Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan

timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait

dengan kelainan pada karbohidrat, metabolisme lemak dan protein

(Palaian et al, 2005). Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik

DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti

mata, ginjal, saraf, dan sistem vaskular (Cavallerano, 2009).

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (2008),

terbagi 4 bagian yaitu:

a. Diabetes Melitus tipe 1

DM ini disebabkan kerusakan sekresi produksi insulin sel-sel

beta pankreas, sehingga penurunan insulin sangat cepat sampai

akhirnya tidak ada lagi yang disekresi. Oleh karena itu dalam

penatalaksanaannya substitusi insulin tidak dapat dielakkan (disebut

diabetes yang tergantung insulin).

b. Diabetes Melitus tipe 2

DM tipe 2 merupakan tipe DM yang lebih umum,

penderitanya lebih banyak dibandingkan DM tipe 1. Penderita DM

tipe 2 mencapai 90-99 % dari keseluruhan populasi penderita

5
6

diabetes. DM tipe 2 sering terjadi pada usia di atas 45 tahun, tetapi

akhir-akhir ini di kalangan remaja dan anak-anak populasi penderita

DM tipe 2 meningkat.

Berbeda dengan DM tipe 1, pada DM tipe 2 terutama

penderita DM tipe 2 pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi

jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, selain kadar glukosa

yang juga tinggi. DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak

mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut

resistensi insulin. Obesitas atau kegemukan sering dikaitkan dengan

penderita DM tipe 2.

c. Diabetes Gestational

DM ini adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul atau

mulai diketahui selama pasien hamil. Karena terjadi peningkatan

sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metaboliknya terhadap

toleransi glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan

diabetogenik.

d. Diabetes Spesifik

DM ini disebabkan defekasi genetik fungsi sel-sel beta,

defekasi genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, DM karena obat, DM karena infeksi, DM imunologi

dan sindrom genetik.


7

2. Komplikasi Diabetes Melitus

Menurut Depkes RI (2005), diabetes yang tidak terkontrol

dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut

ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus

diwaspadai.

a. Hipoglikemia

Keadaan yang ditandai kadar glukosa plasma penderita

kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang

sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa

plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga

tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih

sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1-2

kali per minggu.

b. Hiperglikemia

Keadaan yang ditandai kadar gula darah melonjak secara

tiba-tiba. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat

dicegah sehingga tidak menjadi parah. Hiperglikemia dapat

memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,

disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia

yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan

metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik

(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan HHS, yang keduanya dapat


8

berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat

dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

c. Komplikasi Makrovaskular

Ada 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum

berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung

koroner (CHD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit

pembuluh darah perifer (PVD). Walaupun komplikasi

makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang

lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah

penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,

hiperlipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-

penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,

antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome,

Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.

Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya

pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap

jantung sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan

darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes

sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80

mmHg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya

hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan

gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok,

mengurangi stres dan lain sebagainya.


9

d. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita

diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan

protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding

pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi

penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah

yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler,

antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Selain karena

kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh

faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang

memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda resiko

komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat

untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi)

dan tingkat keparahan diabetes.

3. Terapi Diabetes Melitus

1. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita

DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar

pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi

insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus

mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme

karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun

sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi


10

insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin

selain terapi hipoglikemik oral (Depkes RI, 2005).

Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas

dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh

sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui

vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh

melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat

dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel.

Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau

terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan

meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber

energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana

seharusnya (Depkes RI, 2005).

2. Terapi Hipoglikemik Oral

a. Golongan Sulfonilurea

Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin

di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel

β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan

kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-

senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi

insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda

dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat

glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi


11

insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan

sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea

sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar

pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena

sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan

kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas, pemberian

obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak

bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat

degradasi insulin oleh hati. Obat yang termasuk dalam golongan

ini adalah Glibenklamide, Glipizid, Gliklazid, Glimepirid, dan

Glikuidon (Depkes RI, 2005).

b. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin

Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini

merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya

mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa

hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi

insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat

hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini

dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik

oral lainnya. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah

Repaglinida dan Nateglinida (Depkes RI, 2005).


12

c. Golongan Biguanida

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja

langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati.

Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi

insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.

Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai

obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin

masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia,

karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asalkan

dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan

fungsi ginjal dan hati (Depkes RI, 2005).

d. Golongan Tiazolidindion (TZD)

Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan

kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan

PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di

otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi

insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan

glikoneogenesis. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah

Rosiglitazone dan Pioglitazone (Depkes RI, 2005).

e. Golongan Inhibitor α-Glukosidase

Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja

menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding


13

usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase,

glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis

oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini

secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat

kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi

peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita

diabetes. Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat

enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis

polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan

obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600

mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi

karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180

mg/dl. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Acarbose

dan Miglitol ( Depkes RI, 2005).

Terapi hipoglikemik oral biasanya ditujukan kepada

penderita DM tipe 2, tetapi penderita DM tipe 2 juga dapat

menggunakan terapi insulin, dimana algoritma penatalaksanaan

DM tipe 2 dapat dilihat pada Gambar I.


14

Gambar I. Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2

Sumber : Dipiro et al (2005)

4. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan yang ditandai terjadi

peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar

trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia

termasuk salah satu abnormalitas fraksi lipid dalam darah atau lebih

dikenal dengan hiperlipidemia. Pada hiperlipidemia terdapat kenaikan


15

kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar High

Density Lipoprotein (HDL) (Malloy et al, 2002).

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,

prevalensi hiperlipidemia di Indonesia pada usia 25 sampai usia 34

tahun sebesar 9,3% dan pada usia 55 sampai usia 64 tahun sekitar

15,5%. Jumlah kolesterol LDL dan HDL serum masih menjadi marker

yang penting dalam kejadian PJK dan merupakan alat standar untuk

evaluasi faktor resiko insidensi PJK (Erawan, 2001).

Pada pasien hiperlipidemia, kadar kolesterol LDL yang ikut

beredar dalam darah sangat tinggi. Bila terjadi defek pada dinding

pembuluh darah terutama pembuluh arteri maka LDL akan mudah

menempel dan mengendap membentuk gumpalan lipid. Gumpalan

inilah yang akan menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskuler

seperti penyakit jantung koroner (Bustan, 2000).

Ada beberapa jenis Lipoprotein, antara lain : Kilomikron, VLDL

(Very Low Density Lipoprotein), IDL (Intermediate Density

Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density

Lipoprotein) (Katzung, 2003). Klasifikasi kolesterol total, LDL, HDL,

dan trigliserida dapat dilihat pada Tabel I.


16

Tabel 1. Klasifikasi Kolesterol Total, LDL, HDL, dan Trigliserida


PROFIL LIPID KATEGORI
Kolesterol Total
<200 Optimal
200-239 Diinginkan
≥240 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Diinginkan
160-189 Tinggi
≥190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
<40 Rendah
≥60 Tinggi
Trigliserida
<150 Optimal
150-199 Diinginkan
200-499 Tinggi
≥500 Sangat tinggi
Sumber : Murray (2003)

5. Kilomikron

Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80%

komponennya terdiri dari trigliserida yang berasal dari makanan dan

kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserida dari

makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, juga membawa kolesterol

makanan ke hati. Kilomikronemia pasca makan mereda 8-10 jam

sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa

dianggap abnormal (Katzung, 2003).

6. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)

Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida dan 10-15%

kolesterol. Lipoprotein ini dibentuk dari asam lemak bebas di hati.


17

Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat,

maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL.

Kadar trigliserida juga mungkin berubah oleh pengaruh berat badan,

minum alkohol, stres dan latihan fisik. Efek aterogenik VLDL belum

begitu jelas, tetapi hipertrigliseridemia mungkin merupakan tanda

bahwa kadar HDL kolesterol rendah dan sering dihubungkan dengan

kegemukan, intoleransi glukosa dan hiperurisemi (Katzung, 2003).

7. Intermediate Density Lipoprotein (IDL)

Lipoprotein ini kurang mengandung tigliserida (30%), lebih

banyak kolesterol (20%) dan relatif lebih banyak mengandung

apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu

VLDL dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat dalam kadar yang

besar kecuali bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut

(Katzung, 2003).

8. Low Density Lipoprotein (LDL)

Lipoprotein ini merupakan pengangkut kolesterol terbesar pada

manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak

10% dan kolesterol 50%. LDL merupakan metaboli VLDL, fungsinya

membawa kolesterol ke jaringan perifer (untuk sintesis membran

plasma dan hormon steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyak

factor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh,

kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL (Katzung, 2003).


18

9. High Density Lipoprotein (HDL)

Komponen HDL ialah 13% kolesterol, kurang dari 5%

trigliserida dan 50% protein. Kadar HDL kira-kira sama pada laki-laki

dan perempuan sampai pubertas, kemudian pada laki-laki terjadi

penurunan sampai 20% lebih rendah daripada kadar pada perempuan.

Pada individu dengan nilai lipid yang normal, kadar HDL relatif

menetap sesudah dewasa. HDL penting untuk kebersihan trigliserida

dan kolesterol, dan untuk transport serta metabolisme ester kolesterol

dalam plasma. HDL biasanya membawa 20-25% kolesterol darah. HDL

berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga

penimbunan kolesterol di perifer berkurang (Katzung, 2003).

10. Trigliserida

Trigliserida merupakan jenis lemak yang dapat ditemukan dalam

darah dan merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang

mengandung lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke

tubuh serta juga dibentuk di hati. Setelah mengalami proses di dalam

tubuh, trigliserida ini akan diserap usus dan masuk ke dalam plasma

darah yang kemudian akan disalurkan ke seluruh jaringan tubuh dalam

bentuk kilomikron dan VLDL (very low density lipoprotein)

(Fridewald et al, 2001).


19

Trigliserida dalam bentuk kilomikron berasal dari penyerapan

usus setelah konsumsi makanan berlemak. Sebagai VLDL, trigliserida

dibentuk oleh hati dengan bantuan insulin dari dalam tubuh. Sementara

itu, trigliserida yang berada di luar hati dan berada dalam jaringan

misalnya jaringan pembuluh darah, otot, jaringan lemak akan

dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase. Sisa hidrolisis kemudian akan

dimetabolisme oleh hati menjadi kolesterol LDL. Kalori yang

didapatkan tubuh dari makanan yang dikonsumsi tidak akan langsung

digunakan oleh tubuh melainkan disimpan dalam bentuk trigliserida

dalam sel-sel lemak di dalam tubuh yang berfungsi sebagai energi

cadangan tubuh (Malloy et al, 2002).

Asupan makanan yang mengandung kadar lemak jenuh yang

tinggi dapat meningkatkan efek trigliserida di dalam tubuh seseorang.

Jika kadar trigliserida meningkat, maka kadar kolesterol juga akan

meningkat. Trigliserida yang berlebih dalam tubuh akan disimpan di

dalam jaringan kulit sehingga tubuh terlihat gemuk. Seperti halnya

kolesterol, kadar trigliserida yang terlalu berlebih dalam tubuh dapat

membahayakan kesehatan. Namun, trigliserida dalam batas normal

sebenarnya sangat dibutuhkan tubuh. Asam lemak yang dimilikinya

bermanfaat bagi metabolisme tubuh. Selain itu, trigliserida memberikan

energi bagi tubuh, melindungi tulang, dan organ-organ penting lainnya

dalam tubuh dari cedera (Bustan, 2000).


20

11. Terapi Hiperlipidemia

Pengaturan diet makanan saja sebenarnya sangat bermanfaat

untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Namun, pada

sebagian orang diperlukan strategi farmakologis menggunakan obat

untuk dapat mencapai kadar kolesterol yang ditargetkan. Pada pasien

yang secara genetik cenderung mempunyai kadar kolesterol tinggi

bahkan diperlukan pengobatan yang lebih agresif. Terdapat beberapa

obat pilihan untuk menurunkan kadar lipid/kolesterol. Pemilihan obat

yang tepat tergantung pada faktor/mekanisme yang menyebabkan

abnormalitas lipid/kolesterol tersebut (Williams, 2005). Berikut adalah

penggolongan obat-obat untuk mengatasi hiperlipidemia :

a. Statin

Obat golongan statin atau inhibitor HMG-CoA reduktase

adalah kelompok obat penurun lipid yang digunakan untuk

menurunkan level kolesterol dengan menghambat kerja enzim

HMG-CoA reduktase. Mekanisme penghambatan kerja enzim HMG-

CoA reduktase dapat dilihat pada Gambar II. Gangguan pada

aktivitas enzim ini akan menyebabkan penurunan jumlah asam

mevalonat yang merupakan prekursor kolesterol. Hambatan enzim

HMG-CoA di hati akan menstimulasi LDL reseptor sehingga

meningkatkan pembersihan LDL dari aliran darah dan menurunkan

level kolesterol darah. Penurunan level kolesterol darah ini terlihat


21

setelah seminggu pemakaian dan efek maksimal terlihat setelah 4 – 6

minggu penggunaan. Sesudah penyerapan, statin akan ditransport ke

hati melalui sirkulasi portal (Dalimartha, 2000).

Dalam golongan statin terdapat beberapa macam obat yaitu

Simvastatin, Lovastatin, Atorvastatin, Cerivastatin, Fluvastatin,

Mevastatin, Pitavastatin, Pravastatin, dan Rosuvastatin (Tjay dan

Kirana, 2007). Berikut adalah mekanisme dari masing-masing

golongan obat statin :

1. Simvastatin

Simvastatin adalah obat penurun kolesterol yang bekerja

dengan menghambat produksi kolesterol di hati, di usus,

menurunkan kolesterol darah secara keseluruhan dan menurunkan

kadar LDL-kolesterol darah. Indikasi penggunaan simvastatin

adalah untuk penderita hiperkolesterolemia primer, pasien yang

tidak cukup memberikan respon terhadap diet, mengurangi

kejadian klinis, memperlambat progresif atherosklerosis koroner

pada pasien penyakit jantung koroner dan penderita kadar

kolesterol 5,5 mmol/L atau lebih. Kontra indikasi dari obat ini

adalah untuk wanita hamil, menyusui, pasien dengan penyakit

hati aktif atau peningkatan serum transaminase yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya (Witztum, 1996).

Dosis tunggal awal adalah 10 mg/hari. Dalam interval

kurang dari 4 minggu dosis dapat menyesuaikan dalam kisaran


22

lazim 10 – 40 mg/hari. Penderita penyakit jantung koroner awal

20 mg/hari. Efek samping dari penggunaan simvastatin adalah

pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam

kulit, nyeri abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan, hepatitis

dan anemia. Pemakaian simvastatin dalam jangka waktu yang

lama menyebabkan gangguan fungsi kognitif seperti amnesia,

transient global amnesia, aphasia dan gangguan memori jangka

pendek (Witztum, 1996).

Simvastatin merupakan produk dalam bentuk lakton yang

harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi bentuk aktifnya yaitu

asam β – hidroksi di hati, lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan

berikatan dengan protein plasma. Konsentrasi obat bebas di

sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang dari 5%, dan

memiliki waktu paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan diekskresi

melalui hati. Pemberian obat dilakukan pada malam hari

(Witztum, 1996).

2. Lovastatin

Lovastatin merupakan salah satu obat penurun kolesterol

golongan statin. Lovastatin sebagai agen hipokolesterolemik

mampu menurunkan kadar serum kolesterol, LDL, trigliserol dan

VLDL dalam darah (Albert, 1989). Obat golongan ini sangat

efektif untuk mengobati hiperlipidemia karena merupakan

inhibitor kompetitif dari 3 – hidroksi – 3 – metilglutaril –


23

koenzim – A (HMG-CoA) reduktase (Goodman dan Gilmans,

2001).

Obat golongan statin ini dapat menurunkan biosintesis

kolesterol dengan cara menghambat secara kompetitif enzim

HMG-CoA reduktase. Enzim ini merupakan enzim yang

mengkatalisis konversi HMG-CoA menjadi mevalonat, suatu

prekursor sterol, termasuk kolesterol. Efek tersebut dapat

meningkatkan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi

prekursor LDL oleh hati, sehingga mengurangi simpanan LDL

plasma. Oleh sebab itu, ekstraksi lintas pertama oleh hati dari obat

tersebut cukup besar, maka efek utamanya terjadi di hati

(Katzung, 2002).

Lovastatin dimetabolisme oleh hidroksilasi dan diekskresi

melalui empedu, sedangkan sekitar 80% suatu dosis oral muncul

dalam tinja, ini menggambarkan ekskresi obat dalam empedu

sebaik obat yang tidak diabsorpsi. Efek samping akut lovastatin

rendah (Raharjo, 2009).

3. Atorvastatin

Atorvastatin merupakan salah satu zat aktif penurun

kolesterol darah golongan statin atau penghambat/inhibitor HMG-

CoA reduktase, yaitu senyawa yang dapat menghambat konversi

enzim HMG-CoA reduktase menjadi mevalonat sehingga

menghambat pembentukan kolesterol endogen. Berbeda dengan


24

produk lakton simvastatin dan lovastatin, atorvastatin memiliki 3

asam hidroksil aktif dan tidak memerlukan hidrolisis in vivo.

Atorvastatin dan metabolit aktifnya yang secara struktur serupa

dengan HMG-CoA berkompetisi untuk menempati sisi aktif

HMG-CoA reduktase (Suyatna, 2007).

Penurunan kolesterol total dan LDL dihasilkan oleh dosis

biasa atorvastatin yang secara substansial menghasilkan

penurunan lebih besar dibandingkan dengan monoterapi dengan

antihiperlipidemia lainnya. Atorvastatin menghasilkan penurunan

konsentrasi kolesterol total LDL lebih besar bila dibandingkan

dengan statin lainnya (fluvastatin, lovastatin, simvastatin dan

pravastatin) (McEvoy, 2008). Efek samping yang sering terjadi

diantaranya adalah sembelit sehingga menurunkan tingkat

kepatuhan pasien. Waktu paruh atorvastatin adalah 14 jam

(Suyatna, 2007).

4. Cerivastatin

Cerivastatin adalah salah satu golongan sintetis dari kelas

statin yang digunakan untuk menurunkan kolesterol dan

mencegah penyakit kardiovaskular. Namun cerivastatin ditarik

dari pasar di seluruh dunia pada tahun 2001, dikarenakan adanya

laporan yang fatal terkait efek samping rhabdomyolysis.

Sebanyak 52 kematian dilaporkan pada pasien yang

menggunakan cerivastatin, terutama akibat rhabdomyolysis dan


25

gagal ginjal. Frekuensi kasus mematikan dari rhabdomyolysis

dengan cerivastatin adalah 16 sampai 80 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan statin lainnya. Cerivastatin juga

menyebabkan terjadinya miopati ketika diberikan sebagai

monoterapi (Saito et al, 2005).

5. Fluvastatin

Fluvastatin merupakan obat golongan statin yang

mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan golongan statin

lainnya yaitu menurunkan level kolesterol dengan menghambat

kerja enzim HMG-CoA reduktase, sehingga menghambat

terbentuknya mevalonat. Mevalonat merupakan prekursor sterol,

termasuk kolesterol (Suyatna, 2007).

6. Mevastatin

Mevastatin adalah obat penurun kolesterol yang diisolasi

dari Penicillium citinium. Mevastatin adalah inhibitor kompetitif

HMG – Coenzyme A (HMG -CoA) reduktase dengan afinitas

pengikatan 10.000 kali lebih besar dari HMG-CoA substrat itu

sendiri. Mevastatin adalah pro-obat yang diaktifkan oleh

hidrolisis in vivo dari cincin lakton (Suyatna, 2007).

Efek samping dari penggunaan mevastatin adalah myalgia,

nyeri abdomen, dan mual. Tetapi, mevastatin juga mempunyai

efek samping yang lebih berat dibandingkan dengan statin lainnya

yaitu myotoksisitas (miopati, myositis, rhabdomyolysis), dan


26

hepatotoksisitas. Karena efek samping inilah, mevastatin tidak

dapat diberikan sebagai terapi untuk penderita hiperlipidemia

(McEvoy, 2008).

7. Pitavastatin

Pitavastatin adalah obat generasi terbaru dari golongan obat

inhibitor HMG-CoA reduktase, atau lebih dikenal dengan sebutan

golongan statin yang termasuk dalam kelompok aksi kuat.

Pitavastatin memiliki efektivitas yang relatif sama dengan

atorvastatin dalam memperbaiki profil kolesterol darah.

Pitavastatin juga terbukti memiliki efek pleitropik dalam

mencegah aterosklerosis. Dari segi keamanannya, pitavastatin

juga cenderung lebih aman dan dapat ditoleransi dibanding obat-

obat golongan statin kelompok aksi kuat lainnya. Efektivitasnya

terhadap progresivitas gangguan jantung dan ginjal serta dalam

mencegah diabetes melitus tipe 2 masih dalam tahap penelitian.

Dari segi biaya, pitavastatin relatif lebih murah dibanding

golongan statin kelompok aksi kuat lainnya (Medikamen, 2012).

8. Pravastatin

Pravastatin termasuk dalam kelompok obat HMG-CoA

reductase inhibitors, atau statin. Mekanisme kerjanya dengan

mengurangi kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) dan

trigliserida dalam darah, sekaligus meningkatkan kadar kolesterol

HDL (high-density lipoprotein). Pravastatin digunakan untuk


27

menurunkan kolesterol dan trigliserida dalam darah. Pravastatin

juga digunakan untuk menurunkan resiko stroke, serangan

jantung, dan komplikasi jantung lainnya pada penderita diabetes,

penyakit jantung koroner, atau faktor risiko lain. Pravastatin

digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia

minimal 8 tahun (Suyatna, 2007).

9. Rosuvastatin

Rosuvastatin adalah obat oral untuk menurunkan kadar

kolesterol darah. Ini termasuk dalam kelas obat yang disebut

HMG-CoA reduktase inhibitor (statin). Obat ini mengurangi

kadar kolesterol dengan menghambat HMG-CoA reduktase,

enzim yang memproduksi kolesterol dalam hati. Rosuvastatin

dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan memperlambat

perkembangan penyakit arteri koroner (Suyatna, 2007).


28

Gambar II. Mekanisme penghambatan HMG-CoA Reduktase oleh Statin

Sumber : Dalimartha (2000)

b. Fibrat

Turunan asam fibrat (fibrate) banyak diresepkan pada

1980‐1990‐an, tetapi kemudian menurun ketika data yang

mendukung penggunaan statin mulai banyak. Efek utama fibrat

adalah penurunan kadar trigliserida, juga penurunan kolesterol LDL

yang moderat pada pasien yang kadarnya meningkat dan

meningkatkan kolesterol HDL (Williams, 2005).


29

c. Bile acid sequestrant

Penangkap asam empedu (bile acid sequestrant) telah dipakai

lebih dari 30 tahun. Mekanisme kerjanya ada dua, meningkatkan

bersihan (klirens) kolesterol dan menurunkan resirkulasi asam

empedu. Mula‐mula obat ini mengikat asam empedu pada usus halus

sehingga mencegah resirkulasinya ke dalam sistem enterohepatik.

Dengan demikian ekskresi asam empedu meningkat hingga 10 kali

lipat, dan karena asam empedu berkurang, hati merespon

meningkatkan produksi asam empedu dengan cara memecah

kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga meningkat untuk mengikat

kolesterol, sehingga kadar kolesterol yang ada dalam sirkulasi darah

semakin menurun (Williams, 2005).

d. Ezetimib

Diperkenalkan di pasaran sejak tahun 2003, ezetimib

merupakan obat pertama dalam kelasnya yang bekerja memblok

absorpsi kolesterol pada usus halus dengan cara menghambat secara

selektif mekanisme transpor pada sel epitel usus halus. Karena

jumlah kolesterol yang masuk melalui usus halus turun, maka hati

meningkatkan asupan kolesterolnya dari sirkulasi darah, sehingga

kadar kolesterol serum akan turun. Sebagai terapi tunggal, efek

utama ezetimib adalah menurunkan kadar kolesterol LDL sampai

18%, dengan sedikit efek pada trigliserida dan HDL

(Williams, 2005).
30

B. Kerangka Pemikiran

Pada penderita diabetes melitus, hormon insulin tidak bekerja,

oleh karena itu hormon glukagon yang bekerja. Glukosa tidak bisa diubah

menjadi energi sehingga untuk mendapatkan energi dilakukan pemecahan

lemak melalui mekanisme lipolisis. Hasil akhir dari pemecahan lemak

adalah asam lemak yang banyak dalam darah. Asam lemak tersebut

kemudian dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida dan kolesterol.

Jumlah trigliserida yang berlebihan dalam darah akan mengakibatkan

terjadinya hipertrigliseridemia. Hipertrigliseridemia merupakan penyebab

hiperlipidemia sekunder.

Untuk mengatasi hiperlipidemia, statin menjadi obat yang paling

banyak diresepkan sebagai obat penurun kadar lipid. Statin menurunkan

kadar low‐density lipoprotein (LDL), yang berkaitan dengan resiko

kardiovaskuler. Selain itu, statin juga menurunkan kadar trigliserida dan

kadar kolesterol total dalam serum. Statin meningkatkan kadar

high‐density lipoprotein (HDL) yang bersifat melindungi kardiovaskular.

Salah satu golongan statin yang banyak beredar di pasaran adalah

simvastatin.

Penelitian menunjukkan bahwa statin mengurangi kadar serum

kolesterol dan tingkat morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Namun,

efek statin pada metabolisme glukosa tidak jelas. Penggunaan statin

dikaitkan dengan meningkatnya gula darah puasa pasien. Beberapa studi

telah menunjukkan bahwa statin dapat menyebabkan hiperglikemia


31

dengan meningkatkan konsentrasi kalsium dalam sel islet yang

menyebabkan penurunan pelepasan insulin. Pengobatan statin

berhubungan dengan terjadinya DM onset baru. Studi metaanalisis dari 13

studi dengan 91140 partisipan menunjukkan pengobatan statin

meningkatkan insiden DM sebesar 9% dalam 4 tahun.

Manfaat statin dalam mencegah penyakit kardiovaskuler,

terutama hiperlipidemia, sudah terbukti efektif dan tidak diragukan lagi.

Tetapi pemilihan terapi statin harus dilakukan dengan hati-hati dan

mengetahui efek samping yang dihasilkan. Sebuah peningkatan resiko

kenaikan kadar gula darah dan perkembangan diabetes tipe 2 telah

dilaporkan dengan penggunaan statin. Walaupun manfaat statin lebih besar

jika dibandingkan dengan peningkatan resiko tersebut, tetapi perlu

dilakukan pengkajian terhadap kadar gula darah pasien setelah pasien

menggunakan terapi statin. Sehingga perlu dilakukan suatu penelitian

untuk melihat pengaruh penggunaan simvastatin terhadap kadar gula darah

puasa pada pasien DM dengan penyakit penyerta hiperlipidemia.

C. Hipotesis

Penggunaan simvastatin berpengaruh terhadap kenaikan kadar gula darah

puasa.

Anda mungkin juga menyukai