Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK NEGOSIASI PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Oleh
I NYOMAN DARMADHA

I. PENDAHULUAN
Sebagai mahluk budaya manusia mempunyai kebutuhan. Kebutuhan
merupakan perwujudan budaya manusia yang berdimensi cipta, rasa dan karsa. Pada
dasarnya kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
1. Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan
jasmani seperti pakaian, makanan dan perumahan.
2. Kebutuhan psikis yang bersifat immaterial untuk kesehatan dan keselamatan
rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, agama.
3. Kebutuhan biologis yang bersifat seksual, untuk membentuk keluarga dan
kelangsungan hidup generasi secara turun-temurun, seperti perkawinan,
berumah tangga.
4. Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis
kebutuhan diatas, seperti perusahaan, profesi.1
Keempat jenis kebutuhan dasar manusia tersebut diusahakan terpenuhi secara
wajar pada masyarakat modern walaupun dalam porsi yang belum seimbang.
Manusia dikatakan mempunyai martabat apabila dia mampu bekerja keras.
Dengan bekerja manusia dapat memperoleh hak dan memiliki segala apa yang
diinginkannya. Ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menentukan: Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian.
Berdasarkan atas ketentuan ini pekerjaan adalah merupakan hak
konstitusional bagi tiap-tiap warga negara.. Pekerjaan itu dapat dilakukan secara
bebas (swa-pekerja), atau berkerja pada orang lain pada umumnya berarti melakukan

1
Abdulkadir Muhammad, 2006, Etika, Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.
4.

1
pekerjaan dibawah pimpinan pihak lainnya.2 Bekerja pada pihak lain didasari atas
kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerja baik dalam bentuk lisan maupun
dalam bentuk tertulis. Pasal 1 angka 14 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, LN Tahun 2003 Nomor 39 (selanjutnya disingkat UU
Ketenagakerjaan 2003), perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak.
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat hal-
hal sebagaimana ditentukandalam Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan 2003, yaitu:
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerja;
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan;
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Berdasarkan perjanjian kerja terbentuklah hubungan kerja. Pasal 1 angka 15
UU Ketenagakerjaan 2003 menyebutkan hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah dan perintah.
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu lazimnya
disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Pasal 59 ayat
(1) UU Ketenagakerjaan 2003 menyebutkan bahwa perjanjian kerja hanya dapat
dibuat untuk pekerja tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya

2
Iman Soepomo, 1981, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta, hal. 5.

2
akan selesai dalam waktu tertentu. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dbiuat
untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status
pekerjaannya adalah pekerja tetap.
Pasal 108 ayat (1) UU Ketenagakerjaan 2003 menentukan: Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/ buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib
membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh menteri
atau pejabat ditunjuk. Peraturan perusahaan dibuat secara sepihak oleh pengusaha
yang berisikan tentang syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dan
tata tertib perusahaan. Kewajiban pengusaha untuk menyusun peraturan perusahaan
tidak berlaku lagi, apabila diperusahaan tersebut tidak memiliki Perjanjian Kerja
Bersama (PKB).
Pasal 1 angka 21 UU Ketenagakerjaan 2003 menyebutkan bahwa Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara
serikat pekerja/buruh atau beberapa serikat pekerja/buruh yang tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Selanjutnya Pasal 124 ayat (1) disebutkan bahwa
Perjanjian Kerja Bersama paling sedikit memuat:
a. Hak dan kewajiban pengusaha;
b. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;
d. Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Dengan adanya perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama telah menjamin adanya kepastian hukum hubungan hukum para pihak dalam
proses produksi barang dan jasa. Dalam proses produksi barang dan jasa dalam
sistem hubungan perburuhan di Indonesia, tidak hanya pengusaha dan pekerja/buruh
yang terlibat di dalamnya, akan tetapi juga pemerintah. Hal ini dipertegas dalam
ketentuan Pasal 1 angka 16 UU Ketenagakerjaan 2003 yang menyebutkan bahwa:
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara parapihak

3
dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam hubungan industrial yakni hubungan antara pekerja/buruh dan
pengusaha adakalanya berjalan baik-baik saja, tidak ada masalah-masalah, tercapai
persamaan-persamaan, tetapi adakalanya bisa terjadi pertentangan-pertentangan atau
konflik. Setiap konflik harus diselesaikan sesuai dengan aturan hukum acara yang
telah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial
LN Tahun 2004 Nomor 6.
Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) ditentukan: perselisihan hubungan industrial
wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui biparlit secara
musyawarah untuk mufakat. Dalam penjelsan pasal 3 ayat (1) dijelaskan yang
dimaksud perundingan biparlit dalam pasal ini adalah perundingan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh atau antara
serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang lain, dalam satu
perusahaan yang berselisih. Dari ketentuan tersebut perundingan biparlit mempunyai
makna yang sama dengan negosiasi yaitu penyelesaian sengketa oleh para pihak yang
bersengketa secara langsung tanpa melibatkan pihak ketiga. Oleh karena itu
pengetahuan tentang prinsip-prinsip negosiasi, teknik negosiasi, tahapan-tahapan
negosiasi, perlu dipahami agar perundingan biparlit dapat mencapai tujuannya.

II. PRINSIP-PRINSIP NEGOSIASI


Pada dasarnya berhasil atau tidaknya suatu sengketa diselesaikan melalui
negosiasi sangat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap prinsip-prinsip umum
negosiasi, pemilihan teknik negosiasi dan langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk setiap tahap negosiasi.
Negosiasi merupakan kegiatan tawar-menawar yang oleh setiap orang pernah
melakukannya, untuk mendapatkan sesuatu, misalnya dalam hubungan jual-beli,
penentuan gaji dalam perusahaan, dalam perumusan kontrak dan sebagainya.

4
Dalam konteks alternatif penyelesaian segketa, menurut Candra Irawan
negosiasi diartikan: suatu tindakan yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa
untuk menyatukan 2 (dua) kepentingan yang saling bertentangan melalui proses
tawar-menawar agar tercapai suatu kompromi (perdamaian) yang saling
menguntungkan (win-win solution).3
Tim Hendle dalam bukunya “Negotiating Skill” mengatakan “negosiasi yang
baik adalah usaha 2 (dua) orang (para pihak) untuk mencapai penyelesaian yang
dapat diterima bersama, tidak menghasilkan pemenang dan pecundang”. Inti dari
negosiasi adalah tawar-menawar antara para pihak. Negosiasi terjadai apabila orang
lain memiliki apa yang kita inginkan dan kita bersedia menukarnya dengan apa yang
diinginkan mereka.4
Dari pengertian diatas negosiasi merupakan komunikasi langsung yang
didesain untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak mempunyai
kepentingan berbeda.
Bahwa hal yang merupakan unsur terpenting dari sebuah proses negosiasi
adalah:
1. Para pihak memiliki keinginan yang sama untuk menyelesaikan sengketa
secara damai dan saling menguntungkan. Cara, yang dipilih melalui
perundingan (negosiasi). Keinginan tersebut dapat dilihat dari kontrak
yang dibuat oleh para pihak, khususnya pada klausula penyelesaian
sengketa. Apabila di dalam kontrak tidak disebutkan, keinginan
bernegosiasi dapat dilakukan secara lisan atau disampaikan secara tertulis
melalui surat.
2. Adanya keterlibatan aktif dari pihak-pihak yang bersengketa. Para pihak
harus menunjukkan keinginan menyelesaikan sengketa melalui negosiasi
dengan cara sama-sama aktif melakukan pertemuan dan mengajukan

3
Candra Irawan, 2010, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan (Alternative Dispute Resolution di Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung,, hal. 30.
4
Tim Hendle, 2001, Negotiating Skill, PT. Dian Rakyat, Jakarta, hal. 6.

5
tawaran-tawaran yang bersifat solutif. Bersedia duduk satu meja dan
saling mendengarkan serta menghormati tawaran yang disampaikan pihak
lain.
3. Negosiasi diyakini oleh para pihak dapat memecahkan persengketaan
yang terjadi. Para pihak harus yakin bahwa negosiasi merupakan pilihan
terbaik yang dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi.
4. Adanya komitmen hasil dari negosiasi akan dilaksanakan dan dipatuhi
oleh para pihak secara sukarela. Komitmen harus ditegaskan sejak awal
negosiasi. Menjadi sia-sia jika negosiasi menghasilkan perdamaian namun
tidak ada komitmen untuk merealisasikan. Hal ini justru dapat
mempertajam sengketa.
Menurut Candra Irawan, ada dua cara pandang orang atau negosiator dalam
melakukan proses negosiasi yaitu:
1. Cara pandang pertama disebut pendirian agresif moderat, yaitu ketika
negosiator berusaha mendayagunakan seluruh kekuatan (power) yang di
milki untuk keuntungan yang sebesar-besarnya dari pihak lawan tanpa
mempertimbangkan posisi dan kondisi pihak lawan.
2. Cara pandang kedua disebut sama-sama menang (win-win position) yaitu
masing-masing pihak berusaha mempertemukan kepentingan yang
berbeda untuk memunculkan pemecahan yang sama-sama menyenangkan
dan menguntungkan. Artinya terbaik bagi pihak kita juga merupakan yang
terbaik bagi pihak lawan.5

III. TEKNIK NEGOSIASI


Teknik-teknik negosiasi dapat dipelajari melalui teori yang berdasarkan pada
praktek-praktek atau pengalaman yang dijalankan oleh mereka yang berkecimpung di
dunia negosiasi.

5
Op. cit, hal 31.

6
Pada umumnya, dikenal lima teknik negosiasi sebagai berikut:
1. Teknik Negosiasi Kompetitif.
 Diterapkan untuk negosiasi yang bersifat alot.
 Adanya pihak yang mengajukan permintaan tinggi pada awal
negosiasi.
 Adanya pihak yang menjaga tuntutan tetap tinggi sepanjang proses.
 Konsesi yang diberikan sangat langka atau terbatas.
 Perunding lawan dianggap sebagai musuh.
 Adanya pihak yang menggunakan cara-cara berlebihan untuk menekan
pihak lawan.
 Negosiator tidak memiliki data-data yang baik dan akurat.
2. Tenkik Negosiasi Kooperatif.
 Menganggap negosiator pihak lawan sebagai mitra, bukan sebagai
musuh.
 Para pihak saling menjajaki kepentingan, nilai-nilai bersama dan mau
bekerja sama.
 Tujuan negosiator adalah penyelesaian sengketa yang adil berdasarkan
analisis obyektif dan atas fakta hukum yang jelas.
3. Teknik Negosiasi Lunak.
 Menempatkan pentingnya hubungan timbal balik antar pihak.
 Tujuannya untuk mencapai kesepakatan.
 Memberi konsesi untuk menjaga hubungan timbal balik.
 Mempercayai perunding.
 Mudah mengubah posisi.
 Mengalah untuk mencapai kesepakatan.
 Beresiko saat perunding lunak menghadapi seseorang perunding keras
karena yang terjadi adalah pada “menang-kalah” dan melahirkan
kesepakatan yang bersifat semu.

7
4. Teknik Negosiasi Keras.
 Negosiasi lawan dipandang sebagai musuh.
 Tujuannya adalah kemenangan.
 Menuntut konsesi sebagai prasyarat dari hubungan baik.
 Keras terhadap orang maupun masalah.
 Tidak percaya terhadap perunding lawan.
 Menuntut perolehan posisi dan menerapkan tekanan.
5. Teknik Negosiasi Interest Based.
 Sebagai jalan tengah atas pertentangan antara teknik keras dan teknik
lunak.
 Mempunyai empat komponen dasar, yaitu: People, Interest,
Option/Solution dan Criteria (PIOC).
 Komponen people/orang, mempunyai 3 (tiga) landasan:
1. Pisahkan antara orang dan masalah.
2. Konsentrasi serangan pada masalah bukan pada orangnya.
3. Para pihak menempatkan diri sebagai mitra kerja
 Komponen interest/kepentingan, memfokuskan pada kepentingan
mempertahankan posisi.
 Komponen option/pilihan bermaksud:
1. Memperbesar bagian sebelum dibagi dengan memperbanyak
pilihan-pilihan kesepakatan.
2. Jangan terpaku pada satu jawaban.
3. Menghindari pola pikir, bahwa pemecahan masalah mereka adalah
urusan mereka.
 Komponen criteria/kriteria mencakup:
1. Kesepakatan kriteria, standar obyektif, indepedensi.
2. Bernilai pasar.
3. Preseden.

8
4. Penilaian ilmiah.
5. Standar profesi.
6. Bersandar pada hukum.
7. Kebiasaan dalam masyarakat.6
Pemilihan teknis negosiasi, dalam penggunaannya sangat bergantung pada
sifat individu seseorang yang melakukan proses negosiasi. Untuk menjadi negosiator
yang baik seseorang haruslah memiliki hal-hal sebgai berikut:
1. Kemampuan berkomunikasi yang baik.
2. Supel.
3. Keterampilan teknis yang baik.
4. Memiliki rasa simpati yang tinggi.7

IV. TAHAP-TAHAP NEGOSIASI.


Agar negosiasi dapat berjalan dengan efektif dan diselesaikan dalam waktu
yang singkat, seseorang atau negosiator sangat penting memperhatikan tahap-tahapan
negosiasi, sehingga sasaran negosiasi dapat dicapai.
Proses negosiasi terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu: pranegosiasi, negosiasi,
penanda tangan hasil negosiasi dan pelaksanaan akta perdamaian (acta compromice).
Tahap-tahapan terpenting negosiasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pranegosiasi:
Kegiatan yang dilakukan bersifat internal tanpa melibatkan pihak ketiga untuk
menyiapkan materi negosiasi secara matang, antara lain:
a. Menentukan tujuan dan menetapkan posisi. Tujuan harus dirumuskan
secara jelas, logis, realistis dan wajar. Sebaiknya disusun dengan skala
prioritas: apa tujuan ideal, tujuan yang realistis sesuai dengan posisi dan
tujuan paling minimum yang mungkin dapat tercapai.

6
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan
(Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi) dan Arbitrase, Visimedia, Jakarta, hal 19-20.
7
Ibid, hal. 21.

9
b. Melengkapi data pribadi dan data pihak lawan yang berkaitan dengan
pokok sengketa termasuk informasi mengenai pihak lawan seperti karakter
perusahaan top management. Sumber data dapat diperoleh dari brosur,
majalah, neraca laba-rugi, wawancara dengan pihak lain. Sekecil apapun
informasi, jangan menganggap tidak penting.
c. Mempersiapkan tim negosiasi. Pemilihan tim negosiasi termasuk bagian
dari strategi, oleh karena itu pemilihan harus didasarkan pada kualitas
kasus, pengalaman negosiasi, karakter personal yang baik dan memiliki
kewenangan untuk memutus. Seseorang negosiator wajib memiliki
beberapa karakter sebagai berikut:
1. Mampu berkomunikasi dengan baik, bahasa yang mudah dimengerti,
tidak bolak-balik, tidak bertele-tele dan efektif.
2. Tidak emosional dalam bersikap dan bertindak, mampu
mengendalikan diri secara wajar, tidak kasar.
3. Mampu dengan cepat memahami pembicaraan lawan dan
menganalisanya.
4. Tidak mudah hanyut dalam pembicaraan lawan.
5. Mampu membangun team works dalam proses negosiasi.
d. Menentukan strategi awal. Strategi awal dimaksudkan adalah siasat atau
taktik yang akan digunakan ketika pertama kali negosiasi berlangsung,
termasuk mengantisipasi strategi pihak lawan. Akan tetapi strategi ini bisa
berubah dalam proses negosiasi, tergantung perkembangan yang terjadi.
2. Tahapan Negosiasi
Tahap inilah negosiasi sesungguhnya dilakukan dimana para pihak
berhadapan langsung duduk bersama di meja perundingan.
Dalam pembicaraan awal sebelum memasuki materi negosiasi, perlu ada
kesepakatan tentang aturan negosiasi, lamanya waktu perundingan, waktu istirahat,
diskusi internal dengan tim dan bagaimana kalau negosiasi gagal dan kapan
perundingan harus diakhiri.

10
Setelah hal-hal tersebut disepakati, kegiatan selanjutnya yaitu: presentasi dari
para pihak, proses perundingan atau tawar-menawar solusi, merumuskan draf
kesepakatan.
1. Presentasi dari para pihak secara bergantian, disampaikan secara tertulis
dan dibacakan, yang berisi:
 pokok sengketa;
 harapan;
 uraian solusi penyelesaian;
 dan, komitmen untuk menyelesaikan sengketa secara damai.
2. Proses perundingan atau tawar menawar solusi.
Para pihak akan menggunakan berbagai strategi untuk mencapai tujuannya,
misalnya, mengancam, mencemooh, menggertak, mengintimidasi, merusak
kekompakan tim dan sebagainya. Apapun strategi yang diterapkan dalam negosiasi
para pihak harus tetap berpijak pada komitmen awal untuk menyelesaikan sengkerta
secara damai (win-win solution).
3. Merumuskan draf kesepakatan.
Setelah proses tawar-menawar dipandang cukup akan memunculkan opsi-opsi
yang akan dipilih para pihak untuk memecahkan permasalahannya. Selamjutnya para
pihak mengajukan proposal untuk diajukan kepada pihak lawan. Isi proposal itu
dinegosiasikan lagi sampai terjadi kesepakatan, untuk dirumuskan dalam draf akta
kesepakatan. Draf akta kesepakatan ini diakji secara mendalam sampai para pihak
memahami betul mengenai isinya dan tidak ada lagi multi tafsir terhadap redaksional
pasal-pasalnya. Hasil negosiasi draf akta kesepakatan melahirkan atka kesepakatan
siap untuk ditandatangan para pihak sebagai akhir dari sengketa.
3. Tahap Penanda Tanganan Akta Kesepakatan
Tahap penandatangan akta kesepakatan oleh para pihak atau wakilnya yang
sah sebagai penutup proses negosiasi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU
No. 30 tahun 1999 menentukan: penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui

11
alternatif penyelesaian sengketa (APS) dalam pertemuan langsung para pihak dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu
kesepakatan tertulis.
Pasal 1338 KUHPer menentukan: semua persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang mebuatnya.
Persetujuan ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan etikad baik.
4. Tahap Pelaksanaan Akta Perdamaian.
Pelaksanaan akta perdamaian pengaturannya dapat dilihat dalam UU No. 30
tahun 1999 Pasal 6 ayat (7) dan ayat (8):
Ayat (7): kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis
adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan etikad
baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
Ayat (8): kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

V. PENUTUP.
Penyelesaian sengketa secara damai adalah pilihan yang tepat karena
penyelesaiannya cepat, damai dan pasti.

TERIMA KASIH

12
DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR
Abdulkadir Muhammad, 2006, Etika, Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Candra Irawan, 2010, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan (Alternative Dispute Resolution di Indonesia, Penerbit Mandar
Maju, Bandung,, hal. 30
Iman Soepomo, 1981, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan
(Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi) dan Arbitrase, Visimedia, Jakarta.
Tim Hendle, 2001, Negotiating Skill, PT. Dian Rakyat, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terjemahan Subekti dan Citro Soedibyo.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39.
Republik, Indonesia Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 138.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Hubungan Industrial, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 6.

13

Anda mungkin juga menyukai