Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati kami panjatkan syukur kehadirat illahi


rabbi yang telah melimpahkan Taufik dan Hidayah-Nya yang tidak pernah
putus dalam setiap kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
Tugas Besar Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air.
Dalam penyusunan laporan Tugas Besar Perencanaan Irigasi dan
Bangunan Air ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
ada bantuan dari berbagai pihak. Maka sebagai rasa hormat, kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Akbar Winasis, ST.,MT. Selaku dosen pembimbing mata
kuliah Tugas Besar Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air.
2. Dan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan Tugas Besar ini.
Kami menyadari dengan segala keterbatasan yang dimiliki,
menyebabkan penyusunan laporan ini kurang sempurna tetapi walaupun
dengan demikian tidak mengurangi maksud yang ingin disampaikan.
Untuk itu, kami mohon saran atau juga masukan yang akan membantu
dalam bekal ilmu pengetahuan kami, agar dapat memperbaiki
kekurangan, sehingga untuk pembuatan laporan selanjutnya dapat lebih
baik.
Akhir kata kami berharap semoga amal dan kebaikan yang telah
diberikkan kepada kami dapat di balas dari Allah SWT, serta laporan
Tugas Besar Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air ini dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.

Cirebon, Februari 2021

Penuli

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR ASISTENSI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

DAFTAR TABEL........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2

1.3 Maksud dan Tujuan.........................................................................2

1.4 Sistematika Penulisan.....................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4

2.2 Tujuan dan Manfaat Irigasi..............................................................4

2.2.1 Tujuan Irigasi........................................................................4

2.2.2 Manfaat Irigasi......................................................................4

2.3 Peta Ikhtisar (Peta Kontur)..............................................................5

2.3.1 Petak Primer.........................................................................5

2.3.2 Petak Sekunder....................................................................6

2.3.3 Petak Tersier........................................................................7

2.4 Bangunan........................................................................................7

2.4.1 Bangunan Utama..................................................................7

2.4.2 Bangunan Bagi & Sadap......................................................8

2.4.3 Bangunan Pengukur & Pengatur........................................12

ii
2.4.4 Bangunan Pengukur Muka Air...........................................16

2.4.5 Bangunan Pembawa..........................................................16

2.4.6 Jalan & Jembatan...............................................................16

2.5 STANDAR & TATA NAMA (NOMEN KLATUR)............................18

2.5.1 Daerah Irigasi.....................................................................18

2.5.2 Jaringan Irigasi...................................................................18

2.5.3 Jaringan Irigasi Pembuang.................................................18

BAB III PERENCANAAN SISTEM IRIGASI.............................................19

3.1 PENGGAMBARAN SISTEM JARINGAN IRIGASI.......................19

3.1.1 Langkah-langkah Pembuatan Peta....................................19

3.1.2 Penentuan Saluran Primer, Sekunder dan Tersier............17

3.1.3 Pewarnaan/ Tata Warna.....................................................18

3.2 PERHITUNGAN SISTEM JARINGAN IRIGASI............................18

3.2.1 Perhitungan ET0 / Penman.................................................18

3.2.2 Perhitungan Kebutuhan Air Padi........................................24

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................46

4.1 KESIMPULAN.............................................................................256

4.2 SARAN........................................................................................256

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Tabel (1). Tabel Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan

Tabel (2). Tabel FAO dan Nedeco / Prosida ( Dirjen Pengairan, Bina
Program PSA 010, 1985 )

Tabel (3.a) Koefisien Padi

Tabel (3.b). Harga Koefisien Tanaman Palawija Berdasarkan FAO (Ref.


FAO, 1977

Tabel (4). Angka-angka Perkolasi untuk berbagai jenis tanah menurut


(Rice Irrigation in Japan, OCTA 1973)

Tabel (5). Standar pemakaian angka Perkolasi untuk berbagai jenis


tanah menurut Pemerintah Indonesia

Tabel (6). Harga Koefisien Kekerasan Strickler

Tabel (7). Tinggi Jagaan (Free Board) W (m)

Tabel (8). Dimensi Saluran

Tabel 5 : Hubungan t dengan ea, w, f(t)

Tabel 3 PN 3 : Angka Koreksi (C) untuk Rumus Penman

Tabel 2 : Nilai Ra Ekivalen dengan Evaporasi dalam (mm / hari)

iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan
membuat bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk
mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi-bagikan air ke
sawah-sawah atau ladang-ladang dengan cara teratur dan
membuang air yang tidak diperlukannya lagi, setelah air itu
digunakan dengan sebaik-baiknya.
Dalam bangunan irigasi terdapat beberapa bangunan, yaitu :
1. Bangunan utama yang terdiri dari bendung, pengambilan bebas,
pengambilan dari waduk, dan stasiun pompa.
2. Bangunan pembawa.
3. Bangunan bagi dan sadap.
4. Bangunan pengukur.
5. Bangunan drainase, dan
6. Bangunan pelengkap
Salah satu bangunan irigasi yaitu bangunan bagi dan sadap,
dimana bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada
saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi
air yang dibawa oleh saluran bersangkutan. Khusus untuk saluran
tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-masing disebut boks
tersier dan boks kuarter, sedangkan bangunan sadap tersier
mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran
tersier penerima.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan
para perencana irigasi mendapatkan manfaat yang besar, terutama
dalam keseragaman pendekatan konsep desain, sehingga tercipta
keseragaman dalam konsep perencanaan

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari tugas besar ini adalah :
1. Bagaimana menentukan/merencanakan trase saluran irigasi
primer, sekunder dan pembuang ?
2. Bagaimana menentukan/merencanakan luasan petak tersier yang
akan diairi ?
3. Bagaimana menentukan pola tanam dan kebutuhan air untuk
areal irigasi ?
4. Bagaimana merencanakan dimensi untuk saluran primer,
sekunder dan tersier ?

1.3 Maksud dan Tujuan


Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada
suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaan dan
pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari
sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan
secara teknis dan sistematis.
Adapun maksud dan tujuan dari suatu sistem irigasi, adalah :
1. Untuk mengetahui perencanaan trase saluran irigasi primer,
sekunder, dan pembuang.
2. Untuk mengetahui perencanaan luas petak tersrier yang akan
diairi.
3. Untuk mengetahui pola tanam dan kebutuhan air untuk areal
irigasi.
4. Untuk mengetahui perencanaan dimensi saluran primer,
sekunder, dan tersier.

1.4 Sistematika Penulisan


1. BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah,
maksud dan tujuan dan sistematika penulisan.
3

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Menjelaskan mengenai landasan teori, pengertian irigasi, tujuan
dan manfaat irigasi, peta ikhtisar, bangunan, standar dan tata
nama.
3. BAB III PEMBAHASAN
Menjelaskan mengenai perencanaan irigasi, pengembangan
sistem jaringan irigasi, perhitungan sistem jaringan irigasi,
perhitungan penerapan ukuran saluran irigasi, dan perhitungan
dimensi saluran.
4. BAB IV PENUTUP
Menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran.
5. LAMPIRAN
6. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Irigasi

Irigasi berasal dari istilah irrgatie dalam bahasa Belanda atau


irrigation dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu
usaha yang dilakukan untuk mendatangkan air dari sumbernya
guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air
secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang
kembali. Istilah pengairan yang sering pula didengar dapat
diartikan sebagai usaha pemanfaatan air pada umumnya, berarti
irigasi termasuk didalamnya. Maksud irigasi, yaitu untuk mencukupi
kebutuhan air di musim hujan bagi keperluan pertanian, seperti
membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah, menghindarkan
gangguan hama dalam tanah dan sebagainya. (Sumber: Desain
Hidraulik Bendung Tetap untuk Irigasi Teknis, Erwan Mawardi,
2006).

2.2 Tujuan dan Manfaat Irigasi

2.2.1 Tujuan Irigasi


Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada
suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan
dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi
pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

2.2.2 Manfaat Irigasi


Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
a. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada
daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.

4
5

b. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian


dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik
pada musim kemarau maupun musim penghujan.
c. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang
mengandung lumpur dan zat-zat hara penyubur tanaman
pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi
subur.
d. Untuk pengelontoran air, yaitu dengan mengunakan air
irigasi, maka kotoran / pencemaran / limbah / sampah yang
terkandung di permukaan tanah dapat digelontor ketempat
yang telah disediakan (saluran drainase) untuk diproses
penjernihan secara teknis atau alamiah.
e. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya
lebih tinggi dari pada tanah, sehingga dimungkinkan untuk
mengadakan proses pertanian pada musim tersebut.

2.3 Peta Ikhtisar (Peta Kontur)

Peta kontur adalah peta yang menggambarkan ketinggian


tempat dengan menggunakan garis kontur. Garis kontur adalah garis
pada peta yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian sama.

2.3.1 Petak Primer


Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah
adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang
dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier
yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan
sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak
tersier pembagian air, eksploitasi, dan pemeliharaan menjadi
tanggung jawab para petani yang bersangkutan dibawah
bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak
6

tersier. Petak yang terlalu besar akan mengakibatkan


pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting
lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman,
dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak
tersier idealnya maksimum 50 Ha, tetapi dalam keadaan
tertentu dapat ditolelir hingga seluas 75 Ha, disesuaikan
dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan
tujuan agar pelaksanaan operasi dan pemeliharaan lebih
mudah. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas
seperti misalnya parit, jalan, batas desa, dan batas perubahan
bentuk medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi
petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 –
15 Ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk
petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat
untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak tersier
harus terletak langsung berbatasan dengan saluran
sekunder atau saluran primer. Perkecualian: kalau petak-petak
tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan
saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan
saluran tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya,
hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier sebaiknya
kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan kadang-
kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang
saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya
kadang-kadang sampai 800 m.

2.3.2 Petak Sekunder


Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier
yang semuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya
petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang
5

terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak


sekunder
7

pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas,


seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder
bisa berbeda-beda tergantung pada situasi daerah. Saluran
sekunder sering terletak dipunggung medan mengairi kedua
sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya.
Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis
tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah
saja.

2.3.3 Petak Tersier


Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang
mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer
dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyekproyek
irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer. Ini
menghasilkan dua petak primer. Daerah disepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara
menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer
melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang
berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.

2.4 Bangunan

2.4.1 Bangunan Utama


Bangunan utama terdiri dari bendung dengan
peredam energi, satu atau dua pengambilan utama pintu
bilas kolam olak dan (jika diperlukan) kantong lumpur,
tanggul banjir pekerjaan sungai, dan bangunan-bangunan
pelengkap. Bendung berdasarkan fungsinya dapat
diklasifikasikan menjadi :
9

a. Bendung penyadap, digunakan sebagai penyadap aliran


sungai untuk berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air
baku dan sebagainya
8

b. Bendung pembagi banjir, dibangun dipercabangan


sungai untuk mengatur muka air sungai, sehingga terjadi
pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai
dengan kapasitasnya.
c. Bendung penahan pasang; dibangun di bagian sungai
yang dipengaruhi pasang surut air laut antara lain untuk
mencegah masuknya air asin. (Sumber: Desain Hidraulik
Bendung Tetap untuk Irigasi Teknis, Erman Mawardi, 2006)

2.4.2 Bangunan Bagi & Sadap


 Bangunan bagi adalah sebuah bangunan yang berfungsi
untuk membagi air dari saluran primer atau saluran
sekunder ke dua buah saluran atau lebih yang masing-
masing debitnya lebih kecil.
 Bangunan sadap adalah sebuah bangunan yang digunakan
untuk menyadap / mengambil air dari saluran primer ke
saluran sekunder / tersier dan atau dari saluran sekunder ke
saluran tersier.

a. Bangunan Sadap Sekunder


Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke
saluran sekunder dan oleh sebab itu, melayani lebih dari
satu petak tersier. Kapasitasbangunan-bangunan sadap
ini secara umum lebih besar daripada 0,250 m3/dt. Ada
empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan
sadap sekunder, yaitu :
1. Alat ukur Romijn
2. Alat ukur Crump-de Gruyter
3. Pintu aliran bawah dengan alar ukur ambang lebar
4. Pintu aliran bawah dengan alar ukur flume
9

Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada


ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta
besarnya kehilangan tinggi energi yang diizinkan. Untuk
kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai
hingga debit sebesar 2 m 3 /dt; dalam hal ini dua atau tiga
pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk debit-debit
yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang
dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur
ambang lebar.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai,
maka alat ukur Crump-de Gruyter merupakan bangunan
yang bagus. Bangunan ini dapat direncana dengan pintu
tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar
0,9 m 3 /dt setiap pintu.

b. Bangunan Sadap Tersier


Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada
petak-petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini
berkisar antara 50 l/dt sampai 250 l/dt. Bangunan sadap
yang paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air
hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika
kehilangan tinggi energi merupakan masalah.
Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi
masalah dan muka air banyak mengalami fluktuasi, maka
dapat dipilih alat ukur Crump-de Gruyter. Harga antara
debit Qrnaks atau Qmin untuk alat ukur Crump-de Gruyter
lebih kecil daripada harga antara debit untuk pintu Romijn.
Di saluran irigasi yang harus tetap rnemberikan air selama
debit sangat rendah, alat ukur Crump-de Gruyter lebih cocok
karena elevasi pengambilannya lebih rendah daripada
elevasi pengambilan pintu Romijn. Sebagai aturan umum,
9

pemakaian beberapa tipe bangunan sadap tersier


sekaligus di satu daerah irigasi tidak disarankan.
Penggunaan satu tipe bangunan akan lebih mempermudah
pengoperasiannya.
Untuk bangunan sadap tersier yang mengambil air
dari saluran primer yang besar, dimana pembuatan
bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air
yang diperlukan di petak tersier rendah dibanding
elevasi air selama debit rendah disaluran, akan
menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa
sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan
penutup. Debit maksimum melalui pipa sebaiknya
didasarkan pada muka air rencana di saluran primer dan
petak tersier. Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin
debit terbatas sekali, petak tersier tetap bisa diairi bila
tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup
tinggi untuk mengairi petak tersebut.

c. Bangunan Bagi dan Sadap Kombinasi Sistem Proporsional


Pada daerah irigasi yang letaknya cukup terpencil,
masalah pengoperasian pintu sadap bukan masalah
yang sederhana, semakin sering jadwal pengoperasian
semakin sering juga pintu tidak dioperasikan. Artinya
penjaga pintu sering tidak mengoperasikan pintu sesuai
jadwal yang seharusnya dilakukan. Menyadari keadaan
18 seperti ini, hal tersebut diatasi dengan sebuah
pemikiran untuk menerapkan pembagian air secara
proporsional. Sistem proporsional ini tidak memerlukan
pintu pengatur, pembagi, dan pengukur. Sistem ini
memerlukan persyaratan khusus, yaitu :
1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama.
9

2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.


3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang
diairi.
11

Syarat aplikasi sistem ini adalah :


1. Melayani tanaman yang sama jenisnya (monokultur).
2. Jadwal tanam serentak.
3. Ketersediaan air cukup memadai.
Sehinggasistem proporsional tidak dapat
diaplikasikan pada system irigasi di Indonesia pada
umumnya, mengingat syarat-syarat tersebut di atas sulit
terpenuhi. Menyadari kelemahan-kelemahan dalam system
proporsional dan sistem diatur (konvensional), makadibuat
alternatif bangunan bagi dan sadap dengan kombinasi
kedua sistem tersebut yang kita sebut dengan sistem
kombinasi. Bangunan ini dapat berfungsi ganda yaitu
melayani sistem konvensional maupun system
proporsional. Dalam implementasi pembagian air
diutamakan menerapkan sistem konvensional. Namun
dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk
mengoperasikan pintu-pintu tersebut, maka diterapkan
sistem proporsional. Sistem kombinasi ini direncanakan
dengan urutan sebagai berikut :
1. Berdasarkan elevasi sawah tertinggi dari lokasi
bangunanbangunan sadap tersebut ditentukan elevasi
muka air di hulu pintu sadap.
2. Elevasi ambang setiap bangunan sadap adalah sama,
yaitu sama dengan elevasi ambang dari petak tersier
yang mempunyai elevasi sawah tertinggi. 19 Kebutuhan
air (l/det/ha) setiap bangunan sadap harus sama,
sehingga perbandingan luas petak tersier, debit dan
lebar ambang pada setiap bangunan sadap adalah
sama. (Sumber: Kriteria Perencanaan Irigasi KP-04,
2010)
12

2.4.3 Bangunan Pengukur & Pengatur


Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang
direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran
aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran
jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder.
Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat
mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk
dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan
untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang
dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga
berfungsi sebagai bangunan pangatur.

2.4.4 Bangunan Pengukur Muka Air


Bangunan pengukur muka air berfungsi mengatur permukaan
air dijaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan
untuk dapat memberikan debit yang konstan kepada bangunan
sadap tersier.

2.4.5 Bangunan Pembawa


Bangunan pembawa merupakan bangunan air yang
ditujukan untuk mengangkut air dari bendung ke tempat lain
yang lebih rendah Nama Lain Bangunan pengangkutan saluran
primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran kuarter).

2.4.6 Jalan & Jembatan


 Jalan Inspeksi
Operasi dan pemeliharaan saluran dan bangunan di
dalam petak tersier membutuhkan jalan inspeksi di
sepanjang saluran irigasi sampai ke boks bagi yang terletak
paling ujung/hilir.
13

 Jalan Petani
Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat
dilewati alat-alat mesin yang mungkin akan digunakan
diproyek. Jika pemasukan peralatan mesin tidak akan terjadi
dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya
diambil 1,0 m. Akan tetapi lebar minimum jembatan orang
dianjurkan untuk diambil 1,5 m untuk memenuhi kebutuhan
angkutan di masa mendatang.

 Jembatan
Jembatan dipakai hanya apabila tinggi energi yang
tersedia terbatas. Kriteria perencanaan berikut dianjurkan
untuk jembatan :
 Jembatan tidak boleh mengganggu aliran air saluran
atau pembuang di dekatnya.
 Pelat beton bertulang sebaiknya dibuat dari beton Mutu
K 175 (tegangan lentur rencana 40 kg/cm2).
 Jika dasar saluran irigasi atau pembuang tidak diberi
pasangan, maka kedalaman pangkal pondasi (abutment)
sebaiknya diambil berturut-turut minimum 0,75 m dan 1,0
m di bawah dasar saluran.
 Pembebanan jembatan untuk petani dan jalan inspeksi
adalah jalan Kelas IV dan peraturan pembebanan Bina
Marga (No. 12/1970).
 Untuk jembatan-jembatan kecil, daya dukung maksimum
pondasi tidak boleh lebih dan 2 kg/cm2.
14

2.5 STANDAR & TATA NAMA (NOMEN KLATUR)

2.5.1 Daerah Irigasi


Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah atau hamparan
tanah yg mendapat air dr satu jaringan irigasi.

2.5.2 Jaringan Irigasi


Pengertian jaringan irigasi adalah satu kesatuan
bangunan dan saluran yang untuk mengatur jalannya air irigasi,
dimulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian
dan pemanfaatannya. Secara umum saluran atau jaringan
irigasi di bagi jadi jaringan utama dan tersier.
 Saluran Primer membawa air dari bendung ke saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung
saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
 Saluran Sekunder membawa air dari saluran primer ke
petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan
sadap terakhir.
 Saluran Muka Tersier membawa air dari bangunan sadap
tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak
tersier lainnya. Saluran ini termasuk dalam wewenang dinas
irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi
tanggung jawabnya.

2.5.3 Jaringan Irigasi Pembuang


Jaringan pembuang terdiri dari saluran pembuang utama,
yaitu saluran yangmenampung kelebihan air dari jaringan
sekunder dan tersier keluar daerahirigasi. Saluran pembuang
tersier adalah saluran menampung dan membuangkelebihan
9

air dari petak sawah ke saluran pembuang primer atau


sekunder.
BAB III
PERENCANAAN SISTEM IRIGASI

3.1 PENGGAMBARAN SISTEM JARINGAN IRIGASI

3.1.1 Langkah-langkah Pembuatan Peta


Dalam merencanakan system irigasi terdapat beberapa
tahapan-tahapan diantaranya tahap pengumpulan data dan
tahap perencanaan. Berikut ini adalah cara merencanakan
jaringan irigasi dari Sungai Cihaur. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan Peta Topografi

Gambar : Peta Topografi

2. Menentukan Letak Bendung Sungai


Memberi nama bendung sesuai dengan nama
sungai pada jaringan dengan sungai utama atau inisial pada
jaringan dengan sungai utama atau inisial nama daerah
sekitar sungai tersebut. Contoh, dibuat bendung di Sungai

15
9

Cihaur, bisa juga disingkat menjadi CHR untuk penamaan


Bendungnya.
16

Gambar : Letak Bendung di Sungai Cihaur

3. Buat saluran pembuang di lembah dari peta kontur atau


saluran pembuang alami dengan memberi warna merah
untuk saluran pembuang CHR I & CHR II.

Gambar : Saluran Pembuang CHR I & CHR II


17

4. Tarik garis sejajar garis kontur untuk membuat saluran


primer, dan diusahakan memiliki elevasi yang menurun,
kemudian beri nama saluran induk sesuai dengan nama
sungai tersebut seperti Saluran Induk/ Saluran Primer CHR I
& CHR II.

Gambar : Pembuatan Saluran Irigasi Primer CHR I & CHR II

3.1.2 Penentuan Saluran Primer, Sekunder dan Tersier


1. Tentukan tempat untuk bangunan bagi atau sadap di
saluran induk yang sudah ditentukan. Beri nama dengan
urutan dari bangunan pertama dengan nama CHR I, CHR II,
dst. Ruas antara bangunan bendung dengan bangunan
pertama merupakan saluran induk/Saluran Primer.
2. Beri nama pada bangunan-bangunan yang ada dengan
nama inisial daerah atau aliran sungai yang dilewati oleh
jaringan irigasi tersebut.
3. Tentukan Luas petak dari Grid yang sudah dibuat, dengan
batasan luasan 60 Ha – 100 Ha. Beri nama petak Tersier
9

dengan nama yang lengkap seperti Contoh T. CHR I-A KN


1.
18

3.1.3 Pewarnaan/ Tata Warna


1. Beri warna Merah Daerah Aliran Sungai Cihaur .
2. Beri warna muda pada petak yang direncanakan, dalam hal
ini, beri warna coklat pada petak yang diari oleh aliran
irigasi.
3. Berikan warna merah untuk saluran pembuang yang diberi
garis putus-putus.
4. Berikan warna biru untuk saluran primer yang diberi garis
tebal titik putus.
5. Berikan warna biru untuk saluran sekunder warna biru gari
titik putus tidak tebal.
6. Penentuan Kanan dan Kiri Saluran ditentukan oleh arah alir
mengalir.

3.2 PERHITUNGAN SISTEM JARINGAN IRIGASI

3.2.1 Perhitungan ET0 / Penman


Persiapkan data-data yang dibutuhkan untuk menghitung
Evaporasi Potensial, yaitu :
a. Data curah hujan
b. Data curah hujan yang telah diurutkan
c. Data kelembaban udara
d. Data penyinaran matahari
e. Data kecepatan angina
f. Data temperature udara
Setelah data tersebut siap maka langkah selanjutnya
adalah menghitung ET0 menggunakan metode penman.
Rumus :
Eo = C . ETo*
ETo’ = w (0,75Rs – Rn1) + (1 – w) f (u) (ea – ed)
Rs = (0,25 + 0.54 n/N) Ra
Rn1 = f(t) . f(ed) . f(n/N)
9

F(t) = s . Ta4
19

F(ed) = 0.34 – 0.044 ed1/2


Ed = ea . RH
F(n/N) = 0.1 + 0.9 n/N
F(u) = 0.27 (1 + 0.864u)
Dimana :
Eo = Evaporasi Potensial (mm/hari)
C = Factor koreksi
ET0* = Evaporasi (mm/hari)
W = Faktor yang berhubungan dengan suhu. (Tabel 5)
Rs = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)
Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas
luar Atmosfer (angka angot). (Pada Tabel 10)
Rn1 = Radiasi bersih gelombang panjang
F(t) = Fungsi waktu (Tabel 5)
F(ed) = Fungsi tekanan uap
F(n/N) = Fungsi kecerahan matahari
F(u) = Fungsi kecepatan angina pada elevasi 2.00 m
Ea = Tekanan uap jenuh (Tabel 5)
Ed = Tekanan uap sebenarnya
RH = Kelembaban Relatif (%)
C = Angka koreksi

Catatan :
Beberapa tabel yang digunakan untuk perhitungan :
1. Tabel 3 angka koreksi (c) untuk rumus penman
2. Tabel 5 hubungan t dengan ea, w(ft)
3. Tabel 10 nilai Ra Ekivalen dengan Evaporasi dalam
mm/hari

Tabel berada pada lampiran


20

3.2.2 Perhitungan Kebutuhan Air


Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor
berikut ini :
1. Penyiapan lahan
2. Penggunaan konsumtif
3. Perkolasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif

3.2.3 Perhitungan kebutuhan air padi


Etc = ET0 x Kc
NFR = Etc – Re

NFR
IR =
EFF

IR
DR/”a” =
8,64

Etc = Evapotranspirasi crop (mm/hari)


IR = Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan
(mm/hari)

NFR = Netto Field Water Requirement, kebutuhan


bersih air disawah (mm/hari)

Catatan : Tabel – tabel yang digunakan beserta keterangannya


berada pada lampiran.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Dari pengolahan data yang dilakukan untuk merencanakan
daerah irigasi, maka dapat diambil kesimpulan :
1. Sistem irigasi yang direncanakan untuk daerah irigasi
adalah sistem irigasi gravitasi karena mengalirnya air tidak
menggunakan alat bantu.
2. Luas wilayah irigasi yang diairi oleh sungai Cihaur sebesar
2.627,795 Ha yang terdiri dari saluran primer cihaur, saluran
sekunder cihaur, dan saluran tersier cihaur.
3. Luas Area untuk daerah irigasi Blok Cihaur 1 yang diairi
adalah 1.122,385 Ha.
4. Luas Area untuk daerah irigasi Blok CHR 2 yang diairi
adalah 1.505,410 Ha.
5. Petak sawah yang direncanakan pada Blok Cihaur 1 & Blok
Cihaur 2 sebanyak 32 petak dengan luas terkecil 61,0853 Ha
dan luas terbesar 100 Ha. Rata-rata luas petak < 100 Ha.
6. Gambar saluran blok Cihaur 1 diambil sample pada saluran
tersier (T. CHR I-C KN 3), saluran sekunder (SS. CHR I-C.
R2), saluran primer (SAL. PRIMER CIHAUR 1 A).
7. Gambar saluran blok Cihaur 2 diambil sample pada saluran
tersier (T. CHR II-C KN 4), saluran sekunder (SS. CHR II-C.
R4), saluran primer (SAL. PRIMER CIHAUR 2 A).

4.2 SARAN
Pada perencanaan irigasi hendaknya menggunakan data-data
hidrologi dan klimatologi yang terbaru agar hasil dari tugas
perencanaan ini lebih aktual.

46
DAFTAR PUSTAKA

Https://media.neliti.com/media/publications/212006-analisa-kebutuhan-air-
irigasi-studi-kas.pdf. Diakses pada tanggal 20 januari 2021.
Https://kumpulpengertian.blogspot.com/2018/05/pengertian-irigasi-
menurut-para-ahli.html. Diakses pada tanggal 20 januari 2021.
Https://www.pelajaran.co.id/2018/18/pengertian-irigasi-sejarah-tujuan-
fungsi-dan-jenis-jenis-irigasi.html. Diakses pada tanggal 20 januari 2021.
Winasis, Akbar . Power point perhitungan ET0 penman modifikasi.
Winasis, Akbar . Power point perhitungan kebutuhan air irigasi.
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel (1). Tabel Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan


Eo + P T = 30 Hari T = 45 Hari
Mm/hari S 250 mm S 300 mm S 250 mm S 300 mm
5 11.1 12.7 0.4 9.5
5.5 11.4 13 8.8 9
6 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12 13.6 9.4 10.4
7 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.6 14.2 10.1 11.1
8 13 14.5 10.5 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8
9 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14 15.5 11.6 12.5
10 14.3 15.8 12 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11 15 16.5 12.8 13.6

Tabel (2). Tabel FAO dan Nedeco / Prosida ( Dirjen Pengairan, Bina
Program PSA 010, 1985 ).
Bulan Nedeco / Prosida FAO
Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
0.5 1.2 1.2 1.1 1.1
1 1.2 1.27 1.1 1.1
1.5 1.32 1.33 1.1 1.05
2 1.4 1.3 1.1 1.05
2.5 1.35 1.3 1.1 0.95
3 1.24 0 1.05 0
3.5 1.12 0.95
4 0 0

Tabel (3.a) Koefisien Padi


Kebutuhan Air
No. Uraian Waktu (Bulan)
Lt / det / Ha
1. Pengolahan Lahan 0.5 1.2
2. Penanaman 0.5 1
3. Pertumbuhan 2 0.8
4. Pemasakan 1 0.2
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010,1985

Tabel (3.b). Harga Koefisien Tanaman Palawija Berdasarkan FAO


(Ref. FAO, 1977.
Bulan Masa 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Tumbuh
H (Hari)

Kedelai 85 0.5 0.75 1.0 1 0.82 0.45 0.45

Jagung 80 0.5 0.59 0.96 0.96 1.05 1.02 1.02 0.95

Kacang 130 0.3 0.51 0.66 0.85 0.95 0.95 0.95 0.95 0.55 0.55
Tanah
Bawang 70 0.5 0.54 0.69 0.69 0.9 0.95 0.95

Buncis 75 0.5 0.64 0.89 0.89 0.95 0.88 0.88


Kapas 195 0.5 0.5 0.58 0.75 0.91 1.04 1.05 1.05 1.05 0.78 0.65 0.65 0.65

Tabel (4). Angka-angka Perkolasi untuk berbagai jenis tanah menurut


(Rice Irrigation in Japan, OCTA 1973).
Macam Tanah Perkolasi Perkolasi Vertikal (mm / hari)
Sandy Loam 3–6
Loam 2–3
Clay Loam 1–2

Tabel (5). Standar pemakaian angka Perkolasi untuk berbagai jenis


tanah menurut Pemerintah Indonesia.
Angka Perkolasi
Jenis Tanah
Padi (mm / hari) Palawija (mm / hari)
Tekstur Berat 1 2
Tekstur Sedang 2 4
Tekstur Ringan 5 10
Tabel (6). Harga Koefisien Kekerasan Strickler
Debit Rencana Q (m3 / det) Koefisien Kekerasan untuk
Saluran Tanah K (m1/3/ det)
Q > 10 45,0
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40,0
Q<1 35,0

Tabel (7). Tinggi Jagaan (Free Board) W (m)


Debit Rencana Q (m3 / det) W (m)
0,1 < Q < 0,5 0,4
0,5 < Q < 1,5 0,5
1,5 < Q < 5,0 0,6
5,0 < Q < 10,0 0,75
10,0 < Q < 15,0 0,85
Q>1 1
Tabel (8). Dimensi Saluran
Debit Rencana Q b/h (n) V (m / det) Talud (m)
(m3 / det)
0,00 – 0,15 1 0,25 – 0,30 1 : 1,00
0,15 – 0,30 1 0,30 – 0,35 1 : 1,00
0,30 – 0,40 1,5 0,35 – 0,40 1 : 1,00
0,40 – 0,50 1,5 O,40 – 0,45 1 : 1,00
0,50 – 0,75 2 0,45 – 0,50 1 : 1,00
0,75 – 1,50 2 0,50 – 0,55 1 : 1,00
1,50 – 3,00 2,5 0,55 – 0,60 1 : 1,50
3,00 – 4,50 3 0,60 – 0,65 1 : 1,50
4,50 – 6,00 3,5 0,65 – 0,70 1 : 1,50
6,00 – 7,50 4 0,70 1 : 1,50
7,50 – 9,00 4,5 0,70 1 : 1,50
9,00 – 11,00 5 0,70 1 : 1,50
11,00 – 15,00 6 0,70 1 : 1,50
15,00 – 25,00 8 0,70 1 : 1,50
Tabel 5 : Hubungan t dengan ea, w, f(t)
Suhu (t) Ea mbar W F(t)
24.0 29.85 0.735 15.40
24.2 30.21 0.737 15.45
24.4 30.57 0.739 15.50
24.6 30.94 0.741 15.55
24.8 31.31 0.743 15.60
25.0 31.69 0.745 15.65
25.2 32.06 0.747 15.70
25.4 32.45 0.749 15.75
25.6 32.83 0.751 15.80
25.8 33.22 0.753 15.85
26.0 33.62 0.753 15.90
26.2 34.02 0.757 15.94
26.4 34.02 0.759 15.98
26.6 34.83 0.761 16.02
26.8 35.25 0.763 16.06
27.0 35.66 0.765 16.10
27.2 36.09 0.767 16.14
27.4 36.50 0.769 16.18
27.6 36.94 0.771 16.22
27.8 37.37 0.773 16.26
28.0 37.81 0.775 16.30
28.2 38.25 0.777 16.34
28.4 38.70 0.779 16.38
28.6 39.14 0.781 16.42
28.8 39.61 0.783 16.46
29.0 40.06 0.785 16.50
Tabel 3 PN 3 : Angka Koreksi (C) untuk Rumus Penman
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Nilai C 1,1 1,1 1,1 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0 1,1 1,1 1,1 1,1

Tabel 2 : Nilai Ra Ekivalen dengan Evaporasi dalam (mm / hari)


Tabel Nilai Ra Ekivalen dengan Evaporasi dalam mm/hari
7,5
Lintang Utara o Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
0 15 15,5 15,7 15,3 14,4 13,9 14,1 14,8 15,3 15,4 15,1 14,8
2 14,7 15,3 15,6 15,3 14,6 14,2 14,3 14,9 15,3 15,3 14,8 14,4
4 14,3 15 15,5 15,5 14,9 14,4 14,6 15,1 15,3 15,1 14,5 14,1
6 13,9 14,8 15,4 15,4 15,1 14,7 14,9 15,2 15,3 15 14,2 13,7
8 13,6 14,5 15,3 15,6 15,3 15 15,1 15,4 15,3 14,8 13,9 13,3
10 13,2 14,2 15,3 15,7 15,5 15,3 15,3 15,5 15,3 14,7 13,6 12,9

Lintang Selatan o Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
0 15,00 15,50 15,70 15,30 14,40 13,90 14,10 14,80 15,30 15,40 15,10 14,80
2 15,30 15,70 15,70 15,10 14,10 13,50 13,70 14,50 15,20 15,50 15,30 15,10
4 15,50 15,80 15,60 14,90 13,80 13,20 13,40 14,30 15,10 15,60 15,50 15,40
6 15,80 16,00 15,60 14,70 13,40 12,80 13,10 14,00 15,00 15,70 15,80 15,70
8 16,10 16,10 15,50 14,40 13,10 12,40 12,70 13,70 14,90 15,80 16,00 16,00
10 16,40 16,30 15,50 14,20 12,80 12,00 12,40 13,50 14,80 15,90 16,20 16,20

Anda mungkin juga menyukai