Anda di halaman 1dari 8

PENYELIDIKAN KEBENCANAAN GEOFISIKA (STUDI KASUS)

MITIGASI ERUPSI GUNUNG TANGKUBAN PERAHU,


LEMBANG, JAWA BARAT

MITIGASI BENCANA ALAM

DIBUAT OLEH:

AISYAH SEPTIALARA

R1A118022

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
JANUARI 2021
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung api sehingga sering
disebut sebagai ring of fire. Lebih dari 30% gunung api dunia terletak di Indonesia
(PRATOMO, 2006). Gunung api memiliki banyak potensi salah satunya adalah
sebagai sumber energi panas bumi. Seiring tumbuhnya teknologi di dunia, kebutuhan
energi akan semakin meningkat sedangkan sumber energi batu bara semakin sedikit.
Panas bumi dapat digunakan sebagai sumber energi alternative masa depan. Selain
manfaat, gunung api juga memiliki potensi bahaya yaitu erupsinya. Erupsi gunung api
dapat menimbulkan kerusakan dan kematian.

Gunung Tangkuban Perahu terletak di Lembang, Bandung Barat. Gunung


Tangkuban Perahu banyak dikunjungi oleh wisatawan, meskipun statusnya merupakan
gunung yang masih aktif. Data tahun 2017 menunjukkan bahwa Kunjungan objek-
objek wisata di Glnung Tangkuban Perahu mencapai 1,4 juta pengunjung. dan tahun-
tahun sebelumnya pun mecatat bahwa gunung tangkuban perahu telah dikunjungi lebih
dari 1 juta jiwa setiap tahunnya. Fakta bahwa gunung Tangkuban Perahu merupakan
gunung yang mash aktif, yang berarti besar kemungkinan akan terjadinya erupsi
letusan, bisa mendorong untuk dilakukannya upaya lebih dalam pengurangan risiko
bencana (mitigasi bencana)
Gambar 1. Erupsi Gunung Tangkuban Perahu

Bahaya yang bisa dipicu dari Letusan gunung api adalah sebagai akibat dari
letusan gunung api :

a. Keluar dan mengalirnya lava

b. Jatuhnya batu dan abu Bahaya langsung

c. Guguran awan panas (pyroclastic)

d. Asap gas

e. Lahar

f. Pergerakan tanah Bahaya tidak langsung

g. tsunami

Korban dari aktivitas vulkanis dunia tercatat bahwa sekitar 40% korban adalah
akibat dari lahar. Guguran awan panas (pyroclastic) bertanggung jawab terhaap 46%
korban. Untuk tujuan pencegahan, perlu untuk mengantisipasimanifestasi potensial
melalui scenario spasial. Setiap tipe bahaya membuktikan mekanisme dan proses
kerusakan spesifik dan komplek untuk dipelajari.

Magma keluar dari permukaan kawah menjadi lava pijar. Lava ini akan menjadi
berbahaya jika gunung memiliki kemiringan cukup terjal. Lava akan turun/jatuh
dengan cepat menju kakigunung. Jatuhnya abu, batu, bloc dimulai dari pusat erupsi.
Distribusinya tidak dipengaruhi oleh arah angin. Namun jatuhnya abu yang lebih halus
menyebar menurut arah angin dan ketinggian kolom letusan. Kejatuhan abu dari udara
seringkali menjerumusknansuatu wilayah pada kegelapan total. Abu yang berjatuhan
kemudian menumpuk pada atap rumah mencapai 15 cm (setara tekanan 200 kg/m2).
Emisi abu ini selanjutnya mengganggu lalu lintas udara. Masuknya abu ke suatu
pesawat menyebabkan masalah yang besar sehubungan dengan keamanan
penerbangan.Gas yang dikeluarkan dari aktivitas vulkanis diantaranya adalah : H2O,
CO2, SO2, H2, H2S, HCL,H2SO4.

Emisi gas dapat terjadi bersamaan dengan erupsi. Dapat juga terjadi
berkelanjutan setelah letusan dengan skala yang lebih kecil. Beberapa gas bertanggung
jawab terhadap peradangan, iritasi mata dan system pernafasan, kerusakan kulit dan
selaput lender, sesak nafas. Banyaknya gas vulkanis ini di atmosfir berpartisipasi pada
siklus ekosistem, khususnya pembentukan aerosol dan hujan asam. Jatuhnya guguran
pyroclastic terdiri dari awan api, awan abu dan bebatuan. Aliran pyroclastic umumnya
padat. Gugurannya mengikuti hokum gravitasi dan dikondisikan oleh topografi.
Kecepatannya sangat tinggi, bisa mencapai 700 km/jam dengan temperatur mencapai
99-660°C. Inilah bahaya vulkanis yang paling mematikan. Lahar merupakan aliran
lupur bercapur dengan puing-puing pohon dan lainnya yang berasal dari gunung.
Mobilisasinya disebabkan oleh efek presipitasi, efek letusan itu sendiri yang berasal
dari runtuhnya danah kawah, kantong air di bawah gletser, atau salju yang mencair.
Volumenya meningkat semakin ke arah hilir. Dampaknya berupa kerusakan wilayah
yang tersapu dan memodifikasi dasar sungai. Lahar bias panas atau dingin tergantung
dari temperature deposit yang dibawa.

Bahaya lainnya dari letusan gunung api adalah tejadinya tsunami. Khususnya
pada letusan gunung api di laut. Tsunami dipicu oleh masuknya sejumlah besar volume
material vulkanis ke laut. Hancurnya badan gunung menyebabkan terbentuknya ombak
yang bias menyentuh lokasi yang jauh. Contohnya tsunami gunung Krakatau pada
tahun 1883 yang menyebabkan sekitar 36.000 orang meninggal.Terakhir adalah bahaya
gempa-gepa vulkanis. Terjad karena pecahnya batuan yang dipicu oleh pendakian
magma ke permukaan (gempa tremor). Luasan wilayah terdampak dari gempa ini
cenderung sangat terbatas. Ancaman dari bahaya ini lebih moderat namun nyata seperti
kerusakan bangunan dan pergerakan tanah.
Mitigasi bencana dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, pertama mitigast
struktural yang berarti upaya yang dilakukan melalui pembangunan prasarana fisik,
dan satu lagi adalah mitigasi non-struktural, yang bisa dalam bentuk peraturan-
peraturan yang dikeluarkan pemerintah

Mitigasi bencana Gunung Meletus dapat dibagi atas dua,

a. Mitigasi bencana gunung meletus adalah :

 Memperhatikan arahan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis


(PVMBG)
 Memperhatikan perkembangan aktivitas gunung api
 Mempersiapkan masker dan kacamata
 Pahami jalur evakuasi yang telah disiapkan dan disepakati bersama
 Siapkan penunjang logistik, seperti makanan siap saji, senter, uang tunai, dan obat
secukupnya

b. Mitigasi bencana gunung meletus secara umum adalah :

 Menjauhi gunung dengan radius yang telah ditentukan


 Menjauhi lembah atau daerah aliran sungai
 Menghindari tempat terbuka
 Menggunakan masker atau kain basah
 Melindungi tubuh dari abu vulkanik

Vulkanisme Komplek Gunung Api Sunda - Tangkuban Perahu meriliki 4 fase


vulkanisme berdasarkan analisis tephrakronologinya, secara berurutan dan yang paling
tua yaitu: Pra-Sunda, sil\da, Tangkuban Perahu Tua, dan Tangkuban Perahu Muda
(Kartadinata, 2005). Gunung Tangkuban Perahu berada di dalam kaldera Pra- Sunda
dan Sunda Pada fase Pra-Sunda dan Sunda letusan berupa letusan freatomagmatik dan
magmatik terjadi bergantian yang ditunjukkan dengan endapan lava dan piroklastik
yang berselang-seling (Sumaryadi et al2011). Fase Tangkuban Perahu Tua juga
citandat ciengan -selang-seling endapan freatomagmatik dan magmatik. Endapan
freatomagmatik didominasi oleh endapan abu vuikanik dan mengandung lapill…
letusan didominasi oleh letusan freatik yang ditandai dengan dominasi lapisan base
surge, lempung, dan batuan teralterasi. Selain itu terdapat lapisan skorea setebal 10 cm
yang diduga berkaitan dengan letusan magmatik tahun 1910 (Sumaryadi et al.,2011)

Gunung Tangkuban Perahu memiliki puncak berbentuk kerucut strato. Gunung


berada di dalam kaldera Sunda dan tersusun dari endapan lava dan piroklastik yang
berselang-seling dan endapan freatik di bagian puncaknya. Bagian lereng tersusun dari
endapan piroklastik tebal dan lava (Badan Geologi, 2014). Sedangkan bagian kaki
bagian selatan dan tenggara terdiri dan endapan lava dan skoria

Dalam upaya untuk melakukan mitigasi bencana secara struktural, perlu


dilakukan identifikasi struktur bawah permukaan agar dapat mengetahui daerah yang
aman dari bencana. Adapun salah satu cara untuk mengetahui struktur lapisan bawah
tanah jalah menggunakan metode Magnetotellurik (VT). Metode MT adalah metode
geofisika yang menggunakan sinyal elektromagnetik yang berasal dari alam sebagai
sumbernya untuk menentukan distribusi resistivitas dibariah permukaan. Nilai
resistivitas yang didapat dapat digunakan untuk mengetahu' jenis lapisan yang ada
dibawah permukaan. Metode MT akan menghasilkan distribusi resistivitas. Distribusi
resistivitas inilah yang akan digunakan untuk memperkirakan jenis lapisan yang ada
dibawah permukaan tanah dengan cara inversi, jan(nanti akan dinterpretasikan dengan
rentang resistivitas batuan yang telah diteliti oleh para ahli geofisika.

Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa Lapisan bawah permukaan terbagi
secara vertikal. Lintasan ini didominasi oleh batuan dengan resistivitas yang relatif
lebih rendah, yang berada di kisaran 0 - 300 °m dan diperkirakan sebagai lapisan
lempung dan air tanah. Terdapat juga lapisan dengan resistivitas yang relatif lebih
tinggi yang berada di kisaran lebih dari 800 Am. Pada lapisan dibawah stasiun MIT06
diperkirakan sebagai magma, sedangkan di bawah stas;um MT 13 dan MIT22
diperkirakan sebagai batuan yang mempenetrasi lapisan dominan dan diperkirakan
sebagai batuan tuff atau andesit. Pada lapisan dekat permukaan, kerucut strato aktif
memiliki lapisan dengan resistivitas yang relatif sedang, yang berada di kisaran 300 -
800 Rm. yang diperkirakan sebagai endapan freatik atau batuan piroklastik Lapisana
bawah permukaan pada Line 2 terbagi secara horizontal. Lapisan ini didominasi oleh
lapisan resisitvitas yang relatif lebih tinggi yang berada di kisaran lebih dari 800 Qm.
Pada lapisan ini diperkirakan sebagai tempat yang magma. Pada lapisan dekat
permukaan di bawah stasium MT04 MT06 diperkirakan sebagai jenis batuan yang
menjadi panas akibat lapisan magma (endapan freatik) atau, batuan piroklastik dan lava
DAFTAR PUSTAKA

Badan Geologi (2014): G. Tangkuban Perahu - Geologi, retrieved from


internet:https://wi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/516-g-
tangkuban-parahu?start=2

Kartadinata, M. N. (2005): Tephrochronological Study on Eruptive History of


SundaT angkuban Parah Volcanic Complex, Test Java Indonesia, Kagoshima
University, Japan

PRATOMO. I. (2006): Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus


dari Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah, Indonesian Journal on Geoscience,
1(4), 209-227, https: doi org/ 10.17014 ij0g vollno4 20065

Sumaryadi, M. Sumintadireja, P_ Irawan D. and Arisbaya, I (2011): Dinamika


Vulkanisme Gunung Api Tangkuban Parahu, The 26th HAGI and 40th IAGI, Annual
Convention Exhibition, July 2015 l https: doi. org 10.13140 RG.2.1.3527.4088

Anda mungkin juga menyukai