Anda di halaman 1dari 11

A.

PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi 
pada pemeriksaan EKG (Subagjo et al., 2011; Sylvana, 2005). STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati (Sylvana, 2005).
STEMI Inferior di tandai dengan adanya segmen ST yang mengalami
elevasi pada lead II, III, dan AVF.

B. ETIOLOGI
Menurut Sylvana (2005) STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat
dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung
akut.
4. Bisa atipik:
a) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
(Elizabeth, 2008; Subagjo et al., 2011)

D. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang
secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu (Mansjoer, 2000). STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada
lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika
mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich
core) (Sylvana, 2005).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural,
namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah
dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata
dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari
endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4
jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu
atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi (Price & Wilson, 2006).

PATHWAY STEMI INFERIOR

Thrombus atau arterosklerosis

Aliran darah koroner yang mengarah


pada bagian inferior menurun secara
mendadak

Terjadi penignkatan kebutuhan


metabolism jantung

Keadaan iskemik
Peningkatan kebutuhan Penurunan fungsi jantung jantung berkembang
suplai O2 cepat menjadi infark

Peningkatan kebutuhan Penurunan suplai darah keseluruh Nyeri dada


O2 tidak diimbangi tubuh dan organ
fungsi optimal jantung

Sesak napas dan


Paru-paru
pernapasan tidak MK: Nyeri akut
stabil
E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI menurut (Jackson
& Jackson, 2011; Sjamsuhidayat & Jong, 2010; Smeltzer & Bare, 2001;
Suyono, 2001), adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan
serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut,
hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot,
disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca
infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE
dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab
utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis
iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi
basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Kelainan septal ventrikel
9. Disfungsi katup
10. Aneurisma ventrikel
11. Sindroma infark pascamiokardias

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Subagjo et al. (2011) penatalaksanaan yang dapat diberikan
pada pasien dengan STEMI berdasarkan masalah yang muncul adalah:
1.  Syok kardiogenetik
Penatalaksana  syok kardiogenetik:
a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepinefrin.
b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat
tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST
atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal
untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam
syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal
dengan tindakan invasif.
e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak
mempuyai kontraindikasi trombolisis.
f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI  dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan
segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

2. Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s,
hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel
kanan:
a) Pertahankan preload ventrikel kanan.
b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
c) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik. 
d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi
simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah
loading volume.
f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.
g) Pompa balon intra-aortik.
h) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i) Penghambat ACE
j) Reporfusi
k) Obat trombolitik
l) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel).

3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel


Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi
ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari
30 detik atau menyebabkan  kolaps hemodinamik) harus diterapi
dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal
200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan
jika perlu shock ketiga 360J.
b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik,  menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal
100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani
angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg)
diterapi salah satu regimen berikut:
 Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg
tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg.
Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/
menit(30-50 ug/lg/menit).
 Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
 Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB
20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam
dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
 Kardioversi  elektrik  synchoronized dimulai dosis 50 J
( anestasi sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi  Ventrikel
a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan
terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika
tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan
jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
b) Fibrilasi  ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang
refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300
mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan  shock
unsynchoronized. (klas Iia)

G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
o. Keperawata
n
1 Ketidakefekti Setelah diberikan asuhan   Beri/atur  Meningkatkan
fan pola keperawatan selama   2x 24 posisi semi ekspansi paru-paru
nafas jam diharapkan keadaan fowler dan memudahkan
berhubungan pasien mencapai:   Berikan pernafasan
dengan infar Airway manajemen oksigen  Penambahan suplai
k. Indikator Awa Target   Ajarkan oksigen
l teknik  Memlatih nafas
Sesak napas bernafas dan pasien
Penggunaan relaksasi  Kecepatan
O2   Observasi pernafasan
RR: 20x/m frekuensi biansanya
Pernapasan kedalaman meningkat dispnea
cupign pernafasan dan terjadi
hidung termasuk peningkatan kerja
Penggunaan penggunaan nafas dan
otot bantu otot bantu kedalaman nafas
pernapasan
2 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan  Pantau TTV   Perubahan nadi,
berhubungan keperawatan selama   1x 24  Anjurkan TD menunjukkan
dengan jam diharapkan masalah teknik adanya perubahan
iskemia nyeri akut mencapai: relaksasi tingkat nyeri
dan infark jar Manajemen nyeri progresif dan pasien
ingan Indikator Awa Targ latihan nafas   Teknik relaksasi
miokard l et dalam dan distraksi
Nyeri  Delegatif dal berguna untuk
berkurang am mengalihkan
Tidak pemberian ob perhatian pasien
meringis atanalgetik terhadap nyeri
Mampu  Observasi lo   Pemberian obat
mengontrol kasi, analgetik untuk
nyeri karakter, penahan nyeri
Nadi 60-90 durasi, dan   Dengan
x/m intensitas, mengobservasi
nyeri, dengan tingkat nyeri
menggunaka pasien dapat
n skala nyeri ditentukan sejauh
0 (tidak mana nyeri yang
nyeri) sampai dirasakan dan
10 (nyeri untuk
hebat). Kaji memudahkan
gejala member intervensi
berkaitan, selanjutnya.
seperti mual
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, C. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Jackson, M., & Jackson, L. (2011). Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed.). Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Price, S. A., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R., & Jong, W. d. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Jakarta:
EGC.
Smeltzer, & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
suddarth. Jakarta: EGC.
Subagjo, A., Achyar, & Ratnaningsih, E. (2011). Bantuan Hidup Jantung Dasar.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
Suyono, S. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (3 ed.). Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI.
Sylvana, F. (2005). Infark Miokard Akut. (Skripsi), Universitas Wijaya Kusuma,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai