Anda di halaman 1dari 10

TUGAS RONDE BESAR

Beta A Resti A
Tahap T4A

Pembimbing:
Dr. dr. Junita Indarti, SpOG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PEDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
JAKARTA
2021

1
Bakterial vaginosis
I. Definisi
Bakterial vaginosis adalah suatu kondisi dimana terdapat pergantian laktobasil
vagina oleh suatu kelompok bakteri tertentu (Gardnerella vaginalis, mycoplasma dan
bakteri anaerob, termasuk genus mobilincus) yang disertai perubahan-perubahan sifat
cairan vagina.1
Duh vagina merupakan salah satu gejala ginekologi yang paling sering dikeluhkan
oleh wanita. Banyak agen infeksius dan non infeksius yang dihubungkan dengan gejala
ini. Kandidiasis, trikhomoniasis, khlamidial vaginitis dan bakterial vaginosis merupakan
diantara faktor-faktor penyebab yang paling sering2.
Bacterial vaginosis (BV) merupakan kondisi vagina yang paling banyak dan sering
digambarkan sebagai keadaan imbalans dari flora normal vagina 2. Dimana kondisi flora
normal vagina berubah dari spesies Lactobacillus yang secara predominan memproduksi
hidrogen peroksidase menjadi organisme anaerob yang bervariasi dengan konsentrasi
yang sangat tinggi2.
Bacterial vaginosis (BV) merupakan infeksi vagina paling banyak dengan
prevalensi 9 – 37% berdasarkan studi populasi 3. Bakterial vaginosis merupakan
penyebab terbanyak dari duh vagina yang abnormal pada kelompok wanita usia
reproduksi. Walaupun begitu, sebagian besar wanita tidak merasakan adanya gejala
yang spesifik (asimptomatik). Sehingga biasanya underdiagnosis karena sekitar 50%
asimptomatik2,4.
Bakterial vaginosis berhubungan dengan peningkatan risiko persalinan preterm,
premature rupture of membranes (PROM), infeksi cairan amnion, khorioamnionitis,
endometritis postpartum, penyakit radang panggul dan infeksi pasca operasi 3,5,6.
Diagnosis bakterial vaginosis dapat dilakukan dengan Amsel’s criteria dan pewarnaan
5,6,7
gram pada apusan vagina (kriteria Nugent) . Selain itu dikatakan bahwa pap smear
dapat juga digunakan untuk mendiagnosis BV walaupun tidak seakurat kriteria Nugent 8.

2
Sari pustaka ini akan membahas mengenai bakterial vaginosis secara umum mulai dari
penyebab, faktor risiko, diagnosis, serta tatalaksananya.
Etiologi
Vaginitis didefinisikan sebagai spektrum kondisi yang dapat menyebabkan gejala
vulvovaginal seperti gatal, rasa panas, iritasi dan duh abnormal. Penyebab terbanyak
vaginitis adalah bacterial vaginosis (22-50% dari wanita dengan gejala), vulvovaginal
candidiasis (17-39%) dan trichomoniasis (4-35%). Sekitar 7-72% wanita dengan vaginitis
masih tidak terdiagnosis.6
Status estrogen memainkan peranan penting dalam menentukan keadaan
vagina. Pada prepubertas dan postmenopausal, epitel vagina tipis dan pH vagina
biasanya meningkat (≥ 4.7). Kultur bakteri yang rutin dapat menunjukkan variasi
organismo yang luas, termasuk flora kulit dan fecal. Pada masa reproduksi, adanya
estrogen meningkatkan kandungan glikogen pada sel-sel epitel vagina, dimana dapat
memicu terjadinya kolonisasi vagina oleh laktobacillus. Peningkatan level kolonisasi ini
meningkatkan produksi asam laktat dan menyebabkan terjadinya penurunan pH vagina
menjadi kurang dari 4.7. Sehingga, meskipun wanita pada usia reproduksi, flora normal
vagina heterogen, dan komponen-komponen lain dari flora vagina, seperti Gardnella
vaginalis, Escherichia coli, grup B streptococcus (GBS), genital mycoplasmates, dan
Candida albicans, sering ditemukan6.
Bacterial vaginosis merupakan suatu kondisi sindroma klinis polimikroba yang
diakibatkan adanya ketidakseimbangan flora vagina yaitu Lactobacillus spp diganti
dengan dengan pertumbuhan berlebihan dari bakteri anaerob fakultatif, meliputi
Gardnella vaginalis, Mobilincus, Mycoplasma hominis, Prevotella spp dan Ureaplasma
urealyticum. Lactobacillus memproduksi hydrogen peroxide yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen 2,3,5,6,7,8. Oleh karena organisme ini, terutama G. Vaginalis,
merupakan flora normal vagina, adanya bakteri ini, terutama pada hasil kultur tidak
berarti wanita tersebut menderita bacterial vaginosis 6.

Insidensi dan Faktor Risiko

3
Berdasarkan studi populasi menurut Gutman et al, dikatakan bahwa prevalensi Bacterial
vaginosis berkisar antara 9 -37% 5. Sedangkan kepustakaan lain mengatakan bahwa
prevalensi BV pada populasi wanita hamil dan tidak hamil bervariasi disebabkan
beberapa faktor, termasuk didalamnya adalah clinical setting, faktor sosiodemografi,
kriteria diagnosis, dan usia kehamilan. Prevalensi BV pada wanita hamil dilaporkan
berkisar antara 4.9 – 49% 2. Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa pada negara
berkembang prevalensi BV pada wanita hamil adalah 23% 2.
Studi yang dilakukan oleh The National Health and Nutrition Examination Survey
untuk melihat prevalensi BV pada populasi umum di Amerika Serikat, dengan data
diambil antara tahun 2001-2004, menunjukkan bahwa hampir 1 dari 3 wanita di
Amerika Serikat menderita BV (29,2%). Pada kelompok usia 14-19 tahun prevalensinya
adalah 23,3%, dimana prevalensi pada kelompok usia >20 tahun dan usia yang lebih tua
adalah 28% dan 31%. Prevalensi BV bervariasi secara bermakna berdasarkan etnik,
pendidikan, dan kemiskinan/ratio pendapatan. Karakteristik riwayat reproduksi juga
berhubungan dengan prevalensi BV. Wanita yang dilaporkan melakukan douching dalam
6 bulan terakhir mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dari pada yang tidak melakukan
(45% vs 24%). Dari studi ini juga menunjukkan bahwa prevalensi pada wanita dengan
riwayat hubungan seksual dan jumlah partner seksual pria juga meningkatkan prevalensi
BV 9.
Pada beberapa penelitian lain mengatakan, bahwa aktivitas seksual dan
penggunaan alat kontrasepsi pada wanita yang tidak hamil juga merupakan faktor risiko
bagi terjadinya BV. Intra Uterine Device dapat meningkatkan risiko BV, dimana kondom
dan kontrasepsi oral dikatakan merupakan pelindung dari terjadinya BV. Vaginal
douching, merupakan faktor risiko yang potensial untuk terjadinya BV pada wanita.
Sedangkan melakukan hubungan seksual saat haid, jumlah partner seksual baru juga
berhubungan dengan kejadian BV. Akhir-akhir ini juga dikatakan bahwa psikososial dan
stres dimasukkan dalam daftar yang dicurigai merupakan faktor risiko BV, dengan
hipotesis bahwa stres dapat mempengaruhi sistem imun sehingga dapat meningkatkan
terjadinya BV3.

4
Pada wanita yang tidak hamil, BV dihubungkan dengan dengan sejumlah infeksi
saluran reproduksi wanita, termasuk didalamnya pelvic inflammatory disease (PID),
infeksi pasca prosedur ginekologi, akuisisi dari infeksi HIV dan HSV-2 7.
Dari : Allsworth JE, Peipert JF 9
Penelitian yang dilakukan oleh Trabert B dan Misra DP, pada wanita African
American yang hamil di Baltimore, yang diambil smear vagina pada usia 22 – 28 minggu
(Maret 2001 – Juli 2004), menyatakan bahwa 25% dari sampel positif BV (didiagnosis
dengan skor Nugent ≥ 7). Pada penelitian ini juga dikatakan bahwa variabel-variabel
yang berhubungan secara bermakna dengan terjadinya BV pada trimester kedua adalah
kehamilan pada usia yang lebih tua, vaginal douching 3 kali atau lebih setiap bulannya
selama 6 bulan sebelum kehamilan, dan vaginal douching selama hamil 3.
Gambaran Klinis
Bacterial vaginosis dapat simptomatik maupun asimptomatik. Pasien dengan BV yang
simptomatik, biasanya mengeluh adanya duh vagina yang abnormal dan bau amis, tidak
berhubungan dengan gatal atau iritasi. Duh berwarna putih, homogen, tipis, menutupi
dinding vagina dan vestibulum 4,6,7.
Sejumlah besar wanita dengan BV asimptomatik, dimana angka sebagian wanita
simptomatik berkisar antara 10% - 66%. sebagian besar wanita tidak merasakan adanya
gejala yang spesifik (asimptomatik). Sehingga biasanya underdiagnosis karena sekitar
50% asimptomatik2,4.
Amsel et al menyatakan bahwa 25% dari wanita yang simptomatik biasanya
datang ke klinik. Penelitian yang dilakukan oleh Klebanoff et al menyatakan bahwa
vagina lembab/duh dan bau merupakan gejala yang sering, dan iritasi lebih jarang pada
wanita dengan BV dibandingkan tanpa BV. Gejala inflamasi seperti iritasi, gatal dan
disuria juga lebih sedikit terjadi pada wanita dengan BV 4.

Diagnosis
Variasi dalam prevalensi yang dilaporkan dapat disebabkan oleh metode diagnostik yang
dilakukan dan populasi pada penelitian tersebut. Saat ini, kriteria klinis untuk

5
mendiagnosis bacterial vaginosis adalah adanya 3 dari 4 kriteria oleh Amsel’s et al, yaitu
2,4,5,6,7
:
1. duh vagina abnormal yang tipis, homogen, berwarna putih/abu-abu
2. pH vagina > 4.5
3. tercium bau amis setelah duh vagina ditetesi KOH 10% (tes amin +/tes ”whiff”
positif)
4. adanya clue cell pada pemeriksaan mikroskopik > 20%
Pewarnaan gram pada apusan vagina (gram stain) yang dinilai dengan kriteria The
Hay/Ison atau kriteria Nugent diyakini sebagai gold standart diagnosis BV pada saat ini.
Gram stain lebih simpel, tidak mahal dan dapat dilakukan berulang kali. Akan tetapi
gram stained interpretasi membutuhkan pengalaman. Microscopy gram stained
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dibandingkan kriteria klinis.
Dibandingkan dengan Nugent scoring, kriteria Amsel’s mempunyai sensitivitas 92% dan
spesifisitas 77%. Sensitivitas dan spesifisitas adanya clue cells pada gram stain adalah
95.5% dan 99.6% 2,5,6,7.
Kriteria Hay/Ison adalah sebagai berikut 4,7 :
Grade 1 (normal) : predominan morphotype Lactobacillus
Grade 2 (intermediate) : mixed flora dengan ditemukannya Lactobacillus, tetapi
ditemukan juga morphotype Gardnella atau Mobillicus
Grade 3 (BV) : predominan Gardnella dan/atau Mobiluncus morphotype. Beberapa tidak
terdapat Lactobacillus
Skor Nugent berdasarkan adanya proporsi dari bacterial morphotypes yang diberikan
skor antara 0-10. Skor < 4 adalah normal, 4-6 : intermediate dan > 6 adalah BV.
Penelitian yang dilakukan oleh Luni Y, Munim S, Qureshi R dan Tareen AB (1998-2000),
melakukan kultur dari Gardnella vaginalis untuk mendiagnosis BV, dibandingkan dengan
kriteria klinis, didapatkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas kultur adalah 93.8% dan
70%, dengan positive predictive value dan negative predictive value adalah 37.7% dan
98% 2.

6
Gutman RE et al (2005), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kriteria klinis
untuk mendiagnosis BV dapat disederhanakan dengan menggunakan 2 kriteria klinis,
dibandingkan dengan stándar 3 dari 4 kriteria dari Amsel’s criteria, tanpa harus
kehilangan sensitivitas atau spesifisitas. Mereka percaya, bahwa dengan menggunakan
FemExam, statu colorimetric pH dan amin card, dapat mempunyai spesivisitas dan
spesifisitas yang lebih baik dibandingkan Amsel’s criteria 5.
Menggunakan papsmear sebagai alat untuk mendiagnosis bacterialvaginosis masih
kontroversial. Keuntungan dengan adanya program skrining kanker serviks dapat
meningkatkan identifikasi lebih banyak lagi penilaian seperti penilaian BV. Karani et al
(2004), melakukan penelitian dengan melakukan penilaian keakuratan papsmear untuk
mendiagnosis BV dibandingkan tes standar yaitu Nugent criteria dan Amsel’s clinical
criteria. Diagnosis BV berdasarkan kriteria Amsel’s yaitu 3 dari 4 kriteria, clue cells
dikatakan positif bila ≥ 20% dari sel skuamosa, intermediate bila < 20% dan negatif bila
tidak terdapat clue cells. Pada analisis penelitian ini clue cells intemediate dianggap
negatif. Diagnosis BV dengan papsmear dengan menggunakan kriteria Bethesda. Untuk
BV positif smear harus memuaskan pada semua dari 3 kriteria, yaitu ditemukannya flora
kokobacillus dan clue cells, dan tidak ditemukannya flora lactobacillus. Sedangkan
Nugent criteria berdasarkan 3 kategori yaitu lactobacillus, intermediate dan BV. Hasil
yang didapatkan sensitivitas dan spesifisitas papsmear adalah 59.4% dan 83.3%
dibadingkan 44.8% dan 84.8% pada Amsel’s criteria. PPV dan NPV dari papsmear adalah
67.3% dan 78% dibandingkan dengan 63.3% dan 72.5% pada Amsel’s criteria. Pada
papsmear menunjukkan spesifisitas yang tinggi untuk diagnosis BV, dengan sensitivitas
yang moderate yaitu sekitar 60%.
Penegakan diagnosis dapat dimulai dengan penarikan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang baik, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang. Berikut terdapat
beberapa contoh pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis:
 Sediaan basah
Slide ini digunakan untuk melihat sel-sel individu, dapat juga dihangatkan untuk
melihat pergerakan motilitas dari trikomonas. Jamur juga dapat terlihat sebagai

7
bentuk tunas atau hifa, dan dapat evaluasi dengan lebih baik dengan penambahan
kalium hidroksida.
 Sediaan kalium hidroksida (KOH)
Sediaan KOH digunakan dengan dipanaskan sehingga membantu lisis sel, dan
meninggalkan jamur sehingga dapat terlihat ragi atau hifa yang sedang tumbuh.
 Whiff test
Whiff test untuk melihat bau amis yang terjadi pada bacterial vaginosis, cairan
keputihan diambil dan diteteskan dengan KOH.
 Pewarnaan gram
Pewarnaan gram digunakan sebagai metode standar, ragi dapat dinilai dan bakteri
baik flora normal maupun bukan flora normal dapat dinilai (misalnya basil gram
positif atau batang gram negative abnormal). Sel diplokokus gram negative juga
dapat terlihat untuk mendiagnosis Neisseria Gonnorhea.
 Kultur

Kultur juga dapat dilakukan untuk kultur gonorrhea dan chlamydia. Trichomonas juga
dapat dilakukan kultur dan kemudian dilakukan evaluasi sediaan basah untuk melihat
thricomonas. Bacterial vaginosis sulit dinilai melalui kultur karena meskipun terdapat
kemungkinan untuk kultur gardenella vaginosis, tetapi bakteri tersebut dapat saja
merupakan flora normal di vagina normal. Kultur juga terutama dapat digunakan pada
Vaginitis karena bakteri aerob, terutama dengan gejala pasien purulent

PEMERIKSAAN KULTURE SEKRET


Pemeriksaan kultur sekret merupakan pemeriksaan penunjang diagnosis yang paling
akurat, untuk mengetahui jenis kuman ( bakteri, parasit, jamur) sehingga dapat
dilakukan pengobatan secara tepat. Kultur sekret vagina diambil dengan mengunakan
kapas lidi steril dimasukan ke dalam media transport ( amis agar), dan segera kirim ke
LAB. Pemeriksaan kultur pada sekret vagina dilakukan pada pemeriksaan aerob vaginitis
dimana terdapat keputihan yg purulent, banyak, dan dirasakan sangat nyeri dimana
didapatkan adanya iritasi pada vulvoaginal dan adanya nyeri saat berhubungan , dimana

8
didapatkan PH yag bersifat aerob diatas 4,5 diamna didapatkan pada 87,5 kasus dan
merupakan gold standart.

Keputihan yang disebabkan oleh adanya aerob organismo seperti Group B


streptococcus (GBS), Staphlococcus aureus dan Escheria coli ( E.Coli) and also The
Enterococcus Faecalis, Streptococcus viridans, Staphylococcus epidemis, streptococcus
pyogens, E Faecalis, Clostridium Perfrigens, proteus mirabilis, klebsiella aerogenes, dan
hemolyticus dapat ditemukan didalam kultur, dan ini berbeda dengan BV dan bentukk
paling berbahaya adalah vaginitis aerob yang di temukan adanya desquamative
vaginitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo N. Prevalensi bakterial vaginosis dan hubungannya dengan persalinan


persalinan preterm/ berat lahir rendah. Bagian Obstetri dan Ginekologi, FKUI :
Jakarta, 1991.
2. Luni Y, Munim S, Qureshi R, Tareen L. Frequency and Diagnosis of Bacterial
Vaginosis. JCPSP 2005;15:270-272
3. Trabert B, Misra DP. Risk factors for bacterial vaginosis during pregnancy among
African American women. AJOG Nov 2007; 477.e1-477.e8
4. Klebanoff MA, Schwebke JR, Zhang J, Nansel TR, Yu KF, Andrews WW.
Vulvovaginal Symptoms in Women With Bacterial Vaginosis. ACOG Agust 2004;
104: 267-272
5. Gutman RE, Peipert JF, Weitzen S, Blume J. Evaluation of Clinical Methods for
Diagnosis Bacterial Vaginosis. ACOG March 2005; 105:551-556
6. ACOG Practice Bulletin. Vaginitis. ACOG May 2006; 107: 1195-1205

9
7. Hay P. National Guideline for the Management of Bacterial Vaginosis (2006)
Clinical Effectiveness Group. British Association for Sexual Health and HIV
2006;1-14
8. Aiping Fan YY, et al. Aerobic vaginitis and mixed infections: comparison of clinical
and laboratory findings. Arch Gynecol Obstet. 2013

10

Anda mungkin juga menyukai