C JR RRRRRRRR
C JR RRRRRRRR
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pariwisata adalah salah satu industri dengan pertumbuhan paling cepat di seluruh dunia. Pantai
juga merupakan ekosistem yang rentan terhadap berbagai perubahan lingkungan. Kegiatan
pariwisata yang penuh aktivitas akan berpengaruh terhadap kualitas perairan pantai yang
berpotensi terhadap pencemaran. Upaya pemanfaatan dengan pertimbangan aspek lingkungan
diperlukan untuk menjamin eksistensi wisata pantai. Selain menjamin kualitas perairan, tingkat
kepuasan dan kemanan para wisatawan dalam beraktivitas di kawasan pantai juga dapat terjaga.
Kegiatan wisata yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut sebagai obyek wisata disebut
wisata pantai. Wisata pantai merupakan aktivitas berkenaan dengan rekreasi yang melibatkan
jalan/cara perjalanan seseorang dari suatu tempat kediaman ke tempat lain dengan fokus pada
lingkungan laut (Yulianda, 2007). Sesungguhnya wisata pantai merupakan kegiatan yang
memadukan antara dua sistem yang kompleks yaitu sistem pariwisata (didominasi oleh sistem
kegiatan manusia) dan ekosistem alam laut.
Wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan bentanglahan yang dimulai dari garis batas
wilayah laut (sea) yang ditandai oleh terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) ke
arah darat hingga pada suatu bentang lahan yang secara genetik pembentukannya masih
dipengaruhi oleh aktivitas marin, seperti dataran aluvial kepesisiran (coastal alluvial plain)
(rumusan dari konsep CERC, 1984; Pethick, 1984; dan Sunarto, 2000 dalam Gunawan, et al.,
2005). Pemanfaatan pesisir Jember selama ini difungsikan sebagai (1) pencarian ikan (langsung
berhadapan dengan Samudera Hindia), (2) aktivitas pertambangan pasir, dan (3) aktivitas wisata
pesisir. Potensi obyek wisata pesisir ini harusnya dikemas secara menarik sehingga menjadi
informasi yang terbaru bagi kalangan masyarakat yang ingin berkunjung menikmati pesona alam
pesisir di Jember. Para pelancong pada zaman milenial kini semakin canggih untuk mengakses
info-info tempat wisata dengan bantuan alat teknologinya. Wewenang untuk mengelola dan
menyampaikan informasi wisata pada tingkat daerah di Kabupaten Jember berada pada Dinas
Pariwisata, namun Dinas Pariwisata umumnya hanya menyajikan info wisata gambaran secara
umum berbentuk brosur, baliho, dan informasi singkat di web.
1
BAB II
IDENTITAS JURNAL
Judul Jurnal : Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penentuan Kawasan Wisata Pantai
Di Kota Bitung
Jurnal : JurnalIlmiahPlatax
Download : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
Tahun : 2017
M.T Lasut
A Wantasen
ISSN : 2302-3589
JurnalIlmiahPlatax
2
Ringkasan Jurnal Utama
a. Pendahuluan
Pariwisata adalah salah satu industri dengan pertumbuhan paling cepat di seluruh dunia. Menurut
World Tourism Organization, pariwisata internasional tumbuh pada laju sekitar 4% per tahun
WTO (2000), sedangkan di Indonesia pertumbuhan diperkirakan mencapai 8 % per tahun
semenjak dikampanyekan Wonderful Indonesia dengan mengandalkan local branding dari
banyaknya destinasi wisata unggulan yang didominasi oleh kondisi alamiah dengan
mengandalkan keindahan alam (Kemenpar, 2016). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi,sekarang lebih memudahkan para wisatawan untuk menentukan destinasi
wisatanya. Kondisi tersebut dapat dijadikan peluang bagi daerah yang memiliki potensi wisata.
Pemanfaatan potensi wisata akan memberikan dampak dalam meningkatkan pendapatan daerah
dan kesejahteraan masyarakat. Kota Bitung adalah merupakan kota industri khususnya industri
perikanan tangkap, hakekatnya merupakan salah satu indikator dari kemajuan di bidang
perikanan dan kelautan, akan tetapi sektor primadona lainnya yang juga menjadi pendukung di
dalam meningkatkan perekonomian kota ini adalah pariwisata. Kegiatan pariwisata memang
memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. Keberadaan pariwisata juga dapat
menyerap tenaga kerja. Namun disisi lain aktivitas pariwisata memberikan tekanan lingkungan.
Berbagai aktivitas-aktivitas wisata akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan pantai.
Kemampuan pantai untuk mendukung aktivitaswisatawan memiliki batasan toleransi.
Pemanfaatan yang melebihi daya dukung akan menyebabkan degradasi lingkungan. Pantai juga
merupakan ekosistem yang rentan terhadap berbagai perubahan lingkungan. Kegiatan pariwisata
yang penuh aktivitas akan berpengaruh terhadap kualitas perairan pantai yang berpotensi
terhadap pencemaran.
b. Kajian Teori
Elyazar et al. (2007) menyatakan bahwa aktivitas hotel dan restoran, pemukiman dan
nelayan berpotensi menghasilkan limbah terbesar yang bersumber dari aktivitas rumah
tangga. Limbah berbahan kimia terbanyak digunakan oleh hotel/ restoran, pemukiman dan
industri, sedangkan perdagangan dan jasa paling banyak menggunakan bahan kimia
pencemar.
3
Dalam perkembangannya sekitar tahun 1980an, konsep ekowisata dipopulerkan sebagai
perjalanan wisata berbasis pada alam yang mengandung dimensi learning dan pesan
pembangunan berkelanjutan (Weaver 2001), sedangkan menurut UU Nomor 10 tahun 2009
Tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi
dalam jangka waktu sementara.
Hasil penelitian Thielea et al. (2005) menyatakan bahwa adanya hubungan antara
peningkatan atau pengembangan wisata pesisir dengan kualitas hidup yang dirasakan
masyarakat semakin menurun. Hubungan tersebut bertentangan dengan presepsi umum
wisata pantai yang merupakan keuntungan bagi daerah dan mengembangkan masyarakat.
Kocasoy (1989) yang menyatakan bahwa setiap pengembangan wisata tanpa pembangunan
infrastruktur dengan pengendalian pencemaran terutama sistem penampungan air limbah
dan pabrik pengolahannya pasti akan menghasilkan dampak negatif terhadap pencemaran
laut dan merugikan kesehatan manusia
c. Metodologi penelitian
Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Citra Alos Pankromatik yang sudah
dikoreksi secara radiometric dan geometric sedangkan peta adalah peta digital yang dikeluarkan
oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk Kota Bitung. Survey lapangan dilakukan antara
lain dengan melakukan pengamatan pasang surut yang dikukur berupa seial data dengan lama
amatan selama 15 hari yang kemudian di analisis dengan metoda admiralty untuk mendapatkan
nilai elevasi pasang surut dilokasi penelitian (Poerbandono dan Junarsah, 2005). Bathimetri
lokasi penelitian di lakukan survey dengan melakukan pengukuran kedalaman pada setiap titik-
titik tetap dengan echosounder oleh Kvernevik et al (2002)sedangkan untuk koordinat penelitian
menggunakan GPS Garmin 60x. Substrat dasar perairan, komposisi terumbu karang, ikan
karang sebagai data sekunder dimana datadata ini telah tersedia dari surveysurvey sebelumnya.
4
Yang diperlukan Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data sekunder dan primer.
Analisis Tabular
d. Pembahasan
Keadaan Umum Lokasi
Secara astronomis wilayah Kota Bitung berada di antara 1o23’23’’ Lintang Utara – 1o35’39’’
Lintang Utara dan 125o1’43’’ Bujur Timur – 125o18’13’’ Bujur Timur dengan luas wilayah
daratan sekitar 31.350,35 Ha (313,50 Km²). Batas-batas wilayah Kota Bitung secara geografis
menunjukkan bahwa disebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Likupang yang
secara administrative sudah masuk dalam Kabupaten Minahasa Utara dan dengan sebagian Laut
Maluku dan sebagian Laut Sulawesi. Bagian Timur Kota Bitung, berbatasan dengan Pulau
Lembeh dan Laut Maluku. Demikian pula pada sisi Selatan masih berbatasan dengan Laut
Maluku dan sebagian paparan insular bagian timur Minahasa. Pada sisi Barat berbatasan
langsung dengan Kabupaten Minahasa Utara tepatnya dengan Kecamatan Kauditan.
Pada tahap awal ditentukan batas kawasan untuk pariwisata. Pertimbangannya didasarkan pada
pengamatan beberapa peta, seperti peta tata ruang, tata guna lahan serta keinginan pemerintah
daerah atas ruang tersebut. Di dalam parameter ini mengandung kriteria-kriteria yang berfungsi
untuk menentukan kelas kesesuaian. Parameter yang digunakan untuk keperluan pariwisata
tergantung dari jenis pariwisata. Dalam konteks ini, parameter yang digunakan merupakan
adaptasi dari matriks kesesuaian yang digunakan oleh Badan Informasi Geografi (BIG), yakni
pariwisata pantai yang lebih dikaitkan dengan rekreasi bahari seperti diving, snorkeling dan
kegiatan lainnya untuk melihat keindahan taman laut. Sedangkan pariwisata pantai dikaitkan
5
dengan kegiatan rekreasi di sekitar pantai seperti berjemur, bermain pasir, olahraga pantai,
bermain air, berenang dan berperahu di sekitar pantai. Parameter yang disusun untuk keperluan
pariwisata pantai seperti berjemur, bermain pasir, olah raga pantai, bermain air, berenang
maupun berperahu di sekitar pantai.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dengan aplikasi SIG di Kota Bitung, dengan metode
overlay pembobotan dan skoring terdapat kawasan yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah
seluas 376.76 ha atau 5.87 % dari wilayah yang diteliti.
Saran
Perlu adanya penambahan data lewat survey dilapangan yang lebih detil dan presisi
menambahkan teknologi pada daerah wisata pantai sesuai marjinal sehingga dapat meningkat
menjadi sesuai dan perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kawasan yang belum mempunyai
data.
Download : http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN : 2549–7057
p-ISSN : 2085–8167
6
Reviewer : Inriyani Sitanggang
Jurnal Geografi
a. Pendahuluan
Jember merupakan daerah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Secara geografis
Jember berada di sebelah tenggara (± 200 km) Kota Surabaya, dengan posisi koordinat
113015’47” – 114002’35” Bujur Timur (BT) dan 7058’06” – 8033’44” Lintang Selatan (LS) (BPS
Kab. Jember, 2017). Luas wilayah Jember mencapai 3.293,34 km2, dengan panjang garis pantai
170 km. Sedangkan luas perairan Kabupaten Jember yang termasuk ZEE (Zona Ekonomi
Ekslusif) kurang lebih 8.338,5 Km2 (Bappeda Jatim, 2013). Potensi pesisir selatan dan kelautan
Kabupaten Jember sangat bervariasi. Secara genetik, wilayah kepesisiran (coastal area)
merupakan bentanglahan yang dimulai dari garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh
terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) ke arah darat hingga pada suatu bentang
lahan yang secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marin, seperti
dataran aluvial kepesisiran. Wisata pantai yang terkenal salah satu diantaranya yaitu Pantai Watu
Ulo, Pantai Tanjung Papuma, dan Pantai Payangan. Selain obyek wisata pantai yang disebutkan,
masih banyak pantai lain di pesisir selatan Jember yang belum terkenal karena kendala akses
jalan serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Potensi-potensi tersebut nyatanya belum
sepenuhnya dioptimalkan secara baik oleh masyarakat pesisir Jember. Jumlah warga miskin di
Indonesia (termasuk Jember) sebagian besar merupakan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir
yang miskin mencapai angka 7,9 juta jiwa atau sebesar 25% dari jumlah penduduk miskin
keseluruhan di Indonesia (Bappeda Jatim, 2014).
b. Kajian Teori
7
Informasi geospasial dapat membantu menentukan kesesuaian kawasan wisata bahari
(Yulius, et al., 2013). Kombinasi informasi yang didapat dari data primer dan sekunder
Yulius, et al. (2013) membuat kelas kesesuaian wisata bahari menjadi empat yaitu sangat
sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N).
Sementara itu Soyusiowaty, et al. (2007) menyimpulkan bahwa sistem informasi
geografis pariwisata berbasis web mampu menyampaikan informasi wisata dan sarana
pendukung yang tersedia secara menarik, informatif, online, cepat dan akurat.
Pemanfaatan informasi geospasial berbantuan Geographic Information System (GIS) juga
dapat membantu menetapkan keputusan dalam manajemen pariwisata yang nantinya
dapat digunakan oleh otoritas pengambil kebijakan wisata, seperti keputusan spasial
penetapan lokasi maupun fasilitas wisata (Ojiako, et al., 2015).
Perbaikan dan pembangunan JLS yang dilakukan diharapkan dapat menurunkan biaya
transportasi yang berarti terjadi peningkatan keuntungan usaha (profit) serta dapat
mendukung daya saing wilayah secara kompetitif (competitive advantage) (Hamid,
2014).
Menurut Shepard (1972) dalam Pethick (1984) membagi tipologi pesisir menjadi dua
yaitu pesisir primer (primary coast) dan pesisir sekunder (secondary coast). Pesisir primer
(primary coast) lebih dikontrol oleh proses-proses seperti erosi, deposisi, dan vulkanisme.
Sedangkan pesisir sekunder (secondary coast) terbentuk akibat aktivitas lanjutan dari
pesisir primer seperti aktivitas organisme, proses marin atau aktivitas gelombang.
c. Metodologi penelitian
Lokasi dalam penelitian ini terdapat di Pesisir Selatan Puger Kabupaten Jember. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik
survey dan menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografi (Arc Gis 10.2) untuk membuat
informasi geospasialnya. Metode penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan atau area populasi tertentu secara
obyektif (Sulistyaningsih, 2012). Hasil dari informasi geospasial menggunakan bantuan software
ArcGis 10.2 kemudian dideskripsikan sesuai potensi obyek atau titik-titik lokasi wisata Pesisir
Puger.
8
d. Pembahasan
Peran dari informasi geospasial terhadap pengelolaan wisata pesisir meliputi (1) menyajikan
informasi pembaharuan dari lokasi detail obyek wisata, (2) menentukan kelas kesesuaian
kawasan wisata bahari, (3) mampu menyampaikan informasi wisata secara informatif (baik
offline ataupun online), dan (4) sebagai bahan keputusan dalam manajemen pariwisata yang
nantinya dapat digunakan oleh otoritas pengambil kebijakan wisata. Sebelum membuat informasi
geospasial dalam rangka pengelolaan wisata pesisir, perlu juga diketahui informasi mengenai
pengelolaan pesisir. Gunawan, et al. (2015) menyebutkan ada empat langkah dalam mengelola
pesisir, yaitu (1) menentukan batas kepesisiran, (2) mengidentifikasi dinamika kepesisiran, (3)
mengidentifikasi tipologi kepesisiran, dan (4) menentukan strategi pengelolaan pesisir. Tipologi
atau karakteristik dari pesisir dapat menjadi penentu awal dalam menetapkan apakah lokasi
pesisir tersebut sesuai atau tidak apabila dikembangkan menjadi obyek wisata. Peran dari
informasi geospasial selanjutnya diharapkan dapat menyajikan informasi terkini serta dapat
memberikan arahan kebijakan dalam mengelola wisata Pesisir Puger. Tipologi Pesisir Selatan
Puger Kabupaten Jember Potensi dari Pesisir Puger perlu dikaji lebih detail supaya
pengembangan untuk pemanfaatan wisata pesisir dapat tepat guna serta berkelanjutan. Langkah
awal untuk mengembangkan wisata pesisir adalah mengetahui tipologi pesisirnya. Pesisir primer
(primary coast) lebih dikontrol oleh proses-proses seperti erosi, deposisi, dan vulkanisme.
Sedangkan pesisir sekunder (secondary coast) terbentuk akibat aktivitas lanjutan dari pesisir
primer seperti aktivitas organisme, proses marin atau aktivitas gelombang. Pesisir primer dibagi
lagi menjadi empat tipologi, yaitu land erosion coast, volcanic coast, structurally shaped coast
dan sub aerial deposition coast. Pesisir dengan tipologi Marine Deposition Coast memiliki lereng
landai dan meluas dengan pengendapan material pasir sangat intensif. Pemanfaatan yang cocok
untuk tipologi pesisir Marine Deposition Coast yaitu untuk wisata (dengan ciri khas memiliki
area estuari) dan pertanian lahan kering. Aksesbilitas dan infrastuktur juga dapat dikembangkan
secara baik pada pesisir dengan tipologi pesisir Marine Deposition Coast. Kelemahan atau risiko
dari pesisir dengan tipologi Marine Deposition Coast yaitu umumnya gelombang laut besar dan
rentan terhadap berbagai macam ancaman bencana seperti tsunami, banjir rob, instrusi air laut
dan pencemaran limbah cair. Pesisir selatan Puger Kabupaten Jember yang memiliki tipologi
Marine Deposition Coast harusnya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik dan
berdaya saing. Namun kenyataannya obyek wisata yang terdapat pada daerah pesisir Puger
9
terlihat lesu dan kalah bersaing dengan obyek wisata pantai lainnya seperti Pantai Papuma dan
Pantai Payangan. Informasi Geospasial Untuk Membangkitkan Wisata Pesisir Pada Jalur Lintas
Selatan (JLS) Puger Kabupaten Jember Penggunaan software ArcGis 10.2 membantu membuat
informasi geospasial spot wisata Pesisir Puger. Pengamatan langsung ke lapangan (survei) juga
dapat mempermudah penyesuaian data dalam pembuatan informasi geospasial yang berwujud
peta wisata pesisir. Dengan memadukan hasil survei dan analisis menggunakan foto udara serta
analisis menggunakan bantuan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG), maka didapatkan 9
obyek/spot wisata pada area wisata pesisir Puger, yaitu:
Informasi geospasial dapat digunakan sebagai sarana memperkenalkan potensi wisata di pesisir
Puger Kabupaten Jember. Pesisir Puger memiliki tipologi pesisir Marine Deposition Coast yang
cocok untuk dimanfaatkan sebaagai obyek wisata. Dengan menggunakan bantuan informasi
geospasial diketahui bahwa obyek/spot wisata di Pesisir Puger terddiri dari 9, yaitu: (1) Spot
Wisata JLS dan Mercusuar, (2) Obyek Wisata Bukit Pasir, (3) Spot Wisata Muara Sungai
Bedadung, (4) Obyek Wisata Pantai Pancer, (5) Spot Wisata Breakwater Puger, (6) Spot Wisata
Pelabuhan dan Pasar Ikan, (7) Spot Wisata Pulau Kacang, (8) Spot Kolam Renang Air Gunung
Alami, dan (9) Obyek Wisata Pantai Kucur.
Saran
Ditujukan kepada masyarakat Puger dan Dinas Pariwisata dan kebudayaan Jember untuk lebih
mengelola potensi wisata Pesisir Puger secara lebih baik lagi. Sehingga obyek/spot wisata dapat
10
berdaya saing dengan obyek wisata pantai lain. Selanjutnya, obyek/spot wisata ini masih bisa
bertambah sesuai dengan dinamika masyarakat dan dinamika kepesisiran di daerah Puger.
BAB III
a. Relevansi antara topik kedua jurnal dengan karya-karya dan Bidang Keahlian
Penulis
Adapun Relevansi antara topik jurnal dengan karya-karya dan Bidang Keahlian Penulis
adalah Terdapat relevansi antara tiap topik jurnal terhadap bidang keahlian penulis,
dimana pada identitas jurnal tertera:
1. Kumaat J.Ch merupakan bagian dari Program Studi Ilmu akuatik, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Sam Ratulangi Universitas Manado
2. M.T Lasut2 dan A Wantasen merupakan penulis jurnal dari Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Sam Ratulangi Universitas Manado
3. Nasobi Niki Suma Dosen Geografi Prodi Tadris IPS, merupakan bagian dari
akademisi pada prodi Tadris IPS, pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN
Jember
11
kualitas perairan pantai yang berpotensi terhadap pencemaran (Machado dan
Mourato, 2002).
4. Jember merupakan daerah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Secara
geografis Jember berada di sebelah tenggara (± 200 km) Kota Surabaya.
5. Potensi pesisir selatan dan kelautan Kabupaten Jember sangat bervariasi. Secara
genetik, wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan bentanglahan yang dimulai
dari garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh terbentuknya zona pecah
gelombang (breakers zone) ke arah darat hingga pada suatu bentang lahan yang
secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marin, seperti
dataran aluvial kepesisiran.
6. Potensi-potensi tersebut nyatanya belum sepenuhnya dioptimalkan secara baik oleh
masyarakat pesisir Jember. Jumlah warga miskin di Indonesia (termasuk Jember)
sebagian besar merupakan masyarakat pesisir.
7. Pemanfaatan informasi geospasial dapat menjadi solusi untuk mengenalkan titik-titik
wisata di Pesisir Puger. Selama ini Puger hanya terkenal dengan pelabuhan
penangkapan ikan dan Pantai Pancernya saja.
Adapun Literatur yang digunakan dalam penulisan dari kedua jurnal adalah yang pertama itu
dilihat dari jurnal utama hanya 3 yang memiliki pustaka yang dibawah tahun 2000 yag diambil
dari beberapa jurnal yang telah diterbitkan sebelumnya. Dengan hal ini merupakan sebuah
langkah pembaharuan penelitian yang terlebih dahulunya, sehingga membuat penelitian baru
nanti memberikan informasi yang lebih baru dan yang akan sangat bermafaat bagi seorang
pembaca.
12
primer maupun data sekunder dengan data aktual tahun 2016 seperti data biologi, data
fisik dan data oseanografi.
- Dalam jurnal pembanding metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu metode
deskriptif kuantitatif dengan teknik survey dan menggunakan bantuan Sistem Informasi
Geografi (Arc Gis 10.2) untuk membuat informasi geospasialnya. Metode penelitian
deskriptif dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan atau area populasi tertentu secara obyektif (Sulistyaningsih, 2012).
Hasil dari informasi geospasial menggunakan bantuan software ArcGis 10.2 kemudian
dideskripsikan sesuai potensi obyek atau titik-titik lokasi wisata Pesisir Puger.
13
daerah pesisir Puger terlihat lesu dan kalah bersaing dengan obyek wisata pantai lainnya
seperti Pantai Papuma dan Pantai Payangan.
f. Kesimpulan dan Saran yang diajukan Penulis Serta Implikasinya pada Penelitian
Berikutnya
Dalam jurnal utama itu penilitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kesesuaian
kawasan wisata pantai di Kota Bitung dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Geografis. Informasi ini sangat diperlukan untuk mendukung penyediaan informasi geospasial
pantai, sehingga pengelolaan wisata di lokasi penelitian menjadi lebih optimum. Analisis
Kesesuaian Kawasan (Spasial) Analisis kesesuaian kawasan dilakukan dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu sistem informasi geospasial berbasis komputer dengan
melibatkan perangkat lunak Arc GIS 10.1.
Dalam jurnal pembanding itu penelitian yang dilakukan untuk (1) memberikan informasi spasial
yang up to date mengenai obyek wisata pesisir Puger, dan (2) membantu menyediakan informasi
geospasial berbentuk peta kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik survey
dan menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografi (ArcGis 10.2).
14
1. Dengan adanya geo spasial kita mendapat informasi tentang wisata pesisi di Jember
2. Geosapasial juga dapat membangkitkan suatu wisata yang sudah sepi menjadi ramai
kembali dengan cara memperbaiki sarana dan prasarana di wisata pesisir tersebut
3. sangat luas pembahasannya dan menarik dibaca.
4. Peneliti ini juga bisa digunakan untuk penelitian relevan.
5. Di dalam peneitian ini memiliki banyak pembahasan dan pembahasan tersebut di
sertai dengan gambar-gambar wisata yang ada di Jember, sehingga pembaca tidak
bosan melihatnya
15
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dengan aplikasi SIG di Kota Bitung, dengan metode
overlay pembobotan dan skoring terdapat kawasan yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah
seluas 376.76 ha atau 5.87 % dari wilayah yang diteliti.
Informasi geospasial dapat digunakan sebagai sarana memperkenalkan potensi wisata di pesisir
Puger Kabupaten Jember. Pesisir Puger memiliki tipologi pesisir Marine Deposition Coast yang
cocok untuk dimanfaatkan sebaagai obyek wisata. Dengan menggunakan bantuan informasi
geospasial diketahui bahwa obyek/spot wisata di Pesisir Puger terddiri dari 9, yaitu: (1) Spot
Wisata JLS dan Mercusuar, (2) Obyek Wisata Bukit Pasir, (3) Spot Wisata Muara Sungai
Bedadung, (4) Obyek Wisata Pantai Pancer, (5) Spot Wisata Breakwater Puger, (6) Spot Wisata
pelabuhan dan Pasar Ikan, (7) Spot Wisata Pulau Kacang, (8) Spot Kolam Renang Air Gunung
Alami, dan (9) Obyek Wisata Pantai Kucur.
B. SARAN
Perlu adanya penambahan data lewat survey dilapangan yang lebih detil dan presisi
menambahkan teknologi pada daerah wisata pantai sesuai marjinal sehingga dapat meningkat
menjadi sesuai dan perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kawasan yang belum mempunyai
data. Saran ditujukan kepada masyarakat puger dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember
untuk lebih mengelola potensi wisata Pesisir Puger secara lebih baik lagi. Sehingga obyek/spot
wisata dapat berdaya saing dengan obyek wisata pantai lain. Selanjutnya, obyek/spot wisata ini
masih bisa bertambah sesuai dengan dinamika masyarakat dan din amika kepesisiran di daerah
Puger.
16
17