HIPERTENSI EMERGENCY
A. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran
darah darah (Hani, 2010)
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140mmhg
atau tekanan diastolic sedikitnya 90mmhg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan
pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resiko nya (Sylvia A. Price ).
B. Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat
sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis
arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-
nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina
akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat
mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari
hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan
tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila
tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan
kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini
akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan
krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka
tekanan darah akan menurun.
C. Pathway
Umur Jenis Gaya Hidup Obsitas
kelamin
Elastisitas Arteriokierosis
HIPERTENSI
Perubahan Struktur
Vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
E. Pemeriksaan penunjang
a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b) Pemeriksaan retina
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ ginjal dan jantung
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g) Foto dada dan CT scan
1. Pemeriksaan laboratorium
- Hb/Ht :untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoaguabilitas, anemia.
- BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
- Glucosa : hiperglikemi ( DM ) adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
2. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal
5. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 84 tahun
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Pendidikan terakhir :Tidak Sekolah
Alamat : Desa Harapan Jaya Muaraenim
No.CM : 256599
Diagnostik medis : Hipertensi
PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. I
Umur : 52 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Harapan Jaya Muaraenim
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan pasien
Keluhan utama:
Ny. C datang dengan keluhan pusing berputar.
Genogram
1 2 3 4 5 6 7
6 M
Keterangan :
= Laki-Laki
= Perempuan
= Menantu
M
= Klien
= Garis Serumah
Pola eliminasi
BAB:
Frekuensi BAB 2X sehari tidak ada kesulitan
Tidak menggunakan obat pencahar
Warna: Kuning
Konsistensi: Lembek
BAK:
Frekuensi BAK 4-5x sehari tidak ada kesulitan
Warna: Kekuningan
Bau: Khas urin
2. Pola seksual-reproduksi
pasien saat ini tidak lagi merasakan berhubungan seksual dikarenakan pasien
sudah lansia dan pasangan nya sudah meninggal.
9. Ekstremitas :
- Keadaan ekstermitas atas pada bagian kanan lemah sehingga pasien kesulitan
bergerak, dan ekstremitas bawah ada penyakit kulit yang sering keluar nanah
dan menular.
- Keluhan : Klien mengatakan nyeri saat banyak bergerak,, klien Nampak
berhati-hati dalam bergerak
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
PARAMETER RESULT UNIT NORMAL
RANGE
HGB 13.5 g/dL M 14 - 18 F, 12-16
WBC(leucosit) 11.01 10^3/uL 5.0 – 10
RBC(erytrosit) 4.30 10^6/uL M 4.5 – 6,0 F, 4.0-5.5
HCT 40.3 % M 40- 52 F 36-48
MCV 93.7 Fl 82 – 92
MCH 31.4 Pg 27 – 31
MCHC 33.5 g/dL 32 – 36
PLT (Thrombosit) 353 10^3/uL 150 – 450
RDW-SD 44.8 fL 35 – 47
RDW-CV 13.6 % 11.5 – 14.5
PDW 10.0 fL 9.0 – 13.0
MPV 8.9 fL 7.2 – 11.1
P-LCR 16.9 % 15.0 – 25.0
PCT 0.31 % 0.150 – 0.400
Differensial Count
-NEUT% 76.7 + % 50 - 70
-LYMPH% 8..2 - % 20 - 40
-MONO% 9.9 % 2-8
-EO% 5.0 % 1-3
-BASO% 0.2 %
1.Mengatasi infeksi
2. Kamis,6 1. Ceftriaxone 2x1 gram Injeksi
bakteri
Januari 2. Citicoline 3x250 mg Injeksi 2.Gangguan stroke
2022 3. Omeprazole 1x40 mg Injeksi 3.Mencegah
4. Ondancentron 2x4 mg Injeksi kerusakan saluran
5. Bethahistine 3x6 mg Oral cerna
6. Flunarizine 1x10 mg Oral 4.Mencegah rasa
7. Amlodipine 1x10 mg Oral mual dan muntah
8. Cetirizine 1x10 mg Oral 5.Meredakan
9. Dexamethason 3x5 mg Injeksi vertigo
6.Mencegah
serangan migraine.
7.Mencegah nyeri
dada
8.Mengatasi
bersin,pilek,mata
terasa gatal dan
berair.
9.Mencegah
peradangan dan
alergi
Nyeri dipersepsikan
Nyeri kepala
DS: Vasokontriksi pembuluh Intoleransi Aktifitas
-klien mengeluh kurang dapat darah
beraktivitas/mobilisasi karena
klien merasa lemah
- klien mengatakan sebagian After load
aktivitas dilakukan dengan
bantuan keluarga.
Metabolisme
DO:
-klien hanya duduk atau Penyediaan energy
berbaring di tempat tidur
Kelemahan Fisik
Intoleransi aktifitas
DO :
Klien sering terbangun saat
tidur di malam hari
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik di tandai dengan klien tampak
meringis.
2. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan kelemahan pada
ekstermitas atas bagian kanan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Hambatan lingkungan di tandai dengan
pasien mengeluh sering terbangun di malam hari.
D. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
NAMA : Ny.C
Umur : 84 Tahun
No. CM : 256599
A:
Masalah nyeri belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
identifikasi lokasi, karateristik,
durasi, kualitas, intensitas nyeri
identifikasi skala nyeri
identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
A:
Masalah gangguan pola
tidur belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
Identifikasi pola aktivitas
dan tidur
Identifikasi faktor
pengganggu tidur (fisik
dan/atau psikologi)
A:
Masalah nyeri teratasi sebagian
P:
Intervensii di lanjutkan
Lakukan pengkajian nyeri
secara komperhensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
Melanjutkan terapi dari dokter
Kamis , 06-01- Intoleransi aktifitas S :
2022 berhubungan dengan Klien mengatakan mulai bisa
imobilitas ditandai miring ke kanan dan ke kiri dan
dengan kelemahan duduk tanpa bantuan keluarga \
pada ekstermitas atas Klien mengatakan sudah mulai
bagian kanan mampu merubah posisi secara
perlahan
O:
Klien masih dalam pengawasan
keluarga dalam melakukan
aktivitas
Klien masih dibantu saat
melakukan aktivitas
A:
Masalah gangguan mobilitas
fisik teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan
Kaji kemampuan klien dalam
beraktivitas
Dampingi dan bantu klien saat
mobilisasi atau beraktivitas
P:
Intervensi di lanjutkan
Identifikasi pola aktivitas
dan tidur
Identifikasi faktor
pengganggu tidur (fisik
dan/atau psikologi)
Jumat , 07-01- Nyeri akut S :
2022 berhubungan dengan Klien mengatakan nyeri pada
agen pencidera fisik kepala dan tangan sudah tidak
ditandai dengan nyeri lagi
klien tampak O :
meringis Klien tampak rileks
Klien mengatakan nyeri sudah
tidak mengganggu lagi
A:
Masalah nyeri teratasi
P:
Intervensii diberhentikan karena
sudah teratasi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan 12610: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan 12610: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan 12610: Dewan Pengurus Pusat PPNI.