Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PROFESI KEGURUAN

”Sejarah Profesi Keguruan di Indonesia”

KELOMPOK 1
Disusun Oleh:
Andi Umrah/ 1751041050
Nadya Putry Palembangan/ 1751041051
Sehati Nyambe/ 1751040018

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur selalu terucap kehadirat Allah Subhana Wata’ala. yang telah
memberikan kesehatan sehingga mampu menyelesaikan kewajiban kami. Tak lupa pula shalawat
dan salam kepada junjungan alam penerang umat muslim Nabi Muhammad Salallahu alaihi
wasallam. yang telah membawa umat dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan yang berilmu.
Alhamdulillah, pada kesempatan ini kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah kami pada mata kuliah Profesi Keguruan yang berjudul “Sejarah Profesi Keguruan di
Indonesia”. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah yang
telah memberi arahan dalam proses penyusunan makalah.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini sangat banyak sekali kekurangan, oleh karena
itu kami menerima saran dan kritikan yang mendukung dan memotivasi dari pembaca.

10 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Sampul .......................................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 1
BAB 2. PEMBAHASAN .............................................................................. 2
2.1 Sejarah Profesi Guru di Indonesia ............................................. 2
2.2 Proses kemunculan Profesi Guru di Indonesia .......................... 3
BAB 3. PENUTUP ...................................................................................... 8
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 8
5.2 Saran ......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 9
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang
pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya sebagai
dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya sebagai
Guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa profesinya sebagai tukang batu, tukang
parkir, pengamen, penyanyi, pedagang dan sebagainya. Jadi istilah profesi dalam konteks
ini, sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan seseorang dalam
kehidupannya sehari-hari. Kata “professional” berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang memiliki keahlian. Dengan
kata lain, pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang
dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. (Dr.Nana
Sudjana,1988)
Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat
disebut profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan :
1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat
(tidak berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak
ramai (tidak setiap orang melakukannya).
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori praktik (teori baru
dikembangkan dari hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan masuk (untuk
menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus
yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu(tidak
diatur oleh orang lain).
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan untuk
kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung
bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak dipindahkan keatasan
instansi yang lebih tinggi).Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap
layanan yang akan diberikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Profesi Guru di Indonesia?
2. Bagaimana Proses kemunculan Profesi Guru di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah profesi guru di Indonesia.
2. Untuk mengetahui proses kemunculan Profesi guru di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Profesi Guru di Indonesia
Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia jelaslah bahwa pada
mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus
untuk memangku jabatan guru. Dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution
(1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman
kolonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya
diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara
berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari Sekolah
Guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena kebutuhan
guru yang mendesak maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru,
yakni: (1) guru lulusan Sekolah Guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang
penuh, (2) guru yang bukan lulusan Sekolah Guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk
menjadi guru, (3) guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu, (4) guru yang
dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru, dan (5) guru yang
diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah
mengecap pendidikan. Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari satu daerah
dengan daerah lainnya.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise)
dari para anggotanya. Artinya, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak
terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Misalnya
untuk mengoperasi seseorang yang mempunyai penyakit kanker, dibutuhkan seorang
dokter spesialis bedah yang memiliki kemampuan yang diperoleh dari pendidikan khusus
untuk itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan
baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan prajabatan) maupun
setelah menjalani suatu profesi (inservice training). Walaupun Sekolah Guru telah
dimulai dan kemudian juga didirikan Sekolah Normal, namun pada mulanya bila dilihat
dari kurikulumnya dapat kita katakan hanya mementingkan pengetahuan yang akan
diajarkan saja. Ke dalamnya belum dimasukkan secara khusus ke dalam kurikulum ilmu
mendidik dan psikologi.
Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari
sekolah umum seperti Holands Inlandse School (HIS). Meer Uitgebreid Lagere
Onderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middlebare School
(AMS) maka secara berangsurangsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau
kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS)
untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah. Keadaan
demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang kemerdekaan,
walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan dengan
keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan jenjang
kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga pendidikan
guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh,
statusnya mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Apakah para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua keinginan para guru, baik
dari segi profesional, ataupun kesejahteraan? Apakah guru betul-betul jabatan profesional
sehingga jabatan guru terlindungi, mempunyai otoritas tinggi dalam bidangnya, dihargai
dan mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat, semuanya akan tergantung kepada
guru itu sendiri dan unjuk kerjanya serta masyarakat dan pemerintah yang memakai atau
mendapatkan layanan guru itu.
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia khususnya pada perkembangan
agama Hindu, Budha dan kerajaan-kerajaan Islam, guru pernah mempunyai status yang
sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap
sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan
kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik itu untuk
memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial. Namun, karena kewibawaan guru
itu mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman perkembangan ilmu dan teknologi,
kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa. Dalam era teknologi
yang maju sekarang guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat.
Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru dan kewibawaan guru berkurang
antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang
mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997)
mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan
manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari
seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu
tingkah laku yang dipersyaratkan.Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang
jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di
Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana
yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar
standar pengembangan profesi guru yaitu:
1. Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para
guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-
perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah
proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji
penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkanfenomena alam.
2. Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru
sains memerlukan pengintegrasianpengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan,
dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru
yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana
mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa
mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang
mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda,
dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar.
3. Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para
guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk
pembelajaransepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan
memilih profesi guru, mereka telah berkomit menuntuk belajar sepanjang masa.
Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk
belajar.
4. Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru
sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk
menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi
terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi
standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka
kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik.
Selain memiliki standar professional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika
Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam
Supriadi 1998) dijelaskan bahwan untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk
memiliki lima hal:
a. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
b. Guru menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta
cara mengajarnya kepada siswa
c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
d. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar
dari pengalamannya
e. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena
guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu
bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar
mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang
berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek
kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, danketerampilan. Tugas mulia
itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki
abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai
individu maupun sebagai profesional.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang
memiliki mutualkorelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan
beberapa pihak terutama pengambil kebijakan :
1. Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya
gaji berimplikasi pada kinerjanya
2. Profesionalisme guru masih rendah. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada
lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:
 Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total
 Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
 Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilankebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum
mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
 Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang
diberikankepada calon guru
 Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
makssimalmeningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat
politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme
guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi
guru. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya
meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma
II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru
SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut
secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.Selain diadakannya
penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi.
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja
Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkanmasalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi,
1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses
ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan,
penegakan kodeetik profesi, sertifikasi, peningkatan
kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-samamenentukan pengembangan
profesionalisme seseorang termasuk guru.Dari beberapa upaya yang telah dilakukan
pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi
dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun
yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya.
Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di
Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara.
Tuntutan keprofessionalan suatu pekerjaan pada dasarnya membutuhkan sejumlah
persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut. Menurut
Moh.Ali dalam Moh. User Usman persyaratan guru professional antara lain: 1) menuntut
adanya keterampilan, 2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu, 3) menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan guru yang memadai,4) adanya kepekaan terhadap
dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, 5) memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh Uzer Usman; 1996).
B. Proses kemunculan Profesi Guru di Indonesia
Sebagaimana telah disebutkan dalam salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan
profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan
keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita wadah ini telah
ada, yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI.
PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi
guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S., 1989). Salah
satu tujuan dari PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu dan kegiatan profesi guru
serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya terdapat empat misi
utama PGRI, yakni: a) misi politis/ideologis, b) misi persatuan/organisatoris, c) misi profesi,
dan d) misi kesejahteraan. Kelihatannya dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua
misi pertama yaitu misi politis/idologis dan misi persatuan/organisasi lebih menonjol
realisasinya dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-
wakil PGRI dalam badan legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini
dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan dan pembangunan bangsa dalam era
orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya – misi kesejahteraan kelihatannya masih diperlukan
peningkatan. Sementara pelaksanaan misi ketiga yaitu profesi, belum begitu tampak
kiprahnya yang nyata dan belum terlembaga. Dalam kaitannya dengan pengembangan
profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya
dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta program
peningkatan mutu lainnya PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau
kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang
masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru saat ini. Kebanyakan kegiatan
yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan
kegiatan peringatan ulang tahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab
itu, peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu
menonjol.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu :
1. Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang
pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya
sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan
profesinya sebagai Guru.
2. Dilihat dari sejarah, pada awalnya orang-orang diangkat menjadi guru belum
berpendidikan khusus keguruan, dan secara perlahan-lahan tenaga guru ditambah
dengan mengangkat dari lulusan guru (kweek school) yang pertama kali didirikan di
SOLO pada tahun 1852. karena kebutuhan penambahan sejumlah guru yang semakin
mendesak.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah kelompok kami masih
memiliki banyak kekurangan.Oleh karena itu, kepadaBapak, Ibu dosen, dan seluruh
pembaca agar dapat memberikan kritik dan sarannya untuk menyempurnakan
makalah kelompok kami.
DAFTAR PUSTAKA
Sanusi, Ahmad. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga
Kependidikan. Bandung: IKIP Bandung.
Soedijarto. (1982). Kemampuan Profesional Tenaga Kependidikan (Terutama Guru) dan
Implikasinya dalam Penyusunan Kurikulum LPTK. Malang: Konsorsium Ilmu
Pendidikan.
Basuni Suryamihardja. (1986). PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru. Bandung:
IPBI.

Anda mungkin juga menyukai