Anda di halaman 1dari 37
jira | Wilaya, a alg | Si) ET) aa en EAS PENGEMBANGAN WILAYAH Teori dan Aplikasi Edisi Pertama Copyright © 2016 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978-602-0895-62:8 15x 23cm xviii, 322 him Cetakan ke-1, September 2016 Kencana. 2016.0684 Penulis Prof. Dr. Ir, Ali Kabul Mahi, MS, Desain Sampul Irfan Fahmi Penata Letak Y. Rendy Percetakan Kharisma Putra Utama Penerbit KENCANA Ji. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220 Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134 Divisi dari PRENADAMEDIA GROUP e-mail: png@prenadamedia.com www. prenadamedia,com INDONESIA Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit. 1 KONSEP DAN TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH A. PENDAHULUAN Pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumber daya alam, manusia, dan teknologi, dengan mem- perhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri, Konsep pengem- bangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antarwilayah. Pemba- ngunan pada hakikatnya merupakan usaha terorganisasi dan terkoor- dinasi untuk menciptakan secara legal lebih banyak pilihan bagi ang- gota masyarakat untuk memenuhi aspirasinya yang paling humanistik, yaitu peningkatan kesejahteraannya, Pembangunan mengandung ni- Jai-nilai hakiki yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, yang terdapat hampir di semua masyarakat/kultur di segala zaman, Nilai-nilai tersebut adalah kebutuhan hidup, harga diri, dan kebebasan. Oleh karena itu, sasaran pembangunan mencakup tiga hal penting, yaitu: (1) meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan perlindungan; (2) meningkatkan taraf hidup termasuk menambah penghasilan, penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang besar terhadap nilai-nilai budaya dan manusiawi, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi semata, PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI melainkan juga untuk meningkatkan kesadaran dan harga diri; dan (3) memperluas jangkauan pilihan ekonomi sosial bagi setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap perbudakan dan ketergantungan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesi- nambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Pengembangan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pengembangan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertum- buhan, pemerataan, dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi alam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepa- da pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam, karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan, dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkung- an, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri. Pengem- bangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan me- lalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas. Menurut Dirjen Penataan Ruang (2003), prinsip-prinsip dasar da- lam pengembangan wilayah yaitu: 1. Sebagai growth center, Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, tetapi harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spread effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. 2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerja sama pengem- bangan antardaerah dan menjadi persyaratan utama bagi keber- hasilan pengembangan wilayah. 2 a BAB1 KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH. 3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan in- tegrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4, Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga men- jadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pe- ngembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan infrastruk- tur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembang- kan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antara- nya. Jadi, pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan, stakeholders di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi untuk memberi nilai tambah atas apa yang dimi liki oleh wilayah administratif atau wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan de- mikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan SDM da- Jam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan instrumen yang ada. Dengan target terse- but, dirancang skenario-skenario tertentu agar kekurangan-kekurang- an yang dihadapi dapat diupayakan melalui pemanfaatan resources. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, muncul persoalan berupa kekurangan teknologi untuk mengolah resources yang melim- pah. Kajian pengembangan wilayah di Indonesia selama ini selalu didekati dari aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sek- toral lebih menyatakan ukuran dari aktivitas masyarakat suatu wilayah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Sementara itu, kajian aspek spasial (keruangan) lebih menunjukkan arah dari kegiat- an sektoral atau di mana lokasi serta di mana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral tersebut. Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya konsep pengembanan wilayah yang harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang se- suai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik, dan mampu meningkatkan kesejahteraan a 3 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI secara merata. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengem- bangan wilayah yang didasarkan pada penataan ruang. Dalam kaitan itu ada tiga kelompok konsep pengembangan wilayah, yaitu konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional, dan konsep pende- katan desentralisasi. Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melaku- kan investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastruktur yang baik. Pengem- bangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan melalui proses tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep ini di Indonesia telah melahirkan adanya kawasan andalan dalam RTRWN. Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di antara berbagai pusat pertumbuhan kare- na adanya fungsi yang komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota atau wilayah mempunyai hierarki sebagai pusat pelayanan rela- tif terhadap kota atau wilayah yang lain. Adapun konsep desentrali- sasi dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumber dana dan sumber daya manusia, Pendekatan tersebut mempu- nyai berbagai kelemahan. Dari kondisi ini muncullah beberapa konsep untuk menanggapi kelemahan tersebut. Konsep tersebut antara lain people center approach yang menekankan pada pembanguna daya manusia, natural resources-based development yang menekankan sumber daya alam sebagai modal pembangunan, serta technology based development yang melihat teknologi sebagai kunci dari keberhasilan pembangunan wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi kon- sep tersebut kurang berhasil dalam membawa kesejahteraan rakyat. Pengembangan wilayah yang lebih berorientasi pada masa datang didasarkan pada analisis multisektoral. Pada tingkat Provinsi, produk rencananya dituangkan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Perencanaan penataan ruang inilah yang seharus- nya mampu memadukan, mengakomodasi, dan mengoordinasikan seluruh perencanaan ruang yang ada serta menjadi acuan bagi ren- cana-rencana sektoral lainnya. Salah satu kegiatan dalam RTRWP ya- itu pemantauan pemanfaatan ruang dengan memanfaatkan foto udara dan citra satelit atau citra pegindraan jauh lainnya sebagai masukan untuk data dasar aspek kondisi fisik lingkungan, 4 a sumber BAB 1 * KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH Dalam bidang ilmu pengetahuan, penelitian yang berbasis pada ilmu lanskap terus berkembang dan diterapkan pada perencanaan pembangunan di berbagai negara. Meskipun banyak penulis berupaya mendefinisikan dan membahas secara mendalam tentang lanskap, satu hal yang jelas bahwa lanskap merupakan hasil hubungan antara manu- sia dan alam atau ruang tempat tinggalnya dalam rentang waktu yang tidak terbatas, schingga pembahasan dan analisisnya dapat dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu dan memang merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu, Studi lanskap bertujuan untuk memahami keseimbangan dan arah evolusi suatu lingkungan yang dipandang se- bagai suatu sistem kompleks. Jadi, dapat dikatakan bahwa analisis lan- skap merupakan salah satu alat untuk pengaturan pemanfaatan ruang. Apabila dicermati, maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang mengandalkan tiga pilar, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Ketiga pilar tersebut meru- pakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencermin- kan kinerja dari suatu wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian, akan terjadi persaingan antar- wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain apabila salah di dalam mengelola spatial network tadi tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendali- kan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh pemerintah pusat. Konsep pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian per- tumbuhan antarwilayah dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang. B, TIPOLOGI WILAYAH Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, definisi wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geo- grafis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek a 5 PENGEMBANGAN WILAYAH; TEORI & APLIKASI fungsional. Menurut Rustiadi et al. (2006, dalam Susilo, 2008), wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama Jain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah ti- daklah selalu bersifat fisik dan pasti, tetapi sering kali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen. biofisik alam, sumber daya buatan (infrastruktur), manusia, serta bentuk-ben- tuk kelembagaan. Dengan demikian, istilah wilayah menekankan in- teraksi antarmanusia dengan sumber daya-sumber daya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik mengklasifikasikan wilayah ke dalam tiga tipologi, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region); (4) wilayah administratif; dan (5) di dalam perkembangan wilayah, ada juga pembagian wilayah yang disebut dengan wilayah pesisir. 1. Wilayah Homogen Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari suatu aspek mempunyai sifat dan/atau ciri yang homogen seperti dalam hal eko- nomi (struktur produksi atau pola konsumsi yang homogen), geografi (topografi atau iklim yang sama), agama, suku, dan lain sebagainya. Juga wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal, seperti wilayah pantai, wilayah pegunungan, dan sebagainya. 2. Wilayah Nodal Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional mempu- nyai ketergantungan antara pusat dan daerah belakang (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, komunikasi, dan transportasi. Pengertian wilayah nodal digunakan untuk analisis ekonomi ruang, yang diarti- kan sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau be- berapa pusat kegiatan ekonomi. Batas wilayah nodal ditentukan oleh sejauh mana pengaruh suatu pusat kegiatan ekonomi digantikan oleh pengaruh pusat kegiatan ekonomi lainnya. Struktur wilayah nodal dapat digambarkan sebagai satu sel hidup 6 a BAB 1 * KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH atau suatu atom, di mana terdapat satu inti dan satu daerah pheri-pheri yang saling melengkapi. Wilayah homogen dan Nodal memainkan peranan yang berbeda di dalam organisasi tata ruang masyarakat. Per- bedaan ini jelas terlihat dari arus perdagangan dan dasar yang digu- nakan dalam suatu wilayah homogen, yaitu suatu output yang dapat diekspor bersama di mana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus untuk output tertentu, sehingga berbagai tempat di wilayah tersebut kecil atau tidak sama sekali kemungkinannya untuk meng- adakan perdagangan secara luas di antara satu dengan yang lainnya. Sebaliknya dalam wilayah nodal, pertukaran barang-barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan hal yang mutlak harus ada. Konsep wilayah nodal dapat juga diartikan sebagai wilayah yang mempunyai hubungan fungsional antara pusat pengembangan atau pusat pertumbuhan dengan wilayah belakang (pheri-pheri). Peran wi- layah pheri-pheri dalam konteks pembangunan daerah yaitu: (i) un- tuk mendekatkan daerah pheri-pheri dengan pusat pertumbuhan; (ii) menciptakan keterkaitan antara pheri-pheri dan pusat pertumbuhan; (iii) memudahkan hubungan/jarak antara wilayah pheri-pheri dan pusat pertumbuhan. Bekerjanya mekanisme pasar menimbulkan dua efek, yaitu per- tama backwash effects yang terlihat dari gerakan perpindahan pen- duduk, perdagangan, dan modal; kedua spread effects yang timbul me- lalui hubungan perdagangan dan keterkaitan dengan daerah belakang (pheri-phert). Hubungan antar-kedua sektor akan menimbulkan trick- le down effects, suatu mekanisme di mana hasil-hasil yang dicapai oleh sektor unggulan akan merembas ke sektor lainnya. Trickle down effects akan memberikan keuntungan bagi kawasan belakang (pheri-pheri) yang selanjutnya akan membawa pada keseimbangan antardaerah ke posisi semula, Pada awal suatu proses pembangunan, perbedaan dalam laju per- tumbuhan regional yang besar antarwilayah mengakibatkan kesen- jangan dalam distribusi pendapatan antarwilayah. Namun pada jang- ka panjang saat ekonomi mencapai tingkat yang tinggi dan dengan asumsi mekanisme pasar dan mobilitas faktor produksi antar wilayah tanpa hambatan, perbedaan dalam laju pertumbuhan output antar- a 7 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI wilayah cenderung mengecil bersamaan dengan tingkat pendapatan rata-rata per kapita dan laju pertumbuhannya yang semakin tinggi di setiap wilayah, yang akhirnya menghilangkan kesenjangan ekonomi regional (wilayah). 3. Wilayah Perencanaan Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang mem- perlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dipandang sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan pen- ting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cu- kup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai suatu satu kesatuan. Oleh karena itu, wilayah perencanaan dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non-alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. 4, Wilayah Administratif Wilayah aministratif adalah wilayah yang batas-batasnya ditentu- kan berdasarkan kepentingan administratif pemerintahan atau politik, seperti: Provinsi, Kabupaten, Kecamatan. Ada beberapa faktor yang digunakan dalam pengertian tersebut, yakni: (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindak- an dari berbagai badan pemerintah; (2) wilayah yang batasnya ditentu- kan berdasarkan atas satuan administrasi pemerintahan lebih mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan data di berbagai wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi tertentu. 5. Wilayah Pesisir Di dalam pengembangan wilayah, termasuk juga pengembangan wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara da- rat dan laut, dengan batas ke arah darat sampai dengan batas wilayah kecamatan pesisir (UU No. 27/2007) meliputi bagian daratan, baik ke- ring maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang 8 a BAB 1 » KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH dicirikan oleh vegetasinya yang khas; sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah pa- paran benua (continental shelf), di mana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Berdasarkan batasan tersebut, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit pa- sir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesi- sir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topo- grafi dari wilayah yang membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut, Wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya sempit, curam, dan berbukit-bukit; semen- tara jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga sempit. Mendasarkan pada batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan (interface) antara darat- an dan laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir merupakan ekosistem Khas yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam dapat pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan mang- rove maupun sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources) seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang, dan mineral lainnya, Selain itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi energi kelautan yang cukup potensial seperti gelombang, pasang surut, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), serta memiliki potensi jasa-jasa lingkungan (environmental services) seperti media transportasi, kein- dahan alam untuk kegiatan pariwisata, dan lain-lain, C. TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH Teori pengembangan wilayah klasik terdiri dari teori lokasi dan teori pusat pertumbuhan, akan tetapi dalam perkembangan selan- a 9 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI jutnya lalu dikenal pula dengan teori agropolitan. Teori agropolitan ini muncul karena adanya kekhawatiran semakin merajalelanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, schingga dikhawatirkan akan semakin berkurangnya wilayah pertanian subur karena beralih fungsi. 1. Teori Lokasi ‘Teori lokasi telah berkembang dalam ruang lingkup pembangun- an yang ditentukan oleh kekuatan atau mekanisme pasar (free market) dengan peranan kapital dan swasta yang besar, Di lain pihak, dalam ruang lingkup pembangunan terutama di negara-negara sedang ber- kembang, lokasi pabrik dan industri justru lebih banyak ditentukan oleh pemerintah, Dalam ruang lingkup kegiatan ekonomi, penentuan lokasi pembangunan tersebut ditentukan oleh para pelaku atau aktor ekonomi, yaitu unit-unit: (a) rumah tangga; (b) perusahaan swasta; dan (c) pemerintah, Kegiatan ekonomi rumah tangga meliputi: (1) penjualan jasa tenaga kerja; dan (2) konsumsi. Berdasarkan asumsi bahwa setiap rumah tangga akan memaksimumkan kegunaan setiap barang dan jasa, maka pengambilan keputusan mengenai lokasi pen- jualan jasa tenaga kerja dan lokasi konsumsi akan sedemikian rupa sehingga rumah tangga tersebut dapat memaksimumkan kegunaan semua barang dan jasa yang dikonsumsinya. Kegiatan ekonomi perusahaan swasta meliputi: (1) koleksi bahan baku (input); (2) proses produksi; dan (3) distribusi dan pemasaran. Berdasarkan asumsi bahwa setiap unit perusahaan akan memaksi- mumkan keuntungan, maka penentuan lokasi perusahaan akan diten- tukan oleh efisiensi, baik efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis. Pemerintah sebagai penentu lokasi (locator), mempunyai kekuatan (kewenangan) dan dapat memengaruhi penentuan lokasi berbagai ke- giatan ekonomi rumah tangga dan perusahaan swasta melalui kebijak- sanaan perwilayahan pembangunan dan lokasi, Dasar kebijaksanaan ini adalah kesejahteraan masyarakat yang secara geografis tersebar da- lam tata ruang, dan bertujuan memaksimumkan pelayanan pada ma- syarakat melalui penyebaran fasilitas pelayanan secara merata. Dalam perkembangannya, teori lokasi dapat ditinjau dari bebera- pa teori yang mendasarinya, seperti dikemukakan berikut ini. 10 a BAB 1 « KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH. A. Teor! Kiasik David Ricardo, berpendapat bahwa penduduk akan tumbuh sedemikian rupa sehingga tanah-tanah yang tidak subur akan digu- nakan dalam proses produksi, di mana sudah tidak bermanfaat lagi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang berada pada batas mini- mum kehidupan. Sehingga “sewa tanah akan sama dengan peneri- maan dikurangi harga faktor produksi bukan tanah di dalam persaing- an sempurna, dan akan proporsional dengan selisih kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya.” Selan- jutnya berkenaan dengan kota, biasanya tingginya nilai tanah bukan- lah tingkat kesuburan tanah tersebut, melainkan lebih sering dikaitkan dengan jarak atau letak tanah. Berdasarkan teori lokasi Von Thunen, bahwa Tanah yang letaknya paling jauh dari kota memiliki sewa sebe- sar 0 dan sewa tanah itu meningkat secara linear ke arah pusat kota, di mana proporsional dengan biaya angkutan per ton/km. Semua tanah yang memiliki jarak yang sama terhadap kota memiliki harga sewa yang sama (Reksohadiprojo-Karseno, 1985, dalam Prayudho, 2009). B. Teor! Neo Kiasix Menyebutkan bahwa suatu barang produksi dengan menggu- nakan beberapa faktor produksi, misalnya tanah, tenaga kerja, dan modal. Baik input maupun hasil dianggap variabel. Substitusi di an- tara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan. Agar dica- pai keuntungan maksimum, maka seorang produsen akan mengguna- kan faktor produksi sedemikian rupa sehingga diperoleh keuntungan maksimum. c. Teor! Loxasi Von THunen, Burces, bAN Homer Hoyt Teori Von Thunen telah mulai dikenal sejak abad ke-19 (Prayu- dho, 2009). Teorinya mencoba untuk menerangkan berbagai jenis per- tanian dalam artiluas yang berkembang di sekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditas pertanian tersebut. Ia berpendapat bahwa bila suatu laboratorium dapat diciptakan berdasarkan atas tu- juh asumsi, maka daerah lokasi jenis pertanian yang berkembang akan mengikuti pola tertentu. Ketujuh asumsi tersebut yaitu: 1) Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkota- 11 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI an dengan daerah pedalamannya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditias pertanian. 2) Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjumlahan kele- bihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain, 3) Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke dae- rah lain, kecuali ke daerah perkotaan tersebut. 4) Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama dan cocok un- ‘tuk tanaman dan peternakan dataran menengah. 5) Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk mem- peroleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang ter- dapat di daerah perkotaan. 6) Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu yakni angku- tan darat berupa gerobak yang dihela oleh kuda. 7) Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil da- Jam bentuk segar. Burges menganalogikan pusat pasar dengan pusat kota (Central Business Distric atau CBD), CBD merupakan tempat yang lebih banyak digunakan untuk gedung kantor, pusat pertokoan, bank, dan perho- telan. Asumsinya, semakin jauh dari CBD nilai rent ekonomi kawasan tersebut semakin kecil, tetapi Burges menekankan pada faktor jarak mutasi ke tempat kerja dan tempat belanja merupakan faktor utama dalam tata guna lahan di perkotaan. Homer Hoyt mengemukakan gagasan pengganti konsentrasi ka- wasan berdasarkan kedudukan relatif tempat kerja dan belanja ter- hadap tempat pemukiman. Hasil analisis Hoyt, yaitu sistem jaringan transpotasi seperti keadaan sebenarnya, Hoyt menyimpulkan bahwa jaringan transportasi tersebut mampu memberikan jangkauan yang lebih tinggi dan ongkos yang lebih murah terhadap kawasan lahan ter- tentu. D. Tori ALFRED WEBER ‘Teori Weber (Barlowe, 1978) biasa disebut dengan teori biaya ter- 12 a BAB 1 © KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH kecil. Dalam teori tersebut Weber mengasumsikan: 1) Bahwa daerah yang menjadi objek penelitian adalah daerah yang terisolasi, Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Se- mua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna. 2) Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas. 3) Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat. 4) Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi. Weber berpendapat ada tiga faktor yang memengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terha- dap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian yang minimum. Dipandang dari segi tata guna lahan, model Weber berguna untuk merencanakan lo- kasi industri dalam rangka menyuplai pasar wilayah, pasar nasional, dan pasar dunia. Dalam model ini, fungsi tujuan biasanya memini- mumkan ongkos transportasi sebagai fungsi dari jarak dan berat ba- rang yang harus diangkut (input dan output). Kritikan atas model ini terutama pada asumsi biaya transportasi dan biaya produksi yang bersifat konstan, tidak memperhatikan faktor kelembagaan dan terlalu menekankan pada posisi input. 1) Land Rent Lokasi dan Pasar Lahan Barlowe (1978) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan, di antara berbagai kompetisi peng- gunaan kegiatan sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategii maka nilai rent-nya semakin kecil. Land rent diartikan sebagai loca- tional rent. Lahan termasuk di dalamnya lahan sawah, dalam kegiatan produksi merupakan salah satu faktor produksi tetap. Barlowe menge- mukakan bahwa nilai rent sumber daya lahan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a 13 sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI (a) Sewa kontrak (contract rent). (b) Sewa lahan (land rent). (c) Nilai rent ekonomi dari lahan (economic rent). Economic rent sama dengan surplus ekonomi merupakan kele- bihan nilai produksi total di atas biaya total. Menurut Anwar (1990, dalam Prayudho, 2009), suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu: (a) Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan. (b) Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan. (c) Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan. (d) Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan. Umumnya land rent yang merupakan cermin dari mekanisme pasar hanya mencakup ricardian rent dan locational rent, sedangkan ecological rent dan sosiological rent tidak sepenuhnya terjangkau me- kanisme pasar. (a) Recardian Rent Recardian rent adalah suatu nilai ekonomis suatu ruang yang ber- hubungan dengan kualitas sumber daya tersebut. Kualitas yang di- maksud berhubungan dengan sifat fisik (kimiawi) atau non fisik (sosial budaya), dan kualitas tersebut dapat memengaruhi produktivitas la- han atau ruang atau wilayah bersangkutan. Recardian rent inilah yang mendasari konteks comperative adventage suatu wilayah. (b) Locational Rent Locational rent adalah potensi ekonomi suatu ruang atau wilayah yang berkaitan dengan terdapatnya kemungkinan pengurangan biaya produksi sebagai akibat lokasi ruang tersebut berdekatan dengan lo- kasi ruang lainnya. Sebagai contoh, Singapura memiliki recardian rent rendah akan tetapi locational rent-nya tinggi. Hingga tahun 1960-an pengembangan Singapura sebagian besar karena locational rent, lalu mereka menyadari bahwa dengan semakin membaiknya sistem trans- portasi locational rent tersebut dapat turun. Oleh karena itu Singapura setelah tahun 1960-an mengembangkan struktur ekonominya menjadi lebih baik, terutama sosiostructure-nya, sehingga recardian rent-nya menjadi tinggi terutama karena human resourcesnya. 14 a BAB 1 + KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH Faktor-faktor yang dapat menurunkan locational rent yaitu: (a) sistem transportasi; dan (b) adanya aglomerasi sebagai akibat kegiat- an pemasaran, penurunan overhead cost, dan juga karena terjadinya penurunan supporting facility cost, (c) Ecological Rent Ecological rent adalah potensi ekonomi suatu lokasi/ruang yang di- dasarkan pada fungsi ekologisnya, Oleh karena itu di dalam tata ruang enviromental rent ini harus dipertimbangkan, Sebagai contoh adanya Kepres bahwa pada ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut tidak boleh ada bangunan, hal ini berhubungan dengan fungsi ekolo- gis yang juga berarti enviromental rent. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipenga- ruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak dipe- ngaruhi oleh faktor waktu, secara fisik pula lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar, misalnya dengan melalui usaha reklamasi, Lahan secara fisik tidak dapat dipin- dahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land funetion and use) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat stationer (tetap). Atas dasar sifat ini, ketentuan penetapan harga lahan akan sangat bersifat spesifik yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran/ persediaan (demand and supply) lahan pada suatu wilayah tertentu. Pertimbangan faktor lokasi di dalam penentuan harga lahan untuk berbagai penggunaan tidak sama. Hal ini sangat ditentukan oleh per- timbangan tata ruang (Sujarto, 1986, dalam Prayudho, 2009). Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan resultante berbagai faktor, Ukuran yang umum digunakan untuk menggambarkan per- tumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah pertumbuhan produk do- mestik regional bruto (PDRB) dari wilayah yang bersangkutan, Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan mendorong per- ubahan yang meningkat pada permintaan lahan untuk berbagai kebu- tuhan, seperti pertanian, industri, jasa, dan kegiatan lainnya. Penggu- naan konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan bebe- rapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor terse- but akan membutuhkan lahan yang lebih kuas. Apabila lahan sawah a 15 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi, maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufak- tur, dan fasilitas infrastruktur, Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Namun konversi lahan sawah yang terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan, dalam hal ini memberikan proksi mengenai nilai hasil sawah. Apabila nilai PDRB sektor tanaman pangan relatif cukup tinggi terhadap nilai produksi kotor daerah (PDRB) keseluruh- an, maka konversi lahan sawah mungkin masih dapat dihindari. Alo- kasi ruang berdasarkan nilai land rent tertera pada Gambar 1.1. lokasi utama jarak dari lokasi utama (km) Keterangan: ind = industri Pp &j = perdagangan dan jasa pmk = permukiman pi = pertanian intensif pe = pertanian ekstensif kht = kehutanan Gambar 1.1 Alokasi Ruang Berdasarkan Nilai Land Rent 2. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory) Teori pusat pertumbuhan menyatakan bahwa pembangunan wilayah harus dilakukan melalui investasi industri di pusat-pusat. Investasi terutama pada industri-industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian sebagai bahan mentah, Sehingga permintaan bahan mentah terutama dari sektor pertanian akan meningkat, dan akan ada arus bahan mentah dan tenaga kerja dari rural ke pusat. Se- 16 a BAB 1 © KONSEP & TFORI PENGEMBANGAN WILAYAH cara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi kosentrasi ke- lompok usaha atau cabang industri yang sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan schingga mampu menstimvulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya), dan secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan berbagai usaha tertarik untuk berlokasi di daerah yang bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada (Mahdi, 2003). Pusat pertumbuhan mempunyai empat ciri, yaitu: a. Adanya hubungan intern dari berbagai kegiatan. Hubungan inter- nal sangat menentukan dinamika suatu kota. Ada keterkaitan satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong sektor lain karena saling terkait. Kehi- dupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen ke- hidupan kota dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan, b. Ada efek penggandaan (multiplier effect). Keberadaan sektor-sek- tor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi, baik sektor tersebut maupun sektor yang terkait yang akhirnya akan terjadi akumulasi modal. Unsur efek penggandaan sangat ber- peran dalam membuat kota mampu memacu pertumbuhan be- Jakangnya, c. Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari berbagai sektor/fasilitas selain menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutulkan juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. d. Bersifat mendorong daerah belakangnya. Dalam hal ini antara kota dan dalam proses pembangunan akan timbul industri ung- gulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pem- bangunan suatu daerah. Keterkaitan antar-industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan memengaruhi per- kembangan industri lain yang berhubungan dengan industri unggulan. e. Pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tata ru- a 17 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI ang. Akan tetapi terjadi hanya terbatas pada beberapa tempat ter- tentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensintasnya. f, Salah satu cara untuk menggalakkan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economies” sebagai faktor pendorong utama. g. Bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan diri- nya. Konsep dasar teori pusat pertumbuhan (growth pole theory) yang berdasarkan pada ekonomi dan pengembangannya dapat diidentifi- kasi sebagai berikut: a. Konsep leading industrie (industri utama) dan perusahaan pendu- kung dinyatakan sebagai penggerak dari aktivitas ekonomi lainnya di pusat pertumbuhan. b. Konsep polarisation menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik dari industri utama mengurangi polarisation dari unit-unit ekono- mi yang lain ke dalam growth pole. Secara implisit di dalam proses polarisation ini ada berbagai aglomerasi ekonomi. Polarisasi eko- nomi ini akan mengarah kepada polarisasi geografis dengan arus sumber-sumber dan konsentrasi aktivitas ekonomi pada jumlah terbatas dari pusat pertumbuhan dalam suatu daerah. c. Konsep spread effects menyatakan bahwa di saat kualitas industri pendukung berjalan dinamis dari pusat pertumbuhan akan me- mancar ke daerah sekitarnya, Industri unggulan (utama) mempunyai ciri-ciri: Tingkat kosentrasi tinggi. Pengaruh multiplier (percepatan) dan pengaruh polarisasi lokal sangat besar, c. Tingkat teknologi maju. |. Keahlian manajerial modern. e. Prasarana sudah sangat berkembang. or Konsep industri utama dan industri pendorong, yaitu: a. Konsep polarisasi, pertumbuhan industri utama, dan perusahaan pendorong akan menimbulkan polarisasi unit-unit ekonomi lain ke pusat pertumbuhan, 18 & BAB 1 « KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH. b. Terjadinya aglomerasi yang ditandai: 1) Scale economies. Keuntungan yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri berga- bung dalam operasi skala besar, karena ada jaminan sumber bahan baku dan pasar. 2) Localization economies, Timbul akibat adanya saling keter- kaitan antar-industri sehingga kebutuhan bahan baku dan pasar dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yang minimum. 3) Urbanization economies, Timbul karena fasilitas pelayanan so- sial dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersamaan se- hingga pembebanan ongkos untuk masing-masing perusaha- an dapat dilakukan serendah mungkin. Industri yang diprioritaskan pada pusat pertumbuhan yaitu: a. Melakukan inventarisasi tentang potensi pengembangan yang ada pada wilayah yang bersangkutan, baik yang sudah diman- faatkan maupun yang belum. Informasi tentang potensi melalui data produksi (kontribusi dan LQ masing-masing sektor terhadap PDRB). b. Melihat keterkaitan dari setiap kegiatan produksi tersebut dengan kegiatan lainnya. Dengan menggunakan tabel input-output, me- lalui informasi ini diketahui keterkaitan industri hulu dan hilir. c. Meneliti orientasi lokasi dari masing-masing industri tersebut dengan menggunakan peralatan analisis “Weber”. d. Menentukan pembangunan fasilitas ekonomi yang dibutuhkan se- tiap pusat pengembangan. Sehingga dapat tumbuh dan berfungsi sebagai “motor penggerak” pembangunan untuk masing-masing wilayah. Teori pusat pertumbuhan yang dikemukakan oleh Perroux (1950, dalam Mahdi, 2003), merupakan teori Central Place sebagai suatu model dan struktur regional spasial. Pertumbuhan tidak akan terjadi di mana saja pada waktu yang sama, akan tetapi terjadi hanya pada tempat tertentu yang disebut dengan pusat pertumbuhan. Pusat per- tumbuhan merupakan kumpulan industri yang mampu menggerak- kan pertumbuhan yang dinamis dalam perekonomian yang saling a 19 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI berhubungan satu sama lain melalui hubungan input-output di sekitar industri. Pengembangan pusat pertumbuhan adalah suatu cara untuk me- mecahkan persoalan yang disebabkan oleh keterbatasan dimensi geografis. Pertumbuhan harus dimanifestasikan pada sejumlah pusat pertumbuhan yang selanjutnya menyebar ke berbagai wilayah lain, Perroux percaya bahwa bergesernya waktu akan diikuti oleh lahirnya pusat pertumbuhan baru, dengan rangkaian efek yang sama ke selu- ruh segmen ekonomi suatu daerah, Ini berarti bahwa persoalan penye- baran pembangunan ke semua sektor dan daerah dalam masyarakat merupakan persoalan waktu. Pembentukan pusat-pusat pertumbuhan dimaksudkan untuk mencegah meluasnya kecenderungan sentrifugal dari modal, tenaga kerja, dan keuntungan untuk bermigrasi ke core region. Dengan pembentukan pusat-pusat pertumbuhan, polarisasi antardaerah bias dicliminasi di mana daerah-daerah belakang (pheri- pheri) akan diuntungkan. Inti teori Peroux yaitu: a. Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang amerupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan antar-industri sangat erat, maka perkembang- an industri unggulan akan memengruhi perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri unggulan, b. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat per- tumbuhan perekonomian karna akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah. c. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau in- dustri yang tergantung industri unggulan, Strategi pusat pertumbuhan antara lain dapat diterapkan untuk mencapai peningkatan produk domestik regional bruto atau pertum- buhan ekonomi yang optimum, oleh sebab itu konsentrasi investasi pada lokasi dipilih menjadi pusat pertumbuhan akan lebih efektif dari- pada investasi yang merata, Selain itu, penghematan ekstern akan lebih mudah terjadi pada investasi yang terkonsentrasi secara spasial dari- pada yang tersebar. Oleh karena itu, teori pusat pertumbuhan (growth pole theory) juga merupakan: a. Salah satu alat utama yang dapat melakukan penggabungan antara 20 a BAB 1 * KONSEP & TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH prinsip-prinsip “Kosentrasi “ dan “Desentralisasi”. b. Teori yang menjadi dasar strategi kebijakasanaan pembangunan wilayah melalui idustri daerah, c. Pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tata ru- ang. Akan tetapi terjadi hanya terbatas pada beberapa tempat ter- tentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensitasnya. d. Salah satu cara untuk menggalakkan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economies” sebagai faktor pendorong utama. 3. Teori Agropolitan A. Konsep AGROPOLITAN Agropolitan adalah suatu konsep pembangunan berdasarkan as- pirasi masyarakat bawah yang tujuannya tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mengembangkan segala aspek ke- hidupan sosial (pendidikan, kesehatan, seni budaya, politik, pertahan- an keamanan, kehidupan beragama, kepemudaan, dan pemberdayaan pemuda dan kaum perempuan). Agropolitan merupakan bentuk pem- bangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota tertentu saja (Mahi, 2014). Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan McDouglass dan Friedmann (1974, dalam Pasaribu, 1999) sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Meskipun termaksud banyak hal dalam pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, na- mun konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan atau dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “kota di ladang.’ Dengan demikian, petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemu- kiman petani, baik pelayanan mengenai teknik berbudi daya perta- nian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar, Besarnya biaya a 21 PENGEMBANGAN WILAYAH: TEORI & APLIKASI produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan, Jadi, peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya di mana berlangsung kegiatan agro- bisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, ko- perasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain). Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5-10 km dan dengan jumlah penduduk 50-150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km’, Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama, Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditas yang berbeda. Secara luas pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/mo- dern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan, Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan, karena kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja, akses permodalan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan kebu- tuhan sosial-ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di desa, Hal ini dimungkinkan, karena desa telah diubah menjadi bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang. Secara harfiah, “agropolitan” berasal dari dua kata, yaitu agro (pertanian), dan politan/polis (kota), sehingga secara umum program agropolitan mengandung pengertian pengembangan suatu kawasan 22 a

Anda mungkin juga menyukai