PUSKESMAS PEGANTENAN
1
Kata Pengantar
ada kesempatan ini saya mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam Penyusunan POA Program Perkesmas Pegantenan
Tahun 2017
2
Daftar isi
Kata Pengantar.......................................................................................................
ii
Daftar isi..................................................................................................................
iii
BAB I Pendahuluan
3
3.8 Matriks Perencanaan..................................................................................
12
3.9 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah.................................................
12
BAB V PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
4
kematian balita di Indonesia. Target MDG yang ingin dicapai pada tahun 2015
adalah mengurangi tingkat kematian balita hingga dua per tiganya dari kondisi
tahun 1990. Salah satu indikator keberhasilan target ini adalah : Angka Kematian
Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKBAL). AKB di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 68/1000 Kelahiran Hidup sedangkan AKBAL di Indonesia pada
tahun 1990 sebesar 91/1000 Kelahiran Hidup. Berdasarkan perhitungan target
yang ingin dicapai sesuai MDG ke-4 adalah menurunkan AKB dan AKBAL
sebesar 2/3-nya dari kondisi tahun 1990, maka Pemerintah telah menetapkan
target yang ingin dicapai pada tahun 2015 yaitu AKB turun menjadi 23/1000
Kelahiran Hidup dan AKBAL turun menjadi 32/1000 Kelahiran Hidup.1
Menurut Riskesdas 2007, 77% kematian Balita terjadi pada 1 tahun
pertama kehidupan, 55% kematian Bayi terjadi pada 1 bulan pertama, dan 80%
kematian Neonatus terjadi pada 7 hari pertama kehidupan. Sejak tahun 2003
pencapaian ini cenderung menetap (Gambar 1), oleh karena itu diperlukan upaya-
upaya tambahan untuk mencapai target MDG pada tahun 2015.
Arah MDG 2015 ini dituangkan ke Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014, berupa upaya-upaya yang
dilakukan untuk menurunkan AKB dan AKBAL. Program-program yang
dilakukan diantaranya program peningkatan kualitas dan akses pelayanan
kesehatan, peningkatan manajemen program kesehatan, peningkatan kemitraan
serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam perawatan dan pengenalan
tanda bahaya pada bayi baru lahir, bayi dan balita.1
Beberapa penyakit utama yang menjadi penyebab kematian bayi dan balita
menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 pada kelompok bayi
(0-11 bulan), dua penyakit terbanyak sebagai penyebab kematian bayi adalah
penyakit diare sebesar 31,4% dan pneumonia 24%, sedangkan untuk balita (0-59
bulan), kematian akibat diare sebesar 25,2%, pneumonia 15,5%, Demam Berdarah
Dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%.2
Berdasarkan data laporan tahunan program KIA Puskesmas Ambacang
pada tahun 2011, angka kematian untuk bayi (0-11 bulan) di Puskesmas
Ambacang yaitu 24 per 738 jumlah sasaran bayi dengan sebaran BBLR 29,2%,
penyakit jantung bawaaan 8,3%, infeksi saluran nafas akut 16,7%, asfixia berat
5
8,3%, ikterik 4,2%, observasi demam 29,2%, diare 8,3%, meningitis 4,2% dan
lahir mati 16,7%. Angka kematian anak balita (12-59 bulan) sebanyak 6 kasus per
3687 jumlah sasaran dengan sebaran diare 50%, penyakit jantung bawaan 16,7%
dan aspirasi karena tenggelam 33,3%.3
Data 10 penyakit terbanyak balita di wilayah kerja Puskesmas Ambacang
tahun 2011 berturut-turut yakni ISPA sebanyak 2819 kasus, Infeksi kulit 734
kasus, observasi demam 391 Kasus, diare 391 kasus, alergi kulit 138 kasus,
pneumonia 93 kasus, penyakit telinga 85 kasus, penyakit mata 75 kasus, varicella
66 kasus dan kecacingan 22 kasus. Pada kenyataan yang terjadi di Puskesmas
Ambacang, penyakit-penyakit tersebut belum dikelola dengan menggunakan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), sehingga pelayanan kesehatan di
Puskesmas Ambacang untuk bayi dan anak balita belum terlaksana secara
optimal.3
6
akan tetapi dokter Puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan
supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja Puskesmas.4
Berdasarkan kuesioner tentang pengetahuan petugas Puskesmas
Ambacang mengenai MTBS (lampiran 2), didapatkan hasil hanya 2 petugas yang
pernah mendapat pelatihan MTBS dari 21 responden. Dari wawancara pada kedua
petugas yang pernah mendapat pelatihan tersebut, didapatkan informasi bahwa
tidak adanya penyegaran tentang perkembangan terbaru serta review dari Dinas
Kesehatan Kota (DKK), sehingga pelayanan kesehatan bagi balita melalui
penerapan MTBS tidak pernah terlaksana hingga saat ini. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sumber daya dan proses pelayanan yang berhubungan
dengan MTBS belum sesuai dengan kaidah pelayanan prima, dimana konsep
pelayanan prima Departemen Kesehatan dimaknai sebagai pelayanan terbaik dan
yang memenuhi standar pelayanan, dipandang dari perspektif pengguna atau
donor, perspektif proses pelayanan dan perspektif keuangan. Pelayanan prima ini
baru dapat dicapai jika kualitas sumber daya manusianya cukup profesional, inilah
yang membuat penulis mengangkat permasalahan mengapa belum terlaksananya
pelayanan kesehatan dengan MTBS di Puskesmas Ambacang sebagai sebuah
Plan Of Action.5,6
7
angka kematian dan kesakitan balita di wilayah kerja Puskesmas
Ambacang.
BAB II
GAMBARAN UMUM
8
PUSKESMAS AMBACANG KURANJI
9
2.3. Kondisi Demografis3
Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas
Ambacang selama tahun 2011 adalah 46.900 jiwa dengan distribusi
kependudukan menurut kelurahan sebagai berikut:
Kelurahan Pasar ambacang : 16.818
Kelurahan anduring : 13.412
Kelurahan lubuk lintah : 9.737
Kelurahan ampang : 6.933
10
Tabel 2.1 Daftar Sasaran Kesehatan Puskesmas Ambacang Tahun 2011
Kelurahan Penduduk Bayi Balita Bumil Bulin Buteki WUS Lansia
Ps. 15.461 265 1.614 363 346 659 3.386 1.144
Ambacang
Anduring 12.391 211 1.287 210 276 526 2.700 912
Lubuk 12.737 153 934 210 200 382 1.960 662
lintah
Ampang 6.371 109 665 149 143 272 1.396 472
Jumlah 46.900 738 4.500 1.011 1578 1679 9.442 3.190
2.5. Ketenagaan
Sarana tenaga Puskesmas Ambacang berjumlah 49 orang, terdiri dari :
a. Dokter Umum : 4 orang
b. Dokter Gigi : 3 orang
11
c. SKM : 2 orang
d. Perawat ( Akper ) : 6 orang
e. Perawat SPK : 1 orang
f. Bidan D III : 10 orang
g. Bidan D I : 7 orang
h. Kesling/AKL : 3 orang
i. Analis D III : 1 orang
j. Perawat gigi : 2 orang
k. Asisten Apoteker : 3 orang
l. SLTA : 2 orang
m. Sopir : 1 orang
n. Tenaga Sukarela : 4 orang
12
Penduduk wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji sebagian besar
beragama Islam,dengan mata pencarian:
a. Tani : 45%
b. Pegawai Negeri : 20%
c. ABRI : 2%
d. Buruh : 15%
e. Lain Lain : 18%
13
2.8. Struktur Organisasi Puskesmas Ambacang
JAMPERSA
2. KIA dan KB
11
Jumlah ibu hamil yang ada pada wilayah kerja Puskesmas Ambacang
sebanyak 1047 orang, sedangkan bayi berjumlah 738 orang.
a. Cakupan KN1 dan KN lengkap
Tabel 2.4. Target dan Hasil Pencapaian Program KN1 dan KN Lengkap per
Kelurahan Puskesmas Ambacang Tahun 2011
No. Kelurahan Sasara KN 1 % KN %
n Bayi Lengkap
1 Ps.Ambacang 265 257 97,1 242 94,1
2 Anduring 211 196 93,2 185 94,5
3 Lubuk Lintah 153 143 93,6 137 95,7
4 Ampang 109 100 91,7 88 87,8
Jumlah 738 696 94,5 642 93,2
12
No. Penyakit Kelurahan Jumlah
Ps. Ambacang Anduring Lb Ampang
Lintah
1 ISPA 1025 728 586 480 2819
2 Infeksi Kulit 274 186 166 108 734
3 Obs Demam 141 96 78 76 391
4 Diare 103 86 71 40 300
5 Alergi Kulit 58 32 28 20 138
6 Pneumoni 35 23 18 17 93
7 Penyakit 36 17 16 16 85
Telinga
8 Penyakit Mata 27 16 17 15 75
9 Varicella 18 17 16 15 66
10 Kecacingan 10 5 4 3 22
Jumlah 1727 1206 1000 790 3823
Tabel 2.8. Hasil Pencapaian DDTK Anak Balita per Kelurahan Puskesmas
Ambacang Tahun 2011
No. Kelurahan Jumlah Anak Jumlah di DDTK %
Balita
1 Ps. Ambacang 1322 388 30,22
2 Anduring 1054 298 29,07
13
3 Lb. Lintah 766 319 42,93
4 Ampang 545 109 20,6
Jumlah 3687 1114 31,11
Tabel 2.9. Hasil Pencapaian DDTK Anak Prasekolah per Kelurahan Puskesmas
Ambacang Tahun 2011
No. Kelurahan Jumlah Anak Pra Jumlah di DDTK %
Sekolah
1 Ps. 132 60 45,45
Ambacang
2 Anduring 58 15 25,86
3 Lb. Lintah 56 34 60,71
4 Ampang 101 30 29,7
Jumlah 347 139 40,06
14
Tabel 2.11. Cakupan Kunjungan Bayi (29 Hari dan 12 Bulan) per Kelurahan
Puskesmas Ambacang Tahun 2011
No. Kelurahan Jumlah Bayi Jumlah Kunjungan %
Bayi
1 Pasar Ambacang 265 244 92,3
2 Anduring 211 168 80,15
3 Lubuk Lintah 153 121 81,68
4 Ampang 109 83 80,88
Jumlah 738 616 81,39
15
Jantung
Bawaan
5 Inf paru 0 0 1 1 4
6 Ikterik 1 0 0 0 1
7 Obs demam 1 1 2 1 7
8 Diare 0 0 1 0 2
9 Meningitis 0 1 0 0 1
Jumlah 4 5 10 5 24
16
4 29 hari – 11 2 1 2 1 6
bulan
5 12 bulan – 5 1 1 3 1 6
tahun
6 Jumlah 2 3 6 3 14
Kematian
neonatal
7 Jumlah 4 4 8 4 20
Kematian
Bayi
8 Jumlah 5 5 11 5 26
Kematian 0-
5 tahun
k. Data bayi lahir prematur per kelurahan Puskesmas Ambacang Tahun 2011
Kelurahan Pasar Ambacang: 1 orang
Kelurahan Anduring : 1 orang
Kelurahan Lubuk Lintah : 3 orang
Kelurahan Ampang : 2 orang
m. Data sasaran ibu balita per kelurahan Puskesmas Ambacang tahun 2011
Kelurahan Pasar Ambacang: 1480 orang
Kelurahan Anduring : 1152 orang
Kelurahan Lubuk Lintah : 820 orang
Kelurahan Ampang : 630 orang
17
Jumlah : 4082 orang
Tabel 2.18. Data Sasaran Laki-Laki dan Perempuan Per Kelurahan Puskesmas
Ambacang Tahun 2011
No. Kelurahan Bayi Bayi Anak Anak Jumlah
Laki- Perempua Balita Balita
laki n Laki-laki Perempua
n
1 Ps.Ambacang 160 170 640 644 1614
2 Anduring 130 132 513 512 1287
3 Lubuk Lintah 95 96 370 373 934
4 Ampang 68 68 265 264 665
Jumlah 453 466 1788 1793 4500
3. Gizi
Wilayah Kecamatan Kuranji merupakan daerah yang rawan masalah gizi
terutama gizi buruk.Puskesmas Ambacang memiliki 1 buah Pojok Gizi sebagai
salah satu upaya untuk mengurangi angka kejadian masyarakat kurang gizi.Akan
18
tetapi pada pelaksanaan Pojok Gizi belum maksimal dilihat dari angka kunjungan
yang rendah jika dibandingkan dengan jumlah pasien yang datang berobat ke
Puskesmas yang seharusnya datang ke pojok gizi.
Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah:
Pelaksanaan penimbangan balita dan penimbangan massal sekaligus
pemberian vitamin A pada bulan Februari dan Agustus.
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil (bumil) dan vitamin A pada ibu
nifas (bufas).
Pemantauan garam beryodium dilaksanakan 2 x 1 tahun
Penjaringan status gizi dari bayi sampai anak sekolah (murid baru).
19
Th Berat
2011 badannya/Th
1. Ps.Ambacang 1722 781 578 74,00 89,6 76,5
4 0
2. Anduring 1374 411 360 87,59 84,8 70,1
2 1
3. Lubuk Lintah 997 275 228 82,90 86,2 77,6
7 9
4. Ampang 710 343 301 87,87 91,4 74,7
5 6
Puskesmas 4803 1650 1467 85,77 87,7 75,3
7 0
Rata-rata jumlah balita yang BGM pada tahun 2011 sebanyak 18 anak dari
rata-rata jumlah balita yang ditimbang yaitu sebanyak 2692 anak atau berkisar
0,71%.
b. Cakupan Distribusi pemberian kapsul vitamin A
Pada bayi dan balita
Tabel 2.23. Cakupan Pendistribusian Kapsul Vitamin A Bayi dan Anak Balita
Bulan Februari 2011 di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang
Bayi Anak Balita
Sasaran Pencapaian Sasaran Pencapaian
No Kelurahan
Abs % Abs %
2011 2011
.
20
1. Pasar Ambacang 210 180 85,71 1372 1225 89,28
2. Anduring 167 148 88,62 1095 965 88,12
3. Lubuk Lintah 122 108 88,52 794 699 88,03
4. Ampang 86 78 90,69 566 502 88,69
Puskesmas 585 514 87,86 3827 3391 88,60
Tabel 2.24. Cakupan Pendistribusian Kapsul Vitamin A Bayi dan Anak Balita
Bulan Agustus 2011 di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang
Bayi Anak Balita
Tabel 2.25. Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A dan Tablet Fe pada Ibu Nifas
di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Tahun 2011
21
Jumlah Ibu Nifas dapat Kapsul Vitamin A dan
No Kelurahan Sasaran Tablet Fe
Abs %
.
1. Ps. 346 346 100
Ambacang
2. Anduring 276 264 95,65
3. Lubuk Lintah 200 185 92,5
4. Ampang 143 138 96,50
Puskesmas 965 933 96,68
22
macam penyakit/keluhan yang berbeda. Kegiatan POZI berupa konsultasi ataupun
arahan tentang makanan/diet sesuai penyakit/keluhan yang dirasakan. Kunjungan
POZI yang terbanyak berasal dari penyakit diabetes melitus sejumlah 55 dari 169
kunjungan sekitar 32,5 %.
23
Permasalahan yang dapat simpulkan daritabel di atas adalah angka warga
yang menimbang berat badan secara teratur rendah dan pemberian ASI ekslusif
yang rendah
4. Kesehatan Lingkungan
Tabel 2.28 Data Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Puskesmas Ambacang 2011
No. Program Sasaran Diperiksa Memenuhi %
Syarat
1 Tempat Penyimpanan dan 3 2 1 50%
penjualan pestisida
2 Tempat Penjualan 79 54 34 62,9%
Makanan
3 Tempat-tempat Umum 89 53 33 62,3%
4 Rumah 2798 693 249 35,9%
5 Industri 1 1 1 100%
6 Sarana air bersih 6728 674 335 4,9 %
(risiko
rendah)
7 Sekolah 22 6 2 33,3 %
8 Sampel air yang diperiksa - - -
kimiawi
9 Sampel air yang diperiksa - - -
bakteriologi
10 Sistem Pembuangan Air 2867 624 371 59,4%
Limbah (SPAL)
11 Jamban Keluarga 1876 575 300 52,17%
12 Tempat Pembuangan 723 610 361 59,1%
Sementara (TPS)
13 Ttempat Pembuangan 211 118 3 25,4%
Akhir (TPA)
24
dengan jumlah kasus 778, namun yang berkunjung ke klinik sanitasi hanya 220
orang atau sekitar 28,3%.
25
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa program imunisasi ibu hamil
belum mencapai target, terdapat kesenjangan 16,1%
6. Pengobatan
Puskesmas Ambacang adalah Puskesmas rawat jalan yang melayani pasien
untuk berobat. Puskesmas Ambacang kuranji memiliki sebuah puskesmas
26
pembantu, yang terletak dikelurahan Lubuk Lintah. Rata-rata pasien yang datang
berobat per-bulannya adalah ± 2200 orang.
45
40
35
30
25
20
15
10
0
jan feb maret april mei juni juli agst sept okt nov des
ispa rematik hipertensi gastritis
infeksi kulit peny.kulit alergi peny.kulit jamur asma
peny.pulpa peny.rongga mulut ginggivitis dmm yg tidak diketahui
penyakit lain2 diare
Diagram 2.1
Penyakit
30
Terbanyak (Dalam
25
20
Persen) Dari Bulan
15 Januari Sampai
10 Bulan Desember
5
Selama Tahun
0
2011
ISP
RE
GA
HI
PE
PE
DE
PE
PE
PE
PE
NY
NY
NY
NY
NY
MA
MA
ST
A
RT
.PU
.KU
.KU
.R
.KU
RI
T IK
M
EN
ON
T IS
ID
LP
LI T
LI T
LIT
IO
SI
GG
A
IN
PA
AL
J AM
AM
FE
ER
T IK
UR
KS
GI
UL
I
UT
27
Diagram 2.2 Sepuluh Penyakit Terbanyak (Dalam Persen) di Wilayah Kerja
Puskesmas Ambacang Tahun 2011
28
Puskesmas ini dari sembilan kelurahan yang berada di Kecamatan Kuranji,
dengan rincian sebagai berikut:
Kelurahan Pasar Ambacang : 15.461 Jiwa
Kelurahan Anduring : 12.329 Jiwa
Kelurahan Ampang : 6.373 Jiwa
Kelurahan Lubuk Lintah : 8.951 Jiwa
29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
30
3.2.1 Alur Pelayanan MTBS
Pasien balita sakit dibawakan kartu status dan formulir pencatatan MTBS
setelah mendaftar di loket . Hal ini yang membedakan pelayanan tanpa MTBS di
mana formulir MTBS tidak disertakan. Pasien kemudian dibawa ruang MTBS
untuk diperiksa oleh Case Manager. Case manager adalah bidan yang telah
dilatih MTBS yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kegiatan MTBS.
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan penilaian yang dilanjutkan
dengan pembuatan klasifikasi yang diikuti dengan pemberian tindakan. Cara
penilaian bergantung pada masalah yang dikerjakan yaitu dengan mengisi format
pencatatan MTBS yang meliputi bertanya, melihat, memeriksa, mendengar,
melihat dan meraba dan sebagainya. Klasifikasi ditetapkan setelah melihat hasil
gejala dan tanda yang ditemukan pada penilaian dan akan diteruskan dengan
melakukan tindakan yang sesuai. Tindakan ini juga mengacu pada buku bagan
MTBS. Adapun permasalahan yang dinilai meliputi tanda bahaya umum, batuk
atau sukar bernapas, diare, demam, masalah telinga, gizi buruk dan anemia, status
imunisasi, pemberian kapsul vitamin A serta pemberian makan dan konseling.
Konseling menjadi langkah selanjutnya dan menjadi bagian tak terpisah
dari alur MTBS. Case manager menentukan konseling yang diperlukan saat
pemeriksaan, misalnya perlu diberikan konseling kesehatan lingkungan, gizi atau
imunisasi dan juga berhak meminta petugas yang bersangkutan untuk melakukan
konseling. Pasien disuruh kembali ke case manager untuk dilakukan penulisan
resep. Case manager kemudian meminta ibu bayi atau balita sakit untuk
mengambil obat lebih dahulu ke apotek. Ibu balita diminta kembali ke petugas
tersebut untuk selanjutnya dijelaskan dosis, lama pemberian, waktu pemberian,
cara pemberian cara memberikan obat kepada balita sakit dengan meminumkan
dosis pertama di depan petugas.
Pemeriksaan balita sakit di puskesmas ditangani oleh tim yang dipimpin
oleh pengelola MTBS yang berfungsi sebagai case manager. Semua kegiatan
pemeriksaan dan konseling tersebut dilakukan di ruang khusus MTBS.
31
Kedudukan case manager tidak ada dalam struktur organisasi puskesmas.
Pemilihannya dilakukan oleh kepala puskesmas berdasarkan pertimbangan pernah
mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS. Dalam keseharian,
pengelola bertanggung jawab kepada koordinator KIA. Case manager
bertanggung jawab melakukan penilaian berdasarkan klasifikasi, mengambil
tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu buku bagan dan tercatat
dalam formulir pemeriksaan.
Case manager mendistribusikan tugas serta pekerjaan kepada anggota
tim yaitu petugas gizi untuk menangani konseling gizi, petugas imunisasi untuk
pemberian imunisasi yang dibutuhkan anak pada saat pemeriksaan serta petugas
kesehatan lingkungan yang menangani penyuluhan berkenaan dengan penyakit
yang diakibatkan oleh perilaku dan lingkungan. Kejelasan tugas dalam pembagian
kerja menyebabkan penanganan kasus lebih efektif. Masing-masing petugas bisa
mengerti pekerjaan dan tugas-tugas yang lain sehingga ketika petugas lain yang
diperlukan tidak ada, petugas yang ada bisa mengambil alih. Sifat yang fleksibel
antar anggota tim akan membantu dalam praktik MTBS sehingga pekerjaan terus
berlangsung walaupun ada anggota tim yang tidak ada
32
Illness (IMCI) atau di Indonesia dikenal dengan nama MTBS. Pendekatan yang
terintegrasi dalam pemeriksaan balita sakit yaitu memadukan antara pengobatan,
promosi dan pencegahan dalam waktu yang bersamaan. Pengobatan diberikan
sesuai dengan klasifikasi, promosi ditekankan pada peningkatan pemberian makan
pada balita sakit sesuai umur yang dilakukan di tingkat rumah tangga, sedangkan
pencegahan penyakit ditekankan pada pemberian imunisasi, konseling pemberian
ASI dan makanan tambahan, pemberian suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi
sesuai yang telah ditetapkan.9
Manfaat Keterpaduan Intervensi dalam praktek MTBS ini adalah
mencegah kasus kehilangan kesempatan (missed opportunity) pada balita. Petugas
kesehatan selalu menanyakan status imunisasi serta sudah diberikan kapsul
vitamin A. Untuk langkah selanjutnya apabila disimpulkan pasien memerlukan
imunisasi serta kapsul vitamin A maka akan diberikan apabila tidak ada kontra
indikasi pemberian imunisasi. Dengan demikian, balita tidak kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan imunisasi serta cakupan imunisasi akan
bertambah. Intervensi integrasi diharapkan dapat meningkatkan tumbuh kembang
anak, mencegah penyakit dan merespon terhadap penyakit yang diderita anak.
Intervensi dilaksanakan pada tingkat rumah tangga dan saat di puskesmas yaitu
dengan memberi penekanan pada penyuluhan pemberian makan dan penggunaan
kelambu di daerah malaria serta mencegah suatu penyakit dengan cara pemberian
imunisasi dan kapsul vitamin A.8
Intervensi berupa pengobatan (kuratif), penyuluhan (promotif) dan
pencegahan (preventif). Intervensi bisa dilaksanakan di rumah pasien dan juga
bisa dilakukan di fasilitas kesehatan. Secara rinci bisa dilihat pada table 3.1.
Tabel 3.1. Intervensi Integrasi 8
Jenis Intervensi Tujuan Intervensi
33
3) intervensi untuk meningkatkan pengobatan awal di rumah tangga.
keoatuhan terhadap pengobatan keluarga lebih peduli terhadap
(promosi). penyakit yang di derita anak.
4) Intervensi untuk meningkatkan
kepatuhan terhadap pengobatan Keluarga patuh dalam mengontrol dan
( promosi ). memberikan obat pada anak.
Dilakasanakan di Puskesmas :
pemberian antibiotika dan preparat
1) Manajemen kasus pneumonia,
yang tepat
diare, campak, masalah telinga,
anemia, BGM ( kuratif ).
anak tidak jatuh dalam status gizi
2) Konseling pemberian ASI dan
buruk
makanan tambahan ( promosi
dan pencegahan ).
3) Pemberian imunisasi.
anak terhindar dari penyakit yang
4) Pemberian suplemen vitamin A
dapat dicegah dengan imunisasi dan
dosis tinggi ( pencegahan ).
pemberian vitamin A
5) Pemberian terapi besi
anemia dapat teratasi
( kuratif ).
penyebab anemia dapat dihilangkan.
6) Pemberian obat cacing
(kuratif).
34
anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke
petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan
cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin
dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu atau
pengantar balita sakit mendapatkan konseling.9
Perbedaan penanganan balita sakit dengan dan tanpa MTBS bisa dilihat
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Perbedaan Pelayanan Sebelum MTBS dan Pelayanan dengan MTBS
Rincian Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan dengan
MTBS MTBS
35
tidak bisa minum atau
malas minum atau
mencubit kulit perut
untuk memeriksa turgor.
5. selalu memeriksa
status gizi, status
imunisasi dan pemberian
kapsul vitamin A.
36
video, dan latihan kasus yang dibimbing oleh instruktur klinik Spesialis Anak
yang sudah mengenali metode kerja MTBS.
Kompetensi yang diharapkan dari pelatihan MTBS adalah petugas
kesehatan bisa melaksanakan proses manajemen kasus penanganan balita sakit
dan bayi muda di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas,
puskesmas pembantu, pondok bersalin , klinik, balai pengobatan maupun melalui
kunjungan rumah. Dengan berpedoman pada buku bagan, petugas menangani
balita sakit dan bayi muda, diantaranya dengan melakukan :
1. Menilai tanda tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan
pemberian vitamin A
2. Membuat klasifikasi
3. Menentukan tindakan sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan
apakah seorang anak perlu dirujuk
4. Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama
antibiotik, vitamin A, suntikan kinin dan perawatan anak untuk mencegah
turunnya gula darah serta merujuk anak.
5. Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti
pemberian oralit, vitamin A dan imunisasi.
6. Mengajari ibu cara memberi obat di rumah (seperti antibiotik oral atau
obat anti malaria) dan asuhan dasar bayi muda
7. Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak
termasuk pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
8. Melakukan penilaian ulang dan memberi perawatan yang tepat pada saat
anak datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut
Dalam melakukan proses manajemen kasus ini, terdapat dua kelompok
umur yaitu apabila anak umur 2 bulan sampai 5 tahun , menggunakan bagan
“penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun”. Sampai 5
tahun berarti anak belum mencapai ulang tahunnya yang kelima. Kelompok ini
termasuk balita umur 4 tahun 11 bulan, akan tetapi tidak termasuk anak yang
sudah berumur 5 tahun. Seorang anak yang berumur 3 bulan akan masuk dalam
kelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun, dan bukan dalam kelompok 1 hari
sampai 2 bulan (Proses manajemen kasus dengan formulir MTBS). Apabila anak
37
belum genap berumur 2 bulan, maka ia tergolong bayi muda. Bagan yang
digunakan adalah “Penilaian, klasifikasi dan pengobatan bayi muda umur 1 hari
sampai 2 bulan” khusus mengenai bayi muda, bagan berlaku untuk bayi muda
sakit maupun sehat (Proses manajemen kasus menggunakan formulir MTBM).
Dengan menggunakan buku bagan penilaian & klasifikasi anak umur 2
bulan sampai 5 tahun, petugas mempraktikkan ketrampilan sebagai berikut :
1. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah yang dihadapi
2. Memeriksa tanda bahaya umum
3. Menanyakan kepada ibu mengenai empat keluhan utama :
a. Batuk atau sukar bernafas
b. Diare
c. Demam
d. Masalah telinga
Apabila ada keluhan utama tersebut diatas maka dilanjutkan dengan :
1. Melakukan penilaian lebih lanjut gejala lain yang berhubungan dengan
gejala utama
2. Membuat klasifikasi penyakit anak berdasarkan gejala yang ditemukan.
3. Memeriksa dan mengklasifikasikan status gizi anak dan anemia.
4. Memeriksa status imunisasi dan pemberian vitamin A pada anak dan
menentukan apakah anak membutuhkan imunisasi dan atau vitamin A
pada saat kunjungan tersebut.
5. Menilai masalah / keluhan lain yang dihadapi anak
Keterampilan selanjutnya adalah menentukan tindakan dan memberi
pengobatan yang dibutuhkan. Pengobatan pada anak sakit dapat dimulai di klinik
dan diteruskan dengan pengobatan lanjutan di rumah. Pada beberapa keadaan ,
anak yang sakit berat perlu di rujuk ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.
Dalam hal ini, perlu dilakukan tindakan pra rujukan sebelum anak di rujuk.
Pada bagian ini petugas mempunyai ketrampilan untuk :
1. Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera
2. Menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan
3. Merujuk anak, menjelaskan perlunya rujukan, menulis surat rujukan
38
4. Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan
rujukan segera
5. Memilih obat yang sesuai dan menentukan dosis dan jadwal pemberian
6. Memberi cairan tambahan untuk diare dan melanjutkan pemberian makan.
7. Memberi imunisasi setiap anak sakit sesuai kebutuhan.
8. Memberi suplemen vitamin A
9. Menentukan waktu untuk kunjungan ulang.
Petugas kesehatan harus menyediakan waktu untuk menasehati ibu dengan
cermat dan menyeluruh. Pola perawatan di rumah yang benar merupakan
indikator keberhasilan petugas dalam memberikan konseling mengenai masalah
kesehatan anak ibu. Penggunaan kartu nasehat ibu (KNI) / Buku KIA akan
membantu petugas untuk mempraktikkan konseling pada ibu.
Petugas akan mempraktikkan tugas konseling ini antara lain :
1. Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik
2. Mengajari ibu cara memberikan obat oral dirumah
3. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
4. Mengajari ibu cara pemberian cairan di rumah
5. Melakukan penilaian pemberian ASI dan makanan anak
6. Menentukan masalah pemberian ASI dan makanan anak
7. Konseling bagi ibu tentang masalah pemberian ASI dan makanan
8. Menasehati ibu tentang :
a) Kapan kembali untuk kunjungan ulang
b) Kapan kembali segera untuk perawatan lebih lanjut
c) Kapan kembali untuk imunisasi dan pemberian vitamin A
d) Kesehatannya sendiri
9. Menentukan prioritas nasehat.
Pneumonia 2 hari
39
Disentri
Malaria, jika tetap demam
Campak dengan komplikasi pada mata
atau mulut
Mungkin DBD, jika tetap demam
Demam: mungkin bukan DBD, jika
tetap demam
Ada beberapa kunjungan ulang yang berbeda untuk masalah gizi yaitu :
1. Anak yang mempunyai masalah pemberian makan, dan ibu balita telah
dianjurkan untuk melakukan perubahan dalam hal pemberian makan,
kunjungan ulang dalam waktu 5 hari adalah untuk melihat apakah ibu
telah melakukan perubahan itu.
2. Anak yang tampak pucat (anemia),kunjungan ulang dalam 4 minggu untuk
memberi tambahan zat besi (yang penting anak dengan anemia akan
mendapat zat besi dengan total pemberian untuk 1 bulan dan mendapat
tindak lanjut setelah 1 bulan tersebut )
3. Anak yang menderita BGM, kunjungan ulang dalam waktu 4 minggu / 1
bulan untuk menimbang anak, menilai ulang pemberian makan dan
memberi nasehat lebih lanjut sesuai kartu Nasehat Ibu/ KIA.
Jadwal kunjungan ulang ini terdapat dalam Kartu Nasehat IKbu, bersama
nasehat kapan harus kembali segera. Bagian terpenting dari kapan harus kembali
ini, petugas dilatih untuk selalu mengecek pemahaman ibu sebelum ibu
meninggalkan klinik. Dalam memberikan nasehat itu petugas dapat menggunakan
40
istilah istilah lokal yang mudah dimengerti ibu . Kartu nasehat ibu menampilkan
tanda tanda tersebut dalam bentuk kalimat maupun dalam gambar. Petugas akan
melingkari tanda-tanda yang harus diingat ibu. Petugas harus selalu menyadari
bahwa kata kata dan nasehat tersebut dimengerti oleh ibu. Jika ibu tidak mengerti,
mungkin ibu tidak akan kembali. Jika ibu tidak kembali pada saat anak menderita
pneumonia anak mungkin dapat meninggal.
Tabel 3.4. Kapan Harus Segera Kembali pada Balita 2 Bulan Sampai 5 Tahun11
Kunjungan Ulang Tanda-tanda
41
Diare dehidrasi ringan/ sedang
Petugas harus memastikan bahwa setiap ibu yang bayinya sakit perlu
diberitahu kapan harus membawa bayinya untuk kunjungan ulangan kapan harus
segera dibawa ke petugas kesehatan :
1. Segera membawa bayinya ke petugas kesehatan jika timbul tanda
penyakitnya bertambah parah
2. Membawa bayinya untuk kunjungan ulang pada kurun waktu tertentu
untuk mengecek kemajuan pengobatan dengan antibiotik atau untuk
pemberian imunisasi berikutnya (kunjungan bayi sehat).
Tabel 3.6. Menasehati Ibu Kapan Harus Segera Dibawa ke Petugas Kesehatan11
Segera dibawa ke petugas kesehatan jika bayi menunjukkan salah satu gejala
berikut :
a. Gerakan bayi berkurang
b. Nafas cepat
c. Sesak nafas
d. Perubahan warna kulit (kebiruan, kuning)
e. Malas atau tidak bisa menetek atau minum
f. Badan teraba dingin atau panas
g. Beraknya bercampur darah (ada darah dalam tinja)
h. Jika kulit kuning bertambah
i. Bertambah parah
42
Bayi dibawa ke petugas kesehatan segera jika menunjukkan salah satu
gejala berikut :
1. Gerakan bayi berkurang
2. Nafas cepat
3. Sesak nafas
4. Perubahan warna kulit ( kebiruan, kuning )
5. Malas / tidak bisa menetek atau minum
6. Badan teraba dingin atau panas
7. Beraknya campur darah ( ada darah dalam tinja )
8. Jika kulit kuning bertambah
9. Bertambah parah
Seperti halnya pada balita umur 2 bulan sampai 5 tahun , petugas
kesehatan dilatih untuk mempraktekkan ketrampilannya pada bayi 1 hari sampai 2
bulan sebagai berikut :
1. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah yang dihadapi bayi muda
2. Memeriksa dan mengklasifikasi bayi muda untuk masalah :
a. Kejang
b. Gangguan nafas
c. Kemungkinan infeksi bakteri
d. Ikterus
e. Gangguan saluran cerna
f. Diare
g. Kemungkinan berat badan rendah
h. Masalah pemberian ASI
3. Menentukan status imunisasi pada bayi muda
4. Menilai masalah/ keluhan lain pada bayi muda maupun ibu
5. Menentukan tindakan (termasuk rujukan) dan memberi pengobatan pada
bayi muda
6. Memberikan konseling bagi ibu
7. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada bayi muda.
43
Pada waktu kunjungan ulang , petugas kesehatan dapat menilai apakah
anak membaik setelah diberi obat atau diperlukan diberi tindakan lainnya. Sebagai
contoh, beberapa anak mungkin tidak bereaksi atas pemberian antibiotika tertentu
atau obat malaria, sehingga diperlukan obat pilihan kedua. Anak dengan diare
persisten membutuhkan tindak lanjut untuk memastikan bahwa diare telah
berhenti sama sekali. Anak dengan demam atau infeksi mata perlu dilihat jika
keadaanya tidak membaik. Anak dengan masalah pemberian ASI dan makanan
memerlukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa mereka telah mendapat cukup
ASI/ makanan sehingga berat badannya bertambah.
Tindak lanjut merupakan hal yang penting. Petugas dianjurkan membuat
alur pelayanan khusus untuk kunjungan ulang. Karena petugas telah dilatih untuk
menangani apabila bayi atau balita berkunjung ulang ,maka apabila bayi atau
balita berkunjung ulang akan dilakukan sebagai
berikut, Petugas akan :
1. Menentukan apakah kunjungan anak adalah kunjungan ulang
2. Jika merupakan kunjungan ulang, menilai tanda tanda yang sesuai dengan
petunjuk dalam kotak tindak lanjut (dalam buku bagan) untuk klasifikasi
anak sebelumnya.
3. Memilih tindakan dan pengobatan berdasarkan tanda-tanda yang ada pada
anak saat kunjungan ulang. .
4. Jika anak mempunyai masalah baru, menilai dan mengklasifikasikan anak
seperti anak pada kunjungan pertama
Pada penanganan balita umur 2 bulan sampai 5 tahun, tindakan yang
dilakukan sesuai kotak tindak lanjut pada buku bagan dan ini hampir sama dengan
pada bayi muda. Beberapa klasifikasi untuk dilakukan tindak lanjut pada tabel
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.7. Klasifikasi Untuk Dilakukan Tindak Lanjut11
Anak umur 2 bulan sampai 5 tahun Anak umur 1 hari sampai 2 bulan
44
Kunjungan ulang demam mungkin ringan/ sedang
bukan malaria Kunjungan ulang berat badan rendah
Kunjungan ulang campak dengan Kunjungan ulang masalah pemberian
komplikasi mata atau mulut ASI
Kunjungan ulang untuk mungkin Kunjungan ulang luka atau bercak
DBD dan demam: mungkin bukan putih (thrusth) di mulut
DBD
Kunjungan ulang infeksi telinga
Kunjungan ulang masalah pemberian
makan
45
BAB IV
IDENTIFIKASI MASALAH
46
menular kasus kasus
1. Rematik 3504 12,67 3474 14,07
2. Gastritis 2976 10,76 2866 11,60
3. Hipertensi 2002 7,24 2337 9,46
4. Penyakit kulit alergi 1047 3,78 1325 5,36
47
1 Januari s/d Juni 123 - 2 7 30 2
2 Juli 8 9 1 2 2 -
3 Agustus 17 9 - 1 4 1
4 September 11 3 - - 4 6
5 Oktober 27 5 - - 2 -
6 November 22 7 - - - 5
7 Desember 12 9 - 1 - -
Jumlah 220 42 3 11 42 14
48
September 72,29 43,73 61,20 5464 60,58
Oktober 52,03 4,49 64,84 64,36 60,10
November 61,14 58,67 61,42 61,12 60,71
Desember 61,73 60,88 62,66 62,81 61,98
Rata-rata 63,22 53,67 59.83 61,15 59,96
Dari data diatas terlihat bahwa pencapaian D/S tahun 2011 yaitu 59,96 %,
belum mencapai target yaitu 65%, terdapat kesenjangan 5,04%.
4. Masih rendahnya angka pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja
puskesmas Ambacang Kuranji
Berdasarkan hasil rekapitulasi data PSG kadarzi Tahun 2011, di
dapatkan jumlah pemberian asi eksklusif di wilayah kerja puskesmas
Ambacang Kuranji sebagai berikut :
49
Tabel 4.5. Jumlah Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Ambacang Kuranji Tahun 2011
No Kelurahan Jumlah pemberian Asi Eksklusif
Hasil %
1 Pasar Ambacang (30 KK) 15 50
2 Lubuk Lintah (30KK) 21 70
3 Anduring (30KK) 24 80
4 Ampang (30KK) 4 13
Tabel 4.7. Data Jumlah Kematian Bayi dan Balita Per Kelurahan Puskesmas
Ambacang Kuranji Tahun 2011
No Penyebab Kl. Ps. Kl. Kl. Lb. Kl. Jumlah
Ambacang Anduring Lintah Ampang
1 Bayi 4 5 10 5 24
2 Balita 1 1 3 1 6
50
6. Pencapaian Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) bayi, anak balita dan
anak pra sekolah yang belum memenuhi target
Tabel 4.8. Hasil Pencapaian DDTK Bayi Per Kelurahan Puskesmas Ambacang
Kuranji Tahun 2011
No Sasaran Jumlah Jumlah yang di %
DDTK
1 Bayi 919 306 33,3
2 Anak Balita 3581 1114 31,11
3 Anak pra sekolah 347 139 40,06
Jumlah 919 306
51
sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas masalah. Dalam hal ini
metode yang penulis gunakan adalah teknik scoring. Dari masalah tersebut
akan dibuat Plan of Action untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu
pelayanan.
Kriteria nilai yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Urgensi
Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasarkan tingkat
kepentingan penyelesaian suatu masalah.
a. nilai 1 = tidak penting
b. nilai 2 = kurang penting
c. nilai 3 = cukup penting
d. nilai 4 = penting
e. nilai 5 = sangat penting
2. Kemungkinan intervensi
Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasarkan tingkat
kesulitan yang akan dihadapi dalam melakukan penyelesaian masalah.
a. nilai 1 = tidak mudah
b. nilai 2 = kurang mudah
c. nilai 3 = cukup mudah
d. nilai 4 = mudah
e. nilai 5 = sangat mudah
3. Biaya
Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasatkan besarnya
biaya yang dibutuhkan dalam penyelesaian masalah.
a. nilai 1 = sangat mahal
b. nilai 2 = mahal
c. nilai 3 = cukup mahal
d. nilai 4 = murah
e. nilai 5 = sangat murah
4. Mutu
52
Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasarkan
kemungkinan peningkatan mutu puskesmas setelah dilaksanakannya
upaya-upaya pemecahan masalah.
a. nilai 1 : sangat rendah
b. nilai 2 : rendah
c. nilai 3 : sedang
d. nilai 4 : tinggi
e. nilai 5 : sangat tinggi
53
Balita Sakit (MTBS)
sebagai upaya pengelolaan
bayi dan balita sakit.
Pencapaian Deteksi Dini 2 3 4 4 13 IV
Tumbuh Kembang
(DDTK) bayi, anak balita
dan anak pra sekolah yang
belum memenuhi target
54
Dari hasil kuesioner kepada 20 ibu yang membawa balita sakit ke
Puskesmas Ambacang, diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat
kurang mengetahui cara perawatan anak di rumah, mengenali tanda-
tanda yang membahayakan jiwa si anak serta kapan harus membawa
anak ke balai pengobatan
b. Petugas Kesehatan
Dari hasil kuesioner kepada 21 petugas kesehatan di Puskesmas
Ambacang, diperoleh data bahwa hanya 2 dari 21 petugas yang
pernah mengikuti pelatihan MTBS. Kedua petugas tersebut
memiliki jabatan struktural yakni sebagai Kepala dan Bendahara
Puskesmas yang tidak ikut dalam pelayanan sehingga tidak dapat
mengaplikasikan materi pelatihan yang pernah mereka dapatkan
di tempat bertugas sebelumnya
Berdasarkan hasil wawancara terhadap kedua petugas yang
pernah mendapatkan pelatihan MTBS tersebut, satu kali pelatihan
yang pernah mereka ikuti dirasakan kurang memberikan hasil
maksimal sehingga diharapkan perlu forum review atau
penyegaran kepada petugas yang telah terlatih, minimal 1 x/ tahun
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas,
Dalam upaya imlementasi MTBS, perlu pula dirancang forum
supervisi oleh Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas .Melalui
forum supervise ini diharapkan petugas akan termotivasi untuk
tetap konsisten menjalankan praktik MTBS karena mereka
merasa diamati, mendapat umpan balik terhadap kesalahan dan
akan mendapatkan informasi baru
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pihak
puskesmas, diperoleh informasi bahwa tidak adanya suatu tim
yang terdiri dari bidan/perawat, petugas kesling, petugas gizi,
petugas imunisasi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bagi
bayi dan balita sakit.
3. Metode
55
a. Kurangnya sosialisasi implementasi MTBS dari pihak Dinas
Kesehatan Kota
b. Pelayanan bayi dan balita sakit hanya dicatat dalam kartu status,tidak
dibuatkan klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan
berupa terapi dan konseling
4. Material
a. Tidak adanya sarana prasarana MTBS seperti buku bagan MTBS yang
harus dimiliki petugas kesehatan, formulir MTBS, bagan dinding
MTBS
b. Sarana dan prasarana di balai pengobatan KIA tidak memadai, seperti
timbangan berat badan, ARI timer, termometer, tensimeter dan manset
anak.Sulit mendapatkan penggantian alat-alat yang rusak seperti
thermometer yang sering pecah. anak gelisah
c. Beberapa obat yang digunakan dalam MTBS tidak termasuk dalam
daftar obat esensial nasional (LPLPO) yang digunakan di antaranya:
Kotrimoksazol, tablet kina, tablet primakuin, tablet sulfaduksin,
pirimetamin, diazepam suppositoria dan injkesi, kloramfenikol injeksi,
gentamisin injeksi, penisilin prokain injeksi, tablet nistatin, gentian
violet 1%, pirantel pamoat.
56
Manusia
Masyarakat
Masyarakat kurang mengetahui cara perawatan anak di rumah, mengenali tanda-tanda yang membahayakan
jiwa si anak serta kapan harus membawa anak ke balai pengobatan
Petugas Kesehatan
-Tidak adanya pelatihan, foeum review, supervisi MTBS kepada petugas kesehatan di Puskesmas
Ambacang Kuranji
-Tidak adanya suatu tim yang terdiri dari bidan/perawat, petugas kesling, petugas gizi, petugas imunisasi
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bagi bayi dan balita sakit.
Material
-Tidak adanya sarana prasarana MTBS seperti buku bagan MTBS yang
dimiliki petugas kesehatan, formulir MTBS, bagan dinding MTBS
-Sarana dan prasarana di balai pengobatan KIA tidak memadai, seperti
tensimeter, stetoskop, pneumonia timer,dll
- tidak tersedianya beberapa obat yang mendukung kegiatan MTBS
Tingginya angka
kesakitan dan
kematian bayi dan
balita
58
anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa anaknya
ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak
Sasaran : Ibu-ibu
Target : Ibu memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara merawat
anak di rumah, mengenali tanda-tanda yang membahayakan jiwa si anak,
tahu kapan harus dibawa ke balai pengobatan dan memiliki Nartu Nasihat
Ibu (KNI)
b. Petugas Kesehatan
Mengadakan sosialisasi dan pelatihan MTBS kepada petugas kesehatan
Rencana : Sosialisasi MTBS oleh dokter muda IKM,
Mengupayakan DKK untuk dapat melaksanakan pelatihan MTBS
selama 11 hari efektif kepada petugas kesehatan
Pelaksana : Pimpinan puskesmas, DKK, dokter muda IKM
Pelaksanaan : 2012
Sasaran : Dokter, bidan/ perawaT
Target : Puskesmas memiliki petugas kesehatan yang paham
dan terlatih dalam menggunakan MTBS.
Mengadakan forum review atau penyegaran kepada petugas yang telah
terlatih, minimal 1 x/ tahun
Rencana : Mengajukan permohonan forum review kepada DKK
Pelaksana : Pimpinan puskesmas, DKK
Pelaksanaan : satu kali per tahun
Sasaran : Petugas MTBS yang telah terlatih
Target : Petugas kesehatan yang terlatih agar tetap konsisten
dan memiliki keterampilan yang terpelihara dalam menjalankan praktik
MTBS
Mengupayakan supervisi MTBS oleh dinas kesehatan dan oleh pimpinan
puskesmas bila implementasi MTBS telah berjalan.
Rencana : mengadakan pemantauan langsung pelayanan balita
sakit oleh petugas MTBS, memberikan umpan balik untuk
ditindaklanjuti.
Pelaksana : pimpinan puskesmas, DKK
Pelaksanaan : satu kali per tahun
59
Sasaran : pelayanan balita sakit oleh petugas MTBS, formulir
MTBS yang sudah terisi dan dipilih secara acak dan terhadap sarana dan
prasarana yang mendukung praktek MTBS.
Target : petugas termotivasi untuk tetap konsisten
melaksanakan praktek MTBS.
Membentuk tim pelayanan MTBS yang dipimpin oleh seorang case manager
Rencana : Mengadakan musyawarah dalam membentuk tim dan
memilih case manager berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti
pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS
Pelaksana : Pimpinan dan staf puskesmas
Pelaksanaan : 2012
Sasaran :Bidan, petugas gizi, petugas kesling, petugas
imunisasi,dll
Target : puskesmas memiliki sebuah tim yang bertugas dalam
pelayanan MTBS yang dipimpin oleh seorang case manager yang telah
terlatih dan sanggup dalam mengelola MTBS.
3. Metode
Dilakukan penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun,
menentukan tindakan, pengobatan, konseling bagi Ibu, tindaklanjut serta tatalaksana
bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan (Manajemen Terpadu Bayi Muda/ MTBM) .
Rencana : Diterapkan formulir MTBS/MTBM
Pelaksana :Pihak puskesmas
Pelaksanaan : Setiap kali mengelola bayi dan balita sakit
Sasaran : Petugas kesehatan
Target :Petugas mampu dalam melakukan penilaian dan klasifikasi
anak sakit, menentukan tindakan, pengobatan dan konseling bagi ibu sesuai
MTBS.
4. Material
a. Mengupayakan agar petugas kesehatan memiliki pedoman dalam menjalankan
praktik MTBS
Rencana : Pengadaan Buku Bagan MTBS, Bagan Dinding MTBS
Pelaksana : Dokter muda IKM
Pelaksanaan : Satu kali
60
Sasaran : Petugas Kesehatan
Target : Setiap petugas kesehatan memiliki Buku Bagan MTBS,
Tersedia Bagan Dinding MTBS
b. Mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung praktek MTBS
seperti manset dan tensimeter anak, timbangan berat badan, ARI timer,
thermometer, gelas dan teko.
Rencana : mengusulkan inventarisasi sarana dan prasarana tersebut
kepada DKK.
Pelaksana : Pimpinan puskesmas
Pelaksanaan : 2012
Sasaran : DKK
Target : tersedia sarana dan prasarana yang mendukung praktek MTBS
61
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data laporan tahunan program KIA Puskesmas Ambacang pada tahun
2011, angka kematian untuk bayi (0-11 bulan) di Puskesmas Ambacang yaitu 24 per 738
jumlah sasaran bayi dengan sebaran BBLR 29,2%, penyakit jantung bawaaan 8,3%, infeksi
saluran nafas akut 16,7%, asfixia berat 8,3%, ikterik 4,2%, observasi demam 29,2%, diare
8,3%, meningitis 4,2% dan lahir mati 16,7%. Angka kematian anak balita (12-59 bulan)
sebanyak 6 kasus per 3687 jumlah sasaran dengan sebaran diare 50%, penyakit jantung
bawaan 16,7% dan aspirasi karena tenggelam 33,3%.3
Data 10 penyakit terbanyak balita di wilayah kerja Puskesmas Ambacang tahun 2010
berturut-turut yakni ISPA sebanyak 2819 kasus, Infeksi kulit 734 kasus, observasi demam
391 Kasus, diare 391 kasus, alergi kulit 138 kasus, pneumonia 93 kasus, penyakit telinga 85
kasus, penyakit mata 75 kasus, varicella 66 kasus dan kecacingan 22 kasus. Sebagian besar
penyakit tersebut merupakan lima penyakit penyebab utama kematian bayi dan balita di
negara berkembang seperti pneumonia, diare, campak, malaria dan malnutrisi dan WHO telah
menyusun suatu Manajemen Terpadu Balita Sakit. Manajemen ini memadukan pelayanan
promosi, pencegahan, serta pengobatan sehingga akan meningkatkan kualitas dn akses
pelayanan. Pada kenyataan yang terjadi di Puskesmas Ambacang, penyakit-penyakit tersebut
belum dikelola dengan menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sehingga
pelayanan kesehatan di Puskesmas Ambacang untuk bayi dan anak balita belum terlaksana
secara optimal. Implementasi MTBS sulit dilaksanakan di Puskesmas Ambacang terutama
disebabkan kurangnya dukungan DKK dalam hal sosialisasi dan pelatihan petugas serta
dukungan sarana dan prasarana.
62
6.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diusulkan dalam pemecahan permasalahan agar
Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat berjalan dalam rangka
menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita di wilayah kerja Puskesmas
Ambacang yaitu mengupayakan agar dapat terlaksananya sosialisasi dan pelatihan MTBS
bagi petugas kesehatan dan mengupayakan dukungan sarana dan prasarana dari Dinas
Kesehatan Kota. Apabila implementasi MTBS ini dapat berjalan, maka diperlukan forum
review dan forum supervisi agar petugas kesehatan tetap melakukan praktik MTBS secara
konsisten dan tidak kembali ke metode konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
63
1. Departemen Kesehatan RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Petunjuk Teknis:
Penggunaan dana APBN yang dilaksanakan di Propinsi, Kabupaten/Kota Program
Upaya Kesehatan Masyarakat dan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Tahun
Anggaran 2007. Jakarta : 2007.
2. Statistic Indonesia. Sensus Penduduk 2007 : Angka Kematian Bayi (AKB) menurut
Propinsi, Kabupaten Kota, dan Jenis Kelamin. Diakses dari http://www.Statistic
Indonesia.com. pada tanggal 1 Februari 2011.
3. Laporan Tahunan Program KIA Puskesmas Ambacang Tahun 2010. Padang : 2011.
4. World Health Organization. Integrated Management of Childhood Illness : Global status
of Implementation. WHO, Juni 1999. Diakses dari http://www.emro.who.int/cah/MDG-
about.htm. pada tanggal 1 Februari 2011.
5. Departemen kesehatan RI dan WHO . Modul -1 MTBS: Pengantar . Dinkes Jateng, 2006.
6. Mukti, A.G. Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan : Konsep dan
Implementasi. Penerbit Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen
Asuransi / Jaminan Kesehatan. 2007. Yogyakarta : PT. Karya Husada Mukti.
7. Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Tahun 2010. Padang : 2011.
8. Pan American Health Organization, About Integrated Management of Childhiid Illnes
(IMCI). Diakses dari http://www.paho.com pada tanggal 1 Februari 2011.
9. WHO and UNICEF. IMCI Adaptation Guide, Geneva. Diakses dari http://www.who.int.
pada tanggal 1 Februari 2011.
10. World Health Organization-UNICEF. Model Chapter for Textbooks : IMCI, Integrated
Management of Childhood Illness. Diakses dari http://www.who.int/childadolescent-
health/publications/IMCI/WHO_FCH_CAH_00.40.htm pada tanggal 1 Februari 2011.
64