Disetujui Oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Ketua Prodi
1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Praktik Kerja Lapangan (PKL) I dengan judul “Pengolahan Bakso Daging Sapi Di
Maiwa Breeding Center (MBC) Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan
No.KM.10, Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan. dengan baik dan lancar. Penyusunan Proposal Praktik Kerja Lapangan
(PKL) I ini tidak terlepas dari bimbingan berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Detia Tri Yunandar, SP., M.Si, selaku Direktur Politeknik
Pembangunan Pertanian Bogor
2. Bapak Dr. Arif Nindyo Kisworo, S.Pt, M.Si, selaku Ketua Jurusan
Peternakan
3. Bapak Ir. Kenedy Putra, M.Si, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan
Peternakan dan Kesejahteraan Hewan.
4. Ibu Dr. Dyah Gandasari, SP., MM, selaku Pembimbing I
5. Ibu Rifa Rafi’atu Sya’bani W. M.Si selaku Pembimbing II
6. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari, penulisan laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah
laporan ini dibuat semoga dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi
penulis khususnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
Latar Belakang...............................................................................................................4
Tujuan...........................................................................................................................5
Manfaat........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
Bakso Daging Sapi.........................................................................................................7
Pembuatan Bakso Daging Sapi......................................................................................9
Proses Pengolahan Bakso............................................................................................12
Kerusakan Bakso.........................................................................................................13
Pengawetan Bakso......................................................................................................14
RENCANA PELAKSANAAN.................................................................................................17
Waktu dan Tempat.....................................................................................................17
Materi Kegiatan...........................................................................................................17
Prosedur Pelaksanaan.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
5
bekal dan pengalaman kepada mahasiswa agar terlibat langsung dalam kegiatan
dilapangan. PKL 1 dilaksanakan secara mandiri pada semester VI dengan capaian
pembelajaran tentang agribisnis. Metode pembelajaran yang dilaksanakan dalam
PKL 1 adalah magang. Dengan mengikuti praktik kerja lapangan mahasiswa bisa
mengetahui secara langsung yang terjadi dilapangan dan bisa menambah
wawasan, pengetahuan, dan pengalaman tentang Agrinisnis. Magang yang dipilih
pada Praktik Kerja Lapangan 1 adalah tentang Pengolahan Produk bakso daging
sapi di Maiwa Breeding Center (MBC) Universitas Hasanuddin Jl. Perintis
Kemerdekaan No.KM.10, Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan
Tujuan
Manfaat
6
2. Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam merencanakan
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
dihasilkan memiliki permukaan yang halus, ukuran partikel daging kecil dan
distribusinya merata.
Menurut Wibowo (2006), cara paling mudah untuk menilai mutu bakso
adalah dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Paling tidak, ada
lima parameter sensoris utama yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau,
rasa, dan tekstur. Kriteria mutu sensori bakso dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Pembuatan Bakso Daging Sapi
1. Bahan
a. Daging
Hampir semua bagian daging dari karkas sapi dapat digunakan sebagai
bahan baku utama pembuatan bakso daging. Untuk membuat bakso daging
digunakan daging sapi yang benar-benar masih segar. Semakin segar daging
semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan (Sunarlim, 1992). Hal ini karena
daging segar atau daging pre rigor mengandung protein aktin dan miosin yang
ditemukan dalam bentuk bebas, sehingga dapat diekstrak dalam jumlah banyak
karena belum terjadi ikatan aktomiosin. Menurut Wibowo (2006), jika mungkin,
daging yang digunakan untuk pembuatan bakso digunakan daging dari hewan
yang baru dipotong, tanpa dilayukan lebih dulu. Akan tetapi, jika karena sesuatu
hal tidak memungkinkan untuk mendapatkan daging dari hewan yang baru
dipotong, atau daging terpaksa disimpan dulu, sebaiknya daging disimpan dingin
pada suhu 15⸰C atau 20⸰C atau dibekukan pada suhu -5⸰C. Daging yang disimpan
pada suhu 15⸰C selama 24 jam masih bagus untuk bakso. Demikian pula untuk
daging yang disimpan pada suhu -5⸰C selama 4 hari.
Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), daging pre rigor memiliki nilai
water holding capacity (WHC) yang tinggi yang penting dalam pembuatan produk
emulsi daging. Daging pre rigor memiliki WHC tinggi serta memiliki pH jauh di
atas titik isoelektrik, sehingga protein akan mengikat air lebih banyak dan
akibatnya permukaan daging menjadi kelihatan kering.
b. Bahan Pengisi
Pada produk emulsi daging biasanya ditambahkan bahan pengisi dan bahan
pengikat. Perbedaan antara bahan pengisi dan bahan pengikat terdapat pada
kemampuannya dalam mengemulsi lemak. Bahan pengikat memiliki kandungan
protein yang tinggi, sedangkan pada bahan pengisi kandungan tertingginya yaitu
karbohidrat, sedangkan kadar proteinnya rendah. Bahan pengikat memiliki
10
kemampuan mengikat air dan mengemulsi lemak, sedangkan bahan pengisi
memiliki kemampuan mengikat air tetapi tidak mengemulsikan lemak. Bahan
pengikat yang biasa digunakan adalah tepung berprotein tinggi seperti tepung
kedelai dan susu skim. Di Indonesia, penggunaan bahan pengikat dalam bakso
tidaklah umum. Bahan pengikat ini biasa digunakan pada pembuatan sosis.
11
Bumbu yang biasa ditambahkan ke dalam adonan bakso untuk
meningkatkan cita rasa yaitu monosodium glutamat (MSG). Penambahan MSG
biasanya sekitar 0.25% dari berat daging. Menurut Wibowo (2006), sebaiknya
jangan menggunakan penyedap masakan MSG karena penggunaan penyedap ini
masih diperdebatkan dan dicurigai menjadi penyebab timbulnya kanker. Bumbu
penyedap yang ditambahkan cukup dibuat dari campuran bawang putih dan
merica dengan bobot sekitar 2% dari berat daging.
d. Es atau air es
Bahan lain yang diperlukan adalah es atau air es.
Di dalam adonan bakso, air berfungsi untuk melarutkan garam dan
mendispersikannya secara merata ke seluruh bagian masa daging, memudahkan
ekstraksi protein dan membantu pembentukan emulsi. Wibowo (2006)
menyatakan bahwa penggunaan es atau air es ini, sebaiknya es batu, sangat
penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat
dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat
gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan
es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering
selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga
meningkatkan rendemennya.
Jumlah penambahan air berkisar 20-50% dari berat daging, tergantung pada
jumlah tepung. Semakin banyak jumlah tepung, maka semakin banyak jumlah air
yang harus ditambahkan untuk menghasilkan tekstur adonan yang sama. Menurut
Wibowo (2006), jumlah es yang dapat digunakan sebanyak 10-15% dari berat
daging, atau bahkan 30% dari berat daging.
12
dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan. Fosfat dan garam NaCl
mempunyai sifat sinergisme sehingga meningkatkan DIA, meningkatkan
keempukan dan memudahkan pengirisan, menstabilkan warna dan keseragaman,
menghambat ketengikan karena fosfat mempunyai sifat sebagai antioksidan, dan
meningkatkan mutu produk daging. Penggunaan STPP memiliki pembatas (self
limiting) yang disebabkan karena STPP memiliki rasa yang agak pahit pada
konsentrasi tertentu, sehingga penggunaannya pada umumnya sekitar 0.3-0.5%.
f. Bahan lainnya
13
miofibril yang terekstrak dan mengembang sehingga daya ikat air dan daya emulsi
optimal.
Pemasakan dilakukan dalam dua tahap, agar bakso yang dihasilkan tidak
keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Pada tahap
pertama, bakso dipanaskan dalam air hangat (suhu sekitar 60- 80⸰C) sampai bakso
mengeras dan mengambang di permukaan air. Pada pemasakan selanjutnya, bakso
direbus sampai matang di dalam air mendidih, biasanya sekitar 10 menit.
Kerusakan Bakso
14
Menurut Buckle et al., (2007), pertumbuhan bakteri pada permukaan yang
basah seperti daging dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta
pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir. Pada umumnya mikroba
pembentuk lendir termasuk genus Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus,
Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus, dan beberapa spesies Lactobacillus (Frazier
dan Westhoff, 1988). Frazier dan Westhoff (1988) selanjutnya menambahkan
bahwa adanya bau yang tidak enak merupakan hasil pertumbuhan bakteri pada
permukaan yang merupakan tanda awal sebelum terjadinya kebusukan.
Pengasaman dapat berasal dari komponen asam-asam volatil seperti format,
asetat, butirat atau propionat. Kandungan mikroba pada saat terdeteksi bau kurang
enak adalah 1.2 x 106 – 108 .
15
Pengawetan Bakso
Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan adalah
dengan menambahkan bahan pengawet. Buckle et al. (2007) mendefinisikan
bahan pengawet sebagai salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan
kimia yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam
bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan, atau
penyimpanan.
Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk
asam atau garamnya. Zat pengawet organik lebih mudah dibuat, oleh karena itu
zat tersebut lebih banyak digunakan pada produk dibandingkan zat pengawet
anorganik. Zat kimia organik yang sering digunakan sebagai bahan pengawet
adalah asam sorbat dan garamnya, asam propionat dan garamnya, asam benzoat
dan garamnya beserta turunanya, asam asetat, dan peroksida (Winarno, 1992).
16
Penggunaan bahan pengawet nitrit 100 ppm, kombinasi 0.1% benzoat dan
0.1% nitrit serta 0.% paraben dan 0.1% nitrit pada penyimpanan hari ke-1 telah
mengandung 106-107 koloni mikroba/gram, sedangkan penggunaan kombinasi
0.1% paraben dan 450 ppm metabisulfit pada penyimpanan hari ke-2 telah
mengandung 6.9 x 107 koloni mikroba/gram. Jumlah total mikroba tersebut telah
melampaui batas yang diizinkan, karena menurut SNI 01-3818- 1995 jumlah total
mikroba maksimal yang diperbolehkan terdapat dalam bakso adalah 1.0 x 105
koloni/gram (Yovita, 2000).
17
RENCANA PELAKSANAAN
Materi Kegiatan
Prosedur Pelaksanaan
1. Survei lokasi
2. Pembekalan
3. Pelaksanaan
4. Penyusunan laporan
5. Ujian
18
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Daging dan Bakso Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Kramlich, W.E., A.M. Pearson dan F.W. Tauber. 1971. Processed Meat. AVI
Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
19
Tandiyono. 1996. Pengaruh Penggunaan Sodium Tripolifosfat, Natrium
Propionat, dan Boraks terhadap Sifat Fisik, Daya Simpan dan Palatabilitas
Bakso pada Penyimpanan Suhu Kamar. Skripsi. Fapet IPB, Bogor.
Aulia. 2003. Pengembangan Aroma dan Cita Rasa Bakso dengan Penggunaan
Flavor. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.
20