Anda di halaman 1dari 7

Madin : Sebuah Kearifan Lokal-Potret Implementasi Budaya Positif

Oleh: Izatul Laela


SMPN 2 Wonorejo

Madin atau Madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang keseluruhan mata
pelajarannya adalah mata pelajaran agama Islam yang memungkinkan peserta didiknya
menguasai materi ilmu agama secara baik dikarenakan padat dan lengkapnya materi ilmu agama
yang disajikan dalam proses pembelajaran di madrasah diniyah. Wikipedia.
Seiring dengan perubahan aturan, akhir akhir ini kementerian agama atau Kemenag lebih
memilih menamakan Diniyah takmiliyah. berita yang beredar adalah dengan menyandang nama
madrasah dikhawatirkan nanti nya akan menuntut hak kepada Pemerintah seperti Madrasah
Ibitidaiyyah atau Tsanawiyah ataupun Madrasah Aliyah. Dengan menghilangkan kata Madrasah
maka meminimalisir dari tuntutan persamaan hak.

Jenjang Madin
Jenjang Madin dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu :

1. Awwaliyah,

2. Wustha

3. Ulya.

Madrasah diniyah Awwaliyah (MDTA) diperuntukkan bagi anak-anak berumur sekolah dasar
dengan asumsi umur 9-12 tahun. Sedangkan untuk Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha
(MDTW) merupakan wadah bagi para siswa setingkat SLTP atau MTs dengan kisaran umur 12-
15 tahun. Dan untuk madrasah diniyah takmiliyah Ulya atau MDTU bagi mereka yang duduk di
tingkat SMA atau MA.

Sedangkan secara ukuran lama pendidikan diperinci seperti dibawah ini :

1. Madrasah Diniyah Takmiliyah Awwaliyah menempuh pendidikan selama  4 Tahun

2. Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha menempuh pendidikan selama 2 tahun

3. Madrasah Diniyah Takmiliyah Ulya menempuh pendidikan selama 2 tahun

WAKMUQIDIN 

Wakmuqidin (wayahe kumpul mbangun TPQ dan Madin) merupakan salah satu program
kerja dari pemerintah kabupaten Pasuruan guna membangun madrasah sebagai salah satu tempat
pendidikan yang bisa membangun masyarakat kabupaten Pasuruan yang berakhlakul karimah.

Program ini diharapkan bisa menjadi sinergi antara pembelajaran yang mengarah pada
kecakapan akademik dan kognitif dengan pembelajaran yang membentuk kecakapan efektif dan
spiritual anak.

Dengan digencarkannya kegiatan sosialisasi Wakmuqidin ini Bupati Pasuruan Irsyad


Yusuf berharap para orangtua bisa mengenalkan Al Quran semenjak dini kepada anak - anaknya
yang muaranya akan membentuk anak yang berakhlakul karimah,

Kearifan Lokal

Secara etimologis, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Pada KBBI, lokal berarti setempat, sedangkan kearifan sama dengan kebijaksanaan.
Sehingga jika dilihat secara etimologis, kearifan lokal (local wisdom) dapat diartikan sebagai
gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Istilah kearifan lokal pertama kali dikenalkan oleh HG. Quaritch Wales (dalam
Budiwiyanto 2006) yang menyebut kearifan lokal sebagai “local genius” yang berarti sejumlah
ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat sebagai suatu akibat
pengalamannya di masa lalu. Yunus (2012) mengartikan kearifan lokal sebagai budaya yang
dimiliki oleh masyarakat tertentu dan ditempattempat tertentu yang dianggap mampu bertahan
dalam menghadapi arus globalisasi, karena kearifan lokal tersebut mengandung nilai-nilai yang
dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa.

Pengertian kearifan lokal yang lain dikemukakan oleh Suhartini (2009) yang menyatakan
bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat di suatu tempat atau daerah yang merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu.
Sedangkan Fajarini (2014) mengartikan kearifan lokal sebagai pandangan hidup dan ilmu
pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Negara (2011) menyatakan bahwa kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan
atau pemahaman masyarakat adat/lokal tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara
manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman, dan adat kebiasaan tentang
manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua, dimana seluruh pengetahuan itu dihayati,
dipraktikkan, diajarkan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi.
Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada di masyarakat menurut Aulia dan Dharmawan
(2010) dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturanaturan khusus. Bentuk yang
bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula.
Fungsi kearifan lokal tersebut antara lain untuk: (1) konservasi dan pelestarian sumber daya
alam; (2) mengembangkan sumberdaya manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan; serta (4) petunjuk tentang petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan. Selain itu,
ditambahkan oleh Sartini (2004) yang mengemukakan fungsi dan makna kearifan lokal
diantaranya: (1) berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) berfungsi
untuk pengembangan sumber daya manusia misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup,
konsep kanda pat rate; (3) berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
misalnya pada upacara Saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji; (4) berfungsi
sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan; (5) bermakna sosial, misalnya upacara
integrasi komunal/kerabat; (6) bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben
dan penyucian roh leluhur; serta (7) bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan
kekuasaan patron client.
Beberapa definisi kearifan lokal di atas pada dasarnya memiliki konsep yang sama,
dimana kearifan lokal diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang berupa nilai, norma, dan
aturan-aturan khusus yang berkembang, ditaati, dan dilaksanakan oleh masyarakat di suatu
tempat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut bersifat
lokal, dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, meskipun memiliki makna yang
sama.

Pembelajaran di Madin

Pembelajaran di Madin yang paling utama adalah kajian al-qur’an dan al-hadist, dengan
dukungan bahasa Arab, serta kajian kajian yang lain, di ataranya, ilmu yang berkaitan dengan al-
qur’an (tafsir, dan qira’ah al-sabah), ilmu yang berkaitan dengan hadits (al-nasikh al-mansukh,
dan musthalah hadits), kajian teologi, filsafat, fiqh, tasawuf, faraid. Ilmui-lmu tersebut tergolong
dalam ulum naqliyah yang termaktub dalam Mukaddimanya Ibn Khaldun. Sedangkan yang
tergolong ulum aqkliyyah, yaitu; mantiq, aritmatika, geometri, astronomi, musik,
tarbiyyah, kedokteran, falaq, dan lain lain. Tradisi keilmuan di madrasah dapat dilihat dari tiga
aspek. Pertama, aspek transformasi madrasah. Dilihat dari sisi keilmuan, ilmu yang diajarkan di
madrasah masih merupakan kelanjutan dari yang diselenggarakan di masjid. Kedua, aspek aliran
agama. Madrasah merupakan lembaga sunni atau aliran fiqh dan hadits dan madrasah menolak
filsafat dan mantiq Yunani karena mantiq merupakan pintu menuju filsafat dan kesesatan. Hal ini
mengakibatkan madrasah kurang memperhatikan ilmu-ilmu yang berbasis logika dan filsafat
kuat seperti ilmu kimia, fisika, kedokteran dll. Apalagi metode yang dominan di madrasah adalah
iqra’ (ceramah) dan imla’ (dikte) sehingga lebih merangsang budaya menghafal dari pada
memahmi. Ketiga, Aspek politik pemerintah.

Budaya positif
Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di
madrasah yang berpihak pada santri agar santri dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis,
penuh hormat dan bertanggung jawab
Dalam penerapan budaya positif kita harus menumbuhkan lingkungan yang positif.
Memahami kebutuhan-kebutuhan dasar yang dibutuhkan seorang santri pada saat mereka
berperilaku tidak pantas dan tidak sesuai apa yang kita harapkan. Dengan tidak hanya melakukan
hukuman yang mungkin saja memberikan efek dan dampak yang tidak baik pada perkembangan
emosi santri.

          Selama ini hukuman merupakan bentuk pembelajaran disiplin bagi santri bagi seorang
ustadz, padahal hukuman menmpunyai arti berbeda. Hukuman adalah sebuah cara untuk
mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku Secara umum
hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran
yang dilakukan yang berpengaruh untuk karakter anak dan tidak bagus untuk psikologis anak.

          Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan santri dan tidak menentang mereka.
Penekanannya adalah membangun kekuatan santri daripada mengkritik kelemahan mereka dan
menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang
baik. Hal ini melibatkan memberikan santri pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat
diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini.
Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di
saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi
panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

           Upaya untuk membangun budaya positif di madrasah, ustadz harus bekerja sama dengan
kepala madrasah serta orang tua. Melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan
disiplin positif. Kepala madrasah harus memastikan para ustadz dan staf mendapatkan dukungan
dalam menerapkan disiplin positif di madrasah serta Mendukung dan mengawasi keterlibatan
orangtua dalam menerapkan disiplin positif. Dan orang tua menciptakan suasana rumah yang
aman dan nyaman sehingga dapat menerapkan disiplin positif yang konsisten dan berpartisipasi
dalam pertemuan madrasah dan memiliki hubungan baik dengan guru/madrasah untuk
mendukung pendekatan disiplin positif

       Oleh karena itu ustadz harus sebagai manager dalam menerapkan budaya positif di madrasah
sehingga tercipta budaya positif yang menjadikan seluruh santri mempunyai kebiasaan yang baik
tanpa adanya tekanan dan ancaman yang diberikan, tetapi mereka menyadari akan nilai nilai
positif yang diraih dengan melakukan hal hal yang baik tersebut dengan melakukan kesepakatan
yang telah disetujui bersama.

Simpulan

Madrasah Diniyah atau Madin merupakan sebuah upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah
Kabupaten Pasuruan melalui program WAKMUQIDIN (Wayae Kumpul Mbangun TPQ dan
Madin). Ini merupakan salah satu kearifan lokal yang digagas oleh Pemkab Pasuruan karena
berisi kumpulan pengetahuan yang berupa nilai, norma, dan aturan-aturan khusus yang
berkembang, ditaati, dan dilaksanakan oleh masyarakat di suatu tempat dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Dalam pelaksanaannya madin menerapkan budaya positif yang merupakan
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di madrasah yang berpihak pada
santri agar santri dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung
jawab.

Sumber Bacaan:

Aulia, T.O.S; A.H., Dharmawan. 2010. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di
Kampung Kuta. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 4
(3): 345-355.

Budiwiyanto. 2005. Tinjauan Tentang Perkembangan Pengaruh Local Genius dalam Seni
Bangunan Sakral (Keagamaan) di Indonesia. Ornamen. 2(1):
25-35.

Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan


Kelembagaan Agama Islam, 1998), 30
Fajarini, U. 2014. Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Sosio Didaktika 1(2):
123130.

Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

Negara, P.D. 2011. Rekonstruksi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Kearifan
Lokal sebagai Kontribusi Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Indonesia. Jurnal
Konstitusi. IV(2): 91-138.

Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat.
37(2): 111-120.

Yunus, R. 2012. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa:
Studi Empiris tentang Huyula. Yogyakarta: CV. Budi Utama.

Anda mungkin juga menyukai