Anda di halaman 1dari 9

KONFLIK BATIN DAN DINAMIKA KEPRIBADIAN

TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HONJINDOURI


KARYA WAHYU DERAPRIYANGGA

Imam Fauzi1)
Mulyono2)
Uum Qomariyah2)
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Semarang
imamfauzi32@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis konflik batin dan dinamika kepribadian yang
akan dialami tokoh utama dalam novel Honjindouri karya Wahyu Derapriyangga.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi
sastra. Metode yang digunakan adalah metode struktural. Hasil dari pembahasan
penelitian ini menunjukkan kehidupan universitas di Jepang yang sangat keras
karena mengandung budaya yang kuat, yang berkuasa dan yang kaya mendapat
kedudukan tersendiri. Budaya tersebut membuat kalangan mahasiswa bawah dan
yang tidak mempunyai kekuatan akan dikucilkan dan diperlakukan secara tidak
adil.

Kata Kunci: Dinamika Kepribadian; Honjindouri; Konflik Batin

ABSTRACT

The purpose of the study is to analysethe inner conflict and the personality
dynamics that will be experienced by the main character in Honjindouri by
Wahyu Derapriyangga. The approach used in this study is literature
psychological approach. Structural method is employedin this study. The result of
this study shows a very tough university life in Japan because of the strong
culture, the powerful and the rich ones getting their own position. This culture,
then, create a situation where the lower classes students and them who do not
posses any powerwill be excluded and treated unfairly in the society.

Keywords: Personality Dynamic; Honjindouri; Inner Conflicts

1)
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang.
2)
Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang.
PENDAHULUAN
Novel merupakan prosa fiksi yang berisi tentang kehidupan tokohnya dari
awal hingga akhir. Prosa fiksi menurut Aminudin (2002:66) yaitu kisahan atau
cerita yang diemban oleh pelak-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta
tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi
pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Novel sendiri merupakan gambaran
hidup tokoh yang menceritakan hampir keseluruhan perjalanan hidup
tokoh.Penokohan serta karakter tokoh dalam novel digambarkan dengan lengkap
atau jelas oleh pengarang.Setiap tokoh juga diberi gambaran fisik dan kejiwaan
yang berbeda-beda sehingga cerita tersebut seperti nyata atau menjadi hidup.Dari
segi kejiwaan, sastra bisa dipelajari dan ditelaah dengan menggunakan teori
psikologi.
Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman
sastra karena sastra adanya beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut; mengkaji
lebih mendalam aspek perwatakan; pendekatan ini memberi umpan balik kepada
peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan; dan membantu untuk
menganalis karya sastra yang kental dengan masalah-masalah psikologis
(Endasawara, 2008:12).
Terkait dengan psikologi, terutama psikologi kepribadian, sastra menjadi
bahan telaah yang menarik karena sastra tidak sekedar telaah teks yang
menjemukan tetapi menjadi bahan kajian yang melibatkan
perwatakan/kepribadian para tokoh rekaan, pengarang karya sastra, dan pembaca.
Novel Honjindouri karya Wahyu Derapriyangga ini mengisahkan
seseorang bernama Ardian yang sedang menimba ilmu pada salah satu universitas
di Jepang. Dia masuk di jurusan Manajemen ekonomi. Karena dia merasa asing
maka Ardian harus membiasakan diri dengan kehidupan di sana. Diantaranya
adalah masalah pergaulan, tentu sangatlah berbeda pergaulan di Jepang dan
Indonesia. Ardian mendapat kesulitan dalam pergaulan karena belum mengenal
karakter teman-temannya.
Kemudian Ardian melakukan gebrakan, dia ingin mahasiswa di universitas
tersebut tidak lagi dibeda-bedakan kastanya karena mereka berniat sama untuk
menuntut ilmu. Dalam melakukan gebrakan ini tidaklah mudah mengingat dalam
kampus tersebut terdapat kelompok-kelompok bela diri yang sangat kuat. Niat
Ardian yang sangat kuat agar mahasiswa diperlakukan sama dengan mahasiswa
yang lainnya mendapatkan respon positif dari berbagai pihak namun juga
mendapatkan kecaman-kecaman dari berbagai kelompok bela diri.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin menganalisis bagaimanan konflik
batin tokoh utama dan bagaimana dinamika kepribadian yang terjadi pada tokoh
utama dalama novel Honjindouri. untuk melakukan analisis tersebut penulis
menggunakan teori psikologi sastra Sigmund Frued.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat
deskriptif. Data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan
data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membaca dan memahami isi dari novel Honjindouri karya Wahyu
Derapringga.
2. Menganalisis konflik batin dan dinamika kepribadian yang terdapat dalam
novel Honjindouri karya Wahyu Derapringga.
3. Mengaitkan hasil analisis dengan teori kepribadian Sigmund Frued.
4. Membuat kesimpulan dari seluruh hasil analisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian yang akan dipaparkan dalam bab ini meliputi, 1) konflik
batin tokoh utama; (konflik batin kebencian, konflik batin kekecewaan, dan
konflik batin keraguan); dan 2) dinamika kepribadian tokoh utama (naluri dan
kecemasan).
Konflik batin kebencian Ardian timbul saat dia melihat temannya Shuji
yang sedang diperlakukan kasar dan dibentak-bentak oleh salah satu kelompok
beladiri kampus hanya karena masalah meja di kantin. Dia membenci kelompok
tersebut karena kelompok beladiri tersebut menganggap bahwa meja kantin itu
adalah wilayahnya. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut.

“Tetapi sebagai seorang teman, bagaimana mungkin aku diam


saja dan membiarkan shuji diperlakukan sedemikian rupa?aku
memang menyadari Shuji mencari masalah sendiri, tetapi tidak
mungkin dia melakukan itu tanpa alasan yang jelas pasti ada
sesuatu yang menyebabkannya berani senekat ini. Apapun
alasannya yang jelas saat ini, kelihat Shuji dalam keadaan tak
berdaya dan membutuhkan bantuan”. (Honjindouri, hlm. 58).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Shuji sedang dalam bahaya dan


membutuhkan bantuan. Ardian juga geram terhadap kelompok beladiri Jujutsu
karena telah melukai Shuji. Alasan mereka marah dan melukai Shuji karena
persoalan meja di kantin yang dianggap milik mereka. Ardian pun berniat untuk
menolong teman baiknya Shuji meskipun itu akan membahayakan dirinya sendiri.
Konflik batin kekecewaan Ardian timbul saat dia mengetahui bahwa dia
telah dimanfaatkan oleh teman-temannya. Ardian tidak menyangka bahwa teman-
temannya tega mengkhianatinya hanya demi kekuasaan belaka, sehingga Ardian
berselisih dengan kelompok beladiri yang bisa saja mencelakai dirinya. Berkaitan
dengan hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.

“Apa maksud semua ini? mengapa Tatsuya tidak pernah


mengatakan padaku bahwa dia adalah ketua kelompok karate
Shorin Ryu? apa yang direncanakan oleh Tatsuya dengan
kelompok Fuyu? mengapa dia membuatku dibenci oleh anggota
kelompoknya sendiri? apa sebenarnya yang dia inginkan?
batinku bergejolak dalam perasaan pedih dan kecewa.Perasaan
pedih karena dikhianati oleh sahabat”.(Honjindouri, hlm. 269).
Kutipan di atas menggambarkan konflik batin kekecewaan yang dialami
Ardian yaitu seorang sahabat tega memanfaatkan sahabatnya sendiri demi
menghancurkan salah satu kelompok beladiri dan demi kekuasaan semata.
Padahal Tatsuya adalah sahabat di indekos yang selalu memberi nasihat dan
pengarahan sejak Ardian masih menjadi mahasiswa baru yang belum mengetahui
budaya di Jepang. Tatsuya merupakan mahasiswa tingkat akhir yang sudah lama
menempuh pendidikan di kampus tersebut. Ternyata Tatsuya adalah ketua
kelompok karate yang anggotanya telah menyerang Ardian pada tempo hari.

Konflik batin keraguan Ardian timbul saat dia mengetahui bahwa teman-
temannya sedang dalam ancaman serangan oleh sekelompok beladiri di kampus.
Dia tidak ingin teman-temannya terluka karena serangan dari kelompok beladiri
tersebut, tetapi disisi lain Ardian tidak ingin kembali ke dalam masalah mereka
yang menganggap bahwa pertempuran dan kekerasan dapat menyelesaikan
masalah. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat kutipan sebagai berikut.

“Ya Allah, haruskah aku melibatkan diri lagi? tanya hatiku.


Setelah semua yang ku alami, aku tak ingin melibatkan diriku
semakin jauh dala masalah ini. Sudah cukup banyak masalah
yang meninpa diriku. Dan, bukankah peranku sudah berakhir?
Mereka telah selesai memperalat diriku.Kini, aku telah terbebas
dari jerat siasat mereka. Namun apakah aku hanya diam saja
setelah mengetahui semua ini? apakah aku akan membiarkan
Takashi dan dojo yang dicintainya akan hancur? Apakah aku
hanya diam saja dan membiarkan Yumiko bersedih hati setelah
semua kebaikan yang diberikan untukku? ya Tuhan apa yang
sebaiknya kulakukan? aku menatap awan di langit. Mengharap
sebuah petunjuk dari-Nya.”(Honjindouri, hlm. 285).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ardian meminta petunjuk kepada


Tuhan apa yang sebaiknya dilakukan olehnya. Mengingat temannya yang sering
membantu dalam hal perkuliahan dan sangat perhatian kepadanya saat ini sedang
dalam masalah dan diambang kehancuran karena akan diserang oleh kelompok
beladiri lainnya. Ardian sebenarnya tidak ingin masuk lagi ke dalam perselisihan
mereka mengingat perannya sudah berakhir dengan kecewa karena dimanfaatkan
oleh teman-temannya. Konflik batin inilah yang dialami Ardian antara apakah
hanya diam saja melihat kehancuran temannya atau apakah dia akan masuk
kembali ke dalam permasalahan antar kelompok beladiri tersebut.

Dinamika kepribadian yang pertama adalah naluri. Naluri dibedakan


menjadi dua bagian yaitu naluri kehidupan dan naluri kematian. Naluri kehidupan
adalah hal-hal yang berhubungan dengan hasrat makan dan minum. Misalnya
dalam kehidupan indekos yang Ardian tempati dengan teman-temannya, setiap
hari ia dan teman-temannya menyajikan makanan untuk menunjang kehidupan
serta pertumbuhan. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut.

“Mari makan.Ayo, jangan sungkan!” ucap Tatsuya sebagai


orang yang paling dituakan disini.
Tanpa basa-basi, mereka langsung mengambil mangkuk nasi dan
menyantap masakan Jepang dihadapan kami.
“Ayo jangan sungkan! Iwao sudah memasakkannya untuk
merayakan kedatanganmu,” ucap Tatsuya yang membuatku
sedikit kaget.(Honjindouri, hlm. 18)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa naluri kehidupan yang dialami


Ardian dan teman-temannya adalah alimentasi. Alimentasi merupakan naluri yang
berhubungan dengan makan dan minum. Iwao memasakkan masakan Jepang
sebagai tanda selamat datang kepada Ardian. Hal tersebut membuat Ardian sedikit
kaget karena merasa dihargai sebagai mahasiswa baru.
Naluri kematian adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan agresif.
Naluri kematian dapat menjurus seseorang melakukan bunuh diri dan agresif
terhadap orang lain. Naluri kematian dalam novel ini timbul saat Ardian sedang
dalam peperangan. Mereka dengan ganas dan tanpa belas kasih saling melukai
hingga banyak korban yang jatuh. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat
dalam kutipan berikut ini.
Aku berdiri di tengah-tengah ribuan orang yang saling
membunuh.Pedang mereka tebaskan.Tombak mereka hujamkan
ke tubuh lawannya yang masing-masing tanpa merasa
kasihan.Ya, Tuhan aku berada dalam pererangan.(Honjindouri,
hlm. 149)

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana sebuah peperangan sedang


berlangsung. Mereka dengan bringas membunuh satu sama lain tanpa adanya rasa
kasihan. Naluri kematian tersebut terjadi karena seseorang dengan bringas dan
marah ingin melukai orang lain.
Dinamika kepribadian yang kedua adalah kecemasan. Kecemasan dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu, kecemasan objektif dan kecemasan neurotik.
Kecemasan objektif merupakan respons realistis ketika seseorang sedang dalam
bahaya disuatu lingkungan. Kecemasan ini sama halnya dengan rasa takut.
Kecemasan dialami Ardian ketika memandang Mitsuko dengan perasaan yang
tidak semestinya, mengingat Mitsuko adalah wanita yang sudah mempunyai
suami.Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

Ku ambil mangkuk dan lap tanpa sedikitpun menyentuh jemari


tangannya. Ku beranjak dan duduk di kursi lain agar ada jarak
sedikit diantara kami. Sepintas, ia terlihat memandangku.
Namun, ketika pandangan kami bertemu, kembali ia tertuduk
dengan mata sayu.
“Astaghfirullah ...., ampuni hamba ya Allah.”
Aku memejamkan mata dan memohon ampun pada-Nya saat
mencabut pecahan mangkuk tersebut dari tanganku. Bukan
karena menahan sakit, melainkan untuk sesaat tadi aku
membiarkan diriku terbawa oleh perasaan. Aku merasakan
sesuatu yang tak sepantasnya kurasakan.Sungguh aku tak
bermaksud demikian.Itulah sebabnya aku memohon ampun pada-
Nya.Aku tak ingin merusak kehormatan seorang wanita yang
telah bersuami.Tak ingin menimbulkan fitnah apalagi sampai
menodai kesetiannya. Tak akan kubiarkan setan
menjerumuskanku dalam perbuatan yang dibenci oleh Allah.
(Honjindouri, hlm. 170)
Kutipan diatas menggambarkan perasaan salah yang dialami Ardian
karena telah membiarkan dirinya hanyut dalam perasaan karena ia sangat
mengagumi Mitsuko.Tetapi Mitsuko telah bersuami. Ardian pun menyadari itu
dan Ajaran agamanya melarang perbuatan seperti itu karena akan menimbulkan
fitnah dan kejadian yang tidak di inginkan. Akhirnya ia menyadari kesalahannya
dan meminta ampun kepada Allah. Kecemasan Ardian terjadi karena dia takut
melakukan dosa dan telah hanyut ke dalam perasaan yang tidak semestinya.
Kecemasan neurotik berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri
individu, karena konflik tersebut tidak menyadari alasan dari kecemasan
tersebut.kecemasan ini terjadi saat Ardian bermimpi sesuatu hal yang aneh dan
terasa sangat nyata bisikan-bisikannya hingga dia pun bercucuran keringat.
Namun dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.

Aku berusaha mengingat-ingat kembali setiap detail dari mimpi


yang kualami. Sungguh, semua terasa begitu nyata. Yang
membuatku sedikit merinding adalah bahwa pesan terakhir yang
disampaikan lelaki Jepang tersebut sama dengan bisikan yang
pernah kudengar saat terbangun di kamar Mitsuko tempo lalu.
“Ya Tuhan . . . apakan arti semua ini? dan wajahnya . . . , kenapa
aku seperti mengenalnya?” (Honjindouri, hlm. 158)

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana kebingungan Ardian setelah


mendapat mimpi yang misterius dan seperti nyata. Kejadian ini merupakan suatu
kecemasan neurotik karena Ardian merasa cemas dengan mimpi-mimpinya dan
tidak menyadari mengapa dia begitu gelisah dan takut seakan-akan mengingatkan
tentang hal sesuatu.
Dapat diketahui bahwa sosok Ardian dalam novel ini adalah seorang yang
peduli dengan teman-temannya. Dia bersedia menolong mereka dalam keadaan
sulit, walaupun dia harus mengorbankan keselamatannya. Ardian juga seorang
yang berjiwa besar, walaupun dia dikhianati oleh teman-temannya dia tetap
memaafkan mereka. Pengorbanan serta rasa peduli inilah yang membuat Mitsuko
menyukai Ardian, akhirnya pun mereka menikah dan hidup bahagia.

SIMPULAN
Konflik batin tokoh utama dalam Novel Honjindouri yaitu a) Konflik batin
kebencian (saat Ardian melihat temannya Shuji yang sedang diperlakukan kasar
dan dibentak-bentak oleh salah satu kelompok beladiri kampus hanya karena
masalah meja di kantin), b) Konflik batin kekecewaan (saat Ardian mengetahui
bahwa dia telah dimanfaatkan oleh teman-temannya), dan c) Konflik batin
keraguan (saat Ardian mengetahui bahwa teman-temannya sedang dalam ancaman
serangan oleh sekelompok beladiri di kampus). Dinamika kepribadian dalam
novel Honjindouri ada dua yaitu pertama dinamika kepribadian naluri yang
berupa naluri kehidupan (saat Iwao memasakkan masakan Jepang sebagai tanda
selamat datang kepada Ardian) dan naluri kematian (saat Ardian sedang dalam
peperangan). Kedua dinamika kecemasan yang berupa kecemasan objektif (saat
Ardian memandang Mitsuko dengan perasaan yang tidak semestinya, mengingat
Mitsuko adalah wanita yang sudah mempunyai suami) dan kecemasan neurotik
(saat Ardian bermimpi sesuatu hal yang aneh dan terasa sangat nyata bisikan-
bisikannya hingga dia pun bercucuran keringat).

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru.


Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Jogjakarta: Pustaka
Widyatama.

Anda mungkin juga menyukai