setriana, 2014).

3
Penggunaan obat yang tepat pada penderita hipertensi komplikasi diperlukan
agar pengobatan efektif. Penggunaan obat yang tidak efektif dapat menyebabkan
kegagalan terapi (Gunawan, dkk., 2007). Apoteker berperan dalam memberikan
pelayanan farmasi klinik, yaitu pelayanan langsung kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping
karena obat. Salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik adalah Evaluasi Penggunaan
Obat (EPO). Menurut 4 peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016, Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi yang terstruktur dan
berkesinambungan baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang bertujuan
memberikan gambaran pola penggunaan obat saat ini dan sebagai pedoman untuk
memperbaiki penggunaan obat agar tercapai terapi yang aman, efektif, dan efisien
bagi pasien (Permenkes, 2016)..

Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan, kami mengangkat kasus untuk


mendapatkan gambaran penggunaan obat secara rasional pada pasien stroke di RSUD
Mohammat natsir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke Hemoragik


4
2.1.1 Defenisi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah
otak dan merusaknya (World Health Organization, 2014). Stroke hemoragik biasanya
terjadi akibat kecelakaan yang mengalami benturan keras di kepala dan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke hemoragik lebih berbahaya
dari pada stroke iskemik karena akibat yang ditimbulkan dapat terjadi secara akut
atau mendadak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh penderita
hipertensi (Sukandar, et. al, 2008),.
Penyebab lain dari stroke hemoragik yaitu adanya penyumbatan pada dinding
pembuluh darah yang rapuh (aneurisma), mudah menggelembung, dan rawan pecah,
yang umumnya terjadi pada usia lanjut atau karena faktor keturunan (subarachnoid
hemorrhage/SAH),.

2.1.2 Patofisiologi

Gambar 1. Stroke hemoragik (AHA/ASA 2015)


. Stroke hemorrhagik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan perdarahan

subaraknoid.

 Perdarahan Intraserebral

5
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan masuk ke dalam parenkim otak

akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah

superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya

berupa anyaman kapiler. Hal ini dapat disebabkan oleh diathesis perdarahan dan

penggunaan antikoagulan seperti heparin, hipertensi kronis, serta aneurisma.

Masuknya darah ke dalam parenkim otak menyebabkan terjadinya penekanan

pada berbagai bagian otak seperti serebelum, batang otak, dan thalamus. Darah

mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam

ventrikel atau ke rongga subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan

serebrospinal dan merangsang meningen. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan

intrakranial yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri kepala hebat, papil

edema, dan muntah proyektil (Ropper A, et all 2010).

 Perdarahan Subaraknoid

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,

serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga

mengenai kapsula interna dan kadang-kadang ruptur ke dalam ventrikel lateral lalu

menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam rongga subaraknoid. Adanya perluasan

intraventrikuler sering berakibat fatal (Philadelphia W et all 2010).

2.1.3 Manifiestasi Klinis

Gejala berupa kelemahan unilateral, ketidakmampuan untuk berbicara,

kehilangan penglihatan, vertigo, atau terjatuh. Stroke iskemik biasanya tidak terasa

6
sakit, tetapi sakit kepala dapat timbul pada stroke hemoragik. Penurunan fungsi neuro

tergantung pada daerah otak yang terkait. Pasien dengan keterlibatan sirkulasi

posterior dapat mengalami vertigo dan diplopia. Stroke yang mempengaruhi sirkulasi

anterior umumnya mengalami aphasia. Pasien juga dapat mengalami dysarthria,

gangguan penglihatan, dan penurunan kesadaran (Dipiro, 2015).

2.1.4 Tujuan terapi

Menurut (Sukandar, et. al, 2008), tujuan terapi Stroke adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi luka system syaraf yang sedang berlangsung

2. Menurunkan kematian dan cacat jangka panjang

3. Mencegah komplikasi sekunder untuk immobilitas dan disfungsi system

syaraf

4. Mencegah kekambuhan stroke

2.1.5 Terapi Non Farmakologi

Pada SAH, intervensi operasi untuk memotong dan menghilangkan

abnormalitas pembuluh darah mengurangi resiko kematian dari perdarahan ulang.

Setelah perdarahan intracerebral, operasi dapat menguntungkan untuk beberapa

situasi. Penambahan saluran / pembuluh ventrikuler eksternal dengan monitoring

tekanan intrakranial biasanya dilakukan pada pasien ini (Dipiro, 2015).

2.1.6 Terapi Farmakologi

7
8
Gambar 2. Monitoring dari terapi yang didapatkan pasien stroke di rumah

sakit (Dipiro, 2015)

Gambar 3. Tatalaksana penurunan tekanan darah pada pasien stroke

perdarahan intracerebral (Hemphill et.al, 2015)

a. Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral (PERDOSSI, 2011)

9
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau thrombositopenia berat

sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atu trombosit. Sebaiknya obat

antikoagulan oral tidak diberikan, tetapi mendapatkan terapi untuk mengganti

vitamin K dependent factor serta mendapat vitamin K intravena.

Apabila terjadi gangguan koagulasi, maka diberikan vitamin K 10 mg IV pada

penderita peningkatan INR dan diberikan dalam waktu yang sama dengan terapi lain

karena efek akan timbul setelah 6 jam kemudian. Untuk mencegah terjadinya

perdarahan berulang, maka beberapa faktor yang harus dipertimbangkan seperti

lokasi lobus dari perdarahan awal, usia lanjut, pengobatan antikoagulan, terdapat alel

E2 dan E4 apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam jumlah besar.

Setelah periode akhir perdarahan intrakranial, target dari tekanan darah dapat

dipertimbangkan menjadi <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg jika diabetes

penyakit ginjal kronik. Penghentian antikoagulan jangka panjang dapat

direkomendasikan setelah perdarahn intrakranial lobar spontan karena relatif

beresiko tinggi untuk perdarahan berulang.

b. Penatalaksanaan Intravenrikular Hemorrage (IVH) dan Hydrocephalus

Intraventrikular Hemorrage terjadi pada 46% pasien stroke hemoregik dimana

ditandai dengan penurunan GCS. JIka GCS < 8 maka pemasangan external

ventricular drain (EVD. Peningkatan tekanan intracranial (>20 mmHg) dapat

diterapi dengan manitol dan/ NaCl hipertonis. manitol merupakan diuresis osmosis

sehingga akan menarik cairan dari interstisial ke intravascular sehingga akan

10
meningkatkan ekskresi air dan Na melalui ginjal, dapat menurunkan edema serebral

dan menurunkan tekanan intracranial.

c. Penatalaksanaan Komplikasi Stroke (PERDOSSI, 2011)

a. Preventif

Untuk mencegah perdarahan lambung pada stroke, sitoprotektor atau

penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Antasida tidak perlu diberikan pada

profilaksis stress ulcer. Untuk seluruh penderita stroke, pemberian obat seperti

NSAID dan kortikosteroid serta makanan atau minuman yang bersifat iritatif

terhadap lambung perlu dihindari.

b. Tata laksana

- Pasien dipuasakan

- Ada perdarahan yang banyak (lebih dari 30% dari volume sirkulasi),

penggantian dengan transfusi darah perlu dilakukan

- Pasang pipa nasogastrik dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam

sampai darah berhenti

- Pemberian obat PPI seperti omeprazole atau pantoprazole diberikan

secara IV dengan dosis 80 mg bolus, kemudian diikuti pemberian infus 8

mg/jam selama 72 jam berikutnya

- Hentikan pemakaian aspirin atau clopidogrel. Pemakaian aspirin dapat

dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas

11
2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten.

Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh

penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi

yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau essensial).

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Hipertensi

merupakan saah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain

mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal

ginjal maupun penyakit serebrovaskular (ISO Farmakoterapi, 2008).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention,Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa seperti yang tertera pada

tabel 1.

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100
Hipertensi krisis
>180 >120
(Emergency dan urgensi)

a. Hipertensi Primer (Essensial)

12
Lebih dari 90% individu dengan hipertensi merupakan hipertensi

essensial (hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi

untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori

yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Faktor genetik

mungkin memiliki peran penting dalam perkembangan hipertensi esensial.

Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang

monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi

essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi

keseimbangan natrium, tetapi mutasi genetik mengubah ekskresi kallikrein

urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan

angiotensinogen (Dipiro, 2008).

b. Hipertensi Sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari

penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang bertanggung jawab dalam hal

meningkatkan tekanan darah seperti pada tabel. Pada kebanyakan kasus,

disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah

penyebab sekunder yang paling umum. Obat-obat tertentu, baik secara langsung

ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi

dengan menaikkan tekanan darah. Pada tabel dapat dilihat obat-obat yang

paling umum yang dapat menigkatkan tekana darah termasuk beberapa produk

herbal. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan

menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi

13
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam

penangana hipertensi sekunder. Berikut penyebab hipertensi yang dapat

diidentifikasi (Dipiro, 2008):

Tabel 3. Penyebab sekunder hipertensi (Depkes, 2006).

NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug,

ACTH: adrenokortikotropik hormone.

2.2.3 Patofisiologi

Banyak faktor pengontrol tekanan darah, yang berkonstribusi dalam

pengembangan hipertensi esensial termasuk didalamnya malfungsi humoral

seperti sistem renin angiostensin aldosteron (RAAS) atau mekanisme

vasodepresor, mekanisme neuronal abnormal, defekasi autoregulasi periperal,

dan gangguan natrium, kalsium, dan hormon natriuretic. Beberapa

abnormalitas humoral yang terlibat dalam perkembangan hipertensi esensial

seperti RAAS (Dipiro, 2008).

Sistem Renin Angiostensin Aldosteron (RAAS)

Adalah kompleks sistem endogenus yang terlibat dengan komponen

regulatori dari tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi primeri diatur oleh
14
ginjal. RAAS mengatur keseimbangan natrium, kalium, dan cairan.

Akibatnya, sistem ini secara signifikan mempengaruhi tingkat vascular dan

aktivitas sistem syaraf simpatik dan paling berpengaruh pada regulasi

homeostatic tekanan darah (Dipiro, 2008).

Renin adalah enzim yang disimpan dalam sel juxtaglomerular, yang

berada didalam arterioles afferent ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh

beberapa faktor: faktor internal (seperti, tekanan perfusi renal, katekolamin,

angiostensin II) dan faktor ekternal seperti natrium, klorida, dan kalium. Sel

juxtaglomerular berfungsi sebagai perasa baroreseptor. Penurunan tekanan

arteri renal dan aliran darah ginjal dirasakan oleh sel dan sekresi rangasangan

renin. Juxtaglomerular aparatus juga termasuk dalam kelompok sel tubuli

distal yang ditunjuk untuk pengumpul sebagai macula densa. Penurunan

natrium dan klorida dihantarkan ke tubuli distal pelepasan rangsangan renin.

Katekolamin menurunkan pelepasan renin yang memungkinkan merangsang

saraf simpatik secara langsung pada afferent arteriola yang mengaktifkan sel

juxtaglomerular. Penurunan serum kalium dan/atau kalsium intraselular

dideteksi oleh sel juxtaglomerulus yang dihasilkan dalam sekresi renin

(Dipiro, 2008).

Katalisis renin mengubah angiostensinogen menjadi angostensin I dalam

darah. Angiostensin I Kemudian dirubah menjadi angiostensin II oleh enzim

converting angiostensin (ACE). Setelah terikat pada reseptor spesifik

(diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 atau AT2), efek biologi penggunaan

15
angiostensin II dalam beberapa jaringan. Reseptor AT1 ditempatkan didalam

otak, ginjal, miokardium, periperal vasculatur, dan kelenjar adrenal. Reseptor

tersebut menengahi banyak respon yang kritikal pada kardiovaskular dan

fungsi ginjal. Reseptor AT2 berada didalam jaringan medular adrenal, uterus,

dan otak. Rangsangan reseptor AT2 tidak mempengaruhi regulasi tekanan

darah (Dipiro, 2008).

Sirkulasi angiostansin II bisa menaikkan tekanan darah melalui efek

tekanan dan volume. Efek tekanan termasuk vasokontriksi langsung,

rangsangan katekolamin dilepaskan dari medula adrenal, dan penurunan

mediasi pusat dalam aktivitas sistem syaraf simpatis. Angiostensin II juga

merangsang sintesis aldosteron dari kotrex adrenal. Ini menyebabkan

reabsorbsi natrium dan air meningkatkatkan volume plasma, resiten peripheral

total, dan akhirnya tekanan darah. Yang jelas, setiap gangguan pada tubuh

mengarah pada aktivasi RAAS yang dapat menjelaskan hipertensi kronis

(Dipiro, 2008).

Beberapa bukti menunjukkan bahwa angiotensin diproduksi oleh

jaringan lokal yang dapat berinteraksi dengan regulator humoral lainnya dan

faktor pertumbuhan derifat endotelium untuk merangsang pertumbuhan

pembuluh darah otot polos dan metabolisme (Dipiro, 2008).

2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan Terapi :

16
1. Secara keseluruhan tujuan penanganan hipertensi adalah mengurangi

morbilitas dan kematian.

2. Target nilai tekanan darah menjadi normal.

3. TDS merupakan indikasi yang baik untuk risiko kardiovaskular dari pada

TDD dan seharusnya dijadikan tanda klinik primer dalam mengontrol

hipertensi.

a.) Terapi Non-Farmakologi

Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk

memodifikasi gaya hidup, termasuk :

 Penurunan berat badan jika kelebihan berat badan.

 Melakukan diet makanan yang diambil DASH (Dietary Approaches to Stop

Hypertension).

 Mengurangiasupannatriuhingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6 g/hari

NaCl)

 Melakukan aktivitas fisik seperti aerobic.

 Mengurangi konsumsi alcohol.

 Menghentikan kebiasaan merokok.

b.) Terapi Farmakologi

Algoritma Terapi Hipertensi

Algoritma tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki

persamaan prinsip, dan berikut adalah algoritme tatalaksana hipertensi menurut beberapa

literature :

17
Menurut JNC VIII

Usia >18 th dengan hipertensi

Dengan intervensi gaya

hidup

Menerapkan tujuan tekanan darah dan memulai pengobatan dengan


penurunan tekanan darah berdasarkan usia, diabetes dan penyakit ginjal
kronik (CKD)

Populasi umum (tidak diabetes atau CKD) Menunjukan adanya diabetes atau CKD

Usia >60 th Usia <60 th Semua umur Semua umur


menunjukan diabetes menunjukan CKD dengan atau
dan tidak CKD tidak diabetes

TD <150/90 TD <140/90 TD <140/90 mmHg


mmHg TD <140/90 mmHg
mmHg

Black NonBlack
All races

Memulai dengan ACE-I atau


Memulai dengan diuretik- Memulai dengan diuretik
thiazid atau ACE-I atau ARB atau ARB, satu atau dengan
thiazide atau CCB, sattu atau
CCB satu atau dengan kombinasi kombinasi dengan jenis obat lain
dengan kombinasi

Pilhan strategi terapi obat

a. Memaksimalkan obat yang pertama sebelum menambahkan obat yang kedua


b. Menambahkan obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis maksimum
c. Memulai dengan 2 kelas obat secara terpisah atau dengan kombinasi dosis
tetap

YES
Dengan tekanan darah18
NO

Memperkuat pengobatan dan kepatuhan gaya hidup. Untuk


strategi A dan B tambahkan diuretik thiazed atau ACE-I atau ARB
atau CCB (menggunakan kelas obat yang sebelumnya tidak dipilih
dan menghindahri kombinasi ACE-I dan ARB). Untuk strategi C
dengan dosis awal yang maksimum

YES
Dengan tekanan darah

NO

Memperkuat pengobatan dan kepatuhan gaya hidup. Tambahkan diuretik thiazed atau ACE-I
atau ARB atau CCB (menggunakan kelas obat yang sebelumnya tidak dipilih dan menghindahri
kombinasi ACE-I dan ARB

YES
Dengan tekanan darah

NO

Memperkuat pengobatan dan kepatuhan gaya hidup. Tambahkan


kelas pengobatan tambahan (ex. B-Blocker, antagonis algosteron atau
lainya) dan atau rujuk kedokter yang ahli dalam hipertensi.

NO YES
Dengan tekanan darah
Melanjutkan perawatan
dan pemantauan
b) Penatalaksanaan Tekanan darah pada stroke hemoragik

Compelling Indications
Indication Treatment Choice

Heart Failure ACEI/ARB + BB + diuretic + spironolactone

Post –MI/Clinical CAD ACEI/ARB AND BB

CAD ACEI, BB, diuretic, CCB

19
Diabetes ACEI/ARB, CCB, diuretic

CKD ACEI/ARB

Recurrent stroke prevention ACEI, diuretic

Pregnancy labetolol (first line), nifedipine, methyldopa

Sumber : (JNC, 2014)

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke hemoragik sebagai

tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk

kondisi neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun

dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.

Berdasarkan Gudeline (Perdossi, 2016) merekomendasikan penuurunan

tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati

dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.

 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200

mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah

diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara

kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala

dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan

tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat

antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan

tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.

 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala

dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan

20
secara hatihati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu

atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga

MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Penurunan TDS

hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,

penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup

aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.

 Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah

pada penderita stroke perdarahan intraserebral.

 Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta

(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem)

intravena, digunakan dalam upaya diatas.

 Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan

kontraindikasi mutlak.

 Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus

dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral

untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta

perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid

berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah

diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg

sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya

21
vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia

pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas

kardiovaskular.

 Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai

panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran

fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan

akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek

neuroprotektif dari nimodipin.

 Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi

dapat dilakukan dalam penatalaksanaan vasospasme serebral pada PSA

aneurismal, tetapi target rentang tekanan darah belum jelas.

 Penurunan tekanan darah pada stroke hemoragik dapat dipertimbangkan

hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang

mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard

akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target

penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90

mmHg dalam 6 jam pertama.

2.3 Tinjauan Obat

Nama Obat Amlodipine

22
Struktur Kimia

Komposisi Amlodipine 5 mg

Kelas Terapi Calcium channel Blockers (Antihipertensi, Antiangina)

Indikasi Menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi ,


Profilaksis angina (Lexicomp, 2018)

Mekanisme Menghambat ion kalsium memasuki saluran lambat atau


memilih daerah sensitive tegangan otot polos pembuluh
Kerja
darah dan miokardium selama depolarisasi, menyebabkan
relaksasi pembuluh darah koroner halus vasodilatasi otot dan
koroner yaitu meningkatkan pengiriman oksigen miokerd
pada pasien dengan angina vasospastik. Amlodipine secara
langsung bekerja pada otot polos vascular untuk
menghasilkan vasodilatasi arteri perifer yang mengurangi
tekanan darah resistensi vascular perifer. (Drud information
handbook 22nd ed 2013)

Kontra Indikasi Hipersensitifitas terhadap CCB dihidripiridin, syok


kardiogenik, angina pectoris tidak stabil, stenosis aorta yang
signifikan,

Perhatian Gangguan fungsi hati, hamil, laktasi, CHF, perhatikan reaksi


pada kulit, angina lebih parah dapat terjadi saat peningkatan
dosis. Pehatikan penggunaan pada pasien kardiomiopati
hipertropik.

Efek Samping Edema, gangguan tidur, sakit kepala, letih, hipotensi, tremor,
aritmia, takikardia, mual, nyeri perut, ruam kulit, wajah
memerah, Udem, mengantuk.
23
Dosis  Hipertensi: dosis awal 1x 5 mg/ hari, dosis maksimal 10
mg/hari.
 DM : 10 mg/hari (Medscape, 2017)
 Terapi pada infark miokard akut: 5-10 mg/hari.
 Hipertensi : 5mg/KgBB / hari ; Maintenance: 2,5 mg –
10 mg/hari (Dipiro et al, 2015)

Pemberian Obat  Peroral

Sediaan Tablet 5 mg dan 10 mg: Amovask, Quentin, Amlodipine


Besilate, Amlodipine Besylate, Concor AM, Normetec,
Simvask, Zenovask, Comdipin, Norvask.

Kategori C

Farmakokinetik Absorbsi :diabsorbsi dnegan baik pada saluran GI.


a Bioavailability sekitar 60-65%. Waktu mencapai puncak
plasma 6-12 jam
Distribusi : volume distribusi 21 L/Kg
Metbolisme : dimetabolisme di hati menjadi metabolit
inaktif
Ekskresi : diekskresikan melalui urin (umumnya dalam
bentuk metabolit, <10% dalam bentuk tidak berubah).
Gambar Sediaan

Nama Obat Candesartan

24
Struktur Kimia

Komposisi Candesartan 8 mg

Kelas Terapi Antagonis Angiotensin II (Antihipertensi)

Indikasi Menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi , CHF


(Lexicomp, 2018)

Mekanisme Candesartan menghambat ikatan angiotensin II pada reseptor


AT1 di jaringan yang menyebabkan vasodilatasi dan
Kerja
pelepasan aldosteron.

Kontra Indikasi Hamil, hipersensitifitas, gangguan hati berat, diabetes

Perhatian Riwayat angiodema, hipovolemia, resiko hipotensi,


perhatikan penggunaan pada pasien gangguan ginjal,
lakukan penyesuaian dosis.

Efek Samping Udem perifer, pusing, hipertriglicerida,

Dosis  Hipertensi : 8 mg sekali sehari. Dosis dapat disesuaikan


dengan respons tubuh pasien. Dosis maksimal 32 mg 1–2
kali sehari. (Dipiro et al, 2015)
 Hipertensi :16 mg PO / hari, CHF : dosis inisial 4 mg /
hari, DM : 32 mg / hari (Medscape, 2017)
 0,1-0,3 mg/kg (dewasa 4-16 mg) perhari secara oral
(Shann, 2017)
Pemberian Obat Peroral

Sediaan Tablet 8 mg dan 16 mg: Candesartan generic, Canderin,


Blopress. (Basic Pharmacology & Drug Notes)

25
Kategori C

Farmakokinetik Absorbsi : diabsorbsi di saluran gastrointestinal,


a bioavailabilitas absolut sekitar 15%. Waktu mencapai
puncak plasma 3-4 jam.
Distribusi : VD=0,13 L/Kg. Ikatan protein plasma >99%
Metabolisme : candesartan cilextil mengalami hidrolisis
ester di saluran GI menjadi bentuk aktif candesartan
Ekskresi :melalui urin dan empedu dalam bentuk tak
berubah dan meabolit inaktif.
Gambar Sediaan

Nama Obat Paracetamol

Struktur Kimia

Komposisi Acetaminophen 500 mg

Kelas Terapi Antipireptik dan Analgesik

Indikasi Menurunkan panas/demam tubuh

Mekanisme Bekerja di hipotalamus dengan menghambat enzim


siklooksigenasi sub-unit COX-3, sehingga tidak terjadi
Kerja
perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin, terutama

26
prostaglandin E2 sebagai mediator demam.

Kontra Indikasi Severe active liver disease

Perhatian Gangguan fungsi hati, ginjal, ketergantungan alcohol

Efek Samping Hepatotoksik, liver failure

Dosis Maximum 4 g perhari (AHFS,2011)

Pemberian Obat Peroral

Sediaan Tablet 500 mg, 650 mg

Kategori B

Farmakokinetik Absrobsi: Diserap dengan baik setelah pemberian oral,


a dengan konsentrasi plasma puncak dicapai dalam 10-60
menit (immediate release) atau 60-120 menit
(extendedrelease).

Rektal: absorpsi buruk/bervariasi; konsentrasi plasmapuncak


yang dicapai bervariasi; waktu untuk mencapai konsentrasi
plasma puncak secara substansial lebih lama dibandingkan
oral.

Makanan: dapat menunda penyerapan setelah pemberian


extended-release.

Distribusi: Tersebar cepat ke sebagian besar jaringan tubuh.


Melintasi plasenta dan didistribusikan ke dalam ASI. Terikat
pada protein plasma 25%.

Metabolisme: Terutama melalui konjugasi sulfat dan


glukuronida; jumlah kecil (5-10%) dioksidasi oleh jalur
CYP-dependent (terutama CYP2E1 dan CYP3A4) menjadi
metabolit toksik, N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI).
NAPQI didetoksifikasi oleh glutathione dan dieliminasikan;

27
metabolit toksik yang tersisa dapat mengikat hepatosit dan
menyebabkan nekrosis seluler.

Ekresi: terutama dalam urin sebagai konjugat.(AHFS, 2011)

Gambar Sediaan

Nama Obat Nimotop

Struktur Kimia

Komposisi - Tablet salut : Nimodipine 30 mg


- Infus : Nimodipine 2%

Kelas Terapi Nootropik & Neurotonik / Neurotrofik

Indikasi pencegahan dan pengobatan gangguan neurologik iskemik


setelah aneurism perdarahan subarachnoid.
Mekanisme Mengurangi masalah yang disebabkan oleh perdarahan jenis
Kerja tertentu di otak (subarachnoid hemorrhage-
SAH). Nimodipine bekerja dengan merelaksasi pembuluh
darah sempit di otak dekat area perdarahan sehingga darah
dapat mengalir lebih mudah
Kontra Indikasi Hindari penggunaan pada pasien dengan kondisi:

 Pasien yang memiliki riwayat Infark miokard


 Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap

28
nimodipine

Perhatian Edema serebral atau tekanan intrakarnial meningkat sangat


tinggi; hipotensi; hindari pemberian bersama tablet dan infus
nimodipin, antagonis kalsium lain, atau beta bloker;
pemberian bersama obat nefrotoksik, kehamilan; hindari sari
buah grapefruit (dapat mempengaruhi metabolisme), fungsi
hati terganggu, fungsi ginjal terganggu
Efek Samping hipotensi, frekuensi jantung bervariasi, muka merah, sakit
kepala, gangguan saluran cerna, mual, berkeringat, rasa
hangat; dilaporkan trombositopenia dan ileus.

Interaksi Obat  Penggunaan obat-obatan untuk infark miokard (obat


jantung)
 Penggunaan obat-obatan inhibitor CYP3A4

Dosis 1. Nimotop Tablet


o Dosis: 2 tablet diberikan tiap 4 jam dimulai
dalam 4 hari setelah perdarahan dan dilanjutkan selama 21
hari berturut-turut.
2. Nimotop Infus
o Dosis: diberikan dosis 1 mg / jam selama 2
jam. Dosis dapat ditingkatkan setelah 2 jam sampai 2 mg /
jam jika tidak ada penurunan tekanan darah yang nyata.
o Pasien dengan berat badan <70 kg atau yang
tekanan darah yang tidak stabil: Dosis awal: 0,5 mg / jam.
Terapi infus intravena (pembuluh darah) harus dimulai
selambat-lambatnya 4 hari setelah perdarahan dan
dilanjutkan hingga 10-14 hari. Lanjutkan pasca operasi
setidaknya selama 5 hari jika selama pemberian
profilaksis sumber perdarahan diobati dengan
pembedahan.
29
o Sesudah terapi infus, lanjutkan dengan
pemberian terapi oral: tablet 6 x 60 mg / hari dengan jarak
pemberian tiap 4 jam selama 7 hari berikutnya.

Pemberian Obat Peroral & IV

Sediaan Tablet Salut Selaput & Infus

Kategori C

Gambar Sediaan

Nama Obat Infus Ringer Lactat

Komposisi Kalsium Klorida 0,02 g


Kalium Klorida 0,03
Sodium Klorida 0,6 g
Sodium Lactat 0,31 g
Aqua

Kelas Terapi Infus intravena

Indikasi Untuk membantu mengembalikan keseimbangan elektrolit


pada kondisi dehidrasi.

Kontra Indikasi Alkalosis atau asidosis metabolik berat, kondisi yang


berhubungan dengan peningkatan kadar laktat (misalnya
asidosis laktat) atau gangguan pemanfaatan laktat, gagal
jantung kongestif, hiperkalemia, pasien hipervolemik atau
kelebihan cairan. Gangguan hati dan ginjal yang parah.
Penggunaan bersamaan dengan ceftriaxone pada bayi baru
lahir (≤28 hari)

30
Efek Samping Kelebihan cairan atau overhidrasi
Signifikan: Kelebihan cairan atau zat terlarut yang
mengakibatkan overhidrasi, keadaan kongesti (misalnya
kongesti paru, edema); ketidakseimbangan elektrolit,
ketidakseimbangan asam-basa, reaksi hipersensitivitas
(misalnya urtikaria, pruritus).
Dosis Dosis individu (tergantung BB, usia, dan kondisi klinis
pasien)
Pemberian Obat Intravena

Sediaan Infus

Gambar
Sediaan

Nama Obat Manitol

Struktur Kimia

Komposisi Mannitol 20% 500ml

Kelas Terapi Diuretik osmosis

Indikasi Gagal ginjal akut, menurunkan tekanan intracranial,


menurunkan tekanan intraoklar
Mekanisme Meningkatkan produksi urine dengan menghambat
Kerja penyerapan kembali (reabsorpsi) air dan elektrolit. Manitol
meningkatkan tekanan osmotik pada plasma sehingga air
31
akan keluar dari jaringan dan meningkatkan jumlah urine
yang dikeluarkan tubuh. serta untuk mengurangi tekanan
dalam kepala (intrakranial) akibat pembengkakan otak
dengan cara menarik cairan dari interstisial ke intravascular
Kontra Indikasi - Pada pasien dengan anuria mapan yang disebabkan oleh
penyakit ginjal yang parah, atau gangguan fungsi ginjal
yang tidak menanggapi 2 dosis tes. (Lihat Dosis Tes
dalam Dosis dan Administrasi.),
- Kemacetan paru yang parah atau edema paru
- CHF Parah.
- Dehidrasi parah.
- Edema metabolik yang terkait dengan kerapuhan
kapiler atau permeabilitas membran yang tidak terkait
dengan penyakit ginjal, jantung, atau hati.
- Perdarahan intrakranial aktif kecuali selama kraniotomi.
Penyakit atau disfungsi ginjal progresif, termasuk
meningkatnya oliguria dan azotemia, atau gagal jantung
progresif atau kongesti paru yang terjadi setelah pemberian
terapi manitol.
Efek Samping Sakit kepala,mual, muntah, nyeri tenggorokan, hidung
tersumbat, sesak napas
Interaksi Obat  Peningkatan risiko terjadinya gangguan fungsi ginjal
jika digunakan dengan ciclosporin, obat
antibiotik aminoglikosida, atau nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs), seperti aspirin atau
naproxen
 Peningkatan risiko terjadinya gangguan elektrolit
jika digunakan bersama digoxin
 Penurunan efektivitas dari obat antikoagulan
 Peningkatan efektivitas tubokurarin dan obat

32
pelemas otot lain

Dosis Biasanya, 0,25 g / kg yang diberikan tidak lebih sering


daripada setiap 6-8 jam akan mencapai pengurangan
maksimum tekanan intrakranial, atau, 1,5-2 g / kg infus IV
sebagai larutan 15, 20, atau 25%
Pemberian Obat Infus intravena

Sediaan Parenteral (5% ; 10%; 15%; 20%; 25%) : Osmitrol

Farmakokinetik Absorpsi :

 Ketersediaan hayati
- Telah dianggap tidak diserap ketika diberikan secara
oral; Namun, sekitar 17% dari dosis oral
diekskresikan tidak berubah dalam urin
- Diserap ke dalam sirkulasi sistemik setelah
berangsur-angsur transurethral sebagai larutan
irigasi sorbitol-manitol
 Onset
- Setelah pemberian IV, diuresis umumnya terjadi
dalam 1-3 jam, penurunan tekanan CSF meningkat
terjadi dalam 15 menit, dan penurunan tekanan
intraokular tinggi terjadi dalam 30-60 menit.
- Durasi Penurunan tekanan CSF yang meningkat dan
peningkatan TIO bertahan masing-masing selama 3-
8 dan 4-6 jam, setelah infus dihentikan.

Distribusi:

- Setelah pemberian IV, manitol tetap terbatas pada


kompartemen ekstraseluler; tidak melewati sawar
darah-otak kecuali ada konsentrasi sangat tinggi dalam

33
plasma atau pasien mengalami asidosis; dan tidak
menembus mata
Metabolisme:

- Sedikit dimetabolisme menjadi glikogen di hati.


Rute Eliminasi :

- Bebas difilter oleh glomeruli, dengan reabsorpsi tubular


<10%; tidak disekresikan oleh sel tubular Diekskresikan
terutama dalam urin sebagai obat yang tidak berubah.a
Setengah hidup 100 menit. Populasi Khusus Penurunan
clearance pada pasien dengan penyakit ginjal di mana
fungsi glomerulus terganggu. Penurunan clearance pada
pasien dengan kondisi yang merusak sirkulasi
pembuluh kecil (mis., CHF, sirosis dengan akumulasi
asites, syok, dehidrasi) .

Gambar Sediaan

Nama Obat Omeperazol

Struktur Kimia

Komposisi Omeprazole sodium 40 mg

Kelas Terapi Proton Pomp Inhibitor

34
Indikasi Terapi ulcer lambung

Mekanisme  menurunkan kadar asam yang diproduksi perut/lambung.


Kerja

Kontra Indikasi Hipersensitivitas omeprazole dan bahan formulasi, atau


esomeprazole atau benzimidazol tersubstitusi lainnya
(misalnya, lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole) (AHFS,
2011)
Efek Samping Pada orang dewasa, diare, mual, sembelit, sakit perut,
muntah, sakit kepala, pusing, ruam (AHFS, 2011)
Interaksi Obat  Menurunkan efektivitas obat clopidogrel dalam
membantu mencegah serangan jantung atau stroke.
 Menurunkan efektivitas obat erlotinib untuk
mengobati kanker.
 Meningkatkan efek dan kadar atorvastatin dalam
darah, sehingga meningkatkan risiko seseorang
mengalami kerusakan liver.
 Meningkatkan kadar dan efek alprazolam, sehingga
penggunanya berisiko mengalami gangguan pernapasan
dan sangat mengantuk.

Dosis 40 mg satu kali sehari (PIONAS, 2021)

Pemberian Obat IV

Sediaan Ampul injeksi kering

Farmakokinetik Absorbsi: Bioavailabilitas absolut dengan dosis 20-40 mg 44


adalah sekitar 30-40%. Bioavailabilitas sedikit meningkat
dengan pemberian dosis berulang. Onset: Dalam 1 jam; efek
maksimal dalam 2 jam Durasi inhibisi sekresi hingga 72
jam; inhibisi 50% maksimum pada 24 jam. Inhibisi
meningkat dengan dosis harian berulang, mencapai kondisi
stabil pada 4 hari. Setelah penghentian, sekresi lambung
35
meningkat secara bertahap selama 3-5 hari. Populasi
Khusus: Pada pasien dengan penyakit hati kronis,
ketersediaan hayati meningkat hingga 100% (karena
penurunan efek firstpass). Pada orang Asia, AUC meningkat
4 kali lipat setelah dosis 20 mg. Distribusi: Omeprazole
melintasi plasenta dan didistribusikan ke dalam ASI. Ikatan
Protein Plasma: 95%. Metabolisme: Menjalani metabolisme
first-pass.1, b Dimetabolisme menjadi metabolit tidak aktif
di hati oleh isoenzim CYP, terutama CYP2C19, dan pada
tingkat yang lebih rendah oleh CYP3A4. Eliminasi:
Diekskresikan terutama dalam urin (77%) sebagai metabolit
dan sebagian kecil dalam feses.Waktu paruh: 0,5-1 jam.Pada
pasien dengan penyakit hati kronis, klirens menurun, dan
waktu paruh plasma meningkat menjadi hampir 3 jam.
Gambar Sediaan

Nama Obat Ceftriaxon

Struktur Kimia

Komposisi Ceftriaxone 1 gram


36
Kelas Terapi Antibiotik Sefalosporin

Indikasi Infeksi saluran napas, infeksi THT, infeksi saluran kemih,


sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak,
infeksi intra abdominal 
Mekanisme Menginhibisi sintesis dinding sel
Kerja bakteri. Ceftriaxone memiliki cincin beta laktam yang
menyerupai struktur asam amino D-alanyl-D-alanine yang
digunakan untuk membuat peptidoglikan
Kontra Indikasi  Pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik
cephalosporin atau antibiotik β-laktam jenis lain
 Neonatus (bayi baru lahir sampai usia 28 hari)
dengan hiperbilirubinemia, ikterus, hipoalbuminemia,
atau asidosis memerlukan pengobatan kalsium melalui
intravena, atau infus yang mengandung Ca.

Perhatian  Pregnancy category B.

 Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang


berat, kadar plasma obat perlu dipantau

Efek Samping  Gastrointestinal (gangguan saluran cerna): diare,


mual, muntah, stomatitis (adanya jamur pada mulut) dan
glositis (radang atau infeksi lidah).
 Kulit : pruritus (gatal diseluruh tubuh), urtikaria
(kelainan kulit akibat alergi), dermatitis alergi, adema
(cairan abnormal di antara sel), eksantem (kelainan kulit
secara serempak misal campak), eritema multiforma
(hipersensitivitas kulit akibat alergi).

Interaksi Obat  Dapat menyebabkan pengendapan kristal pada paru-


paru dan ginjal jika digunakan bersama cairan infus yang
37
mengandung kalsium
 Menghilangkan efek dari vaksin BCG dan tifus jika
digunakan bersama vaksin tersebut
 Meningkatkan efek warfarin
 Kadarnya dapat meningkat bila digunakan bersama
probenecid
 Dapat meningkatkan efek racun terhadap ginjal jika
digunakan bersama aminoglikosida (antibiotik untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri aerob gram-
negatif).

Dosis Kondisi: Gonore

 Dewasa: 250–500 mg dosis tunggal dengan suntikan


IM

Kondisi: Sifilis

 Dewasa: 500–1000 mg per hari dengan suntikan Dosis


dapat ditingkatkan menjadi 2 g per hari selama 10–14
hari.
 Anak usia kurang dari 15 hari: 50 mg/kgBB per hari
dengan suntikan
 Anak usia 15 hari – 12 tahun: 75–100 mg/kgBB per
hari dengan suntikan IV, selama 10–14 hari. Dosis
maksimal 4 g/kgBB per hari.

Kondisi: Infeksi bakteri

 Dewasa: 1–2 g per hari dengan suntikan Dosis dapat


ditingkatkan menjadi 4 g per hari jika infeksi serius.
 Anak usia kurang dari 15 hari: 20–50 mg/kgBB
dengan suntikan IV .
38
 Anak usia 15 hari – 12 tahun: 50–80 mg/kgBB per
hari dengan suntikan Dosis dapat ditingkatkan menjadi
100 mg/kgBB per hari jika infeksi serius.

Kondisi: Penyakit Lyme

 Dewasa: 2 g per hari dengan suntikan IV selama 14–21


hari.
 Anak usia 15 hari – 12 tahun: 50–80 mg/kgBB per
hari dengan suntikan IV, selama 14–21 hari.

Kondisi: Pencegahan infeksi luka operasi

 Dewasa: 1–2 g dengan suntikan IV ½ –2 jam


sebelum operasi.
 Anak usia kurang dari 15 hari: 20–50 mg/kgBB
dengan infus IV selama 60 menit.
 Anak usia 15 hari – 12 tahun: 50–80 mg/kgBB
dengan infus IV selama 30 menit.

Kondisi: Otitis media akut

 Dewasa: 1–2 g dengan suntikan IM


 Anak-anak usia di bawah 12 tahun: 50 mg/kgBB
dengan suntikan IM
 Anak-anak usia di atas 12 tahun: 1–2 g/kgBB dengan
suntikan IM

Pemberian Obat Injeksi I.V. dan I.M

Sediaan Injeksi

39
Gambar Sediaan

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Data Umum
Nama Pasien A.S
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 58
Agama Islam
Alamat Tanah Garam
Pekerjaan IRT
Ruangan -
Diagnosa Penurunan kesadaran, e.c Stroke Hemoragik
Masuk RS 01/6/2021
Keluar RS 16/6/2021

3.2 Riwayat Penyakit


a. Keluhan Utama : penurunan kesadaran tiba – tiba sejak subuh tadi, nyeri
kepala, mual, muntah, lemah anggota gerak

b. Riwayat Penyakit Sekarang : penurunan kesadaran disebabkan oleh strok


hemoragic, hipertensi

c. Riwayat Penyakit Dahulu : nyeri kepala yang berlangsung terus menerus

40
3.3 Data Penunjang
Tanggal
Data Nor
Klinik mal IGD 01/6 02/ 03/ 04/ 05/6 06/6 07/6 08/6 09/6 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6 15/6
6 6 6

TD 160/ 170 158 120/ 122/7 125/7 117/8 127/8 145/8 134/8 113/6 138/8 142/9 135/9
120/8 105/ 119
(mmHg 100 /10 /10 78 6 8 0 5 5 4 7 9 6 7
0 70 /75
) 1 7

Suhu 36.5 36,8 36,6 36, 38 36, 36,4 36,8° 37°C 36,8° 37,5° 37,3° 37,4° 36,6° 36°C 37°C 38,4°
(°C) – °C °C 1 °C 8 °C C C C C C C C
37.5 °C °C

Nadi 74x/ 61 110 92 83 80 83 94 93x/m 90x/m 83x/m 93x/m 91x/m 92x/m 72x/m 103x/
<110
meni x x/m x/m x/m x/m x/mnt x/mnt nt nt nt nt nt nt nt mnt
/mnt
t /mnt nt nt nt nt

Nafas 12 – 20x/ 24x/ 21 21 20 17 13 24 16 15 16x/m 20x/m 17x/m 17x/m 17x/m 19x/m


16/m meni mnt x/m x/ x/m x/m x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt nt nt nt nt nt nt
nt t nt mnt nt nt

3.3.1 Data Pemeriksaan Fisik dan vital

41
3.4 Data Laboratorium

Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
01-06-2021 02-06-21
Hemoglobin (g/dL) 12.0 – 16.0 14,1 -
Eritrosit (106/μL) 4.0 – 5.0 4,89 -
Hematokrit (%) 36 – 48 40,0 -
Nilai – nilai MC
MCV (fL) 84.0 – 96.0 L 81,8 -

MCH (pg) 28.0 – 34.0 28,8 -

MCHC (g/Dl) 32,0 – 36.0 35.3 -

RDW-CV (%) 11.5 – 14.5 13,0 -

Leukosit (103/μL) 5.0-10.0 H 22,3 -

Trombosit (103/μL) 150–400 367 -

Gambaran Darah Tepi


Basofil (%) 0-1% 0 -

Eosinofil (%) 0-3% L0 -

ALC (Absolute Limpocyte Count) 1500-4000 L 446 -


(μL)
NLR ( Neutrophil Limpocyte Ratio) < 3.13 H 46,50

Limfosit (%) 20 - 40 % L2 -

Monosit (%) 2-8 % 5 -

KIMIA KLINIK

Ureum (mg/dl) 20-50 H 73 -

Kalsium ( mg/dl) 6,7 -9,8 H 10,9 -

Kreatinin (mg/dl) 0.5-1.5 1,34 -

Glukosa Darah (mg/dl) <200 155 -

135-145 141,4
Natrium (Na) (mEq/L)

Kalium (K) (mEq/L) 3,5 – 5,5 3,6 -

Klorida (Cl) (mEq/L) 98-108 102,9 -


45
Trigliserida (mg/dl) 40-160 - 119

Kolestol total (mg/dl) 150-220 - 169

Kolestrol HDL (mg/dl) 36-65 - 52

Kolestrol LDL (mg/dl) 140-159 - L 93

gula darah puasa ( mg/dl) 70-120 - 104

Gula darah 2 jam PP ( mg/dl) <200 - 126

Asam urat ( mg/dl) 3.4-7.0 - 4,23

3.5 Hasil pemeriksaan CT SCAN

Tanggal pemeriksaan : 01-06-2021

- Perdarahan subarachnoid luas terutama fossa medial region temporal kiri


dengan minimal perdarahan lobus temporal kiri.
- Ventrikulomegali ateralis dan III ec penyempitan di sisi posterior ventrike
III ec pendarahan.
- Perdarahan intraventrikellateralis bilateral dan III
- Infark di periventrikel lateralis kanan.

46
3.6 Follow Up

Dokter Apoteker
Tanggal S O
A P A P
- IVFD RL
Tekanan 12jam/kolf
darah - Drip manitol 5 x
105/70 Pemilihan obat Disarankan Amlodipine di
Stroke 100 cc amlodipine sebagai ganti dengan golongan
- penurunan HR:
1/06/2021 61x/menit Hemoragik - Amlodipine antihipertensi thiazide yaitu
kesadaran
RR: 1x5mg (pagi) kombinasi kurang hidroklorothiazide (JNC,
- Candesartan tepat 2014)
22x/menit,
T: 36,5 oC., 1x8mg (malam)

- IVFD RL
Tekanan
darah 12jam/kolf
- Manitol 5x 100 Pemilihan obat Disarankan Amlodipine di
170/101
cc tapp af/ 3 hari amlodipine sebagai ganti dengan golongan
- penurunan HR: Stroke
2/06/2021 antihipertensi thiazide yaitu
kesadaran 110x/menit hemoragik Obat per oral :
kombinasi kurang hidroklorothiazide (JNC,
RR: - Amlodipine
tepat 2014)
18x/menit 1x5mg (pagi)
T = 36,1 oC - Candesartan
1x8mg (malam)

3/06/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - IVFD RL Pemilihan obat Disarankan amlodipine di

47
12jam/kolf
darah - Manitol 5x 100
119/75 cc/ 3 hari
amlodipine sebagai ganti dengan golongan
HR:
Obat per oral : antihipertensi thiazide yaitu
kesadaran 122x/menit hemoragik
- Amlodipine kombinasi kurang hidroklorothiazide (JNC,
RR:
tepat 2014)
21x/menit 1x5mg (pagi)
- Candesartan
T:38 oC
1x8mg (malam)

- IVFD RL
12jam/k - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine
Tekanan - Manitol 4x 100 amlodipine di ganti dengan
darah cc/ 3 hari sebagai golongan thiazide yaitu
158/107 antihipertensi hidroklorothiazide
- Penurunan HR: Stroke Obat per oral : kombinasi (JNC, 2014)
4/06/2021 kesadaran 83x/menit Hemoragik - Amlodipine kurang tepat
RR: 1x5mg (pagi)
20x/menit - Candesartan - Frekuensi obat - Disarankan untuk obat
1x8mg (malam) paracetamol paracetamol digunakan
T: 36,8 oC tidak tepat bila demam
- Paracetamol
3x500mg

5/06/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - IVFD RL - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine


kesadaran darah Hemoragik 12jam/kolf amlodipine di ganti dengan
120/78 - Manitol 4x 100 sebagai golongan thiazide yaitu
HR: antihipertensi hidroklorothiazide
cc/ 3 hari
80x/menit kombinasi (JNC, 2014)
RR: Obat per oral : kurang tepat

48
- Amlodipine
1x5mg (pagi)
- Candesartan - Frekuensi obat - Disarankan untuk obat
17x/menit
paracetamol paracetamol digunakan
1x8mg (malam) tidak tepat bila demam
T: 36,4 oC - Paracetamol
3x500mg

- Manitol 4x100 - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine


Tekanan amlodipine
cc di ganti dengan
darah sebagai
- Amlodipine golongan thiazide yaitu
122/76 antihipertensi
1x5mg hidroklorothiazide
- Penurunan mmHg kombinasi
Stroke - Candesartan (JNC, 2014)
6/06/2021 HR: kurang tepat
kesadaran hemoragik
83x/menit 1x8mg
RR: - IV FD RL
13x/menit 12Jam/K
- Frekuensi obat - Disarankan untuk obat
T: 36,8C
- Paracetamol paracetamol paracetamol digunakan
3x500mg tidak tepat bila demam

7/6/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - Manitol 4x100cc - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine
kesadaran darah hemoragik - Amlodipine amlodipine di ganti dengan
- Cairan NGT 125/78 1x5mg sebagai golongan thiazide yaitu
mmHg antihipertensi hidroklorothiazide
pasien berwarna - Candesartan 1x8
HR: kombinasi (JNC, 2014)
hitam 94x/menit mg kurang tepat
RR: - Omeprazole 1x1
24x/menit ampul (40 mg) - Frekuensi obat
T: 37C - IV FD RL 12 paracetamol - Disarankan untuk obat
Jam/K tidak tepat paracetamol digunakan

49
- Paracetamol bila demam
3x500mg

- Manitol - Frekuensi obat - Disarankan untuk obat


- Penurunan
3x100cc paracetamol paracetamol digunakan
kesadaran
Tekanan - Amlodipine 1x5 tidak tepat bila demam
- Pasien TIdak
darah mg
sadar 117/80 - Candesartan 1x8
- Membuka mata HR: Stroke
8/6/2021 mg
dengan 93x/menit hemoragik - Pemilihan obat - Disarankan Amlodipine
RR: - Drip Dopamin amlodipine di ganti dengan
rangsangan
16x/menit jika tekanan sebagai golongan thiazide yaitu
- Demam (-)
T: 36,8C darah <90/60 antihipertensi hidroklorothiazide
- Sesak (-)
mmHg kombinasi (JNC, 2014)
- Batuk (-) kurang tepat
- Paracetamol
3x500mg

9/6/2021 Tekanan Stroke - Manitol 3x100 - Terdapat - Disarankan untuk


- Penurunan darah Hemoragik cc duplikasi mencapai efek terapi
kesadaran 127/85 - Amlodipine 1x5 terapi antara yang maksimal obat
- Buka mata HR: amlodipine amlodipine diganti
mg
90x/menit dan nimotop dengan golongan
dengan - Candesartan 1x8
RR: yaitu dari thiazide yaitu
rangsangan 15x/menit mg golongan obat hidroklorthiazid (JNC,
- Nimotop 4x30 yang sama 2014)
T: 37,5C mg yaitu calcium
- Paracetamol channel
3x500mg blocker

- Frekuensi obat
- Disarankan untuk obat

50
paracetamol paracetamol digunakan
tidak tepat bila demam

- Dosis nimotop - Disarankan untuk


kurang tepat mencapai efek terapi
yang maksimal dosis
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg

10/6/2021 Stroke - IV FD RL 12 - Terdapat - Disarankan untuk


- Penurunan Tekanan hemoragik Jam/K duplikasi mencapai efek terapi
kesadaran darah - Manitol 3x100 terapi antara yang maksimal obat
- Buka mata 145/85 amlodipine amlodipine diganti
cc
HR: dan nimotop dengan golongan
dengan - Amlodipine 1x 5
83x/menit yaitu dari thiazide yaitu
rangsangan RR: mg golongan obat hidroklorthiazid (JNC,
- Demam (+) 16x/menit - Candesartan yang sama 2014)
T: 37,3C 1x8mg yaitu calcium
- Drip Dopamine channel
jika teknan blocker
darah <90/60
mmHg - Frekuensi obat
- Inj ceftriaxone paracetamol - Disarankan untuk obat
2x1 gr tidak tepat paracetamol digunakan
- Nimotop 4x30 bila demam
mg
- Dosis nimotop - Disarankan untuk
- Paracetamol
kurang tepat mencapai efek terapi
3x500mg yang maksimal dosis
nimotop di naikkan

51
menjadi 60 mg

- Disarankan untuk
- Manitol 2x100 mencapai efek terapi
cc - Terdapat yang maksimal obat
- Amlodipine 1x 5 duplikasi amlodipine diganti
mg terapi antara dengan golongan
- Candesartan 1x8 amlodipine thiazide yaitu
Tekanan dan nimotop hidroklorthiazid
mg
darah yaitu dari (JNC,2014)
- Penurunan - Dopamine bila
134/84 golongan obat
kesadaran mmHg Stroke tekanan darah yang sama
11/06/2021 - Buka mata HR: Hemoragik <90/60 mmHg yaitu calcium
dengan 93x/menit - IV FD RL 12 channel
rangsangan RR: Jam/K blocker
- Demam (+) 20x/menit - Disarankan untuk obat
- Injeksi
T: 37,4C - Frekuensi obat paracetamol digunakan
ceftriaxone 2x1 bila demam
paracetamol
gr IV tidak tepat
- Nimotop 4x30 - Disarankan untuk
mg - Dosis nimotop mencapai efek terapi
- Paracetamol kurang tepat yang maksimal dosis
3x500mg nimotop di naikkan
menjadi 60 mg

12/6/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - Manitol 2x100 - Terdapat - Disarankan untuk


kesadaran darah hemoragik cc duplikasi mencapai efek terapi
113/67 - Amlodipine 1x5 terapi antara yang maksimal obat
mmHg amlodipine amlodipine diganti
mg
HR: dan nimotop dengan golongan
91x/menit - Candesartan 1x8 yaitu dari thiazide yaitu

52
hidroklorthiazid
golongan obat (JNC,2014)
mg yang sama
- Drip Dopamin yaitu calcium
jika tekanan channel
blocker
darah <90/60
RR: mmHg - Disarankan untuk obat
17x/menit - Ceftriaxone 2x1 - Frekuensi obat paracetamol digunakan
T: 36,6C gr IV paracetamol bila demam
- Nimotop 4x30 tidak tepat
mg
- Disarankan untuk
- Paracetamol mencapai efek terapi
3x500mg - Dosis nimotop yang maksimal dosis
kurang tepat nimotop di naikkan
menjadi 60 mg

13/6/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - Manitol 1x100 - Terdapat - Disarankan untuk


kesadaran darah Hemoragik cc duplikasi mencapai efek terapi
138/89 - Ceftriaxone terapi antara yang maksimal obat
HR: amlodipine amlodipine diganti
2x1gr
92x/menit dan nimotop dengan golongan
RR: - Amlodipine 1x5 yaitu dari thiazide yaitu
17x/menit mg golongan obat hidroklorthiazid
T: 36C - Candesartan 1x8 yang sama (JNC,2014)
mg yaitu calcium
- Nimotop 4x30 channel
mg blocker
- Paracetamol
- Frekuensi obat
3x500mg

53
paracetamol - Disarankan untuk obat
tidak tepat paracetamol digunakan
bila demam
- Dosis nimotop
kurang tepat
- Disarankan untuk
mencapai efek terapi
yang maksimal dosis
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg

14/6/2021 - Penurunan Tekanan Stroke - Manitol 1x100 - Terdapat - Disarankan untuk


kesadaran darah Hemoragik cc duplikasi mencapai efek terapi
142/96 - Ceftriaxone terapi antara yang maksimal obat
HR: amlodipine amlodipine diganti
2x1gr
72x/menit dan nimotop dengan golongan
RR: - Amlodipine 1x5 yaitu dari thiazide yaitu
17x/menit mg golongan obat hidroklorthiazid
T: 37C - Candesartan 1x8 yang sama (JNC,2014)
mg yaitu calcium
- Nimotop 4x30 channel
mg blocker
- Paracetamol
- Disarankan untuk obat
3x500mg - Frekuensi obat paracetamol digunakan
paracetamol bila demam
tidak tepat

- Dosis nimotop - Disarankan untuk


kurang tepat mencapai efek terapi
yang maksimal dosis

54
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg

- Disarankan untuk
mencapai efek terapi
- Terdapat yang maksimal obat
duplikasi amlodipine diganti
terapi antara dengan golongan
- Manitol 1x100 thiazide yaitu
amlodipine
cc dan nimotop hidroklorthiazid
Tekanan - Ceftriaxone yaitu dari (JNC,2014)
darah 2x1gr golongan obat
- Penurunan 135/97 - Amlodipine 1x5 yang sama
kesadaran HR: Stroke yaitu calcium
mg
15/6/2021 - Muka mata 103x/menit hemoragik channel
RR: - Candesartan 1x8
dengan blocker
19x/menit mg - Disarankan untuk obat
rangsangan
T: 38,4C - Nimotop 4x30 - Frekuensi obat paracetamol digunakan
mg bila demam
paracetamol
- Paracetamol tidak tepat
3x500mg
- Disarankan untuk
- Dosis nimotop mencapai efek terapi
kurang tepat yang maksimal dosis
nimotop di naikkan
menjadi 60 mg

3.7 Analisa Farmakologi

55
3.7.1 Terapi Farmakologi

Nama Tanggal Pemberian Obat (Juni 2021)


Dosis Rute
Obat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
IV FD 12
i.v
RL jam/kolf
5x 100 i.v
Manitol cc/ 3 hari bolus
4x100 cc/ i.v
Manitol 3 hari bolus
3x 100 i.v
Manitol cc/ 3 hari bolus
2x 100 i.v
Manitol cc/ 3 hari bolus
1x 100 i.v
Manitol cc/ 3 hari bolus
Inj 1x 1
omepra ampul i.v
zol (40mg)
Candes 1 x 8 mg p.o
artan
Amlodi 1 x 5 mg p.o
pin

56
Inj 2x1 (1gr)
ceftriax
on
Nimoto 1 x 30mg p.o
p
Paracet 3 x 500 p.o
amol mg

3.7.2 Kesesuaian Dosis

No Nama Obat Dosis yang diberikan Dosis Literatur Komentar


Dosis yang diberikan sesuai dengan
10 cc/KgBB IV selama 12 jam (Pionas) dosis literature
12 jam/kolf

1. Infus RL 500 cc x 20tetes


Tetes infus=
12 jam x 60 menit
= 13,88 tetes /menit
= 14 tetes

57
2. Manitol 5 x 100 cc 0,25 – 1 gr/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai Dosis yang diberikan sesuai dengan
4 x 100 cc terjadi rebound atau keadaan umum memburuk, dosis literature
3 x 100 cc terapi manitol dilanjutkan 0,25 g/Kg BB per 30
2 x 100 cc menit setiap 6 jam selama 3-5 hari (Perdossi, 2011)
1 x 100 cc
3. Hipertensi : 5mg/KgBB / hari
Dosis yang diberikan sesuai dengan
Amlodipin 1 x 5 mg Maintenance: 2,5 mg – 10 mg/hari
dosis literatur
(Dipiro et al, 2015)
4. Hipertensi : 8 mg sekali sehari. Dosis dapat Dosis yang diberikan sesuai dengan
disesuaikan dengan respons tubuh pasien. Dosis dosis literatur
Candes
1 x 8 mg maksimal 32 mg 1–2 kali sehari. (Dipiro et al,
artan
2015)

5. Inj omeprazole 1x 1 amp 20-40 mg/hari (Dipiro Edisi 9, 2015) Dosis yang diberikan sesuai dengan
(40 mg) dosis literature

6. Nimotop 4x1 60 mg/ 4 jam (drug dosses, 2017) Dosis yang diberikan tidak sesuai
dengan dosis literature
(30 mg)

7. Inj ceftriaxone 2x1 1 g tiap 12 jam (AHFS, 2011) Dosis yang diberikan sesuai dengan
(1 g) dosis literature

58
8. Paracetamol 3x1 250 mg-500 mg tiap 6 jam Maksimal 4 g per hari Dosis yang diberikan sesuai dengan
(500 mg) (AHFS, 2014) dosis literature

59
N Jenis Obat Indikasi Obat Komentar dan alas an
o
1 IV FD RL Cairan dan Elektrolit (ISO, 2019) Pemenuhan cairan dan elektrolit pada
pasien
2 Manitol Diuretik Osmotik (Raslan & Umumnya dipilih manitol dikarenakan
Bhardwaj, 2007) manitol digunakan untuk pasien dengan
peningkatan intrakranial (Diringer,
2012)
3 Candesartan Menurunkan tekanan darah pada Pemberian obat tepat, karena tekanan
pasien hipertensi (Lexicomp, darah pasien melebihi normal, dan
2018) merupakan lini terapi pertama, karena
tidak menyebabkan efek samping batuk
seperti golongan ACEI. Terapi tunggal
diberikan untuk mengontrol tekanan
darah agar tidak turun secara drastis
pada pasien stroke.
4 Amlodipin Menurunkan tekanan darah pada Pemberian obat tepat, karena tekanan
pasien hipertensi (Lexicomp, darah pasien melebihi normal.
2018)
5 Injeksi Proton Pump Inhibitor (PPI), Untuk mengobati stress ulcer yang
Omeprazole Gastroprotektor (Dipiro edisi 9, disebabkan oleh kondisi pasien.
2015)
6 Injeksi Infeksi saluran pernafasan bawah Pemberian tepat sebagai terapi yang
Ceftriaxone (MIMS edisi 18, 2018) digunakan untuk mencegah terjadinya
66 infeksi karena kondisi pasien yang
mengalami pendarahan di otak yang
memiliki resiko terhadap infeksi
7 Paracetamol Menurunkan suhu tubuh dan Pemberian obat tepat, karena pasien
meringankan nyeri pada pasien mengalami hipertermi
(Analgetik dan Antipiretik)
(AHFS, 2011)
8 Nimotop Pengobatan deficit neurologic Pemberian obat tepat karena pasien
iskemik karena vasospasme mengalami pedarahan intraserebral
serebral yang menyertai
pendarahan subarachnoid karena
aneurisma (MIMS)
60
3.7.3 Kajian Kesesuaian Indikasi
3.7.4 Analisa Permasalahan / Drug Related Problem (DRP)

Nama : No. RM: Diagnosa :


Ny. R 20.63.XX Stroke Hemoragic Dokter : dr. Y,
S.s
Umur : Ruangan :
Bangsal
64
Neurologi

Drug Therapy
No Check List Penjelasan Rekomendasi
Problem
1 Terapi obat yang tidak diperlukan
Pasien mendapatkan terapi
sesuai dengan kondisi medis.
Terdapat terapi Tidak ada
Semua terapi yang diberikan
tanpa indikasi
menyesuaikan kondisi pasien :
medis - IVFD RL : untuk
membantu menyalurkan
atau mengganti cairan dan
elektrolit tubuh
- Candesartan 1x8 mg (p.o) :
untuk menurunkan tekanan
darah (AHFS, 2011)
- Amlodipine 1x5 mg (p.o) :
untuk menurunkan tekanan
darah (AHFS, 2011)
- Paracetamol : Menurunkan
suhu tubuh dan
meringannkan nyeri
- Inj omeprazole : Untuk
mengobati stress ulcer
yang disebabkan oleh

61
kondisi pasien.
- Nimotop : Untuk
merelaksasi pembuluh
darah sempit di otak dekat
area pendarahan sehingga
darah dapat mengalir lebih
mudah

Pasien Obat yang didapatkan pasien


mendapatkan telah sesuai dengan kondisi
terapi tambahan Tidak pasien, sehingga pasien tidak
yang tidak di mendapatkan terapi tambahan
perlukan yang tidak diperlukan
Pasien perlu menerapkan
pola hidup sehat rendah
lemak dan kolesterol,
Pasien masih mengkonsumsi the hijau dan
memungkinkan Pasien memerlukan terapi non the hitam dapat membantu
Ya. menurunkan resiko stroke.
menjalani terapi farmakologi.
Selain itu mengurangi
non farmakologi asupan natrium dan
menambah asupan kalium
(Perdosi, 2011)

Terdapat duplikasi terapi Disarankan amlodipine


antara Nimotop >< amlodipine
Terdapat diganti dengan golongan
Ya merupakan suatu obat dari
duplikasi terapi thiazide yaitu
golongan yang sama yaitu
calcium chanel blocker. hidroklorothiazid
Pasien Tidak Obat yang diberikan dapat
menimbulkan efek samping
mendapat
pada pasien, namun masih
penanganan
dapat diatasi seperti :
terhadap efek  Candesartan dapat
menyebabkan sakit
samping yang

62
kepala, pusing
 Amlodipin dapat
menyebabkan jantung
berdebar, pusing
 Parasetamol efek
samping hepatotoksik
seharusnya  Injeksi omeprazole
dapat dicegah efek sampingnya
urtikaria, mual muntah
dan konstipasi
 Nimotop efek
sampingnya hipotensi,
gangguan saluran
cerna
2 Kesalahan obat
Bentuk sediaan sudah tepat
dengan kondisi pasien, pasien
dalam keadaan sadar dan
masih bisa menelan
1. Candesartan
Bentuk sediaan 1x8mg(malam) P.o
Tidak
tidak tepat 2. Amlodipine
1x5mg(pagi) P.o
3. Nimodipin
4x1(30mg)
4. Paracetamol
3x1(500mg)
Terdapat kontra
Tidak Tidak Terdapat kontra indikasi
indikasi
Kondisi pasien Kondisi pasien dapat
tidak dapat disembuhkan oleh obat untuk
Tidak
disembuhkan mengurangi keluhan dan
oleh obat tekanan darah pasien.
Obat tidak Tidak Semua obat yang diberikan
diindikasikan diindikasikan untuk keadaan
63
untuk kondisi
pasien.
pasien
Disarankan amodipin di
Obat nimotop dan amlodipine
ganti dengan obat golongan
Terdapat obat merupakan duplikasi terapi
lain yang lebih Iya karena termasuk dalam satu thiazide yaitu
efektif golongan yaitu calcium
hidroklorthiazid (JNC,
channel blocker
2014)
3 Dosis tidak tepat
Disarankan dosis nimodipin
Dosis terlalu Terdapat dosis obat yang
Iya yang di berikan adalah 60
rendah rendah yaitu nimodipin
mg

Disarankan penggunaan
Frekuensi Terdapat obat yang frekuensi
obat paracetamol bila perlu
penggunaan Iya penggunaannya belum tepat
yaitu paracetamol atau saat suhu tubuh pasien
tidak tepat
tingi

Durasi
Durasi penggunaan sudah
penggunaan Tidak
tepat
tidak tepat
4 Reaksi yang tidak diinginkan
Obat aman untuk pasien dan
Obat tidak aman
Tidak memberikan efek yang sesuai
untuk pasien
dengan yang diharapkan
Tidak terdapat masalah, pasien
Terjadi reaksi tidak mempunyai riwayat
Tidak
alergi alergi obat sehingga obat aman
digunakan

Terjadi interaksi Tidak terdapat interksi antar


Tidak
obat obat

Dosis obat Tidak Dosis yang digunakan telah


dinaikkan atau sesuai dengan pasien sejak
64
diturunkan
dilakukannya diagnosa
terlalu cepat
Tidak ada muncul efek
Muncul efek
samping yang merugikan
yang tidak Tidak
pasien
diinginkan

5 Ketidak sesuaian kepatuhan pasien


Tidak ada masalah untuk
penyediaan obat pasien,
Obat tidak semua obat yang
Tidak
tersedia dibutuhkan pasien telah
tersedia di apotek rumah
sakit
Pasien tidak
mampu Pasien tidak mampu
Iya
menyediakan menyediakan obat
obat
Pasien tidak bisa
menelan atau Pasien dapat menelan
Tidak
menggunakan dengan baik
obat
Pasien tidak
Pasien tidak mengerti cara
mengerti
penggunaan obat karena
intruksi Iya
mengalami penurunan
penggunaan
kesadaran
obat
Pasein tidak
patuh atau
memilih untuk Pasien patuh dalam
Tidak
tidak penggunaan obat
menggunakan
obat
6 Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat iya Pada tanggal 3 suhu tubuh Disarankan pada tanggal 3 di
kondisi yang pasien mengalami
berikan obat paracetamol
tidak diterapi peningkatan yaitu 380c

65
untuk menurunkan suhu tubuh

pasien
Pasien Tidak Pasien telah mendapatkan
membutuhkan obat yang sinergis
obat lain yang
Sinergis
Pasien Tidak Pasien tidak membutuhkan
membutuhkan terapi profilaksis
terapi
profilaksis

3.7.5 Monitoring Rencana Pelayanan Farmasi

Nama: Ny. R No. RM: 20.63xxx Dokter: dr. Y, Sp.S


Umur: 64 Tahun Ruangan: Neurologi Farmasis: apt. R, S.
Farm
Tujuan Terapi Obat Parameter Efek Akhir Yang Frekuensi
Obat Monitoring Diinginkan Monitoring

Mengatasi Candesartan, Tekanan darah Tekanan darah Tiap 8 jam


tekanan darah dan Amlodipin pasien pasien dalam
tinggi pada kondisi normal
pasien

Menurunkan Paracetamol Suhu tubuh Suhu tubuh normal Tiap 8 jam


suhu tubuh

Mengatasi Nimotop Kesadaran Peningkatan Tiap 6 jam


pendarahan pasien kesadaran pasien
subarachnoid

Mengobati stress Inj omeprazole Warna cairan Cairan NGT tidak Tiap hari
ulcer yang NGT berwarna coklat
disebabkan oleh kehitaman
kondisi pasien

Mencegah Inj ceftriaxone Suhu tubuh Suhu tubuh normal Tiap 8 jam
terjadinya
66
infeksi selama di
rawat inap.

Mengatasi Manitol Sakit kepala Tidak merasakan Tiap hari


peningkatan sakit kepala
tekanan
intrakranial

Menstabilkan Infus RL Turgor kulit Setelah di tekan Tiap 12 jam


cairan tubuh kulit kembali
dengan segera

3.7.6 Konseling

Uraian Rekomendasi/Saran

Candesartan Candesartan digunakan 1 kali sehari sesudah makan pada malam hari.

Amlodipin Amlodipine digunakan 1 kali sehari sesudah makan pada pagi hari.

Paracetamol diberikan 3 kali sehari sesudah makan setiap 8 jam bila


Paracetamol
demam

Nimodipin Nimodipin digunakan 4 kali sehari sesudah makan setiap 6 jam

Terapi Non Farmakologi

1 Pasien dikontrol selalu.

2 Kurangi asupan Na yang dapat memperparah kondisi pasien

3 Hindari stress dan beban fikiran yang berat

4 Gunakan obat dengan tepat dan teratur sesuai yang tertera pada etiket

5 Kontrol denyut nadi secara rutin

6 Kontrol tekanan darah rutin setiap hari untuk memonitoring terapi


pengobatan.

67
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan umur 58 tahun masuk rumah sakit sejak tanggal 1 juni 2021.

Berdasarkan dari keterangan keluhan pasien mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba sejak

subuh tadi, nyeri kepala, mual, muntah dan lemah anggota gerak. Pasien diketahui memiliki

riwayat nyeri kepala secara terus menerus. Saat pasien masuk ke IGD pada tanggal 1 juni 2021

68
tercatat hasil pemeriksaan vital sign yang diketahui tekanan darah pasien 160/100 mmHg, nadi

74 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit dan suhu tubuh 36,8oC.

Berdasarkan pemeriksaan vital sign pasien tanggal 1 juni sampai 15 juni 2021 tekanan

darah pasien selalu di atas normal, yaitu diatas (120/80 mmHg). Hasil pengukuran Tekanan

darah yang paling tinggi yaitu pada tanggal 2 juni 2021 dengan hasil pengukuran 170/100 mmHg

sedangkan Suhu tubuh pasien pada tanggal 3 juni, 13 juni dan 15 juni mengalami peningkatan

dari nilai normal yaitu diatas 36,5 oC – 37,5 oC kemudin untuk nadi pasien dari tanggal 1 juni

sampai 15 juni cenderung menunjukkan angka normal yaitu antara 60 kali / menit – 110 kali /

menit dan untuk nafas pasien pada tanggal 1 juni sampai tanggal 5 juni berada di atas rentang

normal, yaitu diatas (12 kali /menit - 16 kali /menit ) kemudian pada tanggal 6, 8, 9 dan 10 juni

hasil pengukuran menunjukan berada dalam rentang normal dan kembali tinggi pada tanggal 07

juni dan11 juni sampai tanggal 15 juni.

Pemeriksaan labor dilakukan selama rawatan yaitu pada tanggal 1 april 2021. Pasien

mengalami peningkatan leukosit pada hasil pemeriksaan labor dengan nilai 22,3 (10 3/µL).

Leukosit merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk

menghasilkan antibodi yang melawan virus, jamur, bakteri dan parasit penyebab penyakit.

Peningkatan leukosit merupakan reaksi radang yang mengeluarkan sitokin proinflamasi IL-1 dan

TNF α. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak

yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan cerebrospinal di otak, atau

keduanya. Adanya pendarahan ini pada jaringan otak menyebabkan lokasi tersebut tidak

mendapatkan darah lagi (otak kekurangan/kekurangan oksigen dan nutrisi), serta terbentuknya

hematom di otak yang mengakibatkan penekanan pada daerah sekitar lesi otak. Pasien stroke

69
dengan peningkatan jumlah leukosit menurut literatur menunjukkan kondisi yang lebih buruk

dibanding pada pasien stroke tanpa leukositosis. Aktivitas leukosit yang tinggi pada pasien

stroke menginduksi sel yang lebih luas pada otak. Leukositosis adalah keadaan dimana

ditemukan pada saat tubuh terinfeksi benda asing atau terjadi perdarahan pada tubuh. Stroke

sering menyebabkan lekositosis dan biasanya memiliki prognosis dan keluaran yang lebih buruk

juga, baik pada saat sebelum serangan maupun pada saat perawatan di unit stroke.

Selanjutnya Pasien mengalami peningkatan NLR (Neutrophil Limpocyte Count) pada

hasil pemeriksaan labor dengan nilai 46,50. Salah satu penanda inflamasi yang dapat digunakan

adalah rasio neutrofil dengan limfosit (RNL). Kadar neutrofil dan limfosit didapat dari hitung

diferensial leukosit yang merupakan salah satu komponen pemeriksaan darah rutin (Zahorec,

2001). Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil (neutrofilia) dan penurunan

limfosit (limfositopenia) segera setelah iskemia serebral (Zahorec, 2001; Jin dkk., 2010; Gokhan

dkk., 2013, Jickling dkk., 2015). Neutrofilia dan limfositopenia yang terjadi sebagai respon

inflamasi akut tersebut menjadi dasar pengukuran rasio neutrofil dengan limfosit yang dikenal

sebagai RNL. Penelitian Gokhan dkk. (2013) menyimpulkan bahwa RNL dapat digunakan

sebagai penanda yang sederhana dan mudah diukur untuk memprediksi prognosis dan mortalitas

pada penderita stroke iskemik dan hemoragik.

Kriteria diagnostik stroke hemoragik ditandai dengan onset perdarahan yang bersifat

mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal

berupa peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan

memori, bingung, penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia atau

hemiparese dan dapat disertai kejang fokal atau umum. Berdasarkan keluhan dan hasil

70
laboratorium pasien di diagnosa Stroke hemoragik. Stroke merupakan gangguan suplai darah ke

otak yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau tersumbat karena thrombus dan

emboli. Penyebab tersebut menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi tidak kuat untuk disuplai ke

otak sehingga terjadinya kerusakan pada jaringan otak (Dipiro, 2015).

Pada pasien ini memiliki hasil pengukuran tekanan darah selalu di atas normal. Ini

merupakan salah satu penyebab stroke hemoragik. Hipertensi merupakan faktor resiko stroke

yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh

darah otak yang mengakibatkan perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit

maka aliran darah ke otak akan terganggu sehingga sel-sel otak akan mengalami kematian.

Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran

pasien umumnya menurun. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak

melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada

jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan

herniasi jaringan otak dan menekan batang otak sehingga terjadi penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan cairan ringer laktat yang berfungsi untuk

menstabilkan cairan tubuh pasien. Pasien juga mengalami tekanan darah tinggi sehingga tekanan

darah perlu diturunkan. Obat antihipertensi yang diberikan ialah amlodipin 1x5 mg dan

Candesartan 1x8 mg. Penurunan tekanan darah pada stroke hemoragik dapat dipertimbangkan

hingga lebih rendah dari target, pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,

misalnya infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensi. Target

penurunan tersebut adalah 15-25 % pada jam pertama dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam

71
pertama (Perdossi, 2011). Alasan utama untuk menurunkan tekanan darah adalah untuk

menghindari perluasan perdarahan dari lokasi potensial perdarahan.

Penanganan komplikasi stroke hemoragik berupa stress ulcer, yang ditemukan pada kasus

ini berupa keluhan perdarahan dilambung terlihat dari selang NGT (pipa nasogastrik) pasien.

Pasien diberikan omeprazole 1x40 mg pada hari ke tujuh rawatan (7 juni 2021). Omeprazol

yang merupakan golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Obat golongan PPI mengurangi sekresi

asam lambung dengan menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) yang

merupakan enzim pemompa proton. Dengan cara kerja secara selektif pada sel-sel parietal.

Enzim pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan energi

yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.

Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan

terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya

produksi asam lambung.

Pasien mendapatkan terapi antibiotik yaitu ceftriaxon 2 x 1 g (IV) untuk mencegah resiko

kejadian infeksi selama pasien dirawat inap. Penggunaan antibiotik menjadi perhatian khusus

saat ini, kejadian resistensi antibiotik menjadi salah satu alasan mengapa penting dan harus

menggunakan antibiotik secara tepat dan benar.

Pasien mendapatkan terapi manitol yang bertujuan untuk mengatasi peningkatan tekanan

intrakranial yang pada pasien stroke hemoragik yang diakibatkan karena terjadinya udem

serebral. Sehingga sering digunakan diuretik untuk menarik cairan udem di otak agar dapat

menurunkan tekanan intrakranial. Diuretik yang digunakan untuk menurunkan tekanan

intrakranial yang meningkat adalah diuretik loop (furosemid) dan diuretik osmotik (manitol)).
72
Umumnya dipilih manitol, dikarenakan manitol adalah obat andalan yang digunakan untuk

pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, manitol punya efek osmoterapi

(hipertonis) yang secara langsung dapat menarik cairan di parenkim otak. Dengan terjadinya

penurunan tekanan intrakranial dapat diduga terjadi pula perubahan pada GCS. Mekanisme kerja

manitol untuk menurunkan tekanan intarakranial adalah dengan cara meningkatkan osmolalitas

plasma sehingga aliran cairan dari jaringan menuju kedalam plasma meningkat, terjadi

penurunan viskositas darah. Penurunan viskositas darah mengakibatkan penurunan tahanan pada

pembuluh darah otak hal ini menyebabkan aliran darah ke otak meningkat, diikuti dengan

vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola sehingga menurunkan volume darah otak dan terjadi

penurunan tekanan intrakranial. Dosis manitol yang digunkan yaitu 5 x 100 cc dalam 3 hari, 4 x

100 cc dalam 3 hari, 3 x 100 cc dalam 3 hari, 2 x 100 cc dalam 3 hari, 1 x 100 cc dalam 3 hari.

Karena manitol membuka sawar darah otak, dan manitol yang melintas sawar darah otak ke

sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak sehingga Penggunaan infus manitol ini

dengan cara tappering off yaitu diturunkan perlahan untuk mencegah rebound tekanan

intrakranial.

Pemberian cairan hipertonis manitol terhadap penggunaan obat lainnya pada pasien ini

tidak ditemukan masalah atau interaksi obat (Stockley, 2009). Selama administrasi cairan

manitol, pasien juga menerima obat melalui intravena dan per oral. Berdasarkan mekanisme

kerja masing-masing obat yang memiliki perbedaan target aksi obat mengindikasikan tidak ada

obat yang berinteraksi terhadap manitol, dan sebaliknya. Manitol bekerja dengan prinsip

osmolaritas yang diberikan secara intravena, manitol memiliki nilai osmolaritas yang lebih tinggi

daripada osmolaritas plasma darah, sehingga prinsip perpindahan pelarutdari osmolaritas rendah

ke tinggi menyebabkan cairan yang berada di parenkim otak (kondisi hemoregik) akan keluar
73
menuju plasma. Hal ini akan meningkatkan osmolartitas plasma sehingga memperbaiki tekanan

darah serta berefek diuresis.

Pasien juga mendapatkan terapi Paracetamol, Penggunaan paracetamol ini disebabkan

karena pasien stroke juga disertai demam (hipertemi) yang ditandai dengan peningkatan suhu

tubuh mencapai 38 oC setelah 2 hari rawatan. Hipertemi diatasi dengan pemberian antipiretik,

dosis yang diberikan adalah 500 mg hingga 3 kali sehari bila perlu. Penggunaan bila perlu

dimaksudkan hanya pada saat suhu tubuh naik, jika suhu tubuh pasien kembali normal

penggunaan antipiretik dihentikan. Penggunaan paracetamol dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan kerusakan hati sehingga penggunaannya perlu dikontrol.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap pasien selama rawatan di HCU

Neurologi, diketahui terapi yang diberikan sudah sesuai dengan kondisi pasien, namun ada

beberapa DRP yang ditemukan dan merupakan DRP potensial, DRP Potensial adalah DRP yang

tidak terjadi pada pasien namun memiliki kemungkianan besar terjadi jika tidak dilakukan

pemantauan dengan baik oleh petugas kesehatan. Terapi paracetamol digunakan bila demam,

jika suhu tubuh pasien kembali normal penggunaan antipiretik dihentikan. Selanjutnya Duplikasi

terapi amlodipin dan nimotop yaitu dari golongan yang sama calcium channel bloker, disarankan

untuk mencapai efek terapi yang maksimal amlodipine diganti dengan golongan thiazid yaitu

hidroklorthiazid.

74
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari terapi yang diterima pasien ditemukan DRP yaitu:

1. Terapi paracetamol digunakan bila demam, jika suhu tubuh pasien kembali normal
penggunaan antipiretik dihentikan.
2. Duplikasi terapi amlodipin + nimotop yaitu dari golongan yang sama calcium channel
bloker, disarankan untuk mencapai efek terapi yang maksimal amlodipine diganti dengan
golongan thiazid yaitu hidroklorthiazid.

5.2 Saran

1. Kondisi pasien harus dimonitoring tekanan darahnya


2. Diberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk meminum obat yang diberikan tepat
waktu.

75
DAFTAR PUSTAKA

ACCP. 2015. Supportive and Preventive Medicine. New York: ACCP.

AHA/ASA. 2015. Let’s talk about hemorrhagic stroke. USA: AHA.

American Society of Health System Pharmacists.2011.AHFS Drug Information. United States


of America.

American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA). 2013. An Updated


Definition of Stroke for the 21st Century. AHA Journal. Vol 44

Depkes RI. 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika.
Jakarta: Depkes RI.

Dinas Kesehatan Kota Padang (2013). Profil kesehatan tahun 2013. Padang: Dinas Kesehatan
Kota Padang.

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. 2008. Pharmacotherapy
Handbook Seventh Edition. London: Mc-GrawHill Education Commpanies.

Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, Dipiro CV. 2015. Pharmacotherapy Handbook
Nineth Edition. London: Mc-GrawHill Education Commpanies.

76
Doijad RC, Pathan AB, Pawar NB, Baraskar SS, Maske VD, Gaikwad. 2012. Therapeutic
Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed Dose Combination. Asian Journal of
Biomedical & Pharmaceutical Sciences 2(12).

e-lactancia. Nootropics. Diakses dalam www.e-lactancia.org tanggal 18 Agustus 2019.

Hemphill JC, Greenberg CSM, Anderson VCCS, Becker K, Bendok BR, Cushman M, Fung GL,
Goldstein JN, McDonald RL, Mitchell PH, Scott PA, Selim MH, Daniel W. 2015.
Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage. USA:
AHA/ASA.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 91-2.

Lexicomp. 2018. Drug Information Handbook : A clinically Relevant Resource for All
Healthcare Professionals 2018-2019 Edition. USA : Wolters Kluwer.

MIMS. 2018. MIMS Referensi Obat Volume 19. Jakarta: Buana Ilmu Populer.

PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke 2011. Jakarta: PERDOSSI.

Philadelphia W. Merritt’s Neurology. Neurology Asia. 2010;15(1):101.

Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke
2004. Jakarta: PERDOSSI; 2004.

Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke
2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011

Plummer MP, Annika RB, Adam MD. 2014. Stress ulceration: prevalence, pathology and
association with adverse outcomes. Critical Care 18:213.

Rawshdeh N. 2013. Stress Ulcer Prophylaxis ( SUP ) Guideline. Drug information


Center/KAUH

Reslina I, Almasdy D, Armenia. Hubungan pengobatan stroke dengan jenis Stroke dan jumlah
jenis obat. Jurnal Ipteks Terapan. 2015; 9:67-75.
77
Ropper A, Samuels M, Klein J. Adams and Victor's Principles of Neurology 10th.

RSSA. 2017. Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi edisi II. Malang : Budaya
Mutu.

Salwa A. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi dengan Gagal
Ginjal di Instalasi Rawat Inap RS “X” Tahun 2010. [Skripsi]. Surabaya: Universitas
Muhammadiyah Surabaya; 2013.

Sari IM. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Penderita Stroke di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Ashari Pemalang Tahun 2008.
[Skripsi]. Surabaya: Universitas Muhammadiyah Surabaya; 2009.

Setiawati A. Interaksi Obat dalam Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007 Setriana L. Kajian Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Stroke Hemoragik di Bangsal Saraf Rsup Dr. M. Djamil
Padang. [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas. 2012.

Setyopranoto I. Pendekatan evidence-based medicine pada manajemen stroke perdarahan


intraserebral. CDK. 2008;165(35):321-327. 60

Sherrat K, Ugan R. Management of subarachnoid haemorrhage. Neurosurgical Anaesthesia.


2014. Siyad AR. Hypertension. Hygea Journal for Drug and Medicine. 2011;3(1):1-16.

Sundari. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Stroke Akut di Bangsal Rawat
Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari–Desember
2015. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2016.

Shann F. 2017. Drug Doses ed 2017. Intensive Care Unit Royal Childrens Hospital Parkville,
Victoria, 3052 : Australia.

Stroke Foundation. 2017. Draft Clinical guidelines for stroke management: summary of
recommendations. Australia

78
Sweetman S. et al. 2009. Martindale 36th. London : The Pharmaceutical Press.

Unilab. Citicoline. Diakses dalam www.unilab.com.ph tanggal 18 Agustus 2019

The European Stroke Initiative Executive Commitee and the EUSI Writing Committee.
European stroke initiative recommendations for stroke management-update .
Cerebrovasc. Dis. 2003;16:311-337.

Tjay TH, Kirana R. Obat-obat Penting Edisi Keenam. Jakarta: Alex Media Komputindo; 2010.

Utami N, Didik H, Lilik Y. Studi penggunaan calcium channel blocker (ccb) pada pasien stroke
hemoragik. Media Farmasi. 2013;10:2.

Weber MA, Ernesto LS, William BW, Samuel M, Lars HL, John GK. Clinical practice

guidelines for the management of hypertensionin the community a statement by the

american society of hypertension and the international society of hypertension. The

Journal of Clinical Hypertension. 2013;1-13.

Wells B, DiPiro J, Matzke G, Posey L, Schwinghammer T. Pharmacotherapy Handbook (7th

Edition). New York, USA: McGraw-Hill Professional Publishing; 2009.

World Health Organization (WHO). Rational use of medicines. Diakses tanggal 24 Januari 2017

dari http://www.who.int/medicines/areas/rationaluse/en/.

World Health Organization (WHO). The top ten cause of death. Diakses tanggal 5 Februari 2018

dari http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs310 /en/.

Zahorec R, 2001. Ratio of Neutrophil to Lymphocyte Counts-Rapid and Simple Parameter of


Systemic Inflamation and Stress In Critically Ill‖. In Bratisl Lek Listy. Vol. 102 (1), p: 5-
14.

79

Anda mungkin juga menyukai