Anda di halaman 1dari 1

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN

DERMATOFITOSIS / INFEKSI JAMUR SANGKADI (TINEA CRURIS) PADA PONDOK


PESANTREN PUTRA MANBAUL ULUM BANJARMASIN

1.1. Latar Belakang Masalah


Personal hygiene dan sanitasi yang buruk merupakan masalah kesehatan terbesar di
negara berkembang. WHO mencatat air yang tidak bersih, sanitasi yang buruk, dan hygiene
yang tidak baik merupakan penyebab penyakit kulit terbanyak kedua di Negara berkembang.
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu serta kelembaban
yang tinggi, menjadi suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat
ditemukan hampir di setiap tempat.
Tinea cruris merupakan keadaan infeksi jamur yang sering terjadi di seluruh dunia dan
paling sering terjadi di daerah tropis. Keadaan lembab dan panas berperan pada timbulnya
penyakit. Tinea cruris lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita, alasannya
adalah karena skrotum menciptakan kondisi yang lembab dan panas.
Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya dermatofitosis adalah karena
personal hygiene sanitasi sebagian masyarakat yang maasih kurang, adanya sumber
penularan disekitarnya, kontak langsung oleh penderita tinea cruris atau kontak tidak
langsung seperti penggunaan handuk bersama, alas tempat tidur dan segala hal yang dimiliki
penderita tinea cruris.
Pondok pesantren atau biasa disingkat dengan ponpes, merupakan sebuah asrama
pendidikan tradisional berbasis keagamaan islam. Dimana para siswanya semua tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru (Kiai). Santri tersebut berada dalam satu
kompleks yang meyediakan asrama untuk tempat tinggal bersama, masjid untuk beribadah,
ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Santri laki-laki pada golongan umur dewasa di pondok pesantren memiliki faktor resiko
lebih tinggi terkena tinea cruris dibandingkan santri perempuan. Hal ini disebabkan karena
personal hygiene dan sanitasi laki-laki lebih buruk dibandingkan perempuan.

Anda mungkin juga menyukai