Anda di halaman 1dari 15

PERENCANAAN STRUKTUR

MENURUT TINGKAT-TINGKAT
DAKTAILITAS

A. BEBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PORTAL TERBUKA


1. Beban yang dominan pada bangunan
1. Beban Gravitasi → arahnya kebawah
a. Beban mati (dead load)
b. Beban berguna/hidup (live load)
2. Beban Gempa → arahnya horisontal
a. Beban Ekuivalen Statik
b. Beban dinamik
2. Pengaruh beban terhadap portal terbuka
Mengingat beban portal dapat berupa beban gravitasi dan beban gempa maka
untuk memudahkan pembahasan, analisis akibat beban-beban tersebut dipisah
dahulu dan kemudian baru digabungkan. Sebagai contoh adalah sebagai
berikut :

Sendi plastis (-) diujung


Sendi plastis (+) ditengah

Gambar 1.1. Gravity Load Dominated

1
3. Apabila struktur termasuk “gravity load dominated” maka momen akibat
beban gravitasi lebih dominan dari pada momen akibat beban horisontal.
4. Apabila gempa arahnya dari kiri, maka elemen-elemen sebelah kanan lah yang
akan mengalami respon (momen, gaya-lintang) yang lebih besar.
5. Apabila arah gempa dari kanan, maka momen maksimum positif balok akan
bergeser ke kiri.

Sendi plastis (-) diujung


Sendi plastis (+)diujung

Gambar 1.2. Earthquake Load Dominated

B. HUBUNGAN ANTARA BEBAN HORISONTAL DENGAN SIMPANGAN

S
Daktailitas µ∆ = ∆u/∆y

respon sesungguhnya
(daktail)
So
Si
ideal response
0.8 Si
0.75 S brittle response

∆ ∆

Gambar 1.3 Grafik Hubungan Beban Horisontal Terhadap Simpangan

2
Diagram melengkung :
1. Leleh baja tarik belum tentu bersamaan dengan leleh baja desak.
2. Leleh balok-balok belum tentu bersamaan
3. Adanya retak-retak yang memperkecil stiffness.

Beban Monotonic Loading kurang realistik sebab :


1. beban gravitasi bersifat konstan.
2. beban gempa bersifat impulsif fluktuatif (non periodic non harmonic).
3. beban angin juga bersifat non periodik non harmonik.
→ Yang mendekati hanyalah beban akibat ledakan/blasting.

 Daktailitas simpangan (displacement ductility)


∆u simpangan ultimit
= ∆φ = =
∆y simpangan saat leleh
 Simpangan Ultimit adalah simpangan yang mana kekuatan struktur Su ≥ 80%
Si
 Belum tentu elemen yang mempunyai simpangan ultimit Δu yang besar akan
mempunyai daktailitas yang besar.
P
∆ u1 > ∆ u 2

∆ u1
µ ∆1 =
∆ y1

∆u2
U y1 > U y 2 µ ∆2 = > µ ∆1
∆ y2
∆ ∆ ∆ ∆

Gambar 1.4. Grafik Daktailitas Simpangan

 Daktailitas Lengkung ( Curvature Ductility)


Secara matematis sesuai dengan pembahasan sebelumnya, daktailitas
lengkung dinyatakan dalam :
φu kurvatur ultimit
µφ = =
φy kurvatur saat leleh

3
Baik daktailitas lengkung maupum duktilitas simpamg akan menjadi
parameter yang penting pada desain bangunan tahan gempa. Daktailitas
kurvatur akan berkaitan dengan kedaktailan potongan elemen terhadap beban
lentur, sedangkan daktailitas simpangan akan berhubungan dengan
kemampuan struktur secara keseluruhan untuk berdeformasi secara inelastik
akibat beban horisontal/gempa.

C. KLASIFIKASI TINGKAT DAKTAILITAS STRUKTUR


Istilah daktailitas dan definisinya telah disampaikan beberapa kali pada
pembahasan sebelumnya. Pada pembahasan Seismic Design Limit States terdapat
beberapa level pembebanan mulai dari Code Level kemudian Service Ability
Llimit State yang mana elemen struktur sudah leleh secara berkelanjutan, retak-
retak beton sudah cukup lebar sehingga perlu grouting. Paulay dan Priestley
(1992) menyatakan bahwa batas atas level ini adalah sudah tidak ekonomisnya
perbaikan struktur. Sedangkan level pembebanan yang lebih besar lagi adalah
Survival Limit State, yaitu beban gempa menurut umur rencana bangunan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berapa percepatan tanah akibat
gempa pada level-level beban tersebut diatas. Mengingat performance criteria
(leleh pertama, retak-retak lebar, bangunan sudah rusak, dll) ada yang bersifat
kualitatif, maka percepatan tanah pada level-level beban tersebut tidaklah pasti.
Performance bangunan akibat beban gempa juga dipengaruhi oleh tingkat desain
kekuatan (provided strength) dan kualitas pelaksanaan. Provided strength yang
dimaksud misalnya bangunan direncanakan di daerah gempa yang berbeda-beda
sehingga kekuatan relatifnya akan berbeda.
Walaupun masih relative terbatas, Widodo (2001) telah melakukan
investigasi terhadap percepatan tanah pada level-level beban limit states. Namun
demikian studi tersebut masih terbatas pada struktur beton di daerah gempa-4
yang dianggap terletak diatas tanah lunak dengan beban gempa El centro, 1940 N-
S Component. Untuk daerah gempa, jenis struktur (baja, beton, open frame,
braced frame, frame-walls) dan frekuensi gempa (frekuensi rendah, menengah dan
tinggi) serta tingkat daktailitas yang dipakai masih diperlukan investigasi lebih
lanjut.
Kembali ke masalah daktailitas, umumnya telah disepakati tingkatan-
tingkatan daktailitas yang dikategorikan dalam :

4
1. Perencanaan elastik
2. Perencanaan dengan Daktailitas Terbatas (Limited Ductility)
3. Perencanaan dengan Daktailitas Penuh (Fully Ductile Structure)
Untuk dapat memahami level-level desain menurut tingkat daktailitas yang
diinginkan maka akan lebih baik apabila difahami terlebih dahulu jenis-jenis
daktailitas berikut cara-cara memperolehnya serta makna daktailitas dilihat dari
beberapa aspek.

1. Jenis/Macam Daktailitas
Barangkali telah disebut sebelumnya bahwa secara umum terdapat 2
macam daktailitas yang perlu diketahui. Daktailitas-daktailitas itu adalah
daktailitas lengkung (displacement ductility). Pada bahasan sebelumnya telah
disajikan tentang ciri-ciri elemen beton bertulang yang dapat bersifat daktail. Hal
ini terjadi karena daktailitas lengkung akan dipengaruhi oleh properti elemen
(ukuran, jumlah dan distribusi baja tulangan), kwalitas bahan (tegangan desak f’c,
tegangan leleh baja fy, dan regangan desak beton ε c ), dan properti-properti yang
lain yaitu besaran-besaran yang ada pada balok tegangan desak beton (misalnya
nilai-nilai β 1 dan k 2 ). Sementara itu daktailitas simpangan akan dipengaruhi oleh
property struktur secara global dan model pembebanan yang ada.
Daktailitas simpangan μ Δ masih dapat dirinci lagi menjadi :
• Single displacement ductility factor (SDDF)
• Cyclic displacement ductility factor (CDDF)
• Accumulatives displacement ductility factor (ADDF)
SDDF diperoleh melalui pembebanan statik akumulatif atau push over analysis.
Sedangkan CDDF dan ADDF diperoleh melalui pembebanan siklik.
Curvature Ductility, μ Ф = φu
φy
Ductility
Single Displ. Ductility
Displacement Ductility Cyclic Displ. Ductility
Accum.Displ. Ductility
(SDDF = μ Δ = ∆u )
∆y

5

S H
P P ∆d
a) b) c)
∆a

Model histeretik loop


Si asli (real)

0.8 Si
∆c

δ δ
∆y ∆u ∆y

∆y ∆u

∆b

∆ ∆+m + ∆−m − ∆ y ∆a + ∆b + ∆c + ∆d
SDDF = u CDDF = ADDF = +1
∆y ∆y ∆y

Gambar 1.5. Macam-macam Daktailitas

Push Over Analysis yang menghasilkan Single Displacement Ductility


Factor adalah suatu proses pembebanan satu arah, mulai dari beban yang relatif
kecil kemudian bertambah secara berangsur-angsur sampai struktur mengalami
ketidak stabilan/runtuh. Pembebanan seperti ini sebenarnya dipertanyakan oleh
banyak orang, karena beban seperti ini sangat jarang terjadi. Oleh karenanya hasil
yang diperoleh (displacement ductility) juga kurang begitu realistik.
Disamping mekanisme pembebanannya, maka pada Push Over Analysis
masih mempunyai problem yang lain yaitu pola/bentuk beban. Bentuk beban yang
dimaksudkan apakah berbangun segitiga terbalik, berbangun konstan, berbangun
parabolik cekung/cembung ataukah mempunyai bangun yang lain. Pertanyaan
berikutnya adalah dalam kondisi-kondisi seperti apa kemungkinan bangun beban-
beban itu dipakai. Masalah akan berkembang lagi apakah bangun-bangun beban
itu akan sama pada jenis bahan struktur yang berbeda (beton, baja), pada jenis
struktur utama yang berbeda (Open frames braced frames, frame-walls) ataupun
pada variable-variabel yang lain (respon elastik, inelastik, frekuensi sudut
struktur)
Mengingat adanya banyak pertanyaan-pertanyaan itu maka Lawson dkk
(1994) mengadakan penelitian tentang Push Over Analysis. Dikatakannya bahwa
pemakaian pembebanan seperti ini tidak ada dasar teoritisnya, artinya sangat

6
jarang atau dikatakan tidak ada pola/mekanisme pembebanan seperti ini. Empat
macam skel MRF (2, 5, 10, 15 tingkat), 3-bentang frame regular dipakai sebagai
bahan penelitian. Pola beban statik segitiga terbalik beban knstant dan SRSS
tampaknya dipakai pada penelitian tersebut. Respon (displacement, story ductility
ratio, rotasi sendi plastis) non linier static push over analysis kemudian
dibandingkan dengan hasil inelastik time-history analysis yang memakai 7
rekaman gempa. Hasil penelitiannya adalah :
1. Roof displacement struktur 2-tingkat (stiff structure) push over mempunyai
korelasi yang baik dengan time history analysis. Namun demikian keduanya
mempunyai korelasi yang jelek untuk struktur 15-tingkat Higher mode effects
merupakan penyebab utama.
2. Struktur Fleksibel (15-tingkat) sangat sensitif terhadap pola beban. Beban
konstan menghasilkan displacement yang underestimat, sedangkan beban
SRSS menghasilkan displacement yang overestimate terhadap displacement
yang diperoleh dari time history analysis. Beban segitiga terbalik merupakan
pola beban yang memberikan hasil paling dekat dengan hasil FHA.
3. Interstory driff bangunan 2 & 5-tingkat cukup dekat dengan hasil THA dan
korelasi yang sangat jelek antara keduanya (push over & THA) pada bangunan
yang tinggi. Hingher mode effects sekali lagi dicurigai sebagai penyebab
utama.
4. Rotasi sendi plastik balok untuk struktur 2 & 5-tingkat pada push over
analysis agak dekat dengan THA. Namun demikian sangat jauh pada tingkat-
tingkar atas di bangunan 10 dan 15-tingkat. Sekali lagi higher mode effects
tidak dipunyai pada push over analysis, padahal hal ini sangat besar
pengaruhnya pada tingkat-tingkat atas bangunan yang cukup fleksibel (10 &
15 tingkat).

Secara umum hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa :


1. Push over analysis masih memberikan manfaat karena adanya informasi-
informasi tambahan dibandingkan dengan analisis statik.
2. Push over analysis akan bermanfaat apabila adanya keraguan atas hasil-hasil
analisis statik, terutama saat bangunan sedang didesain.
3. Push over analysis hanya dapat memberikan informasi yang cukup dekat
dengan THA pada struktur-struktur yang didominasi mode pertama (bangunan

7
cukup kaku). Pengaruh higher modes sangat dominan pada bangunan-
bangunan yang fleksibel.

Walaupun push over analysis yang menghasilkan SDDF mempunyai


beberapa kelemahan, namun metode ini dapat dipakai secara lebih general
(struktur utuh) daripada CDDF dan ADDF yang hanya berorientasi pada elemen
struktur. Oleh karena itu sebelum ada metode baru yang dapat memanfaatkan
prinsip CDDF dan ADDF pada struktur secara utuh, maka konsep SDDF yang
berasal dari push over analysis masih dapat dipakai.

2. Hubungan Gaya – Simpangan Konsep SDDF Pada Level-level Daktailitas


Simpangan
Hubungan antara gaya-simpangan secara umum pada struktur bangunan
pada level-level daktailitas menurut Paulay & Priestley (1992) adalah seperti
tampak pada gambar.
S
∆c µ∆ = 1 Daerah elastik ideal
A
Daerah utamanya
S EE berespon elastik
B µ= 1,5
∆ Limited Ductility
S EL Response
C
µ=3
Sο Fully Ductile Response
S EF
D µ=8
∆mf Daktailitas yang sudah
tdk dapat digunakan
∆yf ∆yE ∆mL

Gambar 1.6. Grafik Hubungan S-∆

3. Respon Elastik
Antara linier dan elastik kadang-kadang membuat bingung mahasiswa.
Linier bermakna hubungan lurus, berbangun garis lurus. Sedangkan elastik
bermakna kembali ke jalur/path semula apabila beban dihilangkan. Tentu saja hal
ini berhubungan dengan struktur yang di bebani. Antara linier dan elastik dapat
digabungkan yaitu linier-elastik. Apabila struktur mempunyai respon linier elastik

8
berarti apabila beban bertambah besar maka simpangan juga membesar. Rasio
antara beban dan simpangan umumnya disebut kekakuan (stiffness). Oleh karena
itu struktur berperilaku linier apabila kakakuannya tetap.
P P
a) b)

K
y
y y
H

Linier Non Linier

Gambar 1.7. Grafik Linier dan Non Linier

Linier elastik apabila beban bertambah maupun berkurang, hubungan P-y


akan melewati garis lurus. Sebaliknya juga ada istilah non linier yaitu apabila
hubungan antara p-y tidak berupa garis lurus (gambar b). Oleh karena itu mungkin
juga respon struktur masih berupa linier-elastik maupun non-linier elastik.
Respon-respon tersebut akan terjadi pada beban yang relatif kecil dibanding
dengan kekuatan struktur, atau respon struktur yang tegangan bahannya belum
mencapai tegangan leleh.
Beban dinamik seperti beban gempa bumi mempunyai sifat alamiah seperti
fenomena-fenomena alam yang lain misalnya seperti hujan angin maupun banjir.
Fenomena alam itu mempunyai periode/kala ulang tertentu, artinya kejadian
dengan intensitas tertentu akan terjadi pada periode/setiap waktu tertentu. Gejala
alam menunjukkan bahwa intensitas yang besar akan mempunyai kala ulang yang
lama/panjang dan seterusnya.
Apabila kejadian-kejadian gempa disuatu tempat dianggap independen
satu sama lain, maka menurut metode Nilai Ekstrim Gumbel, hubungan antara
ukuran gempa M dan periode ulang T dinyatakan dalam bentuk,

eβ M
1

T= (tahun) ....................... a)
α1

9
Sedangkan hubungan antara percepatan tanah dengan periode ulang T
dinyatakan dalam bentuk
ln(T .α 2 )
a= (cm/dt 2) ................. b)
β2
Yang mana α 1 ≠ α 2 dan β 1 ≠ β 2 .
Nilai-nilai α 1 , α 2 , β 1 dan β 2 dapat dicari dengan metode tersebut apabila
data gempa dan persamaan attenuasinya diketahui. Menurut persamaan a), apabila
ukuran gempa M semakin besar maka periode ulang T juga semakin besar.
Apabila T besar maka menurut persamaan b), percepatan tanah yang terjadi juga
akan semakin besar.
Bangunan-bangunan yang sangat penting dan monumental umumnya
dikehendaki untuk dapat bertahan dalam periode waktu yang lama bahkan sangat
lama (missal 500-1000 tahun). Pada rentang waktu itu dikehendaki bangunan
masih berperilaku elastik agar bangunan tetap tegak. Apabila paling tidak terjadi 1
kali gempa pada periode tersebut/periode ulang tersebut, maka tentu saja ukuran
gempa M dan percepatan tanah a menjadi sangat besar. Dengan percepatan tanah
yang sangat besar dan bangunan masih berespon elastik, maka kekuatan bangunan
harus sangat besar juga. Akibatnya bangunan menjadi sangat mahal. Hal itu tidak
akan menjadi masalah apabila bangunan yang bersangkutan memang didesain
sebagai bangunan yang sangat penting dan monumental. Oleh karena itu hanya
bangunan-bangunan seperti itulah yang dikehendaki masih tetap berespon elastik
pada gempa yang sangatt besar.

4. Respon Daktail
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa apabila bangunan yang
sangat penting/monumental dikehendaki bertahan dalam kurun waktu yang lama,
maka biaya pembangunannya menjadi sangat mahal. Hal ini terjadi karena pada
beban gempa yang sangat besar struktur masih dikehendaki bersifat elastik. Beban
gempa menjadi besar karena dalam kurun waktu yang lama hanya dikehendaki 1
kali gempa yang mengakibatkan respon struktur masih elastik maksimum dekat
atau terjadi plastis/leleh awal. Hal itu berarti beban gempa yang bersangkutan
mempunyai periode ulang T yang sangat lama. Secara matematis dapat dimengerti
melalui pers. a) dan b).

10
Namun demikian tidak semua bangunan dikehendaki mempunyai kondisi
seperti di atas. Bangunan biasa umumnya mempunyai umur efektif 50-100 tahun.
Hal itu berarti bahwa bangunan biasa mempunyai/derencanakan dengan umur
efektif yang jauh lebih singkat dari pada bangunan monumental. Dengan memakai
analogi yang sama dengan sebelumnya maka beban gempa rencana untuk
bangunan biasa akan jauh lebih kecil dari pada gempa rencana bangunan
monumental.
Apabila rencana untuk bangunan biasa relatif kecil, maka kekuatan yang
harus disediakan juga relatif kecil. Dengan demikian biaya bangunannya akan
lebih murah. Namun demikian bangunan seperti itu akan mempunyai resiko
apabila gempa yang terjadi lebih besar dari pada gempa rencana. Apabila
demikian maka leleh pada elemen-elemen struktur tidak dapat dihindari.

5. Respon Daktail Penuh


Sebelum membahas lebih lanjut struktur daktail, ada baiknya disajikan apa
yang umumnya disebut philosophy of design yang akan disajikan dalam Tabel 1.1
berikut ini.

Tabel 1.1. Philosophy of Design


General Limit states Gempa Magn Performance
Requirements Criteria

Struktur harus Service ability Small < 6,5 Elastik/belum rusak


mempunyai kekuatan Rusak ringan dan
dan kekakuan yang Damage ability Moderate 6,5-7,5
dpt berfungsi shg
relative seragam serta diperbolehkan
stabil
Boleh rusak tapi tdk
Survival Large > 7.5 runtuh

Agar performance criteria tersebut diatas dapat dicapai (khususnya untuk


struktur daktail) maka bangunan yang direncanakan harus memenuhi kriteria :
1. Konfigurasi Bangunan Harus Baik
a. Denah sederhana, sedapat-dapatnya simetri dalam 2-arah dan bangunan
tidak terlalu panjang.
b. Tampang melintang bangunan berbangun/dekat dengan simetri, rasio
antara tinggi bangunan terhadap lebarnya tidak terlalu besar.

11
c. Kekakuan struktur utama cukup seragam pada seluruh tingkat yang ada,
dan tidak ada soft story.
d. Massa tingkat cukup seragam baik distribusinya terhadap arah horisontal
dan vertikal.
e. Struktur utama terdistribusi secara merata (misalnya jarak portal dibuat
sama/seragam). Portal adalah struktur utama yang cukup baik.
Dengan adanya konfigurasi bangunan yang baik maka perilaku struktur
akibat gempa dapat diprediksi/diketahui secara baik. Pada bangunan yang
konfigurasinya tidak baik, perilaku bangunan akibat gempa kurang dapat
diketahui/diprediksi/dimodel dalam analisis secara baik.
2. Bangunan didesain dengan prinsip yang jelas, misalnya didesain dengan
prinsip Capacity Design. Di dalam prinsip tersebut prinsip strong column
weak beam umumnya dipakai yang mana proses disipasi energi
akan/diharapkan dapat berlangsung secara baik.
3. Sebagai implementasi dari butir-butir di atas, bagian elemen struktur yang
sengaja/diarahkan untuk terjadi sendi plastik harus didetail secara baik
(transversal reinforcement). Detailing yang baik juga dilakukan ditempat yang
sengaja tidak boleh rusak khususnya pada joints.
4. Bangunan harus didesain dengan kekuatan (strength) yang cukup. Hal ini
untuk menghindari adanya kerusakan secara prematur. Kode yang selalu
direview/diperbaiki secara periodik (umumnya setiap ± 10 thn) akan
memungkinkan desain beban yang lebih proporsional.
5. Spesifikasi, Mutu Bahan dan Pelaksanaan
Agar proses disipasi energi pada sendi-sendi plastik dapat berlangsung secara
stabil, maka potongan elemen harus mempunyai daktailitas kurvatur yang
baik. Potongan yang demikian telah dibahas sebelumnya yang terkait pada
spesifikasi (persyaratan p’/p misalnya) dan mutu bahan. Sesuatu hal yang tidak
kalah penting adalah mutu pelaksanaan saat bangunan dibangun.
Apabila hal-hal tersebut diatas dapat dipenuhi maka struktur daktail saat
terjadinya gempa akan dapat diwujudkan.

6. Struktur Daktailitas Terbatas


Struktur yang didesain menurut daktailitas penuh adalah struktur yang
sederhana dan ideal. Struktur ini dapat memenuhi daktailitas simpangan μ Δ = 3-8

12
(Paulay dan Priestley 1992). Park (1992) mengatakan bahwa struktur daktail dapat
melakukan deformasi inelastik secara stabil dengan tingkat daktailitas μ Δ = 5-6.
Untuk dapat membayangkan seberapa besar bangunan telah bergoyang
maka akan diberikan ilustrasi sebagai berikut.
6 EI
P Mc = y , Mb = Mc
y Mb h2
P Mc y
atau y = Dr.hc
M
Drift Ratio Dr =
ΕΙ hc sendi plastis
hc
M
Terjadi sendi plastis bila Dr≥ 0,5%
Saat leleh pertama  y = Dr.h = 0,05h c
Gambar 1.8. Ilustrasi Goyangan Bila h c = 400 cm  y = 0,05 . 400 = 2 cm

→ Bila daktailitas μ Δ = 6 = ∆u , maka Δu = 6 . Δy = 6 . 2 = 12 cm (Δy = y)


∆y
→ Simpangan ultimit Δu =12 cm

Apabila syarat-syarat untuk terjadinya struktur daktail kurang dapat


diyakini maka struktur dapat didesain dengan “daktailitas terbatas”.
Selengkapnya, daktailitas terbatas akan dipakai apabila :
1. Konfigurasi Bangunan Kurang Baik & Bangunan Tinggi
 Denah bangunan agar ruwet/tidak teratur/tidak regular
 Adanya banyak struktur dinding yang kurang memungkinkan struktur
bersifat daktail penuh
a) b)

e)

c)

d)

Gambar 1.9. Struktur Daktailitas Terbatas

13
Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh struktur-struktur yang
diperkirakan sulit berperilaku daktail secara penuh seperti tampak pada gambar a,
b, c dan d. Tampak bahwa struktur tidak regular, pada gambar a kecenderungan
bersifat strong beam weak column. Sedangkan pada gambar e, untuk struktur yang
langsing (T >>) dominasi beban tidak lagi oleh beban gempa tetapi kemungkinan
oleh beban angin. Perilaku struktur kemungkinan tidak seperti akibat beban
gempa. Respon inelastik struktur berkemungkinan tidak sebesar akibat beban
gempa. Karena adanya respon inelastik yang masih terbatas (relaatif kecil) itulah
maka elemen-elemen struktur tidak perlu diditail seteliti struktur daktailitas penuh.
Dengan perkataan lain struktur seperti gambar e tidak perlu didesain menurut
konsep daktailitas penuh, tetapi cukup dengan daktailitas terbatas (limited
ductility).

2. Struktur Dengan Dominasi Beban Gravitasi


Telah disampaikan sebelumnya bahwa akibat kombinasi beban gravitasi dan
beban gempa, system pembebanan struktur kemungkinan didominasi oleh beban
gravitasi (Gravity Load Dominated) kemungkinan yang lain adalah dominasi
beban gempa (Earthquake Load Dominated). Kondisi struktur seperti apa yang
termasuk kategori-kategori tersebut telah dibahas di depan. Masing-masing tipe
dominasi beban akan menentukan “Policy” desain struktur yang dapat dilakukan.
Pada Gravity Load Dominated (GLD), beban gravitasilah yang menentukan
strengrh demand untuk keperluan desain. Pada pembeban tersebut kemungkinan
adanya respon inelastik tidak akan sebesar ductile structure akibat dominasi beban
gempa. Oleh karena itu menurut Paulay dan Priestly (1992) bangunan kategori
GLD tidak perlu disediakan sifat daktail secara penuh. Dengan perkataan lain,
bangunan kategori GLD dapat didesain menurut prinsip Limited Ductility atau
daktailitas terbatas. Karena daktailitas struktur relatif terbatas, maka struktur harus
didesain dengan kekuatan yang lebih besar.

3. Alasan-alasan Lain Yang Sifatnya Khusus


Alasan-alasan tertentu dapat membuat keputusan struktur dapat/lebih baik
didesain dengan prinsip daktailitas terbatas. Alasan-alasan tertentu dapat
digolongkan menjadi alasan mutlak sedangkan yang lain dapat dikatakan tidak
mutlak. Penggolongan alasan-alasan itu adalah :

14
1.a Konfigurasi Bangunan Tidak Baik Alasan yg tidak dapat/
b. Bangunan Tinggi/Fleksibel jangan dihindari

2.a Desain bangunan daktailitas terbatas relatif ringan/mudah


b. Kurangnya skill untuk mendesain daktailitas penuh Daktilitas
c. Kurangnya skill dlm menjamin pelaksanaan bangunan yg baik terbatas

d. Struktur dalam kategori “Gravity Load Dominated”

Kekuatan bangunan
Sebagai Cenderung
kompensasi dari lebih mahal harus lebih besar

Perbandingan Secara Kualitatif/Kualitatif antara Daktailitas Penuh dan


Daktailitas Terbatas (Park dkk, 1986, 1988) akan dijabarkan pada Tabel 1.2.
berikut ini.

Tabel 1.2. Perbandingan Antara Daktailitas Penuh dan Daktailitas Terbatas


Tingkat Daktailitas
No. Parameter
Struktur Daktalitas Penuh Struktur Daktailitas Terbatas
1. Definisi Adalah struktur frame/wall Adalah struktur frame/ walls
regular yang didesain yang karena keterbatasannya
menurut prinsip “Desain diperkirakan sulit untuk
Kapasitas” shg mampu berdeformasi inelastik secara
melakukan disipasi energi baik shg perlu didisain dgn
yg baik pada respon kekuatan yg lebih besar
inelastik, minimum selama daripada struktur daktail
4-kali goyangan sempurna. (maks 4-5 tingkat)
2. Tingk. Daktailitas Simpang μΔ = 3 - 8 μ Δ = 1.5 - 3
3. Koefisien Jenis Struktur k≥1 k≥2
4. Efektivitas Pemakaian 1. Medium Rise 1. Low Rise Building
Buildings (5-10 tingkat) (3-4-5 tingkat)
2. High Rise Building
(>30 tigkat)
Dominasi Beban Gempa 1. Dominasi Beban Gravitasi
(Earthquake Load 2. Dominasi Beban angin
Dominated)
5. Prinsip Desain 1.Prinsip Desain Kapasitas 1. Desain kapasitas tidak
dgn hierarki yg tegas diperlukan
2.Detailing dilakukan secara 2. Detailing lebih longgar
teliti (relax)
3. Lebih sederhana 3. Lebih rumit

15

Anda mungkin juga menyukai