Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 1 DENGAN MASALAH
HALUSINASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa

Dosen Pengampu : Rohanah S.Pd,M.KM

Pembimbing Lahan : Ns, Dedeh NA.Kep

Disusun Oleh :

NAMA :Uun Nurtini


NIM :P27901119100
TINGKAT :3B D3 Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

I. KASUS ( MASALAH UTAMA)


Ganguan persepsi sensori : Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu
(Prabowo, 2014). Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang
menyerang pancaindera, hal umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran
dan pengelihatan walaupun halusinasi pencium, peraba, dan pengecap dapat
terjadi (Townsend, 2010). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang
sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah persepsi klien
terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, sehingga klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan
dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016). Berdasarkan pengertian halusnasi itu
dapat diartikan bahwa, halusinasi adalah gangguan respon yang diakibatkan
oleh stimulus atau rangsangan yang membuat klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak ada
B. Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress
adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi
C. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyataa menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)
D. Faktor Presipitasi
1. Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress. (Prabowo, 2014 : 133)
4. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan nyata dan tidak.
a. Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu
yang lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku
klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interkasi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu.(Damaiyanti, 2012 : 57-58)
E. Jenis
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya:
1. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)
7. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom
obus parietalis. Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu
yang dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)
F. Fase – Fase
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda- tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan reaita.
3. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan.
( Prabowo, 2014: 130- 131)
G. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan
respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon Neurobiologist


Respon adaptif ResponMaladaptif

a. Pikiran Logis a. Distori Pikiran a. Gangguan pikiran


b. Persepsi akurat b. Ilusi b. Halusinasi
c. Emosi konsisten c. Reaksi emosi berlebihan c. Kesukaran proses
d. Perilaku sesuai atau berkurang d. Emosi
e. Pengalaman d. Perilaku yang tidak biasa e. Perilaku disorganisasi
f. Berhubungan Sosial e. Menarik diri f. Isolasi sosial

Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)

Rentang Respon

1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
e. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
2. Respon psikosossial Meliputi :
a. Proses piker terganggu adalah proses piker yang menimbulkan
gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
c. Emosi berlebih atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.
(Damaiyanti,2012: 54)
H. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus
internal. (Prabowo, 2014 :134)
III. A. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Gangguan sensori
Masalah utama
persepsi halusinasi

Isolasi Sosial Penyebab

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah
Data yang Perlu Dikaji
Keperawatan
Gangguan sensori Subyektif:
persepsi: a. Pasien mengatakan mendengar bisikan/
Halusinasi suara, merasakan sentuhan
b. Menyatakan kesal mendengar bisikan –
bisikan
c. Menyatakan senang dengan suara-suara

Obyektif:
a. Bicara sendiri,
b. Tertawa sendiri,
c. Tersenyum sendiri
IV. DIAGNOSA KEPEAWATAN
Perubahan sensori persepsi: Halusinasi

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan

Gangguan TUM : a. Setelah 3 x pertemuan SP I p


Sensori pasien mampu
Pasien 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
Persepsi: menyebutkan waktu,
mampu 2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
Halusinasi isi, frekuensi
mengontrol 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
timbulnya halusinasi,
halusinasi 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
dan respon terhadap
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan
halusinasi.
halusinasi
b. Setelah 3 x pertemuan
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap
pasien mampu
halusinasi
menyebutkan cara
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
mengontrol halusinasi :
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik, minum
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
obat, bercakap – cakap,
harian
dan melakukan SP II p
aktifitas
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
c. Setelah 3 x pertemuan
SP III p
pasien mampu
mendemostrasikan cara 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
menghardik, minum 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
obat, bercakap – cakap, dengan cara bercakap-cakap dengan orang
dan melakukan lain
aktifitas 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang
biasa dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

VI. SUMBER
 Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
 Keliat&Akemat, (2010). Jurnal Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta
 Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: Refika Aditama.
 Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan
Jiwa. Jakarta Timur: TIM.
 Damaiyanti, Nidya. (2012). Buku Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HALUSINASI

SP I
Proses Keperawatan

Kondisi Pasien :

Data Subjektif

- Pasien mengatakan sering berbicara sendiri


- Pasien mengatakan sering mendengar bisikan
- Pasien mengatakan suara sering muncul tiba-tiba

Data Objektif

- Pasien tampak melamun jika sendiri


- Pasien tampak tertawa sendiri
- Pasien tampak tersenyum
- Pasien tampak sering berbicara sendiri
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
2. Tujuan Khusus :
- Mengetahui jenis halusinasi pasien
- Mengetahui isi halusinasi pasien
- Mengetahui waktu halusinasi pasien
- Mengetahui frekuensi halusinasi pasien
- Mengetahui situasi yang menimbulkan halusinasi
- Mengetahui respons pasien terhadap halusinasi
- Memahami bagaimana cara menghardik
3. Tindakan keperawatan :
- identifikasi jenis halusinasi pasien
- identifikasi isi, waktu dan frekuensi halusinasi pasien
- identifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
- identifikasi respons pasien terhadap halusinasi
- jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
- anjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian
- ajarkan pasien menghardik halusinasi
Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan

ORIENTASI

1. Salam Terapeutik
“Asalamualaikum,Selamat pagi pak, perkenalkan saya Uun Nurtini mahasiswa dari
jurusan keperawatan Poltekkes Banten yang sedang praktik klinik di rumah sakit
ini.”
“Saya dinas pagi diruangan ini pukul 07.00 – 14.00 WIB. Selama dirumah sakit ini
“Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
“Jika ada sesuatu bapak dapat menceritakannya kepada saya, siapa tahu saya dapat
membantu.”

2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah semalam tidurnya nyenyak?”
“Apakah bapak sering mendengar suara yang mengganggu bapak ?”
“Lalu bagaimana cara bapak untuk mengontrol suara-suara yang mengganggu itu?”
3. Kontrak :
a. Topik
“Baiklah pak, bagaimana jika kita berbincang-bincang tentang suara yang
mengganggu bapak dan cara mengontrol suara-suara yang bapak dengar, apa
bapak bersedia?”
b. Waktu
“Berapa lama bapak ingin kita berbincang-bincang? Baiklah 15 menit ya pak”
c. Tempat
“Dimana bapak ingin kita berbincang-bincang? Baiklah di ruang ini saja ya
pak”
d. Tujuan interaksi
Tujuan kita berbincang- bincang yaitu untuk mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik
KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)

1. “Apakah bapak sering mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan
suara itu pak?”
2. “Apakah bapak mendengar suara tersebut terus menerus atau sewaktu-waktu saja?
Kapan waktu yang paling sering bapak mendengar suara itu? Berapa kali sehari
bapak mendengar suara itu? Pada saat keadaan apa bapak mendengar suara itu?
Apakah waktu bapak sendiri? Apa yang bapak rasakan saat mendengar suara-suara
itu? Apa yang bapak lakukan ketika mendengar suara itu? Dengan cara apa suara itu
bisa hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?”
3. ”Apa yang bapak alami dan rasakan itu namanya Halusinasi. Nah,Ada 4 cara untuk
mengontrol halusinasi, yaitu dengan cara menghardik, minum obat, bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan”
4. “Bagaimana jika kita latihan cara pertama yaitu menghardik? Apakah bapak
bersedia? Baiklah kita mulai ya pak”
5. “Sekarang kita akan berlatih tentang cara mengontrol suara-suara itu ya pak , caranya
begini jika bapak mendengar suara-suara itu muncul katakan dengan keras. “Pergi!
Saya tidak mau dengar, kamu bohong” (sambil menutup kedua telinga) bapak ya.
Seperti itu..”
6. “Lakukan cara tadi sampai suara itu hilang ya pak. Coba sekarang bapak praktekan
kembali cara yang saya lakukan tadi. Nah begitu... bapak hebat bapak pinter , coba
lagi.. Ya pak, bapak sudah bisa”
TERMINASI

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik?”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba bapak lakukan sekali lagi latihan kita tadi. Wah bagus sekali pak, bapak
hebat bapak bisa ”
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yan
telah dilakukan)
- “bapak lakukan cara itu ketika bapak mendengar suara itu dan lakukan sampai
suara tersebut hilang”
- “bapak bisa berlatih cara itu 3x dalam sehari yaitu pada jam 08.00, jam 14.00 dan
jam 21.00. Latihan cara ini akan dimasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
bapak yang bertanda M (Mandiri) jika bapak berlatih cara ini secara mandiri
tanpa dibantu/diingatkan. Bapak beri tanda B (Bantuan) jika bapak berlatih cara
ini diingatkan atau dibantu dan bapak beri tanda T (Tidak) jika bapak tidak
melakukan.”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik :
“Baiklah pak, jika suara tadi muncul, silahkan bapak coba cara yang tadi suadah
di ajarkan tadi ya pak , kalau begitu bagaimana besok kita berbincang-bincang
tentang cara yang kedua, yaitu minum obat untuk mengontrol halusinasi bapak .
apakah bapak bersedia?”
b. Waktu
“untuk waktunya Jam berapa bapak ingin kita bercakap-cakap? Baiklah jam
09.00 ya pak. Berapa lama ibu ingin bercakap-cakap? Baiklah 15 menit ya pak”
c. Tempat
“Dimana tempat yang bapak mau untuk kita bercakap-cakap? Baiklah diruangan
ini ya pak”
“Baiklah kalau begitu saya permisi. Sampai jumpa besok pak.
Wasaalamualaikum ”

Anda mungkin juga menyukai