Disusun oleh:
Konsulen
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama: Tn. HB
Umur: 59 tahun
Agama: Islam
Pekerjaan: Petani
Alamat: Desa Bara
Tanggal masuk 06 Januari 2020
Tanggal keluar 11 Januari 2020
II. Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan lemas dan pucat
V. Hasil Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin tanggal 06 Januari 2020
Parameter Hasil
Eritrosit Normokrom, normosit, anisositosis, mikrosit,
polikromasi, ovalosit, spherosit, sel target, eritroblast (-)
Leukosit Jumlah normal, sel blast (-)
Trombosit Jumlah menurun, penyebaran merata
Kesimpulan: Anemia normokromik normositik dengan trombositopenia
suspek ec. Sferositosis
VI. Resume
Pasien datang dengan keluhan lemas dan pucat sejak 1 minggu yang lalu,
makan minum baik, mual/muntah (-). BAB dan BAK lancar normal,
Riwayat BAB hitam disangkal, demam (-). Riwayat perdarahan (-),.
Pasien juga sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas hilang timbul.
Riwayat transfusi darah (+) berulang sejak ± 10 bulan yang lalu, sudah 2x
transfusi darah, terakhir transfusi 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan pasien terlihat lemas dan tampak pucat, palpasi abdomen
terdapat splenomegaly schuffner VII, hasil lab yang bermakna Hb 6,4 g%,
Trombosit 12000.
IX. Prognosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Hematopoesis1
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan
berdiferensiasi dalam memproduksi sel
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi.
Mula-mula sel tersebut dibentuk dalam pulau-pulau darah (blood islands) dari
yolk sac yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan hematopoesis.
Selanjutnya sel eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada
masa gestasi 16 hari. Sel induk primitif hematopoesis yang berasal dari mesoderm
mempunyai respons terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3,
IL-6, dan faktor sel stem. Sel induk hematopoesis (blood borne pluripotent
hematopoetic progenitors) mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi
5-6 minggu. Pada masa gestasi 8 minggu blood islands mengalami regresi.
3. Hematopoesis medular
2.1.2 Eritropoesis
Dalam proses maturasi sel darah merah, sel tersebut mengalami suatu
rangkaian diferensiasi. Hemositoblas merupakan suatu stem cell hematopoetik
yang pluripoten. Sel ini kemudian berdiferensiasi menjadi common myeloid
progenitor dan common lymphoid progenitor. Sel darah merah sendiri dibentuk
dari diferensiasi dari common myeloid progenitor, sedangkan common lymphoid
progenitor merupakan prekursor dari sel limfosit. Common myeloid progenitor
mengalami diferensiasi menjadi pronormoblas (proeritroblas atau rubriblas)
kemudian menjadi basofilik normoblas (eritroblas). Setelah itu basofilik
normoblas berkembang menjadi polychromatic normoblast lalu orthochromatic
normoblast. Nukleus dari orthochromatic normoblast menghilang dan menjadi
polychromatic erythrocyte (retikulosit). Retikulosit dilepaskan dari sum-sum
tulang dan masuk ke dalam sirkulasi, sebelum kemudian menjadi eritrosit matur
setelah 1-2 hari berada dalam sirkulasi. Dalam sirkulasi darah dapat ditemukan
kurang lebih 1% retikulosit. Dalam proses maturasi sel darah merah ini
dibutuhkan dua vitamin, yaitu vitamin B12 dan asam folat. Defisiensi dari salah
satu vitamin ini menyebabkan kegagalan maturasi sel darah merah, yang
bermanifestasi sebagai retikulositopenia.
2.2 Hemoglobin
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas primitif dalam yolk sac
membentuk rantai globin-epsilon ( ) dan zeta (Z) yang akan membentuk
hemoglobin primitif Gower-1 (Z22). Selanjutnya mulai sintesis rantai
mengganti rantai zeta, rantai mengganti rantai di yolk sac, yang akan
membentuk Hb-Portland (Z22) dan Gower-2 (22).
Hemoglobin yang terutama ditemukan pada masa gestasi 4-8 minggu adalah Hb
Gower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang
disintesis di yolk sac, tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.
B. Hemoglobin fetal
Migrasi pluripoten sel stem dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis
hemoglobin fetal (22) dan awal dari sintesis rantai . Setelah masa gestasi 8
minggu, Hb F merupakan hemoglobin yang paling dominan dan setelah janin
berusia 6 bulan, Hb F merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin. Kadar Hb F
akan berkurang bertahap. Pada saat lahir, ditemukan kira-kira 70% Hb F dalam
sirkulasi. Sintesis Hb F menurun secara cepat setelah bayi lahir. Setelah usia bayi
6-12 bulan, hanya sedikit ditemukan Hb F dalam sirkulasi.
C. Hemoglobin dewasa
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA 1 (22) karena telah terjadi
perubahan rantai sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin meningkat.
Pada masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA 1, sedangkan pada waktu lahir
mencapai 30%. Pada saat bayi berusia 6-12 bulan sudah memperlihatkan
gambaran hemoglobin dewasa, yaitu sebanyak 98% HbA1, Hb F < 2% dan HbA2
< 3%2.
Gambar 4. Hemoglobin prenatal-postnatal5
Gambar 5. Struktur hemoglobin6
Hem dibentuk dalam semua sel tubuh dan bukan saja merupakan bagian
penting dari hemoglobin, tetapi juga merupakan bagian dari sitokrom dan enzim
pernafasan yang penting. Persenyawaannya terdiri dari cincin porfirin dengan
atom Fe di tengahnya. Cincin porfirin dibentuk oleh 4 pirol yang terikat satu
dengan yang lainnya melalui ikatan metan. Setiap pirol dibentuk oleh asam
suksinat dan glisin. Kedua persenyawaan ini bersatu dan membentuk molekul
asam - amino- levulinat (-amino levulinic acid), disingkat menjadi -ALA. Dua
molekul -ALA ini bersenyawa untuk membentuk porfobilinogen yang
mempunyai struktur pirol.
Gambar 7. Heme8
2.3 Anemia
2.3.2 Etiologi
a. Anemia aplastik
3. Radiasi
4. Idiopatik
b. Anemia defisiensi
Defisiensi asam folat dapat terjadi pada mereka yang kurang mengonsumsi
makanan kaya asam folat, seperti buah-buahan citrus dan sayuran hijau. Defisiensi
asam folat juga dapat terjadi bila absorbsi asam folat menurun, misalnya pada
kasus alkoholisme dan pada pasien dengan penyakit ginjal.
Penyakit liver dapat menyebabkan anemia karena berbagai hal 8. Salah satu
penyebab penting anemia yaitu perdarahan akibat gangguan koagulasi darah.
Seperti yang kita ketahui, liver merupakan tempat produksi faktor-faktor
koagulasi darah. Mekanisme anemia lain yang dapat terjadi yaitu anemia aplastik
sekunder setelah hepatitis, atau merupakan efek samping pengobatan hepatitis
dengan interferon dan ribavirin. Pada kasus alkoholisme (jarang pada anak-anak),
dapat terjadi anemia karena malabsorpsi atau efek toksik langsung ke sel darah
merah.
c.4 Neoplasia
2. Penghancuran
a. Faktor intrasel
b. Faktor ekstrasel
3. Perdarahan
a. Perdarahan akut
Perdarahan akut pada bayi baru lahir dapat terjadi karena trauma
persalinan. Perdarahan ini kadang tidak terdeteksi sampai terjadi keadaan syok.
Anemia yang terjadi pada bayi usia 24-72 jam tanpa ikterus umumnya disebabkan
oleh perdarahan internal. Perdarahan yang terjadi akibat trauma dapat berupa
perdarahan ekstrakranial, perdarahan intrakranial, atau perdarahan intra abdomen.
b. Perdarahan kronis
2.3.3 Patofisiologi
Pada keadaan normal, ketika tubuh mengalami hipoksia, akan terjadi dua
mekanisme untuk mengatasi keadaan hipoksia ini yaitu peningkatan ekspresi
eritropoetin dan penurunan ekspresi hepcidin. Hepcidin sendiri merupakan
hormon peptida yang diproduksi oleh liver yang berfungsi untuk mengatur
homeostasis zat besi dalam tubuh. Hepcidin menginhibisi transport zat besi
dengan cara berikatan dengan kanal zat besi ferroportin pada sel-sel saluran cerna
(enterosit) dan membran plasma dari sel-sel retikuloendotelial (makrofag).
Dengan menghambat ferroportin, hepcidin mencegah enterosit dari usus untuk
mensekresikan zat besi ke sistem porta hepatika, sehingga akan menurunkan
absorpsi zat besi. Pada keadaan hipoksia, aktivitas hepcidin akan menurun,
sehingga terjadi peningkatan absorpsi zat besi. Selain itu aktivitas eritropoetin
akan meningkat. Kedua mekanisme ini menyebabkan peningkatan aktivitas
eritropoesis hingga tercapai keadaan normoksia.
Gambar 9. Mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan normoksia10
Manifestasi sistem saraf pusat dapat berupa sakit kepala, rasa melayang
(dizziness), iritabilitas, daya pikir lambat, penurunan atensi, dan apatis. Pada
anemia kronis yang parah dapat terjadi gangguan pertumbuhan anak karena
adanya metabolisme seluler yang terganggu. Biasanya hal ini disertai dengan
keadaan anoreksia dan maturasi seksual yang terlambat.
2.3.5 Diagnosa
2.3.5.1 Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti agar dapat ditemukan kelainan
yang mendasari kondisi anemia tersebut. Gali durasi dari anemia yaitu dengan
menanyakan langsung ke pasien kapan ia mulai merasakan gejala atau dapat
dengan mengumpulkan data-data mengenai pemeriksaan darah sebelumnya.
Tanyakan adanya riwayat jaundice, kolelitiasis, splenektomi, dan gangguan
perdarahan. Selain itu perlu digali juga mengenai pekerjaan pasien, terapi obat-
obatan yang pernah diterima, pajanan terhadap bahan-bahan kimia tertentu. Untuk
mencari adanya kehilangan darah, tanyakan mengenai kehamilan, aborsi, dan
menstruasi. Adanya tinja yang berwarna kehitaman (seperti tar) disertai perubahan
buang air besar dapat mengindikasikan adanya neoplasma pada kolon. Warna urin
yang abnormal dapat terjadi pada penyakit ginjal atau liver, serta pada anemia
hemolitik. Aspek lain yang perlu digali pada pasien anemia yaitu diet pasien.
Tanyakan makanan yang biasa dimakan dan makanan yang dihindari oleh pasien
beserta perkiraan jumlahnya.Adanya defisiensi nutrisional dapat berkaitan dengan
gejala-gejala tertentu yang dapat diidentifikasi melalui anamnesis. Pasien dengan
anemia defisiensi besi umumnya akan suka mengunyah es (pagophagia). Pada
defisiensi vitamin B12, terjadi pemutihan rambut dini, rasa terbakar pada lidah,
dan hilangnya proprioseptif. Paresthesia atau sensasi yang aneh yang kadang
dideskripsikan sebagai rasa nyeri dapat terjadi pada anemia pernisiosa. Pasien
dengan defisiensi asam folat dapat memilki gejala lidah terasa nyeri, keilosis, dan
steatorrhea. Untuk mendeteksi adanya steatorrhea, tanyakan apakah tinja
mengapung atau tenggelam dalam air, apakah perlu menyiram kloset lebih dari
sekali, atau apakah terdapat substansi seperti minyak yang mengapung pada
permukaan air saat buang air besar.
Tanyakan juga riwayat demam pada pasien dengan anemia. Infeksi dan
neoplasma dapat menyebabkan anemia yang disertai demam. Adanya purpura,
ekimosis, dan ptekiae menunjukkan adanya trombositopenia atau gangguan
pendarahan yang lain. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa lebih dari 1 sistem
hematopoetik sumsum tulang yang terlibat, atau dapat juga menunjukan bahwa
koagulopati merupakan penyebab anemia karena adanya perdarahan. Gali adanya
gejala-gejala yang dapat menunjukkan adanya penyakit lain yang mendasari,
seperti penyakit jantung, liver, dan ginjal, ataupun infeksi kronis.
Mean corpuscular volume (MCV) = Volume rata-rata dari sel darah merah
pada sampel darah.
Hematokrit (%) X 10
Suatu cara yang mudah untuk menentukan hemoglobin ialah sel darah
merah (juta/ul) x 3. Sedangkan untuk mendapatkan hematokrit dapat dengan
perhitungan sederhana hemoglobin x 3. Namun metode ini tidak sepenuhnya
akurat.
Serum feritin:
Apabila kadar zat besi dalam serum menurun dan TIBC meningkat, maka
diagnosis defisiensi zat besi dapat ditegakkan, terapi zat besi dapat dimulai, serta
dapat dicari penyebab dari defisiensi zat besi tersebut. Penyebab-penyebab dari
anemia mikrositik hipokrom dapat dilihat pada tabel 2.
Total
Iron- Bone
Serum
Kondisi Binding Marrow Keterangan
Iron
Capacity Iron
(TIBC)
Merupakan pemeriksaan kuantitatif dari produksi sel darah merah baru oleh
sumsum tulang.
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat ukuran dan bentuk (morfologi) dari sel
darah merah. Berbagai kelainan bentuk dari sel darah merah dapat mengarah ke
diagnosis tertentu. Selain itu, adanya Plasmodium falciparum malaria dapat
dinilai dari adanya lebih dari 1 cincin pada sel darah merah.
Tabel 4. Berbagai bentuk sel darah merah yang abnormal
Hipokromik Terdapat hemoglobin yang lebih sedikit pada sel darah merah.
Terdapat area pucat sentral yang membesar.
Skistosit Sel darah merah yang terfragmentasi seperti helm, atau berbentuk
segitiga.
Stomatosit Area slitlike pada daerah pucat sentral dari sel darah merah.
Sel air mata Sel darah merah berbentuk seperti tetesan air mata, seringkali
mikrositik.
Sel bulan sabit Sel darah merah yang memanjang dengan kedua ujungnya
(sickle cell) runcing (bentuk seperti bulan sabit).
5. Coombs test13
2.3.6.2 Transfusi
Transfusi packed red cells (PRC) dapat diberikan pada pasien dengan
perdarahan aktif atau pada pasien dengan anemia berat yang memberikan gejala.
Transfusi merupakan terapi paliatif dan tidak dapat menjadi substitusi untuk terapi
yang spesifik. Pada penyakit kronis yang menyebabkan anemia, pemberian
eritropoetin dapat membantu mengurangi transfusi darah.
Produk-produk darah
Koreksi anemia yang terjadi secara akut umumnya memerlukan darah atau
produk-produk darah. Dengan adanya perdarahan yang terus berlanjut atau
hemolisis, maka transfusi darah saja tidaklah cukup. Namun, transfusi untuk
mengembalikan hemoglobin ke nilai normal dapat membantu mencegah
komplikasi akibat anemia akut.
Packed red cells (PRC) lebih sering dipakai daripada whole blood (darah
utuh) karena penggunaan PRC membatasi volume darah dan imunitas yang masuk
ke tubuh pasien. PRC memiliki plasma 80% lebih sedikit, serta lebih tidak
imunogenik dibanding darah utuh. PRC dapat disimpan lebih lama, yaitu selama
40 hari (dibandingkan darah utuh yang dapat disimpan selama 35 hari). PRC
didapatkan dari hasil sentrifugasi darah utuh.
Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 gr/dl
diberikan transfusi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB per satu kali pemberian
disertai pemberian diuretik seperti furosemid. Pemberian PRC juga dapat
diberikan dengan formula: BB (kg) x Hb (Hb yang diinginkan – Hb saat ini) x
4.
c. Trombosit
2.3.6.5 Splenektomi
Splenektomi dapat berguna untuk terapi dari anemia hemolitik autoimun
dan pada beberapa gangguan hemolitik herediter tertentu (misalnya pada
sferositosis herediter dan eliptositosis).
2.3.6.7 Medikamentosa
a. Suplemen mineral
Suplemen mineral diberikan untuk menyediakan zat besi dalam jumlah yang
adekuat untuk sintesis hemoglobin serta untuk memenuhi cadangan zat besi dalam
tubuh. Medikasi yang efektif dan ekonomis sebagai terapi anemia defisiensi besi
ialah suplemen zat besi yang diberikan secara oral. Pemberian zat besi secara
parenteral jarang dilakukan, dan hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat
mengabsorpsi zat besi oral atau terus mengalami anemia walaupun telah diberikan
zat besi oral dalam dosis yang adekuat10.
Ferrous sulfate
Merupakan sediaan yang paling sering digunakan sebagai terapi anemia
defisiensi besi. Dosis untuk anak-anak yaitu 3-6 mg Fe/kg/hari dibagi
menjadi 3 dosis. Sebagai profilaksis dapat diberikan dosis 1-2 mg
Fe/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis, tidak melebihi 15 mg/hari. Pemberian
suplemen ferrous sulfate ini dapat diberikan hingga 2 bulan setelah anemia
terkoreksi untuk mengoptimalkan cadangan zat besi dalam tubuh.
Carbonyl iron
Carbonyl iron digunakan sebagai substitusi dari ferrous sulfate. Carbonyl
iron dilepaskan secara lambat sehingga lebih aman digunakan pada anak-
anak, namun harganya lebih mahal dibanding ferrous sulfate. Satu tablet
mengandung 45 mg dan 60 mg zat besi.
b. Vitamin
Cyanocobalamin (vitamin B12) dan asam folat diberikan untuk terapi
anemia megaloblastik akibat defisiensi dari salah satu atau kedua vitamin tersebut.
Defisiensi vitamin K umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit liver sehingga
terjadi gangguan pendarahan. Vitamin K juga dapat diberikan pada keadaan
perdarahan akibat penggunaan obat (misalnya aspirin).
c. Suplemen elektrolit
Kadar potassium dalam serum dapat menurun akibat terapi cobalamin atau
asam folat. Oleh sebab itu pada pemberian terapi vitamin B12 atau asam folat
perlu dilakukan pemantauan kadar elektrolit serta pemberian suplemen potassium
bila diperlukan (potassium chloride). Kehilangan 100-200 mEq potassium dapat
menyebabkan penurunan 1 mEq/L kadar potassium dalam serum.
d. Kortikosteroid
Diberikan pada keadaan anemia hemolitik autoimun atau idiopatik dengan dosis
2-10 mg/kg/hari1. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai peningkatan
kadar hemoglobin maka dosis kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
Pemberian gammaglobulin intravena pada pasien anemia hemolitik autoimun
dapat diberikan bersama-sama dengan pemberian kortikosteroid dengan dosis 2
gram/kgBB.
2.3.7 Prognosis