Anda di halaman 1dari 10

Jawaban Soal UTS

Nama: Ahmad Reyhan

NIM: 20040021114

1. Jurisprudence merupakan suatu disiplin ilmu yang bersifat sui generis. Maka kajian


tersebut tidak termasuk dalam bidang kajian yang bersifat empirik maupun
evaluatif. Jurisprudence bukanlah semata-mata studi tentang hukum, melainkan lebih
dari itu yaitu studi tentang sesuatu mengenai hukum secara luas. Hari Chand secara tepat
membandingkan mahasiswa hukum dan mahasiswa kedokteran yang mempelajari bidang
ilmunya masing-masing. ia menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran yang akan
mempelajari anatomi manusia harus mempelajari kepala, telingga, mata dan semua
bagian tubuh dan struktur, hubungan dan fungsinya masing-masing. sama halnya dengan
seorang mahasiswa hukum yang akan mempelajari substansi hukum, harus belajar
konsep hukum, kaidah-kaidah hukum, struktur dan fungsi dari hukum itu sendiri. Lebih
lanjut ia mengemukakan bahwa disamping ia mempelajari tubuh manusia secara
keseluruhan, seorang mahasiswa kedokteran juga perlu mempelajari faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi tubuh, misalnya panas, dingin, air, kuman-kuman, virus,
serangga dan lain-lain. Sama halnya juga dengan mahasiswa hukum, yaitu mempelajari
faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi hukum itu diantaranya, faktor sosial, politik,
budaya, ekonomi dan nilai-nilai yang terkandung dalam bidang ilmu lain. Ilmu hukum
memandang hukum dari dua aspek; yaitu hukum sebagai sistem nilai dan hukum sebagai
aturan sosial. Dalam mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan
hukum. Hal inilah yang membedakan ilmu hukum dengan disiplin lain yang mempunyai
kajian hukum disiplin-disiplin lain tersebut memandang hukum dari luar. Studi-studi
sosial tentang hukum menmpatkan hukum sebagai gejala sosial. Sedangkan studi-studi
yang bersifat evaluatif menghubungkan hukum dengan etika dan moralitas. Ilmu hukum
modern mengawali langkahnya ditengah-tengah dominasi para pakar dibidang hukum
yang mengkajinya sebagai suatu bentuk dari perkembangan masyarakat sehingga dasar-
dasar dari ilmu pengetahuan hukum terabaikan hal inilah yang menjadi obyek kajian
penulis, karena sekarang banyak sarjana hukum menganggap kajian hukum berada pada
tatanan kajian peraturan perundang-undangan (legislative law) bukan pada
tatanan jurisprudensi, hal tersebut dikarenakan masuk kajian empirik kedalam ilmu
hukum sebagai dasar kajian.
2. Das Sollen: adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap.
Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan
kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.

Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang
kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein
merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.

3. Logika memberi arah kepada arah berpikir manusia, dan merupakan semacam pedoman
bagi manusia untuk bertindak bijaksana. Dalam hal ini logika, etika dan estetika harus
berdialektika dengan baik mengingat apabila ilmu itu bebas nilai disebut sekular, maka
akan terjadi ketiranian karena nilai adalah gagasan berharga yang indah dan baik. Hal ini
mengingat pikiran manusia merupakan dasar bagi logika, kemauan merupakan dasar bagi
etika dan perasaan manusia merupakan dasar bagi estetika, ketiganya berkaitan erat dan
perlu adanya konektivitas sehingga ilmu tidak bersifat sekular yang pada
perkembangannya mampu menjadi dasar peradaban yang bernilai. Dalam kajian
epistemologi, pengetahuan disebut benar jika ia diperoleh melalui cara-cara yang
bertanggungjawab dan menunjukkan adanya kesesuaian dengan kenyataan. Yang
dimaksud dengan cara yang bertanggugjawab adalah cara yang secara formal bisa
diterima oleh akal sehat. Adapun yang dimaksud kenyataan adalah pengetahuan secara
materiil bisa dibuktikan pada kenyataan. Dalam proses pengetahuan itu logika berperan
pada posisi yang pertama yaitu sebagai jalan atau cara yang sehat untuk memperoleh
pengetahuan yang benar. Logika berfungsi bagi segala ilmu pengetahuan untuk
memberikan batasan yang jelas mengenai isi, luas dan bentuk atau wujud suatu ilmu di
dalam pengertian kita. Pengetahuan yang merupakan hasil dari penalaran harus
berlandaskan pada logika, jika tidak maka akan membawa kesesatan pikiran yang
menimbulkan kesesatan tindakan manusia. Dengan menerapkan hukum-hukum
pemikiran yang lurus, tepat dan sehat, yang kita masukkan ke dalam lapangan logika
sebagai suatu kecakapan maka suatu cara berpikir atau hasil pemikiran manusia (ilmu
pengetahuan), berkeyakinan dan serangkaian orientasi hidup manusia, pada akhirnya
mendasari pembangunan peradaban akan sesuai dengan segenap asas, aturan dan tata cara
penalaran yang betul, yang kesemuanya itu akan sangat berpengaruh pada pembentukan
peradaban yang kokoh dan tinggi.

4. Teori hukum yang dalam bahasa Inggris disebut dengan theory of law, sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut dengan rechtstheorie mempunyai kedudukan yang sangat penting
di dalam proses pembelajaran maupun di dalam penerapan hukum karena dengan adanya
teori hukum, dapat membantu dalam kerangka memecahkan berbagai persoalan, di mana
di dalam hukum normatif tidak diatur. Dalam definisi in teori hukum dikaji dan segi
objek, tugas dan metode. Objek kajian dan teori hukum, meliputi sosiologi hukum dan
dogmatik hukum. Tugas teori hukum, meliputi:

a. Menganalisis dan menerangkan pengertian hukum (pengertian dan hukum) dan


berbagai pengertian hukum atau konsep yuridik (konsep yang digunakan dalam
hukum). Pengertian-pengertian itu, seperti hukum subjektif, hukum objektif,
hubungan hukum, asas hukum, hak milik, kontrak, hukuman, itikad baik, dan
sejenisnya. Pengertian ini dapat dijadikan objek penelitian hukum. Pada masa lalu,
kajian tentang pengertian dikenal sebagai ajaran hukum (“rechtsleer”).

b. Mengkaji hubungan antara hukum dan logika;

c. Mengkaji hal-hal yang bertalian dengan metodologi (ajaran metode).

Teori hukum dalam arti luas yaitu seluruh rangkaian atau kajian atas ilmu hukum itu
sendiri termasuk juga aliran-aliran atau pemikiran dalam ilmu hukum seperti teori hukum
alam, teori hukum positivisme, teori hukum murni, teori utilitarianisme, teori realisme
hukum, teori antropologi hukum, dan teori hukum kritis. Teori hukum dalam arti sempit
merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan sistem
konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. Teori berbicara secara
spesifik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsepsi-konsepsi hukum, prinsip-
prinsip hukum, doktrin-doktrin, dan kaidah-kaidah hukum.

5. Norma hukum: Norma hukum berarti kesepakatan yang dibuat oleh seluruh unsur
masyarakat, atau yang mewakili masyarakat di wilayah-wilayah tertentu. Norma hukum
tersebut penting untuk disepakati, karena dibahas tentang apa yang boleh dilakukan dan
apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam kehidupan bemasyarakat.

Peraturan Hukum: adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke 19,
bersamaan dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi. Doktrin tersebut lahir
sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatknya peran parlemen dalam
penyelenggaraan Negara, serta sebagai reaksi terhadap Negara absolute yang berkembang
sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law tempat segenap lapisan
masyarakat dan Negara beserta seleruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi
hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian.

Teori hukum menurut H.L.A. HART

Hart mengkritik teori komando Austin. Terkait dengan hal ini, Hart menilai Austin tidak
membedakan konsep diwajibkan untuk (was obliged) dan memiliki kewajiban (had on
obligation) dengan baik. Akibatnya, Austin merujuk kedaulatan individu sebagai basis
validitas hukum. Basis tersebut rapuh, tidak menjamin ketahanan dan keberlangsungan
hukum. Oleh karena itu, Hart menawarkan sistem hukum sebagai peraturan, primer dan
sekunder.

Hart menilai model hukum sebagai perintah paksaan gagal memproduksi beberapa ciri
pokok sistem hukum. Sebagaimana dijelaskan Hart, terdapat tiga alasan yang membuat
model hukum sebagai perintah paksaan gagal. Pertama,  hukum hanya berlaku bagi pihak
lain (bukan untuk yang memberlakukannya). Kedua, hukum tidak bisa ditafsirkan
sebagai perintah yang ditopang ancaman. Karena ada ragam hukum yang tidak dapat
dikategorikan ke dalam perintah paksaan. Ketiga, ada peraturan hukum yang tidak sama
dengan perintah (dari segi asal usulnya). Karena peraturan tersebut muncul tidak melalui
proses tertentu. 

Dengan demikian, dibutuhkan sesuatu yang lain untuk memahami ide kewajiban. Oleh
karena itu, ada satu perbedaan yang harus dijelaskan, pernyataan seseorang diwajibkan
untuk melakukan sesuatu dan pernyataan seseorang memiliki kewajiban untuk
melakukannya. Pernyataan seseorang diwajibkan untuk mematuhi, pada dasarnya
merupakan pernyataan psikologis, mengacu pada keyakinan dan motif dilakukannya
suatu tindakan. Namun, pernyataan seseorang memiliki kewajiban untuk melakukan
sesuatu, tergolong tipe yang berbeda dan ada berbagai macam petunjuk untuk memahami
perbedaan tersebut. Dengan demikian, pernyataan seseorang memiliki kewajiban,
misalnya berkata benar atau mengikuti wajib militer, tetap benar adanya meskipun dia
yakin bahwa dia tidak akan ditangkap dan tidak mengkhawatirkan sesuatu pun bila tidak
patuh. Lebih dari itu, pernyataan seseorang memiliki kewajiban pada dasarnya
independen dari persoalan apakah dia faktanya mendaftar wajib militer atau tidak.
Pernyataan seseorang diwajibkan melakukan sesuatu, membawa implikasi dilakukannya
suatu tindakan.

Hart menyatakan bahwa hukum merupakan sistem peraturan, di mana kesatuan peraturan
primer dan sekunder memadai dalam menjelaskan terbentuknya sistem hukum. Peraturan
primer memiliki tipe primer (primary type), di mana setiap orang dituntut melakukan atau
menahan diri dari suatu tindakan tertentu. Sedangkan peraturan sekunder memiliki tipe
sekunder (secunder type), menjelaskan bagaimana peraturan primer secara pasti
ditegaskan, diperkenalkan, dibuang, dan fakta pelanggarannya dapat ditentukan secara
pasti. Dengan kata lain, peraturan sekunder berfungsi mengatur peraturan primer secara
tegas dan pasti. Kedua tipe tersebut berbeda, tetapi saling berkaitan dan membentuk
sistem positivisme hukum.

6. Dalam arti sempit rechtstheorie adalah lapisan ilmu hukum yang berada di antara


dogmatik hukum dan filsafat hukum.

Sementara itu dogmatika hukum, adalah “cabang ilmu hukum (dalam arti sempit) yang
memfokuskan studinya pada hukum positif”. Oleh karena itu “objek dogmatika hukum
adalah hukum positif, yang dapat ditemukan dalam buku-buku teks yuridis yangbiasa dan
monografi-monografi lain, serta dalam artikel-artikel yang dimuat dalam berbagai
majalah (jurnal) hukum. Biasanya merupakan bagian utama dalam pengajaran pada
fakultas-fakultas hukum”. Dogmatika hukum itu oleh Gijssels dan Hoecke didefinisikan
sebagai berikut. Karena titik fokusnya adalah hukum positif, maka “dogmatika hukum
hanya menggali sumber-sumber hukum formal, tentu saja dalam arti luas (perundang-
undangan, putusan peradilan, traktat-traktat, asas- asas hukum, kebiasaan) dan memandang
hukum secara terisolasi seolah- olah tercabut dari sumber kehidupannya yang
sesungguhnya”. Oleh karena itu, “dogmatika hukum membatasi diri pada pemaparan dan
sistematisasi dari hukum positif yang berlaku, dalam arti bahwa kegiatan ini tidak dapat
dipandang sebagai netral dan objektif melainkan berlangsung dengan beranjak dari
suatu sudut pendekatan subjektif atau inter-subjektif”. Itu sebabnya, “dogmatika hukum
sering tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan kepada yuris yang mengajukan
pertanyaan tentang dari mananya, mengapanya, dan untuk apanya hukum itu atau bahkan
jika ia dapat memberikannya, ia tidak akan melakukannya, yang disebabkan oleh sempitnya
batas-batas wilayah yang di dalamnya ia boleh berkiprah”.
7. Hubungan antara norma hukum dengan asas hukum dalam suatu sistem hukum adalah
asas hukum sebagai kaidah yang fundamental yang menjadi pikiran-pikiran dasar yang
terdapat di dalam suatu sistem hukum yang dirumuskan menjadi aturan-aturan
perundang-undangan. Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, permasalahannya adalah asas
hukum telah secara langsung dijadikan aturan hukum.
8. Dalam penggunaan hukum yang dibuat atau peraturan perundang-undangan. Penggunaan
perundang-undangan tidak terhindarkan dalam menghadapi tuntutan kehidupan modern.
Pada mulanya, perundang-undangan dalam bentuk Dekrit Raja dan fungsinya melengkapi
dan mengoreksi peraturan-peraturan Common Law dan Equity, sedangkan kerangka
hukum yang pokok tumbuh melalui putusan-putusan pengadilan. Kemudian, sejalan
dengan perkembangan industrialisasi, ledakan penduduk, dan pertumbuhan daerah
perkotaan yang luas menciptakan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kemanusiaan,
dimana Common Law dan Equity tidak dapat menyesuaikan. Ditambah lagi masalah-
masalah yang belum pernah terjadi seperti masalah kesehatan umum, pendidikan,
transportasi, penggunaan dan perlindungan sumber-sumber alam, pengeloaan ekonomi,
dan konsep negara sejahtera, yang tidak dapat dipenuhi oleh Common Law dan Equity.
Maka dari itu diperlukan cara pembentukan hukum yang lain yaitu melalui Parlemen.
Hukum perundang-undangan (Statute Law) terdiri dari peraturan peraturan yang secara
formal dibuat oleh suatu badan yang mempunyai kekuasaan konstitusional untuk
membuat undang-undang, yaitu Parlemen. Undang-undang yang dibuat Parlemen disebut
“Act of Parliament”. Sejumlah besar undang-undang telah dibuat, yang menciptakan
bidang-bidang hukum baru.

Sistem hukum Anglo Amerika atau common law Inggris model pemikirannya dengan
pendekatan yang konkret dan berdasarkan pada pengadilan, berusaha mengembangkan
jawaban-jawaban pragmatis untuk diketengahkan di depan pengadilan. Dalam hal ini,
pengadilan common law tidaklah dipimpin oleh sekumpulan majelis hakim sebagaimana
dalam sistem hukum civil, akan tetapi hanya dipimpin oleh satu hakim sebagai wasit
untuk menemukan jawaban pragmatis tersebut. Perkara menjadi sumber utama dalam
common law, oleh karena itu pendekatannya dari perkara menuju perkara. Para lawyers
dari common law berfikir dalam ruang lingkup kelompok dan hubungan hukum tertentu
mereka sehingga praktisi Common Law dituntut untuk mengerti kasus-kasus terdahulu
bukan dituntut untuk menghafal undang-undang seperti halnya dalam hukum Civil.
Awal mula penggunaan Common Law
9. Pumpun berfikir atau pokok-pokok berfikir dari ajaran filsafat positivisme dalam kajian
ilmu sosial dan alam:

a. Filsafat positivisme hanya mendasar pada kenyataan (realitas, fakta) dan bukti
terlebih dahulu

b. Positivisme tidak akan bersifat metafisik dan tidak menjelskan tentang esensi.

c. Positivisme tidak lagi menjelaskan gejala-gejala alam sebagai ide abstrak. Gejala
alam diterangkan berbasis hubungan sebab akibat dan dari itu kemudian didaptkan
dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak tergantung ruang dan waktu.

d. Positivisme menempatkan fenomena yang dikaji sebagai obyek yang dapat


digeneralisasikan sehingga ke depan dapat diramalkan (diprediksi).

e. Positivisme meyakini bahwa suatu realitas (gejala) dapat direduksi menjadi unsur
unsur yang saling terkait membentuk sistem yang dapat diamati.

Munculnya gerakan positivisme mempengaruhi banyak pemikiran di berbagai


bidang ilmu tentang kehidupan manusia termasuk ilmu sosial dan alam. Positivisme
sebagai suatu aliran filsafat ilmu pengetahuan, menyatakan bahwa ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, semua didasarkan pada data empiris, real,
nyata, konkret dan kasat mata serta menggunakan metode ilmiah. Pengaruh aliran filsafat
positivisme, telah mendorong penggunaan rasio yang begitu kuat, hingga melahirkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis pada pengamatan dan pengalaman nyata
yang tersusun secara sistematis.10 Ilmu hukum yang dikembangkan oleh aliran filsafat
positivisme menunjukkan, bahwa hukum itu bersifat konkret, bebas nilai, imparsial,
impersonal dan obyektif. Tujuannya adalah supaya para pelaku hukum dapat
menegakkan keadilan dengan membuat keputusan atau aturan yang berdasarkan
ketentuan hukum yang telah disepakati bersama. Selain itu, juga bertujuan untuk
memandang hukum sebagai realitas yang lepas dari kepentingan individu atau kelompok.
Ilmu hukum menurut aliran filsafat positivisme akan melahirkan konsep hukum positif,
yakni seperangkat ketentuan hukum tertulis yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang dan mengandung perintah. Selain itu, hukum juga dikonsepsikan sebagai
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh penguasa atau negara, yang
berwujud perintah yang harus ditaati karena mengandung sanksi. Hukum positif
mengandung nilai-nilai yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan, kemudian
diintegrasikan dalam norma yang tertuang dalam hukum positif. Jadi dalam aliran hukum
positivisme, konsep hukum juga mengadung nilai-nilai (values) yang terdapat dalam
hukum positif (perundang-undangan), hanya nilai itu telah dibahas dan ditetapkan ketika
proses pembuatan hukum positif. Setelah ditetapkan menjadi undangundang, maka
hukum itulah yang berlaku secara mutlak, tidak boleh ditawar, lepas apakah hukum itu
efektif atau tidak, adil atau tidak.

10. John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang menyatakan bahwa
hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum terletak pada unsur perintah
itu. Austin memandang hukum sebagai suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup.
Hukum adalah perintah yang mewajibkan seseorang atau beberapa orang. Ia menyatakan
bahwa hukum dan perintah lainnya berjalan dari atasan (superior) dan mengikat atau
mewajibkan bawahan (inferior). Pihak superior yang menentukan apa yang
diperbolehkan dan kekuasaan superior memaksa orang lain untuk mentaatinya. Superior
mampu memberlakukan hukum dengan cara menakut-nakuti dan mengarahkan tingkah
laku orang lain ke arah yang diiinginkannya. Austin berpandangan bahwa hukum adalah
perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil atau sebaliknya.
Sedangkan penggagas Aliran Hukum Murni adalah Hans Kelsen yang berpendapat
bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis seperti sosiologis,
politis, historis dan etis. Hukum adalah suatu sollenkategorie atau kategori
keharusan/ideal, bukan seinskategorie atau kategori faktual. Lebih lanjut Kelsen
menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia
sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang dipermasalahkan bukanlah bagaimana
hukum itu seharusnya, melainkan apa hukumnya. Meskipun hukum itu sollenkategori,
namun yang digunakan adalah hukum positif (ius constitutum), bukan hukum yang
dicita-citakan (ius constituentum). Dasar kekuatan dari hukum murni sendiri adalah
Kelsen berpendapat bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (materia),
sehingga keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Hukum bisa saja tidak adil,
namun hukum tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa. Ia juga berpendapat
bahwa hukum positif pada kenyataannya dapat saja menjadi tidak efektif lagi. Hal ini bisa
disebabkan karena kepentingan masyarakat yang diatur sudah tidak ada, sehingga
penguasa tidak akan memaksakan penerapannya.

11.
a. Ilmu Hukum Dogmatik: Dogmatika hukum/Ajaran Hukum adalah cabang ilmu
hukum yang memaparkan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam
suatu masyarakat tertentu dan pada kurun waktu tertentu dari sudut pandang normatif.
Sudut pandang normatif ini dapat berupa yuridik internal ataupun ekstra yuridik.
Menggali sumber-sumber hukum formal. Dogmatik hukum bertujuan untuk sebuah
penyelesaian konkrit secara yuridik-tehnikal bagi sebuah masalah konkrit atau
membangun sebuah kerangka yuridik-tehnikal yang didalamya berdasarkan sejumlah
masalah yang kemudian harus memperoleh penyelesaian yuridik. Penelitiannya
bersifat preskriptif / normatif.
b. Ilmu Hukum Normatif: Pandangan Normatif adalah Kerangka berpikir tentang
hukum, keberlakuannya, penerapannya, pembentukannya dan penegakannya harus
berdasar kepada segala bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
hukum tersebut. Pandangan ini mutlak memberlakukan dogmatika hukum yang
bersumber pada hukum positif, sehingga tidak memperhitungkan tentang faktor
Empiris yang mengukur manfaat keberlakuan hukum dengan melihat kondisi/ fakta di
masyarakat, disebut pandangan Positivistik.
c. Ilmu Hukum Hermeneutis adalah filsafat tentang mengerti atau memahami sesuatu,
yakni refleksi kefilsafatan syarat-syarat kemungkinan bagi semua pengalaman dan
pergaulan manusiawi dengan kenyataan, termasuk peristiwa mengerti dan/atau
interpetasi.

d. Ilmu Hukum Yurisprudensial: Yurisprudensi adalah adalah keputusan-keputusan dari


hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan
dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu
perkara yang sama.

Anda mungkin juga menyukai