Anda di halaman 1dari 18

NAMA: TERSILIA T.

RUME

NIM: A1C221051

KELAS: B

TUGAS: PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR

1. Insomnia

Pengertian Insomnia

Insomnia adalah kondisi ketika seseorang mengalami kesulitan tidur. Gangguan tidur ini membuat dirinya
tak memiliki waktu tidur yang dibutuhkan tubuh. Hal tersebut menyebabkan kondisi fisik pengidap insomnia
menjadi tidak cukup fit untuk melakukan aktivitas keesokan harinya.

Masalah ini dapat terjadi dalam jangka pendek (akut) hingga jangka panjang (kronis). Selain itu, tidur
merupakan keadaan tidak sadar yang terjadi secara alami untuk memungkinkan tubuh untuk beristirahat. Saat
tidur, tubuh akan melalui siklus yang bergantian antara tidur gerakan mata cepat dan tidur non-gerakan mata
cepat.

Seseorang mungkin akan melalui empat atau lima siklus tidur dalam satu malam. Satu siklus tidur berlangsung
kurang lebih selama 90 menit. Siklus ini diawali empat tahap tidur non-REM, terdiri dari tidur ringan sampai
tidur dalam. Lalu, dilanjutkan dengan tidur REM dan di tahap inilah proses mimpi terjadi.

Faktor Risiko Insomnia


Faktanya, insomnia dapat terjadi pada semua rentang usia dan lebih rentan terjadi pada wanita dibandingkan
pria, serta seseorang yang sudah lanjut usia. Beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan risiko seseorang
untuk mengalami masalah tidur ini, antara lain:

 Masalah mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, hingga gangguan stres pasca
trauma (PTSD).
 Bekerja shift, pekerjaan seperti ini bisa mengubah jam biologis tubuh.
 Jenis kelamin,ketika menstruasi tubuh akan mengalami perubahan hormon, kondisi ini
menimbulkan gejala hot flashes atau keringat di malam hari, sehingga menyebabkan
gangguan tidur.
 Usia, insomnia meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
 Perjalanan jauh, melakukan perjalanan jauh atau jet lag karena melintasi beberapa zona
waktu juga bisa memicu insomnia.
elain itu, mengidap kondisi medis tertentu, seperti obesitas dan penyakit kardiovaskuler juga dapat
menyebabkan seseorang mengalami insomnia. Masa menopause disebut juga dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan yang membuat sulit tidur ini.

 Penyebab Insomnia
Ada beberapa faktor penyebab insomnia yang pada akhirnya berujung kepada kondisi sulit tidur pada jangka
waktu yang cukup lama. Mulai dari akibat gaya hidup dan masalah kenyamanan ruangan kamar, hingga akibat
gangguan psikologi, masalah kesehatan fisik, dan efek samping obat-obatan, seperti:

 Mengalami stress.
 Mengingat peristiwa yang traumatis.
 Terjadinya perubahan kebiasaan tidur, seperti tinggal di rumah baru.
 Alami jet lag.
 Mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Insomnia yang kronis dapat berlangsung paling tidak selama 3 bulan dan dapat bersifat primer atau sekunder.
Sejauh ini, gangguan tidur dengan jenis primer tidak diketahui penyebabnya. Namun pada tipe sekunder,
kondisi lain yang dapat terjadi, seperti pengaruh kondisi medis, masalah psikologis, penggunaan zat tertentu,
serta mengidap diabetes.

  Gejala Insomnia
Seseorang yang mengalami insomnia sangat sulit untuk merasakan ngantuk, sehingga menentukan ukuran tidur
normal karena kebutuhan tidur berbeda-beda bagi setiap orang. Hal tersebut dipengaruhi oleh usia, gaya hidup,
lingkungan, dan pola makan. Gejala-gejala insomnia yang paling umum, di antaranya:

 Sulit untuk merasakan ngantuk dan tidak bisa tertidur.


 Terbangun pada malam hari atau dini hari dan tidak bisa tidur kembali.
 Merasa lelah, emosional, sulit berkonsentrasi, dan tidak bisa melakukan aktivitas secara
baik pada siang hari.
 Tidak bisa tidur siang, meskipun tubuh terasa lelah.

Diagnosis Insomnia
Untuk mendiagnosis insomnia, dokter akan mengawali dengan wawancara medis seputar::

 Rutinitas tidur.
 Gaya hidup yang buruk, misalnya kebiasaan mengonsumsi kopi atau minuman keras
secara berlebihan.
 Porsi olahraga.
 Riwayat kesehatan (penyakit yang mungkin diidap).
 Obat-obatan yang mungkin dikonsumsi.

Selain itu, dokter juga akan meminta membuat buku harian tidur minimal selama dua minggu. Langkah ini
dapat membantu dokter memahami pola tidur dan mengukur tingkat keparahan insomnia yang dialami.
Beberapa informasi yang harus dicantumkan di dalam buku harian tidur biasanya, meliputi waktu yang
dibutuhkan untuk bisa terlelap, pukul berapa kira-kira mulai tidur, berapa kali terbangun di malam hari, dan
pukul berapa terbangun. Informasi yang lengkap akan membantu dokter menangani insomnia secara tepat.

 Komplikasi Insomnia
Tidur memiliki banyak keistimewaan bagi tubuh, mulai dari kesehatan fisik hingga psikis. Insomnia yang
dibiarkan tanpa penanganan dan berlangsung lama, bisa menimbulkan berbagai masalah lainnya. Mulai dari
menurunkan produktivitas dan konsentrasi, gangguan kesehatan mental, hingga memperburuk penyakit kronis,
seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

  Pengobatan Insomnia
Dalam mengobati insomnia, hal pertama yang dilakukan oleh dokter adalah mencari tahu apa yang menjadi
penyebab. Jika insomnia didasari oleh kebiasaan atau pola hidup tertentu yang tidak sehat, maka dokter akan
menyarankan untuk memperbaikinya. Jika insomnia disebabkan oleh gangguan kesehatan (misalnya, gangguan
kecemasan), maka dokter akan terlebih dahulu mengatasi kondisi yang mendasari rasa cemas tersebut.

Dalam beberapa kasus insomnia, dokter akan menyarankan agar menjalani terapi perilaku kognitif. Terapi ini
bisa membantu untuk mengubah perilaku dan pola pikir yang memengaruhi tidur mereka.

Andaikan dianggap perlu, tak menutup kemungkinan dokter akan meresepkan obat tidur untuk beberapa
waktu. Namun, obat tidur merupakan solusi yang bersifat sementara saja. Hal yang perlu digarisbawahi,
penanganan insomnia jarang berhasil bila tak mencari solusi dari akar penyebabnya.

Jika kamu tidak mempunyai waktu untuk menemui dokter secara langsung, cobalah menggunakan
aplikasi Halodoc untuk berdiskusi dengan ahli medis secara online tanpa terpaut waktu dan tempat. Cukup
dengan download aplikasi Halodoc, kamu bisa mendapatkan semua kemudahan dalam akses kesehatan
hanya dengan penggunaan smartphone. Unduh aplikasinya sekarang juga!

 Pencegahan Insomnia
Periksakan diri ke dokter jika kesulitan untuk tidur atau sulit mempertahankan tidur, terlebih lagi jika hal
tersebut berdampak kepada kehidupan sehari-hari. Kelelahan karena insomnia dapat memengaruhi suasana hati
dan menciptakan masalah di dalam hubungan dengan orang-orang terdekat dan rekan kerja. Berikut ini
beberapa cara yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan tidur:

 Berusaha untuk tidur di waktu yang sama setiap malam dan saat bangun di pagi hari.
Pastikan juga tidak tidur siang karena dapat mengurangi rasa kantuk di malam hari.
 Hindari menggunakan smartphone saat sudah memasuki jam tidur agar rasa kantuk tidak
hilang.
 Hindari konsumsi kafein, nikotin, serta alkohol di siang hari yang dapat memengaruhi
pola tidur.
 Usahakan untuk berolahraga secara teratur setiap hari dan lakukan jauh sebelum
waktunya tidur.
 Buat kamar menjadi tempat yang nyaman dan gunakan alat-alat yang mempermudah
untuk tidur.

Gangguan tidur dapat ditandai dengan rasa mengantuk pada siang hari, kesulitan tidur pada malam hari,
atau siklus tidur dan bangun yang tidak teratur. Gangguan tidur yang tidak ditangani dengan baik dapat
meningkatkan risiko munculnya berbagai penyakit lain, seperti hipertensi dan penyakit jantung.

2. prasomnia
Pengertian Parasomnia
Parasomnia merupakan gangguan kualitas tidur karena adanya episode abnormal saat tidur. Beberapa
episode abnormal yang dimaksud antara lain berjalan saat tidur, mimpi buruk, atau paralisis (yang dalam
istilah awam sering disebut ketindihan).
Terdapat berbagai macam gangguan tidur yang termasuk parasomnia. Beberapa gangguan yang paling
sering ditemui adalah:
• Gangguan tidur berjalan (sleep-walking), atau disebut juga somnambulisme
• Nightmare
• Night terror
Gangguan tidur lainnya adalah paralisis saat tidur, enuresis (mengompol), halusinasi tidur, atau sleep
talking. Parasomnia lebih banyak dialami oleh anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa.
Penyakit Parasomia (John TTakai/Shutterstock)
 Penyebab Parasomnia
Hingga saat ini penyebab pasti parasomnia belum diketahui dengan jelas. Meski demikian, faktor genetik
diduga berperan karena banyak kasus parasomnia terjadi menurun dalam riwayat kesehatan keluarga.
Beberapa hal lain yang bisa menyebabkan seseorang rentan mengalami parasomnia adalah:
• Sedang tertekan atau stres
• Penderita memiliki gangguan post-traumatic stress disorder
• Efek samping obat tertentu
• Pengguna narkoba
• Kebiasaan mengonsumsi alkohol
Diagnosis Parasomnia
Penentuan ada tidaknya gangguan tidur dilakukan oleh psikiater. Untuk mengetahui adanya kemungkinan
parasomnia, dokter akan meminta penderita untuk membuat buku harian tidur untuk mencatat hal-hal
yang dialami saat tidur selama dua minggu terakhir.

Bila diperlukan, perilaku saat tidur dapat diobservasi di ruang rawat dengan pemeriksaan polisomnogram.
Pemeriksaan ini menggunakan teknik mendeteksi gelombang otak, denyut jantung, dan pernapasan saat
tidur. Selain itu juga dilakukan perekaman video untuk mendeteksi adanya perilaku abnormal saat tidur.

 Gejala Parasomnia
Penderita parasomnia pada umumnya sering mengeluh tidur tidak nyenyak karena adanya episode
abnormal yang mengganggu saat tidur. Sedangkan gejala khas tiap penyakit yang termasuk dalam
parasomnia bisa saja sangat berbeda-beda. Gangguan tidur berjalan (sleepwalking atau somnambulisme)
ditandai dengan berjalan saat tidur. Penderitanya dapat berjalan keluar rumah, memindahkan barang-
barang, dan bahkan berlari-lari. Biasanya mata penderitanya terbuka saat melakukan aktivitas tersebut,
tetapi otaknya tidak menyadarinya. Mencegah penderita untuk tidak berjalan umumnya bukanlah langkah
yang baik karena penderitanya dapat menunjukkan perilaku agresif seperti memukul atau menggigit bila
dicegah berjalan.
Nightmare merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan mimpi buruk yang terasa amat nyata.
Penderita nightmare sering terbangun di malam hari dengan ketakutan karena mimpi buruk yang
dialaminya. Biasanya setelah terbangun, penderita akan sulit untuk tidur lagi.
Night terror memiliki gejala adanya perilaku agresif saat tidur. Perilaku agresif tersebut bisa berupa
berteriak-teriak, menendang, menangis, dan sebagainya. Umumnya penderita night terror tidak dapat
mengingat mimpi yang dialami saat tidur yang menyebabkan dirinya melakukan perilaku agresif tersebut.
Sleep paralysis sering disebut dengan istilah ketindihan. Pada gangguan ini, penderitanya tidak bisa
menggerakkan tubuhnya sama sekali padahal dalam keadaan sadar. Episode paralisis ini berlangsung
selama beberapa detik hingga beberapa menit. Kadang gangguan ini juga disertai oleh halusinasi, yang
biasanya dianggap menyeramkan oleh penderitanya.
Sleep talking sering disebut mengigau. Penderita gangguan ini berbicara di bawah kesadarannya saat
tidur. Bicara bisa tidak jelas, bisa juga berteriak dengan lantang. Isi pembicaraan umumnya tidak jelas
atau tidak esensial.
Enuresis merupakan istilah medis dari mengompol. Mengompol saat tidur merupakan hal yang normal
pada anak, terutama balita. Enuresis dianggap tidak normal lagi bila terjadi pada anak di atas usia 5 tahun
dan orang dewasa. Biasanya pemicunya adalah karena adanya masalah psikologis tertentu yang sangat
membebani pikiran.
Sleep related eating disorder merupakan episode ketagihan makan dan minum yang terjadi saat terbangun
di malam hari. Penderita biasanya tidak sadar penuh saat bangun. Secara tidak sadar ia akan
mengonsumsi makanan dalam jumlah sangat banyak. Karena dilakukan tanpa sadar, sangat mungkin
makanan yang dikonsumsinya adalah zat berbahaya.
 Pengobatan Parasomnia
Pengobatan parasomnia tergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami. Bila parasomnia yang dialami
adalah gangguan tidur berjalan, maka hal yang paling penting adalah memastikan bahwa lingkungan di
sekitar tempat tidur aman. Selain itu, keluarga dapat memasang kunci atau alarm pada jendela dan pintu
untuk mencegah penderita gangguan tidur berjalan membahayakan dirinya.
Selain itu, secara umum, dokter dapat memberikan obat-obatan untuk membantu penderita agar tidur
lebih nyenyak. Sebagian besar parasomnia akan hilang dengan sendirinya seiring bertambah usia.

3. Hipersomnia

adalah kondisi yang membuat seseorang merasa lelah dan mengantuk berlebih di siang hari.
Penderita akan tetap kelelahan meski telah tidur dengan durasi yang cukup.Kondisi yang juga
disebut excessive daytime sleepiness (EDS) ini memiliki dua jenis, yakni primer dan
sekunder.Seseorang dikatakan mengalami hipersomnia primer ketika EDS berlangsung selama
minimal tiga bulan, dan tidak disertai gejala lain.Sedangkan hipersomnia sekunder biasanya
disebabkan oleh buruknya kualitas tidur di malam hari. Akibatnya, muncul rasa lelah dan
terganggunya konsentrasi.Pada jenis sekunder, hipersomnia merupakan manifestasi dari penyakit
lain. Contohnya, penyakit Parkinson, gagal ginjal, dan sindrom kelelahan kronis.
Hipersomnia
Dokter spesialis Jiwa
Gejala Lelah sepanjang waktu, sulit konsenterasi
Faktor risiko Pria, sleep apnea, sakit jantung
Metode diagnosis Epwroth sleepines scale, sleep diary
Pengobatan Obat-obatan, perubahan gaya hidup
Obat Amphetamine, methylphenidate, modafinil
Komplikasi Gangguan memori, halusinasi
Kapan harus ke dokter? Merasa lelah berlebihan sehingga menganggu aktivitas
Gejala hipersomnia dapat berbeda-beda di tiap penderita. Perbedaan ini tergantung dari
penyebabnya.Namun secara umum, gejala yang muncul dapat berupa:
Merasa sangat lelah sepanjang waktu Selalu merasa butuh tidur siang
Tetap mengantuk meski telah tidur cukup atau dalam jangka waktu yang lama Sulit berkonsterasi
sehingga sulit untuk membuat keputusan Kurang antusias Mengalami gangguan memori
Meningkatnya risiko kecelakaan, terutama saat mengoperasikan kendaraan bermotor Mudah marah
Sering merasa cemas Kehilangan nafsu makan

 Penyebab hipersomnia tergantung tergantung pada jenisnya di bawah ini: Penyebab hipersomnia
primer
Beberapa literatu medis menyebutkan bahwa hipersomnia primer disebabkan oleh gangguan otak yang
mengatur pola tidur dan bangun Penyebab hipersomnia sekunder
Penyebab hipersomnia sekunder adalah kualitas tidur yang buruk. Kondisi ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor.Beberapa faktor risiko hipersomnia sekunder tersebut meliputi:Gangguan tidur lain, seperti
insomnia, narkolepsi dan apnea tidur Tidak memiliki waktu yang cukup untuk tidur di malam hari
Kelebihan berat badan Kebiasaan mengonsumsi alkohol berlebihan Penyalahgunaan obat-obatan terlarang
Cedera kepala atau gangguan saraf (seperti multiple sclerosis atau penyakit Parkinson) Penyakit tertentu,
seperti gangguan ginjal, penyakit jantung, dan fungsi kelenjar tiroid yang rendah Konsumsi obat-obatan
yang diresepkan untuk penyakit lain Adanya anggota keluarga kandung dengan riwayat penyakit yang
sama Depresi Hipersomnia juga biasanya lebih sering dialami oleh laki-laki daripada perempuan. Namun
pemicu di balik hal ini belum diketahui.
Untuk memastikan diagnosis hipersomnia, dokter dapat melakukan serangkaian pemeriksaan di bawah
ini:
Tanya jawab
Dokter akan menanyakan gejala serta riwayat kesehatan pasien maupun keluarga. Dokter juga akan
mendata obat-obatan yang sedang di konsumsi.
Pemeriksaan fisik
Dokter akan memeriksa kondisi fisik pasien, misalnya detak jantung. Epwroth sleepines scale
Dokter akan meminta pasien untuk menilai rasa kantuk yang dirasakan. Langkah ini bertujuan melihat
pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari.Sleep diary
Dokter bisa menyarankan pasien untuk mencatat waktu tidur dan bangun, untuk melihat durasi serta pola
tidur pasien.
Polysomnogram
Pada polysomnogram atau sleep study, pasien harus menginap di klinik khusus selama semalam. Dokter
akan memeriksa aktivitas otak pasien, serta pergerakan mata, kaki, detak jantung, pernapasan, hingga
kadar oksigen.
Multiple sleep latency test
Multiple sleep latency test bertujuan melihat kadar kantuk yang dirasakan oleh pasien. Dokter juga akan
mengecek sejauh mana pasien memasuki fase tidur saat tidur siang. Umumnya, tes ini dilakukan sehari
setelah polysomnogram.
Penanganan hipersomnia akan ditentukan berdasarkan penyebab yang mendasarinya. Dokter dpaat
menganjurkan cara mengobati hipersomnia yang meliputi:
Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat mengatasi narkolepsi, juga bisa digunakan untuk mengatasi hipersomnia.
Contohnya, amphetamine, methylphenidate, dan modafinil.Obat-obatan ini termasuk golongan stimulan
yang dapat membantu pasien agar merasa lebih segar dan tidak mengantuk.
Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup juga penting sebagai bagian dari pengobatan hipersomnia. Dokter mungkin akan
menyarankan pasien untuk:
Mengikuti jadwal tidur yang teratur
Menghindari kegiatan yang dapat memperparah gejala yang dirasakan, terutama menjelang tidur Tidak
mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang Menerapkan pola makan kaya nutrisi yang diberikan
oleh dokter supaya energi tubuh tetap tercukupi Komplikasi hypersomnia Bila terus berlangsung dan
tidak ditangani, hipersomnia dapat menyebabkan komplikasi berupa:
Gelisah
Sulit berpikir atau berkonsentrasi
Bicara lambat
Halusinasi
Nafsu makan berkurang
Berat badan menurun
Gangguan memori
Proses bekerja dan kehidupan sosial terganggu
Hingga saat ini, belum ada cara mencegah hipersomnia yang bisa dilakukan. Meski begitu, Anda dapat
mengurangi risikonya dengan:
Menciptakan lingkungan tidur yang tenang
Menjauhi konsumsi alkohol
Menghindari konsumsi obat yang dapat menyebabkan kantuk
Jangan bekerja hingga larut malam
Meski hipersomnia bukan kondisi yang bisa membahayakan nyawa, konsekuensi yang ditimbulkannya
bisa merugikan penderita. Pasalnya, kondisi ini dapat meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas akibat
tertidur saat berkendara.Karena itu, jika merasakan gejala hipersomnia atau kondisi ini menganggu
rutinitas, ada baiknya Anda berkonsultasi dan memeriksakan diri ke dokter.
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Buat daftar seputar gejala yang Anda rasakan.
Catat durasi tidur Anda dalam 24 jam.
Catat riwayat penyakit yang pernah dan sedang Anda alami. Demikian pula dengan riwayat medis
keluarga.
Catat semua obat, suplemen, obat herbal, atau vitamin yang Anda konsumsi.
Catat pertanyaan-pertanyaan yang ingin Anda ajukan pada dokter.
Mintalah keluarga atau teman untuk mendampingi Anda saat berkonsultasi ke dokter. Mereka bisa
memberikan dukungan moral maupun membantu Anda dalam mengingat informasi yang disampaikan
oleh dokter.
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Apa saja gejala yang Anda rasakan?
Sejak kapan gejala muncul?
Apakah Anda memiliki faktor risiko terkait hipersomnia?
Apakah Anda rutin mengonsumsi obat-obatan tertentu?
Apakah Anda pernah mencari bantuan medis? Bila iya, apa saja pengobatan yang telah Anda coba?
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang.
Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis hipersomnia agar penanganan yang tepat bisa diberikan.

4. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih pada siang hari serta
tertidur secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu dan tempat. Tidak hanya dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari, kondisi ini juga bisa membahayakan penderitanya.
Narkolepsi dapat disertai dengan gejala lainnya, yang meliputi sleep paralysis, halusinasi, dan katapleksi,
yaitu kelemahan atau kehilangan kendali pada otot wajah, leher, dan lutut.
narkolepsi-alodokter
Narkolepsi yang disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 1, sedangkan yang tidak
disertai dengan katapleksi, disebut dengan narkolepsi tipe 2.
 Penyebab Narkolepsi
Penyebab narkolepsi belum diketahui secara pasti. Namun, sebagian besar penderita narkolepsi memiliki
kadar hipokretin rendah. Hipokretin adalah zat kimia dalam otak yang mengendalikan waktu tidur.
Penyebab rendahnya hipokretin diduga akibat penyakit autoimun.
Narkolepsi juga diduga dapat disebabkan oleh penyakit yang merusak bagian otak penghasil hipokretin,
seperti:
Tumor otak
Cedera kepala
Ensefalitis
Multiple sclerosis
Selain penyakit di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya narkolepsi
atau memicu timbulnya penyakit autoimun hingga menyebabkan narkolepsi, yaitu:

Berusia 10–30 tahun


Perubahan hormon, terutama pada masa pubertas atau menopause
Stres
Perubahan pola tidur secara tiba-tiba
Infeksi, seperti infeksi bakteri streptokokus atau infeksi flu babi
Kelainan genetik keturunan
 Gejala Narkolepsi
Gejala narkolepsi dapat muncul dalam beberapa minggu atau berkembang secara perlahan selama
bertahun-tahun. Berikut ini adalah gejala narkolepsi yang umumnya terjadi:
Rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari
Penderita narkolepsi selalu mengantuk pada siang hari, sulit untuk tetap terjaga, dan sulit berkonsentrasi.
Serangan tidur
Serangan tidur yang menyebabkan penderita narkolepsi tertidur di mana saja dan kapan saja secara tiba-
tiba. Jika narkolepsi tidak terkendali, serangan tidur bisa berlangsung selama beberapa kali dalam sehari.
Katapleksi
Katapleksi atau melemahnya otot secara tiba-tiba ditandai dengan tungkai terasa lemas, penglihatan
ganda, kepala lunglai dan rahang turun, serta bicara cadel. Kondisi ini dapat terjadi selama beberapa detik
hingga beberapa menit dan biasanya dipicu oleh emosi tertentu, seperti terkejut, marah, senang, atau
tertawa. Penderita biasanya mengalami serangan katapleksi 1–2 kali dalam setahun.
Ketindihan atau sleep paralysis
Kondisi ini terjadi ketika penderita tidak mampu bergerak atau berbicara saat hendak terbangun atau
mulai tertidur.
Halusinasi
Penderita narkolepsi kadang dapat melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata, terutama saat akan
tidur atau bangun tidur.
Selain gejala umum tersebut, narkolepsi juga dapat disertai gejala lainnya, seperti:
Gangguan ingatan
Sakit kepala
Depresi
Keinginan untuk makan secara berlebihan
Kelelahan ekstrem dan kekurangan energi yang terjadi secara terus-menerus
Proses tidur penderita narkolepsi berbeda dengan orang normal. Terdapat dua fase dalam proses tidur
normal, yaitu fase REM (rapid eye movement) dan fase non-REM. Berikut penjelasannya:
Fase non-REM
Fase non-REM terdiri dari tiga tahap yang masing-masing dapat berlangsung selama 5–15 menit. Berikut
adalah tahapannya:
Tahap 1, di mana mata telah tertutup dan tidak mudah untuk dibangunkan.
Tahap 2, detak jantung melambat dan suhu tubuh menurun. Hal ini menandakan tubuh bersiap untuk
tahap tidur yang lebih nyenyak.
Tahap 3, tahap di mana seseorang yang tertidur akan lebih sulit untuk dibangunkan. Jika bangun, ia akan
merasa linglung selama beberapa menit.
Fase REM
Fase REM terjadi setelah seseorang tertidur selama 90 menit. Pada fase ini, detak jatung dan napas akan
bertambah cepat. Fase REM akan terjadi secara bergantian dengan fase non-REM.
Fase REM tahap pertama biasanya akan terjadi selama 10 menit, dan durasinya akan terus bertambah
pada tahap berikutnya hingga tahap terakhir yang bisa berlangsung selama 1 jam.
Pada penderita narkolepsi, proses tidur akan langsung memasuki fase REM, baik saat penderita sedang
bersiap untuk tidur atau ketika sedang terbangun dan beraktivitas. Kondisi ini yang kemudian
menyebabkan timbulnya gejala narkolepsi.
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami rasa kantuk yang berlebihan saat siang hari hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan ke dokter juga disarankan jika narkolepsi tidak kunjung
membaik setelah dilakukan pengobatan atau jika timbul gejala baru.
Diagnosis Narkolepsi
Sebagai langkah awal diagnosis, dokter akan memeriksa riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien.
Kemudian, dokter akan bertanya tentang kebiasaan tidur dan gejala yang dialami pasien.
Untuk memastikan diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan lainnya,
seperti tes tekanan darah dan tes darah. Pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan beberapa metode di
bawah ini juga akan dilakukan untuk mendeteksi tingkat keparahan kondisi:
1. Epworth Sleepiness Scale (ESS)
Dalam ESS, dokter akan menggunakan kuesioner untuk menilai besarnya kemungkinan pasien tertidur
ketika melakukan aktivitas yang berbeda, seperti ketika duduk, membaca, atau menonton televisi. Skor
kuesioner dapat menjadi salah satu acuan dokter untuk mendiagnosis dan mengukur keparahan kondisi.
2. Polisomnografi
Dalam metode ini, dokter akan memantau aktivitas listrik otak (elektroensefalografi), jantung
(elektrokardiografi), otot (elektromiografi), dan mata (elektrookulografi) saat pasien tidur, dengan
memasang elektroda di permukaan tubuh pasien.
3. Multiple Sleep Latency Test (MSLT)
MSLT digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh pasien untuk tertidur pada
siang hari. Pasien akan diminta beberapa kali untuk tidur di siang hari dan diukur berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk pasien mulai tertidur, serta dinilai juga fase tidurnya.
Jika pasien dapat tidur dengan mudah dan memasuki fase tidur rapid eye movement (REM) dengan cepat,
maka pasien kemungkinan besar menderita narkolepsi.
4. Pengukuran tingkat hipokretin
Pemeriksaan kadar hipokretin dilakukan dengan menggunakan sampel cairan otak dan tulang belakang
(cairan serebrospinal) yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal (lumbar puncture), yaitu menyedot
cairan dari tulang punggung bagian bawah dengan menggunakan jarum.
 Pengobatan Narkolepsi
Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan narkolepsi sepenuhnya. Tujuan pengobatan hanya
untuk mengendalikan gejala, sehingga aktivitas penderita tidak terganggu.
Untuk narkolepsi ringan, pengobatan dapat dilakukan dengan mengubah pola kebiasaan tidur. Berikut ini
adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa kantuk di siang hari dan meningkatkan
kualitas tidur di malam hari:
Olahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari, dan jangan melakukannya terlalu dekat dengan waktu
tidur. Disarankan untuk berolahraga paling lambat 2 jam sebelum tidur.
Hindari konsumsi makanan dengan porsi berat sebelum tidur.
Usahakan bangun pagi dan tidur malam pada jam yang sama setiap hari.
Biasakan tidur siang selama 10–15 menit setelah makan siang.
Jangan konsumsi kafein dan alkohol, serta hindari merokok sebelum tidur.
Lakukan hal-hal yang dapat merelaksasi pikiran sebelum tidur, seperti membaca atau mandi air hangat.
Buat suasana dan suhu kamar senyaman mungkin.
Jika gejala yang muncul cukup parah, penderita perlu diberikan obat-obatan. Obat yang diberikan akan
disesuaikan dengan tingkat keparahan, usia, riwayat penyakit, kondisi kesehatan secara menyeluruh, dan
efek samping yang mungkin ditimbulkan.
Beberapa jenis obat yang digunakan untuk meredakan gejala narkolepsi meliputi:
Stimulan, seperti methylphenidate, untuk merangsang sistem saraf pusat sehingga membantu penderita
tetap terjaga pada siang hari
Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, untuk membantu meredakan gejala katapleksi
Antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) atau serotonin and norepinephrine
reuptake inhibitor (SNRIs), untuk menekan waktu tidur, meringankan gejala katapleksi, halusinasi, dan
sleep paralysis
Sodium oxybate, untuk mencegah katapleksi dan meredakan rasa kantuk berlebih di siang hari
Pitolisant, untuk membantu melepaskan zat histamin di otak guna meredakan rasa kantuk di siang hari
 Komplikasi Narkolepsi
Narkolepsi dapat menimbulkan komplikasi yang berdampak pada fisik dan mental penderita. Komplikasi
yang mungkin terjadi meliputi:
Obesitas
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pola makan yang berlebih dan kurang gerak akibat sering tertidur.
Penilaian negatif dari lingkungan sosial
Narkolepsi juga dapat membuat penderitanya mendapat penilaian negatif dari lingkungan sekitarnya.
Dalam hal ini, penderita mungkin akan dianggap pemalas karena sering tertidur.
Cedera fisik
Risiko cedera fisik dapat terjadi ketika serangan tidur muncul di saat yang tidak tepat, seperti ketika
mengemudi atau memasak.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat
Narkolepsi yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan daya ingat.
Kondisi ini dapat membuat penderita sulit mengerjakan tugas atau pekerjaan di sekolah atau kantor.
Komplikasi narkolepsi dapat dihindari dengan melakukan olahraga secara rutin untuk mencegah obesitas,
tidak mengemudi atau mengoperasikan alat berbahaya untuk mencegah cedera, dan memberikan
penjelasan kepada orang-orang di sekitar tentang kondisi Anda untuk menghindari penilaian negatif.

 Pencegahan Narkolepsi
Narkolepsi tidak dapat dicegah, tetapi pengobatan secara rutin dapat membantu mengurangi jumlah
serangan tidur yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan melakukan cara-cara yang telah disebutkan di
atas untuk meningkatan kualitas tidur, timbulnya gejala narkolepsi juga bisa dicegah.
5. Apnea saat tidur sleep apnea
Apnea tidur atau sleep apnea adalah gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang berhenti
sementara selama beberapa kali saat sedang tidur. Kondisi ini dapat ditandai dengan mengorok saat tidur
dan tetap merasa mengantuk setelah tidur lama.
Istilah apnea pada sleep apnea berarti pernapasan terhenti atau berhenti bernapas. Penderita sleep apnea
dapat berhenti bernapas selama sekitar 10 detik sebanyak ratusan kali selama tidur. Kondisi ini sangat
berbahaya karena menyebabkan tubuhnya kekurangan oksigen. Pada wanita, kondisi ini terkadang bisa
menyebabkan mendengkur saat hamil.
Apnea tidur-Alodokter
 Gejala Sleep Apnea
Pada banyak kasus, penderita tidak menyadari gejala sleep apnea. Beberapa gejala itu justru disadari oleh
orang yang tidur sekamar dengan penderita. Beberapa gejala umum yang muncul saat penderita sleep
apnea sedang tidur adalah:
Mengorok dengan keras.
Berhenti bernapas, selama beberapa kali ketika sedang tidur.
Tersengal-sengal berusaha mengambil napas saat sedang tidur.
Terbangun dari tidur akibat merasa tercekik atau batuk-batuk di malam hari.
Sulit tidur (insomnia).
Selain gejala yang muncul saat tidur, penderita sleep apnea juga bisa merasakan keluhan setelah bangun
dari tidur, antara lain:
Terbangun dengan mulut yang terasa kering.
Sakit kepala ketika baru bangun tidur.
Merasa sangat mengantuk di siang hari.
Sulit berkonsentrasi, belajar, atau mengingat sesuatu.
Mengalami perubahan mood dan mudah marah.
Penurunan libido.
Kapan harus ke dokter
Pemeriksaan dokter diperlukan jika Anda mengalami gejala sleep apnea, seperti mengorok kencang dan
berhenti bernapas berkali-kali ketika sedang tidur.
Kebiasaan merokok dan minum alkohol berisiko menyebabkan sleep apnea. Bila Anda sulit berhenti
merokok atau mengalami kecanduan alkohol, sebaiknya berkonsultasilah dengan dokter untuk
mendapatkan terapi.
Jika Anda mengalami obesitas atau bahkan obesitas morbid, berkonsultasilah dengan dokter gizi untuk
menjalani program penurunan berat badan, agar risiko Anda untuk terkena sleep apnea lebih rendah.
Dokter gizi akan mengatur pola makan yang sesuai dengan kondisi Anda dan menetapkan target
penurunan berat badan yang aman.
 Penyebab Sleep Apnea
Sleep apnea disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut adalah beberapa jenis sleep apnea menurut
penyebabnya:
Obstructive sleep apnea
Obstructive sleep apnea terjadi ketika otot di belakang tenggorokan terlalu rileks. Kondisi ini membuat
saluran pernapasan menyempit atau menutup saat menarik napas, misalnya karena lidah tertelan.
Central sleep apnea
Central sleep apnea terjadi saat otak tidak dapat mengirimkan sinyal dengan baik ke otot yang mengontrol
pernapasan. Hal ini menyebabkan penderita tidak bisa bernapas selama beberapa waktu.
Complex sleep apnea
Sleep apnea jenis ini merupakan gabungan dari obstructive sleep apnea dan central sleep apnea.
Faktor risiko sleep apnea
Apnea tidur dapat terjadi pada siapa saja, bahkan pada anak-anak. Seseorang akan lebih berisiko terkena
sleep apnea jika memiliki beberapa faktor risiko di bawah ini:
Berjenis kelamin laki-laki
Berusia 40 tahun ke atas
Memiliki amandel dan lidah yang besar atau rahang yang kecil
Adanya hambatan pada hidung akibat tulang hidung yang bengkok
Memiliki penyakit alergi atau gangguan sinus
Merokok
Kecanduan alkohol
Minum obat tidur
Diagnosis Sleep Apnea
Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan gejala yang dialami oleh pasien, baik kepada
pasien sendiri maupun kepada keluarganya, terutama yang tidur bersama pasien. Dokter kemudian akan
melakukan pemeriksaan fisik.
Setelah itu, dokter akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan pola tidur yang disebut sleep study.
Pada pemeriksaan ini, dokter akan memantau pola pernapasan dan fungsi tubuh pasien ketika sedang
tidur, baik di rumah atau di klinik khusus di rumah sakit. Tes-tes yang dilakukan untuk mendeteksi sleep
apnea adalah:
Tes tidur di rumah
Pada pemeriksaan ini, pasien akan membawa pulang alat khusus yang dapat merekam dan mengukur
detak jantung, kadar oksigen dalam darah, aliran napas, dan pola pernapasan ketika tidur.
Polisomnografi (nocturnal polysomnography)
Pada pemeriksaan ini, dokter akan menggunakan peralatan yang memonitor aktivitas jantung, paru-paru,
dan otak, pola pernapasan, gerakan lengan dan kaki, serta kadar oksigen dalam darah saat pasien tidur.
Jika hasil tes menunjukkan bahwa pasien menderita obstructive sleep apnea, maka dokter akan merujuk
pasien ke dokter THT untuk menyingkirkan penyumbatan pada hidung dan tenggorokan. Jika pasien
menderita central sleep apnea, dokter akan memberi rujukan ke dokter spesialis saraf.
 Pengobatan Sleep Apnea
Pengobatan apnea tidur tergantung pada kondisi pasien dan tingkat keparahan sleep apnea. Sleep apnea
yang ringan dapat ditangani secara mandiri, misalnya dengan menurunkan berat badan, berhenti merokok,
mengurangi minum minuman beralkohol, serta mengubah posisi tidur.
Jika kondisinya sudah cukup parah, sleep apnea perlu mendapatkan penanganan secara medis, antara lain
dengan:
Terapi khusus
Jika perubahan pola hidup tidak berhasil mengatasi gejala apnea tidur atau jika gejala yang muncul sudah
cukup parah, maka penderita dianjurkan untuk menjalani terapi dengan alat-alat berikut:
CPAP (continuous positive airway pressure)
Alat ini digunakan untuk meniupkan udara ke saluran pernapasan melalui masker yang menutupi hidung
dan mulut penderita sleep apnea saat tidur. Tujuan terapi CPAP adalah untuk mencegah tenggorokan
menutup dan meredakan gejala-gejala yang muncul.
BPAP (bilevel positive airway pressure)
Alat ini bekerja dengan cara menaikkan tekanan udara saat pasien menarik napas dan menurunkan
tekanan udara saat pasien mengembuskan napas. Dengan begitu, pasien akan lebih mudah untuk
bernapas. Alat ini juga bisa menjaga agar jumlah oksigen dalam tubuh pasien tercukupi.
MAD (mandibular advancement device)
Alat ini didesain untuk menahan rahang dan lidah untuk mencegah penyempitan pada saluran pernapasan
yang menyebabkan seseorang mendengkur. Namun, MAD tidak dianjurkan bagi penderita apnea tidur
yang parah.
Operasi
Jika perubahan gaya hidup dan terapi dengan alat-alat di atas masih tidak berhasil memperbaiki gejala
sleep apnea selama 3 bulan, maka penderita dapat menjalani operasi. Operasi yang dapat dilakukan untuk
menangani sleep apnea meliputi:
Uvulopalatopharyngoplasty
Pada prosedur ini, dokter akan mengangkat sebagian jaringan di bagian belakang mulut dan bagian atas
tenggorokan, sekaligus mengangkat amandel dan kelenjar adenoid, untuk mencegah pasien ngorok saat
tidur.
Ablasi radiofrekuensi
Prosedur ini digunakan untuk mengangkat sebagian jaringan di bagian belakang mulut dan bagian
belakang tenggorokan, menggunakan gelombang energi khusus.
Operasi reposisi rahang
Dalam operasi rahang ini, tulang rahang bawah diposisikan lebih maju daripada tulang wajah. Tujuannya
adalah untuk memperluas ruang di belakang lidah dan langit-langit.
Stimulasi saraf
Dokter akan memasukkan alat khusus untuk menstimulasi saraf yang mengontrol pergerakan lidah, agar
jalan napas tetap terbuka.
Trakeostomi
Trakeostomi dilakukan untuk menciptakan saluran pernapasan baru pada kondisi apnea tidur yang parah.
Dokter akan membuat sayatan di leher pasien, kemudian memasukkan tabung metal atau plastik ke
dalamnya.
Komplikasi dari Sleep Apnea
Jika tidak segera ditangani, sleep apnea dapat meningkatkan risiko penderitanya mengalami komplikasi
berupa:

Sakit kepala berkepanjangan


Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Diabetes tipe 2
Sindrom metabolik
Penyakit jantung
Gangguan fungsi organ hati
Depresi
Selain komplikasi di atas, sleep apnea dapat mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya dan
menurunkan performa dalam bekerja maupun belajar. Sleep apnea juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kecelakaan saat berkendara akibat rasa kantuk dan penurunan kewaspadaan. Efek gangguan
tidur ini tentu tidak baik bagi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.https://www.google.com/search?q=jelaskan+pengertian+%2Cpenyebab+%2C+tanda+dan+gejala%2Ck
omplikasi+penatalaksanaan+penanganan+tentang+kasus+insomnia
2.https://www.google.com/search?
q=jelaskan+pengertian+penyebab+tanda+dan+gejalah+komplikasi+penatalaksanaan+penaganaan+pada+
kasus+parasomnia
3.https://www.google.com/search?
q=jelaskan+pengertian+penyebab+tanda+dan+kejalahkomplikasi+penatalaksanaan+penaganaan+pada+ka
sus+Hipersomnia&oq=jelaskan+pengertian+penyebab+tanda+dan+kejalahkomplikasi+penatalaksanaan+
penaganaan+pada+kasus+Hipersomnia&aqs=chrome..69i57.112366j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8.
4.https://www.google.com/search?
q=jelaskan+pengertian+penyebab+tanda+dan+kejalah+komlpkasi+penatalaksanaan+penanggaan+pada+k
asus+Narkolepsi&oq=jelaskan+pengertian+penyebab+tanda+dan+kejalah+komlpkasi+penatalaksanaan+
penanggaan+pada+kasus+Narkolepsi&aqs=chrome..69i57.160557j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8
5. https://www.alodokter.com/sleep-apnea
Diakses pada tanggal, 12 januari 2022.

Anda mungkin juga menyukai