Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster yang
menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox. Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut dan
cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster. Virus
Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks. Pada
hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan yang lebih jelas
disbanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes
zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Varicella pada umumnya
menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan suatu reaktivasi infeksi
endogen pada periode laten VZV umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang menderita
defisiensi imun.
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan sekunder.
Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang
pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi primer,
setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian setelah penderita
varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi
aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.
Varicella merupakan salah satu penyakit sangat menular yang dapat menular dengan
sangat cepat. Varicella dapat merupakan penyakit kongenital, menyerang bayi baru lahir,
menyerang anak kurang dari 10 tahun terutama usia 5 sampai 9 tahun, bahkan orang dewasa.
Pada anak sehat penyakit ini biasanya bersifat jinak, jarang menimbulkan komplikasi dan hanya
sedikit yang menderita penyulit, tetapi pada status imunitas yang menurun, seperti bayi baru
lahir, imunodefisiensi, tumor ganas, dan orang dewasa yang mendapat pengobatan
imunosupresan sering menimbulkan komplikasi bahkan menyebabkan kematian.

1
BAB II
LATANG BELAKANG
2.1 DEFENISI
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan oleh Varicella
Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan ditandai dengan adanya vesikel-
vesikel.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua golongan umur,
termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama anak-anak, tetapi
dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi
lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular
terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun
melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien
dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit.
Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup
seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke
kulit pada herpes zoster.
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian varicella
tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di Indonesia belum
pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan. Angka
kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta
kasus dilaporkan tiap tahun.

2.3 ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes
dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari
protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan

2
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan
sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang
merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap
hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella,
oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita varicella
tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa
ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan
Herpes Zoster.
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella sehingga
mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.

Gambar A. Struktur partikel virus varicella-zooster

2.4 PATOFISIOLOGI
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring
(percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/
dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi
(pada masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).

3
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua minggu
setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan
panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit
dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki
siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas
humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada
limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder
menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada
kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada
orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah
terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella,
berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang
berat. Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun, neoplasia,
supresi imun).

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih
lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella. Perjalanan penyakit
dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu
24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang
terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya
papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar
eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah (unumbilicated).
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian
pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara
proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi

4
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran
polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.

Gambar B. Gambaran ruam pada infeksi virus varicella

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel, pustul,
dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan
dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”.
Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel
menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan
umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan
bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi
dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat
meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat
sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.

5
Gambar C. Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan (terus-
menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study
menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena
paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih
lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan
jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang
paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar, maka
varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17% dari
anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita kelainan
bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia
tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal,
katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi.

6
Bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan,
maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada
waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan
tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam
waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varicella
kongenital pada umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat dan
menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu
fetus berkontak dengan varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk akibat


‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster dan herpes simpleks.
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi. Pada
pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan
inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck
dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari
kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan
difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin,
Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.

Gambar D. Sel raksasa berinti banyak

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah
metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan,
meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan

7
yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode
pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan
merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam
beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat
digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen
yang lebih teliti.
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial
termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA).
Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi
serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki
kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak
tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat
untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat
menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk
mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana
salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.

2.7 DIAGNOSA
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu penampilan dan
perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
varicella 2-3 minggu sebelumnya. Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah
fase prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala
konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering
ditemukan lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat.
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan sediaan
hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop
electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes
serologik (meningkatnya titer).

2.8 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan
antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti
asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin

8
oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa
salep dan oral. Dapat pula diberikan obat antivirus. VZIG (varicella zoster immunoglobuline)
dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah
terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring.

Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa analog


nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate
foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin
yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang
terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat
yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-
kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.

Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai


bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan
frekuensi pemberian obat berkurang. Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella
dengan pemberian acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten
berusia 2-12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24
jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi.

Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak
dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan
acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau
pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam),
dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali
bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella
dengan pemberian acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.

9
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa
muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam
setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari) secara signifikan
mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan
menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang
dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg
per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan
dewasa.
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan
pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah
sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan
takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella pada orang yang
imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular,
sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.9
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela menunjukkan
bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang mengancam
kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam.
Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan
imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau
valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit berat atau
wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari.6,9
Asiklovir adalah turunan guanosin. Virus herpes mengandung timidin kinase yang dapat
menambah fosfat baru pada guanosin dan deoksiguanosin. Senyawa ini akan menfosforilasikan
aasiklovir 30-100 kali lebih cepat daripada kinase sel inang. Produknya setelah fosforilasi
menjadi asikloguanosin trifosfat yang menghambat herpes DNA polymerase 10-30 kali lebih
kuat dari pada polymerase sel inang. Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai
gugus glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus,
timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan.
Asiklovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme
menjadi asiklovir trifosfat. Asiklovir bekerja pada DNA Polimerase virus, seperti DNA
polymerase virus herpes. Sebelum dapat menghambat sintesis DNA virus, asiklovir harus

10
mengalami fosforilasi intra seluler dalam tiga tahap untuk menjadi bentuk trifosfat. Fosforilasi
pertama dikatalisis oleh timidin kinase virus, proses selanjutnya berlangsung dalam sel yang
terinfeksi virus. Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat
yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus hospes atau
vericella zoster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomeganovirus.
Kemudian enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan
asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara
berkompetensi dengan 2’-deoksiguanosi trifosfat sebagai substrat DNA polymerase virus dan
masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Jika
asiklovir (dan bukan 2’-deoksiguanosi trifosfat) yang masuk ketahap replikasi DNA virus,
sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat irreversible karena
enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polymerase virus
menjadi inaktif. Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah
ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan
oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase. Pemberian obat bisa
secara intravena, oral atau topical. Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya,
iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical, sakit kepala, diare, mual, dan muntah
merupakan hasil pemberian oral, gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau
pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena.

2.9 PENCENGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun pasif.
Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari jalur yang telah dilemahkan
(live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster
imun plasma (ZIP). Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama
dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari
infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan
penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan
defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak
menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi
dan dalam jumlah yang lebih besar.
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan
diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah

11
kontak dengan penderita varicella pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau
penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah
perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya.
Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi tidak
mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi yang
dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini dapat
dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada penderita
leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan defisiensi imunologis untuk
mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat
sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini,
perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit
laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih. Lama
proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6
tahun.
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada
usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang sama.
Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi,
karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara
3-6 hari setelah vaksinasi.
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada awal
tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella. Vaksin
varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin
ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang
lebih. Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku digunting
agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi
pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).

12
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi.
Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonates
dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder
bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus
beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi
jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang
terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula
bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh
infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang didapatkan pada anak
dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada
orang dewasa tidak jarang ditemukan.
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung
lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia varicella
primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya
asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan dimana
gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada
pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang
semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran
visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan
kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan
komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan
hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi.
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau
penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas
dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah
sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah
laku.

13
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim
secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi
kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.
2. 11 PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik
dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.

14
BAB III
KESIMPULAN
Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh. Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10
sampai 21 hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu
tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang
dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi, pustul,
dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas bagian
atas. Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa komplikasi yang
tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang disertai dengan defisiensi imun
memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil dari kerokan
dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak. Untuk pengobatan dapat diberikan
antivirus, dimana dosis oral yang diberikan pada anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari.
Sementara dosis yang diberikan pada orang dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu
dapat pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal untuk
mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari galur yang
dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan vaksin ulangan 4-6
tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8
minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5
ml.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi Ketujuh.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2015. H.128-131.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2015.
H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 2014. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2016. P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth Edition.
United Kingdom: Academic Press; 2013. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2. Jakarta:
EGC; 2014. H. 88-84.
7. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2016.
8. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the internet).
2013 (cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/image-gallery/varicella-zoster_viru/images.htm.

9. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis; edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2016. H. 134-142.

16

Anda mungkin juga menyukai