Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

Oleh
Ferry Yunius

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
A. KONSEP PENYAKIT
a) Definisi

Efusi pleura merupakan kondisi penumpukan cairan atau adanya


produksi cairan berlebihan pada selaput membran yang melindungi
paru-paru (pleura) akibat dari ketidakseimbangannya proses
pembentukan dengan proses pengeluaran cairan pleura pada rongga
pleura (Wande, 2016). Secara umum cairan pleura diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu transudat dan eksudat. Transudat mengandung
protein yang rendah berasal dari ultrafiltrasi membran atau akibat
adanya perubahan pada penyerapan dan pembentukan cairan pleura,
adanya efusi transudat menunjukkan bahwa tidak terdapat proses
inflamasi, oleh karena itu hal ini juga menunjukkan bahwa efusi
transudat murni diakibatkan oleh gangguan tekanan hidrostatik atau
tekanan osmotik koloid tanpa melibatkan penyakit pleura. Sedangkan
eksudat mengandung protein yang tinggi yang terbentuk dari sekresi
aktif atau kebocoran membran, adanya efusi eksudat menunjukkan
bahwa terdapat proses inflamasi pleura atau berkurangnya kemampuan
drainase limfatik (Tarn dan Lapworth, 2001).
b) Epidemiologi
Di Indonesia, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya dengan penyebab terbanyak adalah
keganasan yaitu sebanyak 33%, diikuti dengan efusi cardiac sebanyak
27%. Tuberkulosis menempati posisi ketiga sebagai penyebab efusi
(22,9%) dilanjutkan dengan pneumoni (14,3%), sirosis hepatis (1,1%),
uremia (0,9%), dan penyebab yang paling sedikit adalah SLE (0,7%).
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.
Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1
juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Di negara-negara barat,
efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis
hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negaranegara
yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi tuberkulosis (Puspita, 2015)
c) Etiologi
Secara umum peningkatan produksi cairan pleura disebabkan oleh
beberapa hal berikut, yaitu:
a. Infeksi yang menyebabkan peradangan pada paru-paru
seperti pneumonia, kanker paru, atau tuberkulosis.
b. Kondisi auotimun seperti lupus dan rheumatoid arthritis.
c. Embolisme paru.
d. Peningkatan gradien tekanan hidrostatik (pada keadaan gagal
jantung kongestif atau hipertensi portal).
e. Penurunan tekanan osmotik koloid (hipoproteinemia) dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (akibat
infeksi dan inflamasi) (Tarn dan Lapworth, 2001)
d) Klasifikasi
Jika diklasifikasikan berdasarkan jenis cairan pleuranya, efusi pleura
dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a. Efusi pleura Transudatif
terjadi akibat merembesnya cairan ke pleura, cairan ini
diakibatkan oleh peningkatan tekanan pada pembuluh darah atau
rendahnya kadar protein dalam darah. Beberapa penyakit yang
menyebabkan efusi pleura transudatif adalah sebagai berikut:
- CHF (Congestive Heart Failure) atau gagal jantung
kongestif. Hubungan gagal jantung dengan efusi pleura
pernah diteliti oleh Kinasewitz pada tahun 1997. Ia
mengatakan bahwasanya kejadian efusi pleura pada penyakit
gagal jantung kongestif diakibatkan oleh karena adanya
hipertensi pulmonal, yaitu ketika arteri kecil pada paru-paru
dan pembuluh kapilernya menyempit, tersumbat, atau rusak.
Kondisi ini mengakibatkan aliran darah dari jantung ke paru-
paru menjadi terganggu. Hal ini menyebabkan edema
alveolar serta meningkatkan tekanan interstitial di daerah
subpleural. Edema alveolar tadi mengakibatkan kebocoran
cairan dari permukaan pleura viseral (dekat dengan paru)
yang ikut berkontribusi dalam peningkatan akumulasi cairan.
- Sirosis hati.
Sirosis hati dapat menyebabkan peningkatan tekanan
pembuluh darah pada hati, peningkatan tekanan ini dapat
menyebabkan cairan mudah keluar dari pembuluh darah.
Kemudian cairan yang keluar tadi akan mengisi ruang
sekitarnya termasuk semua organ yang berada di abdomen.
Kondisi ini yang dinamakan dengan asites dan terdapat
hubungan yang fungsional antara rongga pleura dengan
rongga abdomen melalui saluran limfatik atau celah jaringan
otot diafragma.
- Hipoalbuminemia.
Kondisi ketika di dalam darah kekurangan protein albumin.
Albumin memiliki peran untuk mencegah pembuluh darah
bocor agar darah tidak ke luar dari alirannya. Kekurangan
albumin akan menyebabkan rendahnya tekanan osmotik
protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik
darah.
b. Efusi Pleura Eksudatif
Terjadi akibat peradangan (inflamasi), tumor, gangguan aliran
pada saluran limfatik. Beberapa penyakit yang menjadi
penyebab kondisi ini adalah sebagai berikut:
- Infeksi pada paru, seperti TBC atau pneumonia dapat
menyebabkan efusi pleura eksudat. Ketika pasien mengidap
pneumonia maka akan terjadi peradangan (inflamasi), apabila
kondisi ini tidak segera diatasi kemungkinan akan
menyebabkan terjadinya empiema. Empiema adalah kondisi
ketika terdapat kumpulan nanah pada ruang pleura. Empiema
merupakan efusi pleura dengan kultur bakteri positif atau
jumlah leukosit lebih besar dari 15.000/mm3 dan level
protein di atas 3.0 g/dL (Vianna, 1971).
- Penyakit autoimun, seperti lupus atau rheumatoid arthritis
e) Patofisiologi
Ketidakseimbangannya produksi dan penyerapan cairan di rongga
pleura menyebabkan adanya akumulasi cairan pleura (transudat &
eksudat). Normalnya pada rongga pleura terdapat cairan sekitar 10 ml
yang memiliki peran sebagai lubricant (pelumas) antara permukaan
pleura viseral (dekat dengan paru) dan parietal (dekat dengan dinding
dada). Cairan ini terus diproduksi oleh sistem vaskuler di permukaan
pleura parietal dan diserap oleh sistem limfatik di permukaan diafragma
dan mediastinum dari pleura parietal secara terus-menerus sehingga
volume cairan tetap berada dalam batas normal. Ketika terjadi produksi
cairan berlebihan ini, maka ekspansi paru ikut menurun yang nantinya
akan menyebabkan frekuensi paru yang tidak normal. Kemudian tubuh
akan merespon dengan memberikan rasa sesak napas dan nyeri dada.
Akibatnya terjadilah pola napas yang tidak efektif.
Cairan pleura transudat terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik. Tekanan hidrostatik sistem vaskular pleura
parietal akan mendorong cairan interstisial ke kavum pleura sehingga
terjadi akumulasi cairan transudat yang kadar proteinnya lebih rendah
dari serum. Penyakit yang umum menyebabkan cairan pleura transudat
adalah penyakit jantung kongestif, dan sirosis. Cairan pleura eksudat
terjadi akibat inflamasi pleura. Inflamasi parenkim/pleura akan
meningkatkan permeabilitas sel mesotel dan kapiler sehingga terjadi
akumulasi cairan di kavum pleura. Selain itu, terganggunya drainase
limfatik juga merupakan proses yang dapat menyebabkan terjadinya
cairan pleura eksudat ini. Akibat peningkatan permeabilitas membran
pleura, cairan yang terakumulasi akan memiliki kadar protein yang lebih
tinggi dari serum. Contoh kondisi yang umum menyebabkan cairan
pleura eksudat adalah infeksi dan malignansi.
f) Manifestasi Klinis
Tanda gejala seseorang yang didiagnosa Efusi Pleura antara lain:
1) Nyeri dada
2) Batuk kering
3) Dispnea (napas pendek)
4) Orthopnea (ketidakmampuan pasien untuk bernapas, kecuali
ketika pasien duduk tegak dan berdiri).
5) Saat diperiksa dengan pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan
dinding dada yang tidak seimbang.
6) Pelemahan taktil fermitus akibat cairan yang ada di dada.
7) Ditemukan bunyi ketukan yang berat dan rendah saat dilakukan
perkusi.
g) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Efusi Pleura adalah
sebagai berikut:
a. Pemindaian paru dengan rontgen atau CT scan untuk melihat
adanya penumpukan cairan di paru-paru.
b. Thoracentesis (Throcacocentesis) yaitu prosedur pengambilan
cairan dari rongga dada untuk dianalisis di laboratorium.
Penyebab dan jenis efusi pleura dapat diketahui dengan
mengecek jenis cairan efusi pleura. Setelah didapatkan cairan
efusi dilakukan pemeriksaan seperti:

- Komposisi kimia dari cairan efusi, meliputi protein,


laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, dan
glukosa.
- Dilakukan pemeriksaan gram dan kultur untuk
mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
c. Tes darah lengkap.
d. Biopsi, apabila dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsy paru untuk melihat adanya
pertumbuhan sel atau jaringan yang tidak normal.
e. Ekokardiografi untuk memeriksa kondisi jantung dan
mendeteksi adanya gangguan pada jantung.
f. Bronkoskopi untuk memeriksa adanya gangguan di saluran
pernapasan dan untuk menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
h) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan melena dapat dilakukan dengan pendekatan farmkologi
dan non farmakologi
Farmakologi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengobati efusi
pleura adalah dengan menyembuhkan kondisi yang menjadi
penyebabnya. Apabila efusi pleura yang terjadi disebabkan oleh
infeksi, maka pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan
antibiotik. Apabila yang menjadi faktor penyebabnya adalah
kanker, maka pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan
radioterapi atau kemoterapi
Non Farmakologi
Adapun untuk penatalaksanaannya yang secara
nonfarmakologi anatara lain:
- Thoracentesis
merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengeluarkan
atau mengurangi cairan berlebih dari dalam paru.
Thoracentesis dipasang dengan memasukkan jarum atau tube
ke rongga pleura pada sela iga kedua linea mid-klavikula.

- Chest Tube
merupakan sebuah selang yang dipasang di dada untuk
mengeluarkan cairan dari dalam paru. Pemasangan chest tube
dengan memasang selang di sela iga kelima
- Pleura Drain
Pleura Drain mirip dengan chest tube, namun yang
membedakan adalah kateter dipasang dalam jangka panjang.
Pasien bisa menggunakannya secara mandiri. Prosedur ini
dipilih apabila efusi pleura terus terjadi.
- Pleurodesis
Pleurodesis adalah prosedur penginjeksian zat pemicu
peradangan, seperti talc atau doxycycline ke rongga pleura,
sehingga permukaannya akan menjadi lengket dan menyatu.
Hal ini akan membantu menghilangkan rongga yang
terbentuk di antara kedua lapisan pleura akan hilang. Dengan
begitu, pembentukan kumpulan cairan atau udara pada
rongga pleura dapat dicegah. Prosedur ini dilakukan setelah
cairan dari dalam rongga pleura sudah dikeluarkan dan
dipilih apabila efusi pleura sering kambuh.
- Operasi atau pembedahan
Operasi atau pembedahan dipilih ketika penatalaksanaan
pengeluaran cairan berlebihan tidak efektif. Prosedur ini
dilakukan dengan cara mengangkat jaringan rongga dada
yang diduga menyebabkan efusi. Terdapat dua jenis tindakan
operasi yang dapat dilakukan, yaitu torakoskopi atau
torakotomi
i) Clinical Pathway
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Identitas klien
Kaji terkait identitas klien, meliputi; nama, umur, jenis kelamin,
suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,alamat , dan tanggal MRS.
mayoritas golongan usia yang menderita efusi pleura adalah usia 40
– 59 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan. mayoritas penderita efusi pleura berasal dari jenis
kelamin pria dibandingkan wanita.
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama
Beberapa keluhan utama yang sering didapat pada pasien
dengan efusi pleura adalah sesak napas serta nyeri dada yang
dirasakan ketika menarik dan membuang napas dalam-dalam
(nyeri pleuritik).
c. Riwayat penyakit sekarang
Ditemukan manifestasi klinis seperti sesak napas, nyeri dada, batuk
kering, dan orthopnea
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Adanya riwayat penyakit seperti tuberkulosis, pneumonia, kanker
paru, sirosis hati, gagal jantung kongestif, hipoalbuminemia, emboli
paru, atau penyakit autoimun (lupus atau rheumatoid arthritis).
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji keterkaitan dengan keluarga apakah ada yang pernah
mengalami masalah seperti yang dialami oleh klien.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Kaji apakah klien
memiliki kebiasaan meminum alkoholisme maupun penggunaan
obat-obat
g. Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji apakah terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien seperti
nafsu makan menurun dan intake nutrisi harus dalam bentuk
makanan yang lunak yang mudah dicerna.
h. Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah terjadi gangguan aktivitas atau gangguan istirahat yang
dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan
otot dan kelelahan, sehingga dapat menggu aktivitas sehari-hari.
i. Pola eliminasi
Kaji apakah pola eliminasi mengalami gangguan, berupa BAK
maupun BAB
j. Pola tidur dan istirahat
Kaji apakah terjadi perubahan pola tidur pada klien
k. Pola hubungan peran
Kaji apakah klien merasa terganggu dengan adanya penyakit yang
diderita
l. Pola reproduksi seksual
Kaji pola reproduksi seksual, apakah terjadi ketidak seimbangan
hormone androgen dan estrogen
m. Pola penanggulangan stress
Kaji terkait manajemen koping pada klien
n. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kaji terkait nilai dan kepercayaan pada klien
o. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita seperti penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anmanesa,
kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan TTV. Pada pasien
dengan efusi pleura bisa didapatkan RR yang tinggi akibat
gejala sesak napas
- Sistem Integumen Inspeksi:
Melihat keadaan umum kulit, meliputi warna dan adanya les.
Pada pasien dengan efusi pleura biasanya akan didapatkan
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
Palpasi:
• Memeriksa kehangatan kulit (dingin/hangat/demam)
• Memeriksa tekstur kulit serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien.
- Sistem Pernapasan
Inspeksi: saat dilakukannya inspeksi pada pasien dengan
efusi pleura dapat ditemukan tanda sebagaia berikut:
• Bentuk toraks yang sedikit cembung
• Tulang rusuk yang mendatar
• Ruang antar iga yang melebar
• Pergerakan pernapasan menurun
• RR meningkat
• Dispnea Palpasi:
• Tactil fremitus menurun terutama pada efusi pleura
yang jumlah cairannya melebih 250 ml.
• Pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
Perkusi:
• Suara perkusi redup atau pekak (tergantung jumlah
cairan). Auskultasi:
• Suara napas menurun atau sampai menghilang.
- Sistem Kardiovaskuler Inspeksi:
• Memperhatikan letak ictus cordis (normalnya berada
pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1
cm).
Palpasi:
• Menghitung frekuensi jantung (HR) dengan
memperhatikan keteraturan irama denyut jantung.
Perkusi:
• Menentukan batas jantung (tandanya ada suara
pekak). Auskultasi:
• Menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop.
• Mengidentifikasi adanya suara jantung III yang
merupakan tanda dari adanya masalah di jantung.
• Mendengarkan adanya suara murmur yang menjadi
tanda adanya peningkatan arus turbulensi darah.
- Sistem Gastrointestinal Inspeksi:
• Melihat apakah abdomen membucit atau datar.
• Tepi perut menonjol atau tidak.
• Umbilikus menonjol atau tidak.
• Apakah adanya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi:
• Mendengarkan suara peristaltik usus (normal 5-35
kali per menit)
Palpasi:
• Mengidentifikasi adanya nyeri tekan abdomen dan
massa.
• Mengidentifikasi adanya pembesaran hati.
• Mengidentifikasi turgor kulit untuk mengecek derajat
hidrasi pasien.
Perkusi:
• Perkusi abdomen normal terdengar timpani.
• Adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (asites, tumor, dsb.)
Diagnosa
Berikut ini merupakan contoh dari beberapa diagnosa yang dapat
ditegakkan pada kasus efusi pleura, yaitu meliputi:
1) Ketidakefektifan pola napas (Domain 4 Aktivitas/Istirahat, Kelas 4
Respon Kardiovaskuler/pulmonal).
2) Nyeri akut (Domain 12 Kenyamanan, Kelas 1 Kenyamanan Fisik).
3) Ketidakseimbangan nutrisi (Domain 2 Nutrisi, Kelas 1 Makan).
Intervensi
a. Intervensi
Intervensi yang dapat diterapkan pada pasien dengan efusi
pleura berdasarkan diagnosanya adalah sebagai berikut.
- Ketidakefektifan pola napas
• Intervensi keperawatan yang disarankan untuk
menyelesaikan masalah, yaitu:
- Manajemen jalan napas
- Terapi oksigen
- Monitor pernapasan
• Pilihan intervensi tambahan:
- Pengaturan posisi
- Perawatan selang: dada
- Nyeri akut
• Intervensi keperawatan yang disarankan:
- Pemberian analgesik
- Manajemen nyeri
- Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian
analgesik
- Manajemen lingkungan: kenyamanan
• Pilihan intervensi tambahan:
- Hipnosis
- Terapi musik
- Terapi relaksasi
- Monitor TTV
- Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
• Intervensi keperawatan yang disarankan:
- Manajemen gangguan makan
- Manajemen nutrisi
- Monitor nutrisi
• Pilihan intervensi tambahan:
- Pemasangan infuse
DAFTAR PUSTAKA

Anggarsari, Y. D., Y. Setyorini, dan A. Rifai. (2018). Studi Kasus


Gangguan Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Efusi Pleura. Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan. 7(2): 101-221.
https://doi.org/10.37341/interest.v7i2.31.
https://jurnalinterest.com/index.php/int/article/view/31/31. [Diakses
pada 6 Oktober 2020].
British Lung Foundation. (2015). About Your
Lungs. https://www.blf.org.uk/support-for-you/how-your-lungs-
work/about-the- lungs. [Diakses pada 23 September 2019].
Canadian Cancer Society. (2020). Canadian Cancer
Society. https://www.cancer.ca/en/cancer-information/cancer-
type/lung/lung- cancer/the-lungs/?region=on. [Diakses pada 23
September 2020].
Dewi, H., & Fairuz, F. (2020). Karakteristik Pasien Efusi Pleura Di Kota
Jambi. Jambi Medical Journal "Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan",
8(1): 54-59. https://doi.org/10.22437/jmj.v8i1.9489.
Tarn A.C and Lapworth R. (2001). Biochemical analysis of pleural fluid:
what should we measure?. Review article. Ann Clin Biochem. 38: 311-
322.
Vianna, N. J. (1971). Non tuberculous bacterial empyema in patient with
and without underlying diseases. J. Am. Med Assoc. 215: 69-75.
Wande, I. N. (2016). Buku Panduan Interpretasi Analisis Cairan Pleura.
Bali: Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/2fede49e89793830a88
33f6e64f64d81.pdf. [Diakses pada 23 September 2020].

Anda mungkin juga menyukai