1. Rahasia waktu,
2. Rahasia tempat,
3. Rahasia cara.
"Allah merahasiakan (ketiganya itu) agar kita selalu siap setiap saat.
يم
ِ من ال َّر ِح
ِ س ِم هللاِ ال َّر ْح
ْ ِب
Menurut orang-orang yang bodoh, hal terburuk yang dapat terjadi pada
seseorang adalah mati. Itulah yang paling menakutkan bagi mereka, yaitu
mendekati kematian atau kehilangan seseorang yang mereka cintai. Bahkan,
kematian adalah peristiwa yang sedapat mungkin dihindari, meskipun orang
yang bodoh dapat mengetahui kebaikan dalam peristiwa tersebut. Baginya,
kematian tak pernah menjadi hal yang baik.
Bagi orang-orang yang jauh dari kebenaran agama, kehidupan dunia ini
adalah satu-satunya kehidupan. Dengan kematian, satu-satunya kesempatan
telah berakhir. Inilah sebabnya, mereka menangisi hilangnya orang yang
dicintainya. Parahnya, kematian orang yang dicintainya secara tiba-tiba di
usia yang sangat muda, menjadi penyebab kemarahan mereka kepada Allah
dan takdir.
Kedua, tak ada seorang pun yang dapat menunda ketentuan Allah. Hal
ini dinyatakan di dalam Al-Qur`an,
وت الَّ ْذ ِن هللا ِك َتا ًاب ُّم َؤ َّج ًال َو َمن يُ ِر ْد ثَ َو َاب َ َو َما اَك َن ِلنَ ْف ٍس َأ ْن تَ ُم
ِإ ِإِب
ادلُّ نْ َيا ن ُْؤ ِت ِه
َّ ِمهْن َا َو َمن يُ ِر ْد ثَ َو َاب اآل ِخ َر ِة ن ُْؤ ِت ِه ِمهْن َا َو َسنَ ْج ِزي
الشا ِك ِر َين
wamaa kaana linafsin an tamuuta illaa bi-idzni allaahi kitaaban mu-ajjalan waman yurid
tsawaaba alddunyaa nu/tihi minhaa waman yurid tsawaaba al-aakhirati nu/tihi minhaa
wasanajzii alsysyaakiriina
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki
pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan
barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya
pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur.” (QS Ali Imran [3]: 145)
Tak peduli cara berhitung apa pun yang dipakai seseorang atau seaman
apa pun tempat tinggalnya, ia tidak dapat menghindari kematian.
Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu sabda Nabi saw., “Jika Allah
memutuskan bahwa seseorang akan mati di sebuah tempat, Allah
membuatnya pergi ke tempat itu.” (Tirmidzi)
Seseorang dapat pergi dari dunia ini kapan pun. Demikian pula orang
yang menghindari kematian, tak peduli betapa kerasnya ia berjuang
untuk tidak kehilangan orang yang dicintainya. Bahkan, jika segala
daya upaya telah dilakukan, ia tidak dapat menghindari kematian.
Orang tersebut akan menghadapi kematian di mana pun ia berada,
sebagaimana disebutkan dalam ayat;
Manusia yang miskin iman atau mereka yang tidak punya keimanan
sedikit pun tentang akhirat, memiliki pandangan yang salah tentang
kematian dan kehidupan setelah itu. Inilah sebabnya, sebagaimana
disebutkan di awal, mereka percaya bahwa saat mereka kehilangan
seseorang (karena kematian), mereka akan kehilangan untuk
selamanya. Karena itu, menurut mereka, orang itu menyatu dengan
tanah untuk sebuah kesia-siaan.
Karena itu, sulit bagi mereka untuk menilai kematian sebagai suatu kebaikan.
Bagi seorang muslim, kematian adalah awal dari sebuah kebebasan penuh.
Karena kematian dianggap sebagai hal terburuk yang dapat terjadi pada siapa
pun, namun sebenarnya merupakan kebaikan bagi orang-orang beriman,
maka reaksi mereka terhadap kematian dibedakan dengan jelas dari akhlaq
atau sikap bodohnya akan hal itu. Sikap seorang mukmin terhadap kematian
digambarkan dengan jelas dalam ayat;
َولَنِئ قُ ِتلْمُت ْ يِف َس ِب ِيل اهّلل ِ َأ ْو ُممُّت ْ لَ َم ْغ ِف َر ٌة ِّم َن اهّلل ِ َو َرمْح َ ٌة َخرْي ٌ ِّم َّما
ونَ جَي ْ َم ُع
“Dan sungguh jika kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah
ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan
yang mereka kumpulkan.” (QS Ali Imran [3]: 157)
[245] Maksudnya: meninggal di jalan Allah bukan Karena
peperangan.
ًَو َال حَي ْ َسنَب َّ اذَّل ِ َين َك َف ُرو ْا َأن َّ َما ن ُ ْميِل لَه ُْم َخرْي ٌ َأِّلن ُف ِسه ِْم ن َّ َما ن ُ ْميِل لَه ُْم ِلزَي ْ دَادُو ْا ثْام
ِإ ِإ
اب ُّمه ٌِنيٌ َولَهْ ُم عَ َذ
walaa yahsabanna alladziina kafaruu annamaa numlii lahum
khayrun li-anfusihim innamaa numlii lahum liyazdaaduu itsman
walahum 'adzaabun muhiinun
“Bisa jadi seseorang membenci sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mungkin
seseorang mencintai sesuatu, padahal itu buruk untuknya.”