Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

EARLY WARNING SCORE SYSTEM PADA PASIEN


CONGSTIVE HEART FAILURE (CHF)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Management patient safety

Dosen Pembimbing :

Udi Wahyudi, M.Kep

Disusun Oleh :

Mayanda Utami (P17320320062)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Teriring salawat dan salam untuk insan terindah Nabi Muhammad SAW, sahabat,
kerabat dan kita selaku pengikutnya.

Makalah yang berjudul “Early Warning Score” sengaja penulis buat


sebagai bahan diskusi dan belajar dalam mata kuliah Management Pasien Safety.

Teriring salam untuk semua pihak yang telah membantu terciptanya


makalah sederhana ini. Terimakasih untuk Bapak Udi Wahyudi, M.Kep sebagai
dosen pengampu dalam mata kuliah Management Pasien Safety yang telah
memberikan arahan dan pengetahuan bagi penulis, serta terimakasih untuk teman-
teman yang tanpa lelah memberi dukungan dan pendapat demi terciptanya
makalah ini.

Penulis menyadari, Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun,


seperti kata pepatah “Tak Ada Gading Yang Tak Retak” begitupun dengan
makalah ini. Kesempurnaan hanya milik-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk semua.

Bogor, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................1

1.2 Tujuan Penelitian.....................................................3

1.3 Ruang Lingkup.........................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................................4

2.1 Konsep dasar EWS...................................................4

2.2 Macam-macam penyakit atau kejadian yang


memerlukan parameter EWS / Kegawatdaruratan...............................................9

BAB III TINJAUAN KASUS TENTANG PEMANTAUAN ATAU EWS


UNTUK PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF).............................22

3.1 Parameter pasien CHF............................................22

3.2 Tujuan pemantauan................................................22

3.3 Naskah Roleplay........................................................................................25

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................29

4.1 Pembahasan Roleplay............................................29

BAB V PENUTUP.................................................................................................33

5.1 Kesimpulan............................................................33

5.2 Saran.......................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................1

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Unit gawat darurat adalah unit pelayanan rumah sakit yang
memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan
kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin. Jumlah
dan kasus pasien yang datang ke unit gawat darurat tidak dapat
diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan
saja, dimana saja serta menimpa siapa saja. Kondisi penyakit level kronis
membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari tenaga kesehatan.
Pemantauan tersebut bisa mengenai infus, tekanan darah, detak jantung dan
lain-lain. Salah satu contoh penyakit yang mudah mengalami perubahan
kearah gawat darurat adalah penyakit jantung.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2011) bahwa
penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan
60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit
iskemik dan sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian di
seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Diperkirakan tahun
2030 bahwa 23,6 juta orang di dunia akan meninggal karena penyakit
kardiovaskular. Prevalensi Penaykit jantung di Indonesia berdasarkan
wawancara terdiagnosis sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5%. Prevalensi penyakit jantung meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65-74
tahun yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75
tahun (Depkes, 2013)
Ruang perawatan cenderung memiliki jumlah pasien banyak dengan
pasien sakit berat dengan periode penyakit kritis. Akibat dari masalah ini
adalah peningkatan jumlah komplikasi atau efek samping seperti serangan
jantung dan tidak diragukan lagi hal ini akan berdampak pada kematian
pasien (Georgaka, D; Mparmparousi, M & Vitos, N, 2012). Kejadian henti
jantung selama perawatan di rumah sakit di Amerika Serikat diperkirakan

1
192.000 pasien setiap tahunnya dan survei American Hospital Association
memperkirakan 211.000 pasien henti jantung setiap tahunnya (Merchant et al,
2012). Pada dasarnya penyakit henti jantung di rumah sakit biasanya
didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati, yang sering muncul 6 sampai
dengan 8 jam sebelum henti jantung tersebut terjadi. Studi menunjukkan
banyak pasien memperlihatkan tanda-tanda dan gejala kerusakan medis yang
tidak ditangani sebelum serangan jantung terjadi (Duncan & McMullan,
2012).
Salah satu strategi untuk deteksi dini kegawatan pasien jantung adalah
dengan penerapan Early Warning Score (EWS). EWS adalah sebuah sistem
peringatan dini yang menggunakan penanda berupa skor untuk menilai
pemburukan kondisi pasien dan dapat meningkatkan pengelolaan perawatan
penyakit secara menyeluruh. Skor peringatan dini (EWS) yang
direkomendasikan sebagai bagian dari pengkajian awal dan respon terhadap
kerusakan organ pasien. EWS dapat mengidentifikasi keadaan pasien yang
beresiko lebih awal dan menggunakan multi parameter. Salah satu parameter
yang dinilai adalah perubahan tanda-tanda vital. Para ahli mengatakan bahwa,
sistem ini dapat menghasilkan manfaat lebih bagi pasien dan rumah sakit
dengan mengidentifikasi penurunan kondisi pasien (Patterson et al, 2011)
Banyak rumah sakit sekarang menggunakan skor peringatan dini
(EWS) untuk mengidentifikasi kebutuhan pemantauan atau frekuensi
monitoring, pengobatan dan untuk memanggil bantuan tenaga kesehatan
lainnya .Penggunaan ini sistem telah terbukti meningkatkan frekuensi penting
untuk memantau secara dini jika kondisi pasien mengalami perburukan
(Deakin et al, 2010). Pada tahun 2010, Dewan Resusitasi Eropa menjelaskan
pentingnya EWS dengan memasukkan ke dalam pedoman resusitasi dan
termasuk ke link pertama dalam rantai kelangsungan hidup (Georgaka, D;
Mparmparousi, M & Vitos, N, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan Polly, H (2013) mengenai early
warning scores in cardiac arrest patients. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa early warning score sangat bermanfaat pada pemantaun atau deteksi
dini sebelum pasien mengalami kondisi yang lebih buruk dan mampu

2
menggunakan jalur rujukan atau tindakan yang sesuai. Apapun penyakit yang
mendasarinya tanda-tanda klinis perburukan kondisi bisanya serupa yang
dapat dilihat dari fungsi pernapasan, kardiovaskular dan neurologis.
Pengamatan efektif pasien adalah kunci pertama dalam mengidentifikasi
kondisi pasien. Sangat penting untuk memiliki praktek keperawatan yang
lebih baik sehingga dapat memberikan laporan secepat mungkin agar bisa
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan EWS dalam keselamatan pasien baik
di RS atau di masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Memahami Konsep EWS
b. Untuk mengetahui predictor EWS pada pasien yang mengalami
Heart Failure

c. Menerapkan EWS dalam PS


1.3 Ruang Lingkup
Penulisan Makalah Early Warning Score merupakan salah satu dari
lingkup ilmu manajemen keselamatan pasien yang mempelajari masalah
terkait dengan keselamatan pasien serta penyelesaiannya. Ruang lingkup ini
ditunjukan kepada tenaga keperawatan.

1.3

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep dasar EWS
2.1.1 Pengertian Early Warning Score (EWS)
Early Warning System (EWS) adalah suatu alat ukur yang
digunakan untuk deteksi dini pada pasien yang berisiko terjadi
perburukan. Early Warning System merupakan metode sederhana
yang dilakukan yaitu untuk menghitung skor berdasarkan fisiologis
parameter seperti laju pernapasan, denyut nadi, tekanan darah, saturasi
oksigen, dan status neurologis (Sutherasan, et al, 2018). Pengertian
EWS lainnya adalah suatu system peringatan dini untuk mengenali
kondisi pasien dan meningkatkan kewaspadaan akan perburukan
kondisi klinis dan kegawatan (Ditjen Yankes, 2018).

Early Warning Score (EWS) system adalah suatu sistem


permintaan bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien secara
dini. EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan
pasien melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan
fisiologi pasien. Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif
untuk meningkatkan keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang
lebih baik dengan standarisasi pendekatan asesmen dan menetapkan
skoring parameter fisiologis yang sederhana dan mengadopsi
pendekatan ini dari Royal College of Physicians – National Health
Services, 2012.

2.1.2 Tujuan Early Warning Score (EWS)


EWS (Early Warning Scoring) dikembangkan untuk
memfasilitasi deteksi dini (early detection) terhadap adanya
perburukan kondisi pasien dengan mengidentifikasi tingkat keparahan
kondisi pasien. EWS digunakan sebagai assessment menilai tingkat
keparahan/severity dari kondisi pasien. Early Warning Scoring secara

4
langsung berperan serta dalam peningkatan mutu dan keselamatan
pasien rumah sakit (Ditjen Yankes, 2018).

Tujuan penerapan Early Warning Score (EWS) system ini untuk :

1. Memberikan penilaian terhadap pasien dengan kondisi akut

Salah satu tujuan EWS adalah untuk untuk memberikan


penilaian terhadap pasien yang mengalami kondisi penyakit akut.
Jadi dengan melakukan tujuh parameter maka nantinya pihak
rumah sakit bisa segera mengetahui kondisi pasien yang
sebenarnya. Jadi melalui parameter tersebut bisa diketahui apakah
ada perubahan kondisi pasien.

2. Melakukan deteksi dini terhadap penurunan kondisi klinis pasien

Early Warning System rumah sakit juga bertujuan untuk


melakukan deteksi terhadap pasien. Dalam hal ini pihak rumah
sakit akan mendeteksi penurunan kondisi klinis yang mungkin
saja terjadi pada pasien. Sebab jika memang pasien mengalami
penurunan pada kondisi klinisnya maka bisa dilakukan tindakan
secepatnya.

3. Memulai respon klinik tepat waktu

Pihak rumah sakit melakukan seluruh materi EWS dengan


tujuan agar dapat memberikan respon klinik pada pasien.
Penerapan respon klinik ini juga sudah seharusnya tepat waktu.
Harapannya agar pasien yang memburuk bisa mendapatkan
penanganan secepatnya. Bahkan penanganan sebisa mungkin
terjadi dalam waktu kurang dari 1 jam.

2.1.3 Aspek yang dinilai / parameter EWS pasien Covid-19


Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7 (tujuh)
parameter yaitu:

1. Usia
2. Frekuensi Napas

5
3. Saturasi Oksigen
4. Sumplementasi Oksigen
5. Tekanan darah sistolik
6. Frekuensi nadi/denyut nadi
7. Tingkat kesadaran
8. Suhu

Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam


medis pada grafik observasi pasien di setiap rumah sakit. Masing-
masing parameter akan dikonversikan dalam bentuk angka, di mana
makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien sehingga
menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera
mungkin.

2.1.4 Cara penilaian & analisa


Format penilaian EWS dilakukan berdasarkan pengamatan
status fisiologi pasien. Pengamatan ini merupakan pengamatan yang
bisa dilakukan oleh perawat, dokter ataupun tenaga terlatih
lainnya. Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan
dipindahkan dari ruang rawat ke ruang rawat lainnya, dari rumah sakit
ke rumah sakit lainnya. Bila didapati nilai yang memungkinkan untuk
pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi respon klinik) maka
keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi.

Dengan mencatat EWS secara teratur, kecenderungan respon


klinis pasien dapat ditelusuri untuk deteksi dini potensi penurunan
kondis klinis pasien dan memberikan pemicu untuk eskalasi respon
klinis lebih lanjut.

Selain itu, pencatatan trend EWS akan memberikan gambaran


pemulihan kondisi pasien, sehingga dapat memfasilitasi penurunan
frekuensi dan intensitas monitoring pasien sampai akhirnya pasien
direncanakan discharge.

6
EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis,
bukan sebagai pengganti pertimbangan klinis yang kompeten. EWS
tidak digunakan pada anak usia kurang dari 16 tahun dan wanita
hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut dapat
dimodifikasi pada pasien anak dan wanita hamil.

Nilai EWS: 0

Frekuensi Monitoring:

Minimal 3 kali sehari atau 1 kali/ shift atau tiap 4 jam untuk pasien
paska perawatan intensive

Respon Klinik :

Lanjutkan monitoring EWS rutin

Jika pada re-asesmen ditemukan skor > 0, ikuti petunjuk respon klinis
skor rendah (HIJAU)

Nilai EWS: Total 1 - 4 (SKOR RENDAH)

Frekuensi Monitoring:

Tiap 4 jam

Respon Klinik:

 Hubungi Dokter Jaga
 Dokter Jaga verifikasi kondisi pasien dalam waktu < 1 jam setelah
dilaporkan
 Dokter Jaga memutuskan  frekuensi monitoring  ditambah atau
ekskalasi ke Dokter Penanggung Jawab Pasien (Dokter Spesialis)
 Jika pada re-asesmen ditemukan skor < 1 selama 4 jam observasi,
lanjutkan observasi sesuai petunjuk respon klinis skor 0 
 Sebaliknya, jika ditemukan skor > 2 setelah 2 jam observasi:                               
- Lakukan re-asesmen dan tingkatkan frekuensi observasi

7
- Lanjutkan observasi sesuai petunjuk skor
medium (KUNING)

Nilai EWS: Skor MEDIUM (Nilai 3 di sembarang


parameter) atau Total 5 - 6

Frekuensi Monitoring: 

Terus menerus tiap 1 jam sampai kondisi membaik (EWS/ PEWS < 5)

Respon Klinis:

 Hubungi Dokter Jaga


 Dokter Jaga melakukan verifikasi dalam 30 menit sejak
dilaporkan, melakukan pemeriksaan dan penanganan pasien
 Jika pada re-asesmen ditemukan skor < 5 selama 4 jam observasi,
lanjutkan observasi sesuai petunjuk respon klinis skor
rendah (HIJAU)
 Sebaliknya, jika ditemukan skor > 6 setelah 1 jam observasi:
 Lakukan re-asesmen ( perawat/ Dokter Jaga )
 Tingkatkan frekuensi observasi tiap 30 menit.
 Observasi pasien sesuai petunjuk skor Tinggi (MERAH)

Nilai EWS: Total 7 atau lebih   (SKOR TINGGI)

Frekuensi Monitoring: 

Continuous monitoring dan penanganan dalam 30 menit

Respon Klinik:

 Hubungi Dokter Jaga 


 Dokter Jaga melakukan verifikasi, pemeriksaan da penanganan
pasien dalam waktu  < 15 menit sejak aktivasi EWS

8
 Dokter Jaga lapor Dokter Penanggung-Jawab Pasien, Bila >3x
tidak dapat dihubungi, kontak Dokter Spesialis yang sama
bidangnya.
 Dokter Jaga menginformasikan kepada keluarga tentang kondisi
pasien dan kemungkinan pindah rawat ruang intensif
 Monitor secara kontinu dengan alat monitor portable (jika
tersedia)
 Jika dalam waktu 30 menit sejak penanganan dan konsultasi
dengan Dokter Penanggung-Jawab Pasien terjadi perburukan
pasien, maka Dokter Jaga atas ijin Dokter Penanggung-Jawab
Pasien mengkonsultasikan kepada Intensivist dan rekomendasi
untuk rawat di ruang Intensif (ICU)
 Jika terjadi Cardiac Arrest, lakukan penanganan sesuai algorithme
Code Blue.
 Jika respon pasien membaik, dan skor < dari 7 setelah 4 jam
observasi secara terus menerus, kembali ikuti petunjuk respon
klinis medium (KUNING)
 Jika SKOR tetap > 7, Dokter Penanggung-Jawab Pasien dan
keluarga setuju rawat ruang Intensif
 Pasien dipindahkan ke Ruang Intensif

2.2 Macam-macam penyakit atau kejadian yang memerlukan parameter


EWS / Kegawatdaruratan
1. Pernapasan

Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah menilai sistem


pernapasan pasien meliputi jalan napas, pernapasan pasien, dan
kebutuhan oksigen tambahan. Jalan napas pasien harus dipastikan bersih
dan tidak tersumbat. Bila didapati pernapasan yang berbunyi, maka dapat
dipastikan bahwa terdapat sumbatan pada jalan napas pasien.

Frekuensi pernapasan, pola pernapasan dan adanya pemakaian


otot bantu pernapasan dapat menunjukkan adanya distres pernapasan
ataupun obstruksi jalan napas. Frekuensi pernapasan sangat penting

9
untuk diperhatikan, karena setiap gangguan di tubuh (nyeri, gelisah,
penyakit paru, gangguan metabolik, infeksi dan obstruksi jalan napas)
akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang akan ditandai
dengan adanya peningkatan frekuensi pernapasan.

Pola pernapasan akan sangat membantu dalam mengidentifikasi


adanya abnormalitas pada pasien. Pola pernapasan yang cepat dan dalam
(Kussmaul) merupakan gambaran pernapasan pada gangguan asidosis
metabolik berat. Pola pernapasan periodik (Cheyene-Stokes)
menggambarkan adanya gangguan pada batang otak atau adanya
gangguan fungsi jantung.

Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia.


Saturasi oksigen yang rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi
dengan pulse oxymetri. Namun, pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi
tidak akurat pada pasien yang hipovolemia, hipotensi ataupun hipotermi.

Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah


frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus
ditambahkan untuk setiap pasien yang membutuhkan tambahan oksigen
(pemberian oksigen melalui masker atau nasal kanul).

2. Sirkulasi Denyut nadi

Pemeriksaan berikutnya setelah pernapasan adalah pemeriksaan


sirkulasi. Sirkulasi yang tidak adekuat bisa disebabkan secara primer oleh
adanya gangguan sistem kardiovaskular, ataupun secara sekunder akibat
adanya gangguan metabolik seperti pada sepsis, hipoksia ataupun
pengaruh obat-obatan.

Pemantauan pertama pada sistem sirkulasi adalah pemantauan


denyut nadi. Yang perlu dipantau adalah frekuensi denyut nadi,
keteraturan denyut, isi/volume denyut dan apakah denyut tersebut
simetris di masing-masing sisi tubuh. Pada pasien dengan hipovolemia
ataupun dengan curah jantung yang rendah akan dijumpai denyut nadi
yang lemah dan tidak teratur. Frekuensi denyut yang tidak teratur

10
biasanya dijumpai pada gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium
yang bisa sangat membahayakan.

Denyut yang paradoksikal dengan pernapasan (pulsus paradoxus)


akan ditemui pada kasus hipovolemia, perikarditis, tamponade jantung,
asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Sementara pada
pasien dengan gangguan katup / sekat jantung akan dijumpai denyut nadi
yang teraba bergetar (thrill).

3. Sirkulasi Tekanan darah sistolik

Tekanan darah merupakan turunan dari fungsi kardiovaskuler.


Pemantauan tekanan darah harus dilakukan setelah pemantauan denyut
nadi. Pada gangguan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang
terasa lemah, ireguler hampir dapat dipastikan bahwa pengukuran
tekanan darahnya menunjukkan nilai rendah.

Sehingga dengan demikian tekanan darah yang rendah merupakan


tanda lambat dari adanya gangguan sistem kardiovaskuler yang tidak bisa
terkompensasi oleh auto regulasi tubuh. Namun sebaliknya, tekanan
darah tinggi bukan merupakan pertanda bahwa sirkulasi pasien adalah
baik.

Tekanan darah tinggi menandakan adanya konstriksi pembuluh


darah yang bisa merupakan akibat dari kompensasi awal tubuh saat
hipovolemia, adanya penyempitan dan kekakuan pembuluh darah
(aterosklerosis ataupun pre / eklampsia, dll). Tekanan darah yang sangat
tinggi akan meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik yang bisa
berakibat fatal.

4. Neurologi

Gangguan neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia,


kerusakan struktur otak atau kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi.
Identifikasi terhadap gangguan neurologi yang ada sangat berguna dalam
penanganan pasien selanjutnya untuk meminimalkan kerusakan otak
sekunder.

11
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat
membantu dalam penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan
dalam pemeriksaan merupakan indikator yang sensitif dan harus dikaji
ulang.

Misalnya, adanya penurunan tingkat kesadaran yang tidak disertai


lateralisasi bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan tekanan
intrakranial, hidrosefalus, demam, keracunan ataupun akibat gangguan
metabolik yang memerlukan penanganan sesegera mungkin.

Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai


Alert, Verbal, Pain atau Unresponsive (AVPU)

5. Suhu tubuh

Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel.


Peningkatan suhu tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas
tubuh akibat peningkatan metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik,
tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan infeksi.

Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bisa diakibatkan karena


gangguan dalam melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada
abnormalitas kelenjar keringat, gagal jantung kongestif, atau bila suhu
lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh.

Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam


memperkirakan apa yang terjadi pada pasien. Pada keadaan normal, suhu
tubuh berkisar antara 36° - 38° C, bervariasi dalam 24 jam dan mengikuti
pola diurnal.

2.3 Cara menyusun Skoring Fisiologis untuk general kasus


Early Warning Scoring System merupakan sistem skoring fisiologis
yang umumnya digunakan di unit medical bedah sebelum pasien mengalami
kondisi kegawatan. Skoring ini disertai algoritme tindakan berdasarkan hasil
skoring dari hasil pengkajian klien (Duncan&McMullan, 2012). Early
Warning Score System lebih pada mendeteksi kegawatan sebelum terjadi,

12
dengan adanya EWS diharapkan kegawatan tersebut tidak terjadi. Macam-
macam penggunaann EWS sebagai berikut:

1. Digunakan pada pasien dewasa-non obstetric. EWS Dewasa Pada pasien


dewasa yang menjadi observasi serta gejala berikut yang harus di
observasi untuk mendapatkan EWS yang akurat:
 Pernapasan dalam 1 menit
 Penggunaan oksigen
 Saturasi oksigen
 Frekuensi Nadi minimal setengah menit
 Tekanan Darah menggunakan tensi manual yang terkalibrasi
 Tingkat kesadaranAVPU (alert, voice, pain, unresponsive)
 Suhu (menggunakan tempat dan cara yang konsisten). (District
Health Board, 2017)

Tabel EWS Dewasa

Algoritme EWS dewasa Umum

Hijau (0-1) : kondisi stabil, lakukan pemantauan 1x pershift

13
Kuning (2-3) : kaji ulang skor oleh PP/PJ shift (SBAR& TBaK), tentukan
masalah penyebab dan beri tindakan sesuai untuk mengatasinya, lakukan
pemantauan setiap 2 jam

Orange (4-5) : kaji ulang skor PP/Pj Shift, diketahui dokter dan DPJP
(SBAR&TBaK), dokter menentukan tindakan yang sesuai, lakukan
pemantauan setiap 1 jam, pertimbangkan untuk memindahan ke ruang
intensive/ high care

Merah (>6 ) : aktifkan codeblue, TMRC menangani kegawatan pasien,


dokter dan DPJP hadir disamping klien, berkolaborasi menentukan rencana
perawatan selanjutnya, lakukan pemantauan kondisi klien selama proses
resusitasi.

2. Digunakan pada pasien obstetric. MEOWS (Modified Early Obstetric


Warning Score) Pada pasien maternitas yang menjadi observasi serta
gejala berikut yang harus di observasi untuk mendapatkan EWS yang
akurat:
 Respiratory rate calculated over 1 minute
 Heart rate for at least ½ minute
 Blood pressure
 Conscious level using the AVPU
 Temperature (by a consistent method)
 Urine output
 Lochia (post-natal)
 Proteinuria (ante and post-natal)
 Reflexes (ante and post-natal)

14
TABEL MEOWS

Algoritma MEOWS maternal

Hijau (0-1) : kondisi stabil, lakukan pemantauan 1x pershift

Kuning (2-4) : kaji ulang skor oleh PP/PJ shift (SBAR& TBaK),
tentukan masalah penyebab dan beri tindakan sesuai
untuk mengatasinya, lakukan pemantauan setiap 2
jam

Orange (5-6) atau ada skor 3 : kaji ulang skor PP/Pj Shift, diketahui dokter dan
DPJP (SBAR&TBaK), dokter menentukan tindakan
yang sesuai, lakukan pemantauan setiap 1 jam,
pertimbangkan untuk memindahan ke ruang
intensive/ high care

Merah (>7) : aktifkan codeblue, TMRC menangani kegawatan


pasien, dokter dan DPJP hadir disamping klien,
berkolaborasi menentukan rencana perawatan
selanjutnya, lakukan pemantauan kondisi klien
selama proses resusitasi.

3. Digunakan pada anak. PEWS (Pediatric Early Warning Score)

4. Digunakan pada neonates. News (Neonatus Early Warninng Score)

15
Pada pasien pediatric/neonatus yang menjadi observasi serta gejala
berikut yang harus di observasi untuk mendapatkan EWS yang akurat:

 Respiratory rate calculated over 1 minute


 Respiratory distress score
 Pulse oximetry
 Heart rate for at least ½ minute
 Blood pressure
 Conscious level using the AVPU
 Capillary refill time Note: Whilst temperature is not included in the
PEWS, a baseline temperature recording is taken on admission and four
hourly thereafter for an inpatient.

EWS Anak (Usia 0-3 bulan)

16
EWS Anak (Usia 4-11 bulan)

EWS Anak (1-4 tahun)

EWS Anak (5-11 tahun)

17
EWS Anak (Usia ≥ 12 tahun)

2.4 Konsep Dasar Penyakit CHF


A. Keluhan
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan

B. Diagnosa Keperawatan

No Kode DX DX
1. D.0011 Resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung

18
2. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis (Gagal
Jantung Kongestif)

C. Intervensi Keperawatan

1. Resiko penurunan curah jantung (D.0011)

Perawatan Jantung

Observasi:

 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung

 Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung

 Monitor tekanan darah

 Monitor intake dan output cairan

 Monitor saturasi oksigen

 Monitor keluhan nyeri dada

 Monitor EKG 12 Sandapan

Terapeutik:

 Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah


atau posisi nyaman

 Berikan diet jantung yang sesuai

 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat

 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu

 Berian dukungan emosional dan spiritual

 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi

 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

19
 Anjurkan berhenti merokok

 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan

 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan


harian

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2. Nyeri akut (D.0077)

Manajemen Nyeri

Observasi:

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respons nyeri non verbal

 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:

 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

 Fasilitasi istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi


meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

20
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

D. Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Risiko Penurunan Curah Jantung

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan


Ketidakadekuatan jantung memompa darah meningkat Setelah dilakukan
perawatan 1x24 jam diharapkan pengaturan suhu tubuh agar pengaturan
suhu agar tetap berada pada rentang normal dengan kriteria hasil :

1. Tekanan Darah menurun

2. CRT mmenurun

3. Palpitasi menurun

4. Distensi Vena Jugularis menurun

5. Gambaran EKG Aritmia menurun

6. Lelah menurun

2. Nyeri akut (L. 08066 Tingkat Nyeri)

Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam diharapkan rasa nyeri menurun


dengan kriteria hasil :

1. Keluhan nyeri menurun


2. Meringis menurun
3. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
4. Gelisah menurun

21
BAB III

TINJAUAN KASUS TENTANG PEMANTAUAN ATAU EWS


UNTUK PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

3.1 Parameter pasien CHF


Parameter yang dinilai dalam EWS penyakit CHF :

1. Usia
2. Frekuensi Respirasi / Pernapasan
3. Saturasi Oksigen
4. Suplementasi Oksigen (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal
kanul)
5. Frekuensi nadi
6. Kesadaran
7. Suhu

3.2 Tujuan pemantauan


Tujuan :

1. Usia

Untuk mengetahui standar dari setiap pemeriksaan yang menunjukan


normal atau abnormal

2. Frekuensi Respirasi

Untuk menilai frekuensi pernapasan pasien cepat, lambat, atau normal

3. Saturasi Oksigen

Untuk mengukur besarnya kadar oksigen dalam aliran darah.

4. Suplementasi Oksigen

Untuk pemenuhan kebutuhan oksigen pasien

22
5. Frekuensi nadi

Untuk mengetahui ritme detak jantung dan kekuatan detak jantung.

6. Suhu

Untuk menilai kondisi tubuh, apakah suhu pasien berada pada dalam batas
normal atau demam/panas

7. Denyut nadi

Untuk memeriksa pulse, apakah frekuensi nadi cepat, lambat, atau normal

Diagnosa Keperawatan

No Kode DX DX
1. D.0011 Resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung
2. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis (Gagal
Jantung Kongestif)

Intervensi Keperawatan

1. Resiko penurunan curah jantung (D.0011)

Perawatan Jantung

Observasi:

 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung

 Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung

 Monitor tekanan darah

 Monitor intake dan output cairan

 Monitor saturasi oksigen

 Monitor keluhan nyeri dada

23
 Monitor EKG 12 Sandapan

Terapeutik:

 Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah


atau posisi nyaman

 Berikan diet jantung yang sesuai

 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat

 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu

 Berian dukungan emosional dan spiritual

 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi

 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

 Anjurkan berhenti merokok

 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan

 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan


harian

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2. Nyeri akut (D.0077)

Manajemen Nyeri

Observasi:

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respons nyeri non verbal

 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

24
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:

 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

 Fasilitasi istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi


meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3.3 Naskah Roleplay


Suatu hari pada tanggal 7 Oktober 2021 perawat mayanda
mengunjungi pasien yang mempunyai penyakit CHF atau gagal
jantung di ruang rawat

Perawat : Assalamualaikum selamat siang ibu perkenalkan saya suster


mayanda yang akan bertugas pada siang hari ini tetapi sebelumnya
boleh ibu menyebutkan nama dan tempat tanggal lahir ibu
Pasien : Saya Putri 22 Oktober 1992

Perawat : Sudah Sesuai ya ibu dengan catatan yang saya punya. Baik ibu ?
disini saya akan melakukan pemantauan kesehatan kepada ibu

25
Putri untuk kontrak waktunya sekitar 15-20 menit mungkin bisa
dimulai sekarang ya ibu.
Pasien : Iya baik sus

Perawat : Bagaimana keadaan ibu saat ini?

Pasien :
Keadaan saya sekarang saya merasa nyeri pada dada
kiri saya, nyerinya tuh kaya ditusuk-tusuk terus
menjalar ke dada bagian dada kanan saya neng, tapi
nyerinya tuh hilang timbul gitu.
Perawat : Sakit banget ya berarti ya ibu, nah kalau saya kasih angka 1-10
rasa sakitnya ibu itu kisaran berapa ya bu?

Pasien :
Untuk angkanya sepertinya angka 3 sih neng

Perawat : Oh 3 ya ibu untuk rasa sakitnya, itu biasanya ibu mengalami


sakitnya berapa lama ya?
Pasien : Kurang lebih 1 menitan neng,apalagi kalau saya angkat angkatin
barang dagangan ke pasar itu saya langsung sesak sama lelah
banget neng. Selain itu juga saya punya riwayat maag juga neng
Perawat : Selain maag dan gagal jantung emang ibu punya riwayat penyakit
apa bu?
Pasien : Saya juga ada hipertensi neng dari 3 tahun lalu terus itu yang maag
udah 13 tahun neng
Perawat : Sebelum hari ini ibu pernah pergi ke rumah sakit juga bu?
Pasien : Saya kan pernah dirawat neng 7 bulan lalu saya 6 hari di
RSUD,sesak saya disitu. Sampe sekarang setelah dirawat gitu sya
udah ga ke pasar lagi.
Perawat : Kalau begitu sekarang saya akan memeriksa lebih lanjut keadaan
ibu sekarang, untuk waktunya 5-10 menit, apakah ibu siap?
Pasien : Oh iya sok aja neng saya udah siap.
Dan perawat pun langsung mengecek keadaan pasien menggunakan metode EWS.
Perawat :
Baik ibu setelah pemeriksaan untuk Frekuensi nafasnya 9 kali per
menit,saturasi oksigennya 95, suhunya 36,4 derajat
Celcius,Tekanan darah nya 130/80. Frekuensi nadinya 90 kali per
menit ibu. Kalau begitu selanjutnya saya izin untuk keluar terlebih
dahulu ya ibu dan nanti 30 menit kemudian saya akan kembali

26
lagi, apakah ada yang ingin ditanyakan bu?
Pasien Ada neng saya merasa takut
Perawat : Kalau boleh tau takut kenapa ya bu?
Pasien : Semalam saya dianjurkan oleh dokter agar memasang ring, kan
serem ya neng bagian tubuh saya di sayat sayat takutnya kenapa
napa
Perawat : Pemasangan ring jantung insyaallah aman ibu kan ditangani sama
dokter yang banyak pengalamannya bu, lagian pemasangan ring
jantung sangat bagus loh untuk ibu, agar tidak terjadi penyumbatan
di aliran darah ibu, coba bayangkan kalau misalnya aliran darah
ibu tersumbat terus jantungnya tidak mendapatkan asupan darah
bahaya ga bu?
Pasien : Bahaya banget sus, sepertinya saya akan berkonsultasi lagi dengan
dokter mengenai pemasangan ring ini walaupun saya masih belum
terlalu yakin, tapi saya ingin cepat sembuh neng.
Perawat : Alhamdulilah kalau ibu kalau ibu ada keinginan untuk sembuh,
Insyaallah ga bakalan kenapa napa bu. Ada yang mau ditanyakan
lagi ngga bu?
Pasien : Sepertinya sudah cukup neng
Perawat : Alhamdulillah jika sudah mengerti, nanti jika ibu butuh bantuan
atau ibu merasa tidak enak ibu bisa hubungi saya di ruang perawat
atau memencet bell yang ada di dekat ibu ya, nanti saya akan
kembali lagi 30 menit lagi
Perawat pun segera menuju ruangan dokter untuk menindaklanjuti Hasil pemeriksaan EWS nya
Perawat Assalamualaikum dok, saya dari ruang mawar 1 izin memberi tahu
untuk pasien nyonya putri untuk hasil EWS nya mendapatkan skor
2 dok tetapi untuk untuk Frekuensi nafasnya 9 kali per menit dan
saturasi oksigennya 95

Dokter Baik untuk itu dilakukan pemasangan kanul hidung saja dengan
6L/ menit sus dan lakukan pemantauan 4 jam sekali
Perawat Baik dok akan saya lakukan tindakan pemasangan oksigen terlebi
dahulu kepada pasien nyonya putri, terima kasih banyak dok
Dokter Sama sama
Selanjutnya perawat mayanda memberikan terapi oksigenasi kepada pasien dan karena
skor pasien 2 di kategori rendah (Kuning) sehingga pemantuan dilakukan 4 jam sekali

27
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Roleplay
Gagal jantung akut mendeskripsikan tentang onset yang cepat atau
perubahan dari tanda dan gejala dari gagal jantung dan memerlukan
pengobatan dengan segera dalam kondisi kegawatandarurat.Gagal jantung
akut merupakan suatu indikasi dari perubahan pertama dari gagal jantung.
Namun hingga saat ini belum ada metode untuk memprediksi dari onset AHF
dari jam sampai menit. Prediksi tersebut untuk memberikan terapi pada AHF
untuk AHF akut maupun kronis.Studi menunjukkan banyak pasien
memperlihatkan tanda-tanda dan gejala kerusakan medis yang tidak ditangani
sebelum serangan jantung (Bian et al., 2015).Salah satu strategi untuk
mendeteksi kegawatan pasien adalah penerapan Early Warning Scoring

28
System (EWSS).EWSS adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang
umumnya digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien mengalami
kondisi kegawatan. Skoring EWSS disertai dengan algoritme tindakan
berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien (Georgaka et al.,
2012).EWSS melengkapi sistem Tim Medik Reaksi Cepat (Rapid Response
Team) dalam menangani kondisi kegawatan pada pasien atau biasa kita kenal
dengan istilah code blue. EWSS lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan
sebelum hal tersebut terjadi. Sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang
lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau
bahkan dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan lebih baik.
Modifikasi EWSS merupakan sebuah sistem skoring fisiologis yanng
mudah yang dapat diaplikasikan di ruang Gawat Darurat yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi resiko perburukan pasien dalam area gawat
darurat yang sibuk dan MEWSS tersebut juga sangat berguna untuk
pencatatan rutin pada ruang ICU. Sama dengan MEWS, sebuah sistem baru
skoring untuk sistem penilaian dari early warning dari gagal jantung akut dari
unit AHF. Penilaian dari AHF ini meliputi dari parameter dari observasi
frekuensi jantung, frekusensi napas, saturasi oksigen, jumlah urinari dalam
tiap jamnya, dan emosi yang abnormal dimana penilaian dari indikator
tersebut akan menghasilkan penilaian dari resiko AHF yaitu rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi. SUPER (Saturasi oksigen, Urinari per jamnya,
Pulse, Emotion, Respiration rate) score ini bertujuan untuk memprediksi AHF
sebelum 2-6 jam terjadi AHF (Bian et al., 2015). Penilaian dari SUPER
skoring ini adalah resiko rendah (0-1), resiko sedang (2-3), resiko tinggi (4-
5), resiko sangat tinggi (6-10).
MEWSS SUPER scoring system
Parameter 0 1 2
Sp O2 (%) 99-100 95-98 ≤94
Urine >50 30-50 ≤30
volume
(ml/jam)
Nadi <90 90-140 >140
Emosi Normal depression, restlessness,
apathy, excitement,
unresponsive, agitation or

29
lethargy , overstimulation,
drowsiness, coma. delirium
Frekuensi <20 20-30 ≥30
Respirasi

Penanganan perburukan sebelum terjadi AHF.

30
Dalam penelitian Bian et al (2015) bahwa parameter yang
digunakan tersebut berdasarkan pengalaman petugas kesehatan saat
menangani pasien HF pada ruang AHF. Didapatkan bahwa dari hasil area
bawah kurva ROC pada setiap parameter tersebut menunjukkan nilai
diantara 0,5 dan 1 dimana dapat dinterpretasikan bahwa tingkat keakuratan
atau sensitifitas dari parameter tersebut cukup baik untuk digunakan dalam
parameter skoring dimana bila nilai area bawah kurva parameter tersebut
mendekati 1 maka parameter tersebut semakin bagus terlihat pada tabel 2
dibawah.

31
Tatalaksana gagal jantung harus difokuskan juga pada penurunan
kejadian rawat ulang pasien gagal jantung. Usaha ini merupakan hal yang
sangat penting, mengingat tingginya biaya kesehatan yang dikeluarkan bagi
penderita penyakit kardiovaskular, khususnya gagal jantung. Penilaian klinis
serta tatalaksana saat pasien menjalani perawatan baik rawat inap merupakan
awal dari pencegahan rawat ulang. Kunci dari keberhasilan usaha ini adalah
pada penilaian dini terhadap kemungkinan adanya perburukan pada pasien
gagal jantung berulang. Observasi dari parameter SUPER scoring tersebut
setiap 1 jam sekali untuk mengetahui hasil skoring dan dari hasil skoring
dapat dilakukan tindakan secepatnya sehingga pasien tidak mengalami gagal
jantung berulang. Namun dari penilaian skoring ini tidak menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian mortalitas pada pasien
gagal jantung.

32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
EWS adalah Sistem peringatan dini yang dapat diartikan sebagai
rangkaian sistem komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi awal, dan
pengambilan keputusan selanjutnya. Deteksi dini merupakan gambaran dan
isyarat terjadinya gangguan fungsi tubuh yang buruk atau ketidakstabilitas
fisik pasien sehingga dapat menjadi kode dan atau mempersiapkan kejadian
buruk dan meminimalkan dampaknya, penilaian untuk mengukur peringatan
dini ini menggunakan Early Warning System, suatu sistem skoring fisiologis
(tanda-tanda vital) yang digunakan di unit sebelum pasien mengalami
kegawatdaruratan.

EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien


melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi
pasien. Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik
dengan standarisasi pendekatan asesmen dan menetapkan skoring parameter
fisiologis yang sederhana dan mengadopsi pendekatan ini

5.2 Saran
Bagi Rumah sakit diharapkan dapat mempertahankan pelayanan
terutama pengetahuan tentang Early Warning Scoring System. Bagi perawat
diharapkan agar dapat mempertahankan serta meningkatkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan perawat tentang Early Warning Score (EWS). Peneliti
juga menyarankan sebaiknya perawat mengikuti seminar atau pelatihan
tentang Early Warning Score (EWS) guna meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang optimal dalam mendeteksi dini perburukan pasien
dengan menggunakan sistem Early Warning Score (EWS).
Bagi mahasiswa dan pembaca diharapkan agar dapat memahami dan
menerapkan tentang Early Warning Score (EWS) sehingga mahasiswa yang
akan memasuki praktek keperawatan memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang optimal tentang deteksi dini perburukan pasien dengan
menggunakan sistem Early Warning Score (EWS).

33
DAFTAR PUSTAKA

AD, Friska. EWS Adalah : Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Alasan Penting
Dibaliknya. Dikutip 30 Agustus 2021 dari Ruang Pns:
https://www.ruangpns.com/ews-adalah/

Pieter, Yayan (2016, 14 November). Inilah Manfaat Dan Definisi Early Warning
Score. Dikutip 30 Agustus 2021 dari Asuhan Perawat:
https://www.asuhanperawat.com/2016/11/inilah-manfaat-dan-definisi-
early.html

Istiyani, Rofi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dikutip 30 Agustus 2021 dari Pdf
Coffee: https://pdfcoffee.com/makalah-ews-3-pdf-free.html

Satoto, H. H. (2014). Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner


Coronary Heart Disease Pathophysiology. Jurnal Anestesiologi
Indonesia, VI(3), 209–223. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&v
ed=2ahUKEwjyhZDyrcHoAhWTSH0KHcPaADEQFjABegQI
BhAB&url=ht tps%3A%2F%2Fejournal.undip.ac.id
%2Findex.php%2Fjanesti%2Farticle%2Fdownload
%2F9127%2F7385&usg=AOvVaw0-I3Ion3rmdspFViD-O4Vx

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). JAKARTA :
DPP PPNI.

SEKARSARI, R., & Suryani, A. I. (2017). Gambaran Aktivitas


Sehari-hari pada pasien gagal jantung kelas II dan III di
Poli Jantung RSU Kabupaten Tangerang. Jurnal JKFT,
1(2), 1. https://doi.org/10.31000/jkft.v2i2.7
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperwatan (Edisi 1). JAKARTA : DPP PPNI.

SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Kriteria Hasil (Edisi 1). JAKARTA : DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai