Anda di halaman 1dari 3

JHON LOCKE DAN ALIRAN EMPIRISMENYA

Pengalaman Sebagai Dasar Segala Pengetahuan

Oleh: Wahyu Agam


NIM: 202510094

John Locke dilahirkan di Somersetshire Inggris dan hidup antara tahun 1632-
1704. Sejak kecil Locke hidup dalam sebuah keluarga yang berpendidikan. Orang tuanya
merupakan seorang ahli hukum yang memihak kepada parlemen menentang kerajaan
yang dipimpin oleh King Charles-I3.1Pada usia muda, Locke tercatat sebagai mahasiswa
pada Oxford University. Selama menjadi mahasiswa ia aktif melakukan berbagai gerakan
politik di kampus dalam rangka membangun kepekaan sosial dan kreatifitas mahasiswa
dalam dunia politik. Setelah menamatkan pendidikan, ia langsung mengajar di
almamaternya selama beberapa tahun. Namun karena ia dicurigai oleh pihak kerajaan,
maka Locke mengungsi ke Belanda dan baru kembali ke Inggris pada tahun 1688.2
Meskipun Lock tampil sebagai ahli politik, sebagaimana didapati karya yang
sangat berpangaruh dalam bidang politik yaitu, Two Treatises of Government dan Fisrt
Letter Concerning Toleration. Namun perhatiannya terhadap dunia filsafat dinilai lebih
dominan, sehingga ia lebih populer sebagai tokoh filsafat daripada tokoh politik. Dalam
dunia filsafat ia dipandang sebagai pelopor lahirnya aliran empirisme dalam filsafat. 3
Dinatara karya yang menjadikannya masyhur dengan pelopor aliran empirisme adalah
karya utamanya yaitu esai mengenai pemahaman manusia ( Essay Concerning Human
Understanding). Yang diterbitkan pada 1690. dalam karyanya ini dia berusaha
menyelesaikan dua masalah, Pertama: darimana kita mendapatkan gagasan-gagasan kita,
Kedua: apakah kita dapat memercayai apa yang dikatakan oleh indera-indera kita.4
Dapat dilihat dalam gagasannya, bapak empirisme ini mempercayai bahwa semua
pikiran dan gagasan kita berasal dari sesuatu yang telah kita dapatkan melalui indera.
Sebelum kita merasakan sesuatu, pikiran kita merupakan tabularasa5 atau kertas kosong.
Jadi, sebelum kita merasakan sesuatu, pikiran itu sama polos dan kosongnya dengan
papan tulis sebelum guru masuk ke kelas. Locke juga membandingkan pikiran dengan
ruangan yang belum dilengkapi perabot. Gagasan inilah yang kemudian dikenal dengan
Teori Tabularasa. Barulah di kemudian, kita mulai merasakan sesuatu. kita melihat dunia
di sekeliling kita, kita mencium, mengecap, merasa dan mendengar. Oleh karena itu dapat
dikatakan, tidak ada yang lebih semangat untuk melakukan semua itu dibanding bayi.
Dari cara ini muncul apa yang disebut Locke gagasan-gagasan indera yang sederhana.6

1
Harold H Titus dkk, Living Issues in Philosophy, Alih bahasa M Rasjidi, (Persoalan Persoalan
Filsafat), Jakarta: Bulan Bintang, t.th., hal.174.
2
Harold H Titus,dkk, Living Issues in Philosophy, Alih bahasa M Rasjidi, (PersoalanPersoalan
Filsafat), hal.174.
3
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A.Hambali, Filsafat Untuk Umum, Jakarta: Kencana, 2003,
hal. 332.
4
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A.Hambali, Filsafat Untuk Umum,… hal. 332.
5
Yaitu teori yang menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan dengan jiwa yang putih bersih dan
suci (yang akan menjadikan anak itu baik atau buruk adalah lingkungannya)
6
Justein Gaarder, Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2020, hal.
411.
1
Lebih dari itu, dengan pemahaman bahwa yang menjadi sumber pengetahuan
adalah pengalaman dan kemampuan kita untuk belajar dan mengetahui tentang dunia
melalui panca indera, Locke secara tegas menolak rasionalisme Descartes yang
mengedepankan akal sebagai sumber pengetahuan. Ia menyebutkan akal tidak dapat
dijadikan sebagai sumber pengetahuan, karena di samping bersifat abstrak akal juga
memiliki keterbatasan-keterbatasan. Dari sini kemudian para ahli filsafat mengakui
bahwa di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan orientasi. Jika pada
masa Descartes pengetahuan yang paling berharga bersumber dari akal, maka Locke
memandang bahwa pengalamanlah yang menjadi dasar segala pengetahuan.7
Meskipun John Locke menolak logika Descartes yang menempatkan akal sebagai
sumber pengetahuan, namun aliran empirismenya masih dapat menerima keberadaan akal
dalam proses menemukan pengetahuan. Akal dipandang sebagai alat atau media untuk
menganalisis setiap rangsangan yang diberikan oleh indera. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa keberadaan akal menjadi bagian tak terpisahkan dari proses
terjadinya pengetahuan. Artinya, bila pengalaman yang didasarkan pada ketajaman
inderawi (empiris) menjadi sumber utama pengetahaun, maka akal (ratio) dapat
diposisikan sebagai sumber kedua setelah indera.8
Pada intinya dalam pergumulan pendapat berkaitan dengan akal dan pengalaman,
Jhon Locke menyadari bahwa pikiran tidak hanya bersifat pasif menerima informasi dari
luar. Beberapa aktifitas berlangsung di dalam pikiran pula. Gagasan-gagasan dari indera
itu diolah dengan cara berfikir, bernalar, memercayai, dan meragukan, dan dengan
demikian menimbulakan apa yang dinamakan perenungan. Locke juga menekankan
bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika
makan apel misalnya. Kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan
saja. Seseungguhnya kita menerima serangkaian penginderaan sederhana seperti bahwa
apel itu adalah benda berwarna hijau, baunya segar, dan rasanya berair dan tajam. Setelah
kita makan apel berkali-kali. Barulah kita bisa berfikir “kini aku sedang makan sebuah
apel”.9
Analisis akhir dari betapa pentingnya pengaruh pengalaman terhadap ilmu
pengetahuan adalah bahwa semua bahan bagi pengetahuan kita tentang dunia kita
dapatkan melalui penginderaan. Oleh karena itu pengetahuan yang tidak dapat dilacak
kembali pada penginderaan sederhana adalah pengetahuan yang keliru, dan akibatnya
harus kita tolak sebagai sebuah pengatahuan.10

7
Suhar AM, Filsafat Umum : Konsep, Sejarah dan Aliran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009,
hal.149.
Juhari, “Muatan Sosiologi Dalam Pemikiran Filsafat John Lock” , dalam Jurnal Al-Bayan, Vol.
8

19, No. 27 Tahun 2013, hal. 12.


9
Justein Gaarder, Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat,… hal. 414.
10
Justein Gaarder, Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat,…hal. 413
2
Daftar Pustaka

H Titus, Harold dkk. Living Issues in Philosophy, diterjemahkan oleh Prof Dr H M Rasjidi,
(Persoalan Persoalan Filsafat). Jakarta: Bulan Bintang, t.th.

Q-Anees, Bambang dan Radea Juli A.Hambali. Filsafat Untuk Umum. Jakarta: Kencana, 2003.

Gaarder, Justein. Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2020.

Suhar AM. Filsafat Umum : Konsep. Sejarah dan Aliran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.

Juhari. “Muatan Sosiologi Dalam Pemikiran Filsafat John Locke” , dalam Jurnal Al-Bayan, Vol.
19. No. 27., 2013.

Anda mungkin juga menyukai