Anda di halaman 1dari 21

PENGOLAHAN BAKSO DAGING SAPI DI MAIWA

BREEDING CENTER (MBC) UNIVERSITAS HASANUDIN


KELURAHAN TAMALANREA INDAH KECAMATAN
TAMALANREA KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI
SELATAN

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN I

MUHAMMAD DWI AZHARI MUWARDI


NIRM. 02.03.18.039

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PETERNAKAN DAN


KESEJAHTERAHAN HEWAN
JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR
KEMENTRIAN PERTANIAN
2021
Judul Proposal :Pengolahan Bakso Daging Sapi Di Maiwa Breeding
Center (MBC) Universitas Hasanuddin Kelurahan
Tamalanrea Indah Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan

Nama : Muhammad Dwi Azhari Muwardi


NIRM : 02.03.18.039
Program Studi : Penyuluhan Peternakan Dan Kesejahteraan hewan
Jurusan : Peternakan

Disetujui Oleh:

Pembimbing I

Dr. Dyah Gandasari, S.P.,MM


NIP. 19701014 199803 2 002

Pembimbing II

Rifa Rafi’atu Sya’bani W, M.Si


NIP. 19940129 2019 2 001

Diketahui oleh

Ketua Prodi

Ir. Kenedy Putra, M.,Si


NIP. 196105291989031001

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Praktik Kerja Lapangan (PKL) I dengan judul “Pengolahan Bakso Daging Sapi Di
Maiwa Breeding Center (MBC) Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan
No.KM.10, Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan. dengan baik dan lancar. Penyusunan Proposal Praktik Kerja Lapangan
(PKL) I ini tidak terlepas dari bimbingan berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Detia Tri Yunandar, SP., M.Si, selaku Direktur Politeknik
Pembangunan Pertanian Bogor
2. Bapak Dr. Arif Nindyo Kisworo, S.Pt, M.Si, selaku Ketua Jurusan
Peternakan
3. Bapak Ir. Kenedy Putra, M.Si, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan
Peternakan dan Kesejahteraan Hewan.
4. Ibu Dr. Dyah Gandasari, SP., MM, selaku Pembimbing I
5. Ibu Rifa Rafi’atu Sya’bani W. M.Si selaku Pembimbing II
6. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari, penulisan laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah
laporan ini dibuat semoga dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi
penulis khususnya.

Bogor, Juni 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN..................................................................................................................4
Latar Belakang...............................................................................................................4
Tujuan...........................................................................................................................5
Manfaat........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
Bakso Daging Sapi.........................................................................................................7
Pembuatan Bakso Daging Sapi......................................................................................9
Proses Pengolahan Bakso............................................................................................12
Kerusakan Bakso.........................................................................................................13
Pengawetan Bakso......................................................................................................14
RENCANA PELAKSANAAN.................................................................................................17
Waktu dan Tempat.....................................................................................................17
Materi Kegiatan...........................................................................................................17
Prosedur Pelaksanaan.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

4
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor sebagai penyelenggara


pendidikan tinggi bidang penyuluhan pertanian berkelanjutan, penyuluhan
peternakan dan kesejahteraan hewan, agribisnis hortikultura, kesehatan hewan,
dan mekanisasi alat mesin pertanian di lingkungan pertanian bertujuan
menghasilkan penyuluh pertanian Ahli dan Praktisi Agribisnis yang akan bermitra
dengan pelaku utama dan pelaku usaha. Praktisi agribisnis dapat bersaing di era
MEA maupun perdagangan bebas lainnya jika mampu pengelola kegiatan
agribisnis pengembangan agribisnis mencakup lima fungsi kunci, yaitu
pengembangan manajemen agribisnis, manajemen hasil pertanian, manajemen
pemasaran hasil pertanian, penyediaan sarana dan prasarana serta jasa pendukung
pertanian, jika kelima fungsi tersebut dijabarkan akan memperlihatkan kesatuan
kegiatan yang saling terkait.
Manajemen agribisnis mempunyai fungsi utama manajemen produksi dan
operasi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumberdaya
manusia, manajemen pengendalian mutu dan manajemen resiko. Manajemen hasil
pertanian memepunyai fungsi utama penanganan pasca panen, pengolahan hasil
pertanian, penanganan logistik dan pengendalian mutu.
Manajemen pemasaran hasil pertanian mempunyai fungsi utama sistem
informasi pasar, jaringan pemasaran, sarana dan kelembagaaan pasar dan
pengendalian mutu. Penyediaan sarana dan prasarana pertanian mempunyai fungsi
utama yaitu lahan pertanian, sarana produksi pertanian, pengadaaan, distribusi
alsintan dan pengendalian mutu. Jasa pendukung pertanian mempunyai fungsi
utama penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, jasa
konsultan, perbankan, jasa manajemen OPT dan pengendalian mutu.
Proses pembelajaran untuk menghasilkan praktisi agribisnis dilaksanakan
dengan sistem terdiri atas kuliah klasikal, praktek mata kuliah, praktik kerja
lapangan (PKL) dan penugasan akhir (PA). PKL bertujuan untuk memberikan

5
bekal dan pengalaman kepada mahasiswa agar terlibat langsung dalam kegiatan
dilapangan. PKL 1 dilaksanakan secara mandiri pada semester VI dengan capaian
pembelajaran tentang agribisnis. Metode pembelajaran yang dilaksanakan dalam
PKL 1 adalah magang. Dengan mengikuti praktik kerja lapangan mahasiswa bisa
mengetahui secara langsung yang terjadi dilapangan dan bisa menambah
wawasan, pengetahuan, dan pengalaman tentang Agrinisnis. Magang yang dipilih
pada Praktik Kerja Lapangan 1 adalah tentang Pengolahan Produk bakso daging
sapi di Maiwa Breeding Center (MBC) Universitas Hasanuddin Jl. Perintis
Kemerdekaan No.KM.10, Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan

Tujuan

PKL I bertujuan untuk memberi bekal dan pengalaman agar mampu


melakukan usaha peternakaan yang meliputi :
Pengetahuan : Perencanaan usaha berdasarkan hasil identifikasi peluang pasar
dan evaluasi usaha peternakan.

Keterampilan : Meningkatkan keterampilan dalam mengelola usaha peternakan,


menerapkan teknik budidaya ternak dengan menerapkan prinsip Good Farming
Practices dan kesejahteraan hewan untuk menghasilkan produk peternakan yang
aman, sehat, utuh, dan halal, dan melaksanakan pasca panen sesuai prinsip Good
Handling Practices dan pengolahan hasil peternakan sesuai prinsip Good
Management Practices untuk meningkatkan nilai tambah produk peternakan

Manfaat

PKL I memberikan manfaat berupa :


1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam menganalisis permasalahan dan
merumuskan pemecahan masalah pada usaha agribisnis.

6
2. Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam merencanakan

3. Mewujudkan mental/jiwa wirausaha, menumbuhkan rasa percaya diri, tangguh,


kreatif, dinamis, disiplin, bertanggung jawab dan inovatif.

7
TINJAUAN PUSTAKA

Bakso Daging Sapi

Menurut SNI 01-3818-1995, bakso merupakan produk makanan berbentuk


bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak, dengan kadar
daging tidak kurang dari 50% dan pati atau serealia dengan atau tanpa
penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan. Syarat mutu bakso
daging sapi yang aman dikonsumsi berdasarkan SNI 01-3818-1995 tertera pada
tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu objektif dari bakso daging sapi

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Air % b/b Maks 70.0
2 Abu % b/b Maks 3.0
3 Protein % b/b Min 9.0
4 Lemak % b/b Maks 2.0
5 Boraks - Tidak boleh ada
6 Cemaran Mikroba
6.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks 1.0 x 105
6.2 Escherichia coli APM/g <3
6.3 Staphylococcus aureus koloni/g Maks 1.0 x 102
Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat atau
jaringan ikat dengan penambahan tepung lebih sedikit dari berat daging yang
digunakan, sehingga diperoleh permukaan bakso yang halus, ukuran partikel
daging kecil dan distribusi yang merata. Bakso urat adalah bakso yang dibuat dari
daging yang banyak mengandung urat atau jaringan ikat dengan penambahan
tepung lebih sedikit dari berat daging yang digunakan dan bakso yang dihasilkan
mempunyai permukaan kasar dengan ukuran partikel lebih besar dan distribusi
tidak merata. Bakso aci adalah bakso yang jumlah penambahan tepungnya lebih
banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan, dan bakso yang

8
dihasilkan memiliki permukaan yang halus, ukuran partikel daging kecil dan
distribusinya merata.

Menurut Wibowo (2006), cara paling mudah untuk menilai mutu bakso
adalah dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Paling tidak, ada
lima parameter sensoris utama yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau,
rasa, dan tekstur. Kriteria mutu sensori bakso dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kriteria Mutu Sensori Bakso

Parameter Bakso daging


Penampakan Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan
cemerlang, tidak kusam, sedikitpun tidak tampak berjamur,
dan tidak berlendir.
Warna Cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau
cokelat muda hingga cokelat muda agak keputihan atau abu-
abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang
mengganggu (jamur).
Bau Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik,
asam, basi atau busuk Bau bumbu cukup tajam.
Rasa Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu
cukup menonjol tapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa
asing yang mengganggu.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau
membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah
berair, dan tidak rapuh.

9
Pembuatan Bakso Daging Sapi

1. Bahan

Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan bakso yaitu daging


segar, tepung tapioka, bumbu-bumbu, es atau air es, dan bahan pengawet.

a. Daging
Hampir semua bagian daging dari karkas sapi dapat digunakan sebagai
bahan baku utama pembuatan bakso daging. Untuk membuat bakso daging
digunakan daging sapi yang benar-benar masih segar. Semakin segar daging
semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan (Sunarlim, 1992). Hal ini karena
daging segar atau daging pre rigor mengandung protein aktin dan miosin yang
ditemukan dalam bentuk bebas, sehingga dapat diekstrak dalam jumlah banyak
karena belum terjadi ikatan aktomiosin. Menurut Wibowo (2006), jika mungkin,
daging yang digunakan untuk pembuatan bakso digunakan daging dari hewan
yang baru dipotong, tanpa dilayukan lebih dulu. Akan tetapi, jika karena sesuatu
hal tidak memungkinkan untuk mendapatkan daging dari hewan yang baru
dipotong, atau daging terpaksa disimpan dulu, sebaiknya daging disimpan dingin
pada suhu 15⸰C atau 20⸰C atau dibekukan pada suhu -5⸰C. Daging yang disimpan
pada suhu 15⸰C selama 24 jam masih bagus untuk bakso. Demikian pula untuk
daging yang disimpan pada suhu -5⸰C selama 4 hari.

Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), daging pre rigor memiliki nilai
water holding capacity (WHC) yang tinggi yang penting dalam pembuatan produk
emulsi daging. Daging pre rigor memiliki WHC tinggi serta memiliki pH jauh di
atas titik isoelektrik, sehingga protein akan mengikat air lebih banyak dan
akibatnya permukaan daging menjadi kelihatan kering.

b. Bahan Pengisi

Pada produk emulsi daging biasanya ditambahkan bahan pengisi dan bahan
pengikat. Perbedaan antara bahan pengisi dan bahan pengikat terdapat pada
kemampuannya dalam mengemulsi lemak. Bahan pengikat memiliki kandungan
protein yang tinggi, sedangkan pada bahan pengisi kandungan tertingginya yaitu
karbohidrat, sedangkan kadar proteinnya rendah. Bahan pengikat memiliki

10
kemampuan mengikat air dan mengemulsi lemak, sedangkan bahan pengisi
memiliki kemampuan mengikat air tetapi tidak mengemulsikan lemak. Bahan
pengikat yang biasa digunakan adalah tepung berprotein tinggi seperti tepung
kedelai dan susu skim. Di Indonesia, penggunaan bahan pengikat dalam bakso
tidaklah umum. Bahan pengikat ini biasa digunakan pada pembuatan sosis.

Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasanya ditambahkan


dalam pembuatan bakso. Menurut Kramlich (1971), tujuan penambahan bahan
pengisi antara lain : mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat
irisan, meningkatkan cita rasa dan mengurangi biaya produksi. Pati merupakan
bahan pengisi yang umum dipakai dalam pembuatan bakso. Jenis pati yang
digunakan dapat berpengaruh pada tekstur bakso yang dihasilkan. Pati yang
umum digunakan diantaranya tapioka dan pati sagu. Menurut Wibowo (2006),
untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah tepung
yang digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging. Bakso yang
menggunakan tepung 30-40% dari berat daging akan menghasilkan rasa dan mutu
bakso yang kurang bagus. Sedangkan menurut Winarno (1997), bakso yang
bermutu baik mempunyai kadar pati rendah yaitu sekitar 15%, semakin tinggi
kandungan pati maka mutu bakso akan rendah. Berdasarkan SNI 01- 3818-1995
tentang Bakso Daging, bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan bakso
maksimum 50%.

c. Garam dan bumbu-bumbu


Garam dapur (NaCl) yang ditambahkan dalam pembuatan bakso selain
berfungsi sebagai penyedap rasa juga berfungsi sebagai pelarut protein yaitu
miosin sehingga dapat menstabilkan emulsi daging. Garam juga berfungsi untuk
meningkatkan daya ikat air protein daging. Menurut Wibowo (2006), garam dapur
yang ditambahkan ke dalam adonan daging seberat 2.5% dari berat daging.
Sunarlim (1992) pun menyatakan bahwa penambahan garam sebaiknya tidak
lebih dari 4% dan tidak kurang dari 2%. Kadar garam yang tinggi dapat
mempengaruhi rasa produk menjadi terlalu asin sedangkan konsentrasi garam
yang rendah menyebabkan rendahnya protein terlarut.

11
Bumbu yang biasa ditambahkan ke dalam adonan bakso untuk
meningkatkan cita rasa yaitu monosodium glutamat (MSG). Penambahan MSG
biasanya sekitar 0.25% dari berat daging. Menurut Wibowo (2006), sebaiknya
jangan menggunakan penyedap masakan MSG karena penggunaan penyedap ini
masih diperdebatkan dan dicurigai menjadi penyebab timbulnya kanker. Bumbu
penyedap yang ditambahkan cukup dibuat dari campuran bawang putih dan
merica dengan bobot sekitar 2% dari berat daging.

d. Es atau air es
Bahan lain yang diperlukan adalah es atau air es.
Di dalam adonan bakso, air berfungsi untuk melarutkan garam dan
mendispersikannya secara merata ke seluruh bagian masa daging, memudahkan
ekstraksi protein dan membantu pembentukan emulsi. Wibowo (2006)
menyatakan bahwa penggunaan es atau air es ini, sebaiknya es batu, sangat
penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat
dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat
gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan
es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering
selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga
meningkatkan rendemennya.

Jumlah penambahan air berkisar 20-50% dari berat daging, tergantung pada
jumlah tepung. Semakin banyak jumlah tepung, maka semakin banyak jumlah air
yang harus ditambahkan untuk menghasilkan tekstur adonan yang sama. Menurut
Wibowo (2006), jumlah es yang dapat digunakan sebanyak 10-15% dari berat
daging, atau bahkan 30% dari berat daging.

e. Sodium Tri Polifosfat (STPP)


STPP atau disebut juga natrium tripolifosfat mempunyai fungsi untuk
meningkatkan pH daging, kestabilan emulsi, dan kemampuan emulsi (Ockerman,
1983). Jika nilai pH semakin mendekati titik isoelektrik protein, maka daya ikat
air (DIA) akan semakin rendah. Penambahan STPP akan meningkatkan pH
sehingga akan diperoleh DIA yang tinggi. Ockerman (1983) selanjutnya
menambahkan bahwa STPP juga berfungsi untuk menurunkan susut masak karena

12
dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan. Fosfat dan garam NaCl
mempunyai sifat sinergisme sehingga meningkatkan DIA, meningkatkan
keempukan dan memudahkan pengirisan, menstabilkan warna dan keseragaman,
menghambat ketengikan karena fosfat mempunyai sifat sebagai antioksidan, dan
meningkatkan mutu produk daging. Penggunaan STPP memiliki pembatas (self
limiting) yang disebabkan karena STPP memiliki rasa yang agak pahit pada
konsentrasi tertentu, sehingga penggunaannya pada umumnya sekitar 0.3-0.5%.

f. Bahan lainnya

Bahan lainnya yang sering digunakan adalah bahan pemutih (Titanium


dioksida-TiO2) dan tawas. Penambahan TiO2 dalam bakso diperkirakan antara
0.25-0.5% dari berat adonan, fungsinya untuk mencegah warna bakso menjadi
gelap. Tawas (Al2(SO4)3) dicampurkan ke dalam air yang digunakan untuk
merebus bakso bertujuan untuk mengeraskan permukaan bakso dan memberi
warna yang cerah. Jumlah penggunaannya sekitar 1-2 gram per liter.

Proses Pengolahan Bakso

Prinsip pembuatan bakso adalah penghancuran daging dan pencampuran


dengan bahan-bahan tambahan membentuk adonan daging yang lalu dicetak dan
dimasak. Tujuan penghancuran daging adalah untuk memecah serabut daging,
sehingga protein larut garam lebih mudah terekstrak. Penghancuran daging dapat
dilakukan dengan cara mencacah, menggiling atau mencincang sampai lumat.
Alat yang biasa digunakan antara lain pisau, alat pencincang (chopper) atau
penggiling (grinder).

Pembentukan adonan dilakukan dengan mencampur seluruh bagian bahan


kemudian dihancurkan sehingga membentuk adonan. Untuk hasil terbaik,
penambahan NCl dan fosfat dilakukan di awal penghancuran daging, sementara
bumbu ditambahkan di akhir. Tujuannya untuk mengoptimalkan jumlah protein

13
miofibril yang terekstrak dan mengembang sehingga daya ikat air dan daya emulsi
optimal.

Pemasakan dilakukan dalam dua tahap, agar bakso yang dihasilkan tidak
keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Pada tahap
pertama, bakso dipanaskan dalam air hangat (suhu sekitar 60- 80⸰C) sampai bakso
mengeras dan mengambang di permukaan air. Pada pemasakan selanjutnya, bakso
direbus sampai matang di dalam air mendidih, biasanya sekitar 10 menit.

Kerusakan Bakso

Bakso merupakan produk olahan daging yang memiliki kandungan nutrisi,


nilai pH, dan kadar air tinggi. Menurut Fardiaz (1992) daging termasuk makanan
yang mudah rusak, karena mempunyai nilai aw dan pH yang relatif tinggi. Bahan
pangan yang memiliki nutrisi, nilai pH, dan kadar air tinggi merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi mikroba, sehingga bakso umumnya memiliki masa
simpan yang singkat. Produk-produk olahan daging dinyatakan relatif awet jika
mempunyai pH di bawah 5.0 atau aw di bawah 9.1.

Menurut Buckle et al., (2007), pembusukan bahan pangan adalah setiap


perubahan sifat-sifat kimia, fisik, maupun organoleptik dari bahan pangan yang
masih segar maupun setelah diolah, yang mengakibatkan ditolaknya bahan pangan
tersebut oleh konsumen. Penyebab utama proses pembusukan pada bahan pangan
adalah mikroorganisme dan berbagai perubahan enzimatis maupun nonenzimatis
yang terjadi setelah panen atau penyembelihan.

Bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme antara lain


berjamur, pembusukan (rots), berlendir, perubahan warna, kerusakan fermentatif,
serta pembusukan bahan-bahan berprotein. Secara organoleptik, tanda-tanda yang
dapat diamati untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan bakso antara lain
timbulnya bau masam hingga busuk, permukaan bakso berlendir dan ditumbuhi
miselium kapang, warna dan penampakan menjadi tidak cerah.

14
Menurut Buckle et al., (2007), pertumbuhan bakteri pada permukaan yang
basah seperti daging dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta
pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir. Pada umumnya mikroba
pembentuk lendir termasuk genus Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus,
Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus, dan beberapa spesies Lactobacillus (Frazier
dan Westhoff, 1988). Frazier dan Westhoff (1988) selanjutnya menambahkan
bahwa adanya bau yang tidak enak merupakan hasil pertumbuhan bakteri pada
permukaan yang merupakan tanda awal sebelum terjadinya kebusukan.
Pengasaman dapat berasal dari komponen asam-asam volatil seperti format,
asetat, butirat atau propionat. Kandungan mikroba pada saat terdeteksi bau kurang
enak adalah 1.2 x 106 – 108 .

Menurut Frazier dan Westhoff (1988), mikroorganisme penyebab


kerusakan pada bahan pangan berkadar air tinggi dengan pH sekitar netral
terutama adalah golongan bakteri. Beberapa golongan bakteri yang dapat tumbuh
baik pada bahan pangan yang banyak mengandung protein, kadar air tinggi
dengan pH netral antara lain : golongan bakteri proteolitik, bakteri asam laktat,
dan golongan termodurik, seperti Micrococcus, Bacillus, dan Brevibakteria.

Salah satu indikator kerusakan bakso adalah tumbuhnya miselium kapang


dipermukaan bakso dan pertumbuhan khamir. Miselium kapang yang tumbuh bisa
berupa spot berwarna putih dan hijau. Menurut Frazier dan Westhoff (1988),
Sporotrichum carnis dan Geotrichum merupakan kapang yang paling umum
ditemui sebagai penyebab timbulnya spot putih. Sedangkan spot berwarna hijau
disebabkan oleh Penicillium seperti P. expansum, P. asperulum, dan P. oxalicum.
Frazier dan Westhoff (1988) selanjutnya menjelaskan bahwa pada kondisi aerob
khamir dapat tumbuh pada permukaan daging menyebabkan terbentuknya lendir,
lipolisis, off odor, perubahan warna. Sedangkan kapang dapat menyebabkan
stickiness, noda hitam, dekomposisi lemak, off odor, serta perubahan cita rasa.
Jenis kapang dan khamir yang biasa tumbuh pada olahan daging adalah
Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Thamnidium, Debaryomyces, Torula,
Torulopsis, Trichosporon, dan Candida.

15
Pengawetan Bakso

Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan adalah
dengan menambahkan bahan pengawet. Buckle et al. (2007) mendefinisikan
bahan pengawet sebagai salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan
kimia yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam
bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan, atau
penyimpanan.

Kemampuan suatu zat pengawet untuk menghambat pertumbuhan


mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi zat
pengawet, sifat-sifat mikroba yang meliputi jenis, jumlah, masa, dan keadaan
mikroba, sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan
jumlah senyawa di dalamnya, suhu lingkungan serta waktu penyimpanan
(Fardiaz, 1992).

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk
asam atau garamnya. Zat pengawet organik lebih mudah dibuat, oleh karena itu
zat tersebut lebih banyak digunakan pada produk dibandingkan zat pengawet
anorganik. Zat kimia organik yang sering digunakan sebagai bahan pengawet
adalah asam sorbat dan garamnya, asam propionat dan garamnya, asam benzoat
dan garamnya beserta turunanya, asam asetat, dan peroksida (Winarno, 1992).

Penelitian yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bakso telah


banyak dilakukan. Tandiyono (1996) melaporkan bahwa bakso yang dibuat
dengan penambahan 0.3% Sodium Tripolyphosphat (STPP) dan 0.2% natrium
propionat pada jam ke-24 dalam suhu kamar telah mengandung sekitar 5.8 x 10 6
koloni mikroba/gram, sedangkan dari hasil penelitian Aulia (1998) menunjukkan
bahwa pembuatan bakso dengan penambahan bahan pengawet benzoat sebesar
0.1% pada hari ke-1 telah mengandung 1.3 x 107 koloni mikroba/gram dengan
penyimpanan di suhu kamar.

16
Penggunaan bahan pengawet nitrit 100 ppm, kombinasi 0.1% benzoat dan
0.1% nitrit serta 0.% paraben dan 0.1% nitrit pada penyimpanan hari ke-1 telah
mengandung 106-107 koloni mikroba/gram, sedangkan penggunaan kombinasi
0.1% paraben dan 450 ppm metabisulfit pada penyimpanan hari ke-2 telah
mengandung 6.9 x 107 koloni mikroba/gram. Jumlah total mikroba tersebut telah
melampaui batas yang diizinkan, karena menurut SNI 01-3818- 1995 jumlah total
mikroba maksimal yang diperbolehkan terdapat dalam bakso adalah 1.0 x 105
koloni/gram (Yovita, 2000).

Menurut hasil penelitian Wicaksono (2007), jumlah total bakteri pada


sampel bakso yang diberi berbagai macam perlakuan pengawet telah melampaui
batas SNI 01-3818-1995 pada penyimpanan hari ke-2. Jumlah total bakteri pada
sampel dengan perlakuan FTO (8.04 log cfu/g), COG (7.44 log cfu/g), sampel
dengan penambahan kitosan di adonan 7.02 log cfu/g, sampel dengan sulfit dan
tanin 6.55 log cfu/g, serta sampel yang dicoating dengan kitosan 5.77 log cfu/g.

Hadi (2008) melakukan penelitian untuk memperpanjang masa simpan


bakso dengan metode penambahan kitosan dan ekstrak bawang putih ke dalam
adonan bakso serta perlakuan edible coating larutan kitosan dan ekstrak bawang
putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kitosan 1% dengan
ekstrak bawang putih 2% pada adonan bakso mampu mempertahankan umur
simpan selama 12 jam. Sedangkan bakso dengan perlakuan edible coating
mencapai umur simpan selama 24 jam.

17
RENCANA PELAKSANAAN

Waktu dan Tempat

PKL I dilaksanakan pada tanggal 21 Juni sampai dengan 13 Agustus 2021


yang berlokasi Di Maiwa Breeding Center Universitas Hasanuddin Jl. Perintis
Kemerdekaan No.KM.10, Tamalanrea Indah, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan.

Materi Kegiatan

Materi Praktek Kerja Lapang I adalah magang Agribisnis tentang


Pemasaran Agribisnis Peternakan.

Prosedur Pelaksanaan

1. Survei lokasi
2. Pembekalan
3. Pelaksanaan
4. Penyusunan laporan
5. Ujian

18
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Ridwan A. 2017. Laporan Praktik Kerja Lapangan 1. Bogor. Polbangtan


Bogor.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI)


Nomor 01-3818-1995, Bakso Daging Sapi. Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta.

Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Daging dan Bakso Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh


Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat terhadap
Perbaikan Mutu. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Penuntun Praktikum Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Kramlich, W.E., A.M. Pearson dan F.W. Tauber. 1971. Processed Meat. AVI
Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh


Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat terhadap
Perbaikan Mutu. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Buckle, K.A., R. A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.

Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology Fourth Edition. Mc


Graw-Hill Company, New York.

19
Tandiyono. 1996. Pengaruh Penggunaan Sodium Tripolifosfat, Natrium
Propionat, dan Boraks terhadap Sifat Fisik, Daya Simpan dan Palatabilitas
Bakso pada Penyimpanan Suhu Kamar. Skripsi. Fapet IPB, Bogor.

Aulia. 2003. Pengembangan Aroma dan Cita Rasa Bakso dengan Penggunaan
Flavor. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.

Yovita, I. 2000. Pengaruh Penambahan Berbagai Bahan Antimikroba terhadap


Daya Awet Bakso Sapi pada Penyimpanan Suhu Kamar. Skripsi. Fateta
IPB, Bogor.

Wicaksono, D. A. 2007. Pengaruh Metode Aplikasi Kitosan, Tanin, Natrium


Metabisulfit, dan Mix Pengawet terhadap Umur Simpan Bakso Daging Sapi
pada Suhu Ruang. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.

Hadi, Hana N. S. S. 2008. Aplikasi Kitosan dengan Penambahan Ekstrak Bawang


Putih sebagai Pengawet dan Edible Coating Bakso Sapi. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

20

Anda mungkin juga menyukai