Indonesia memiliki sekitar 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 44 jenis
herba tanah, 44 jenis epifit, 19 jenis pemanjat, 5 jenis palma, dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis
tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai
mangrove sejati (true mangrove). Sementara jenis lain, ditemukan di sekitar mangrove dan
dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (associate asociate)
Berdasarkan data One Map Mangrove, luas ekosistem mangrove Indonesia 3,5 juta
hektare yang terdiri dari 2,2 juta ha di dalam kawasan dan 1,3 juta ha di luar kawasan mangrove.
Ekosistem mangrove tersebut berada di 257 kabupaten/kota yang sebagian besar ekosistemnya
telah mengalami kerusakan. Luas hutan mangrove telah mengalami penurunan sebesar 30-50%
dalam setengah abad terakhir ini karena pembangunan daerah pesisir, perluasan pembangunan
tambak dan penebangan yang berlebihan[3]. Kusuma dkk dalam bukunya yang berjudul
“Ekologi Mangrove” memaparkan bahwa meningkatnya penyediaan sarana dan prasarana serta
pelabuhan di pinggir pantai akan mempercepat terjadinya penurunan luasan hutan mangrove.
Penurunan ekosistem mangrove akan berdampak terhadap ekonomi, lingkungan/ekologi,
sosial dan budaya bagi masyarakat pesisir. Secara ekonomi, ekosistem mengrove dapat berfungsi
sebagai sumber pakan konsumen peternakan (pakan cacing, kepiting dan golongan
kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam
siklus rantai makanan di suatu ekosistem. Fungsi lain dari ekosistem mangrove sebagai tempat
hidup (habitat) berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya, biawak, burung dan lain-lain.
Secara lingkungan, ekosistem mengrove mempunyai peran besar, seperti tempat
pembiakan benih-benih ikan, udang, dan kerang dari lepas pantai, penghasil oksigen yang
dibutuhkan oleh berbagai makhluk hidup, menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di
udara dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai[4]. Ekosistem mangrove memiliki
peran sosial budaya sebagai bentuk keindahan dan peninggalan/sejarah budaya mangrove itu
sendiri.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh CIFOR menunjukan bahwa mangrove merupakan
salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis, yang mengandung sekitar 1023 Mg karbon
per hektar. Tanah dengan kandungan organik tinggi memiliki kedalaman antara 0,5 m sampai
dengan lebih dari 3 m dan merupakan 49-98% simpanan karbon dalam ekosistem ini. Dengan
menggabungkan data kami dengan informasi lain yang telah dipublikasikan. CIFOR
memperkirakan bahwa deforestasi mangrove menyebabkan emisi sebesar 0,02- 0,12 Pg karbon
per tahun, yang setara dengan sekitar 10% emisi dari deforestasi secara global, walaupun luasnya
hanya 0,7% dari seluruh kawasan hutan tropis
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan pelestraian hutan mangrove,
beberapa diantaranya adalah dengan melakukan penanaman ulang, melakukan upaya restorasi
kawasan mangrove, perluasan kawasan hutan mangrove, melakukan edukasi masyarakat
tempatan dan meningatkan kearifan lokal masyarakat lokal, dan memperbaiki lingkungan hutan
mangrove.