Anda di halaman 1dari 23

SERAT

1. Apa itu serat?


2. Dari mana asal serat?
3. Apa fungsi serat?
4. Berbentuk apa serat itu?
5. Apa bagian-bagian serat?
6. Bagaimana proporsi serat dalam kayu?
7. Bagaimana pengaruh proporsi serat dalam kayu?

Serat atau serat-trakeid adalah sel-sel xylem kayu keras, berbentuk Panjang,
meruncinh, dan biasanya berdinding tebal. Serat hardwood lebih pendek
dibandingkan trakeid softwood, bentuk serat hardwood lebih berbentuk kea rah
membulat dibandingkan trakeid softwood yang lebih berbentuk persegi pada bidang
transversal (Smulsky & Jones). Ada variasi lain dari serat disebut dengan serat
libriform, ditandai dengan lubang sederhana, bukan berbatas. Serat libriform
terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada beberapa spesies.
Secata umum serat kayu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu serat libriform
dan serat-trakeid yang kedua memiliki dinding sel terlignifikasi. Serat Libriform
mirip dengan serat phloem (Esau)

Serat biasanya panjang, sel berbentuk gelendong, dengan dinding sekunder kurang
lebih tebal, dan biasanya terjadi dalam untaian. Serat tumpeng tindih dalam untaian
sehingga memberikan kekuatan dalam untaian tersebut. Dinding serat tidak terlalu
terhidrasi, oleh sebab itu serat lebih keras daripada dinding kolenkim dan elastis
daripada plastik (Esau)
Serat berfungsi sebagai unsur penunjang pada bagian tumbuhan yang tidak lagi
memanjang (Esau)
Serat. Their primary function is to provide mechanical support to the tree; fiber
tracheids can also participate in conduction. Fibers contribute 30-75% of the wood
volurne (Table 2.3). Usually both libriform fibers and fiber tracheids are present
in the same species. The average length ranges from 0.7 to 2.0 mm, the average
width from 10 to 60 j.lm (Ilvessalo-Pfäffli, 1995)

The difference between libriform fibers and fiber tracheids is based on the
nature of the pitting (panshin and de Zeeuw 1980 p. 182): - Libriform fibers have
small, slitlike, or dotlike pits. The pits are simple or with inconspicuous borders; they
are sparse, and occur commonly scattered over the fiber wall (Figs. 2.33D and 332A,
B). - Fiber tracheids exhibit conspicuous bordered pits, which are larger and more
numerous than those of the libriform fibers, and tend to be in verticallines (Figs.
2.33E and 3.32D) (Ilvessalo-Pfäffli, 1995)

Smulsky & Jones

Sel kristal nanti cari di Esau.

(Esau)
Turunan xylem adalah sel memenajang yang memiliki diding sel sekunder
terlignifikasi dan tidak hidup jika telah dewasa (Esau)
the trend of density in four pioneer species could be related with the fibre length,
fbre wall thickness, and vessel diameter. Longest fbre and thickest fbre wall found
in sesendok (Table  1) are directly related to the highest density among the four
species studied. On the other hand, batai has the shortest, thinnest fbre, and large
vessel diameter (Table  1) which contribute to the lower density (Hamdan et al.,
2020)

The main factors affecting unit shrinkage in eucalypts were cell wall proportion,
microfibril angle, and double fiber cell wall thickness. The factors contributing
greatly to total shrinkage were cell wall proportion, ray parenchyma proportion, and
microfibril angle, while ray parenchyma proportion (RP) had a great effect on
residual collapse. (Qiang-Wu et al., 2006)

their frequency, and vessel frequency were significantly correlated to some drying defects.
This moisture content was negatively correlated with cell wall thickness, vessel tangential
diameter, ray height, and the distance from the pith

Jaringan Juvenile dan dewasa dalam satu tumbuhan. Dimulai dengan


pembelahan zigot, tumbuhan berpembuluh menghasilkan sel-sel baru dan
mengembangkan organ-organ baru, umumnya sampai mati. Pada perkembangan
embrio awal, reproduksi sel terjadi di seluruh organisme, tetapi ketika embrio
menjadi tanaman mandiri, penambahan sel baru secara bertahap dibatasi pada daerah
tertentu. Jaringan tumbuh yang sekarang terlokalisasi, yang tetap bersifat embrionik,
dipertahankan sepanjang hidup tanaman sehingga tubuhnya merupakan gabungan
dari jaringan dewasa dan remaja (Esau

pluripotensi : dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel dalam tubuh namun
tidak dapat membentuk menjadi suatu organisme baru
polipotensi : dapat berdierensiasi menjadi beberapa sel dewasa
titopotensi : potensi untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel, dapat bertambah
menjadi organisme baru bila diberikan dukungan maternal yang memadai

MERISTEM (Esau)

Meristem adalah daerah jaringan embrionik terutama berkaitan dengan


pembentukan sel-sel baru (Esau).
Sifat jaringan meristem yaitu terjadi aktivitas pembelahan sel. Jaringan meristem
mengalami pembelahan dan terdiversifikasi menjadi bentuk sel baru lalu
berkembang menjadi sel dewasa yang memiliki fungsi berbeda. Namun, terdapat sel-
sel meristem yang tetap memperbanyak diri namun mempertahankan sifat jaringan
meristem. Sel tersebut disebut sel inisial.
Pembelahan sel meristem terbagi menjadi dua yaitu untuk memberbanyak dirinya
dan membentuk sel turunannya. (anticlinal dan periclinal).

Pada tumbuhan tingkat tinggi disebut SEL MERISTEM & pada hewan tingkat
tinggi disebut SEL PUNCA/INDUK. Keduanya berbeda.
Meristem bersifat titopotensi; sedangkan sel punca bersifat titopontensi pada awal
ontogeni kemudian menghasilkan sel punca dewasa yang bersifat
pluripotensi( terbatas dalam jumlah jenis sel yang dapat dihasilkannya). Beberapa sel
punca dewasa dilaporkan mampu bermigrasi (suatu sifat yang tidak dimiliki oleh
inisial) dari relung aslinya dan mengambil morfologi dan fungsi yang khas dari
lingkungan baru mereka.
Banyak sel hidup di bagian TANAMAN DEWASA tetap totipotensi. Dengan
demikian perkembangan dan organisasi tanaman dapat dicirikan sebagai memiliki
plastisitas (Pigliucci, 1998), suatu sifat yang ditafsirkan sebagai respons evolusioner
terhadap bentuk kehidupan yang sesil. Menjadi stasioner, tanaman tidak dapat lepas
dari lingkungan di mana ia tumbuh dan harus menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan yang merugikan dan predasi dengan tidak mengalami perubahan
ireversibel (Trewavas, 1980).

inisial Meristem

inisial meristem inisial meristem meristem


apikal lateral interkalar

prokambium, prokambium,
protoderm protoderm

primer primer

meristem
sekunder vaskular kambium
contohnya

meristem
sekunder
PEMBULUH

1. Apa itu pembuluh?


2. Bagaimana bentuknya?
3. Apa fungsinya?
4. Apa saja bagian-bagian pembuluh?
a. Bidang perforasi
b. Elemen pembuluh
c. Noktah pembuluh
5. Isi pembuluh
6. Bagaimana proporsi pembuluh dalam kayu?
7. Pengaruh proporsi pembuluh ?

Ukuran pembuluh menunjukkan tekstur kayu

Semua jenis pembuluh berbentuk bulat dan pendek tergolong medium dengan perforasi
sederhana. Kayu yang memiliki jenis pembuluh ini menunjukkan transportasi air yang sangat
efisien (Qi et al., 2012; R. Phongkrathung et al, 2016)

Tyloses were observed in this genus. Tylosis is thephenomenon whereby paratracheal


parenchyma protrude into the lumen of a nearby vessel (Fahn, 1982; Esau, 1965) di R.
Phongkrathung et al, 2016). Fungi and injury may cause tylosis

Crystal is a calcium oxalate compound and is occasionally found in living cells (Fahn, 1982).

Thetypes and occurrence of crystals have been used for wood identifi-cation (Chattaway,
1955).

Elemen pembuluh (anggota pembuluh, segmen pembuluh dari beberapa penulis) dapat
didefinisikan sebagai sel xilem di mana satu atau lebih struktur seperti lubang tidak memiliki
membran lubang (yang larut) pada saat matang, sehingga membentuk perforasi (Calquist, 2000)

Pembuluh terdiri dari elemen-elemen pembuluh yang tersusun membentuk tabung panjang.
Sususnan pembuluh bervariasi pada setiap spesies. Terdapat tiga jenis susunan pembuluh yaitu
diffuse-porous, ring-porous, dan semi-ring-porous. Kayu dengan susuna pembuluh paling umum
dipilih untuk bahan baku kertas dari kayu hardwood (Ilvessalo-Pfäffli, 1995)

Saat seseorang bergerak dari empulur ke kambium, panjang elemen bejana berubah secara
nyata selama periode juvenil, yang mungkin singkat atau lama. (Calquist, 2000)

Diameter pembuluh dapat berubah secara nyata saat seseorang bergerak dari dalam ke
luar batang kayu(Calquist, 2000)

Vessel elements are generally much larger in diameter than other types of longitudinal. Note
that vessel elements are shorter than both hardwood and softwood fi bers but are larger in
diameter (Smuslky & Jones)

Because of their largeiameter, vessels often appear as holes when viewed in cross section; in
this view, they are often referred to as pores. Both size and arrangement of pores are used to
classify hardwoods for purposes of identifi cation (Smulsky & Jones)

Vessels of large diameter are concentrated in the earlywood, with vessels of much smaller
diameter in the latewood. (Smulsky & Jones)

vessel perforation plates. Simple, sclariform, foraminate (Smulsky & Jones)

Komunikasi lateral dari kapal ke kapal disediakan oleh banyak pasang lubang
yang berbatasan. Lubang-lubang berbatas yang rapat digambarkan dalam

Gambar 5.8 . Seperti halnya pelat perforasi, bentuk dan susunan lubang antar
bejana sering kali konsisten dalam spesies tertentu dan dapat membantu
dalam identifikasi kayu. Alternate pitting. (B) Opposite pitting. (C) Scalariform
pitting. (Smulsky & Jones)

The movement of water and solutes from vessel to vessel occurs through the pit-pairs in their common
walls (esau). Pergerakan air dari elemen pembulh ke elemen pebuluh melalui pelat perforasi
Pembuluh dan serat adalah tipe dasar elemen tracheary yang selnya memanjang dengan didinding
sekunder sel terlignifikasi, dan tidak hidup saat dewasa. Serat memiliki noktah pada dinding umum nya
sedangkan pembuluh memiliki noktah dan bidang perforasi. (Esau)

The wider and longer that vessels are, the higher is their hydraulic conductivity (or the lower their
resistance to water fl ow). Of these two parameters, vessel width has by far the greater effect on
conductivity (Zimmermann, 1982, 1983). Consequently wide vessels are very much more effi cient water
conductors than narrow vessels. However, whereas increased vessel diameter greatly increases effi ciency
of water conduction, at the same time it decreases safety

Satu pembuluh dapat tersusun dari beberapa elemen pembuluh

Fiber and vessel proportions are strongly related to specific gravity, and regression
analyses have provided curves that offer predictive capacities with high precision Ezell,
1979

Because of the vessels, water transport is easier in hardwoods than in softwoods. Vessel elements are, like
the softwood tracheids, dead cells containing water and air. Their walls are pitted, and they may contain
spiral thickenings (Ilvessalo-Pfäffli, 1995)

Frekuensi pembuluh dari empulur ke kulit meningkat Hyeronima alchor-neoides, & natural grow ;

Panjang serabut meningkat dari empulur ke kulit Vochysia guatemalensis Hyeronima alchorneoides natural grow
(Butterfield, crook & morris, 1993)

The vessel per-centage and axial parenchyma percentage showed an almost constant value up to 10 cm from
the pith and then increased toward the bark (Ishiguri et al., 2009)

n hardwood species, it has been reported that high density is generally associated with an increase in fiber
volume and a decrease in vessel volume (Taylor & Wooten 1973)

a significant positive correlation was found between vessel percentage and basic density, and a significant
negative correla-tion between fiber percentage and basic density (Ishiguri et al., 2009).

The vessel and axial parenchyma percentages showed an almost constant value up to 10 cm from the pith and
then increased toward the bark. In contrast, the wood fiber percentage decreased from 10 cm to the bark
(Ishiguri et al., 2009)
Tilosis adalah sel-sel parenkim yang masuk ke dalam rongga pembuluh melalui noktah dinding Wood
Anatomical Changes due to Microwave Heating (Krisdianto) 74 pembuluh (Wilson dan White 1986).

https://media.neliti.com/media/publications/337606-perubahan-struktur-anatomi-kayu-
akibat-p-50b1dec7.pdf

diameter dan rongga sel besar disebabkan ketersiadaan fotosintat dan auksin.

IDENTIFIKASI KAYU

1. Lingkup fungsi identifikasi kayu


a. Plant taxonomy
b. Perubahan iklim (indikasi kondisi lingkungan)
c. Perdagangan kayu, penentuan status kayu, dan penentuan pajak kayu (v)
d. Arkeologi (v)
e. Seni
f. Criminal/forensic (v)
2. Identifikasi kayu secara mikro dan makro (cara identifikasi kayu) (v)

Timber ID based on the composition of wood cell structures (both macroscopic and microscopic)
have been used for many years (Carlquist 2001). Simple techniques were often used, such as making
cuts with a knife and observing with a magnifying glass. Much thinner slices can be procured for
observation under a microscope. (Catera, Said, & Boer, 2021)

Menjamin legalitas kayu. The species and origin of timber provide essential information about timber
legality. d. Information on the origin of timber can indicate whether it was harvested within the
permissible area. a. Misdeclaring timber species and origin can help loggers avoid legal obligations
during all stages of business activities, including harvesting, transporting, processing, trading, and
exporting. (Catera, Said, & Boer, 2021).
Proper processing
of
wood, especially drying, depends upon
correct species identifi-
cation because different species and
species groups require different
protocols. When
problems arise during wood
processing (drying, machining, or
finishing), one
of
the
first questions asked is whether the
wood was correctly identified
Proper processing
of
wood, especially drying, depends upon
correct species identifi-
cation because different species and
species groups require different
protocols. When
problems arise during wood
processing (drying, machining, or
finishing), one
of
the
first questions asked is whether the
wood was correctly identified
Proper processing
of
wood, especially drying, depends upon
correct species identifi-
cation because different species and
species groups require different
protocols. When
problems arise during wood
processing (drying, machining, or
finishing), one
of
the
first questions asked is whether the
wood was correctly identified.
Proses pengolahan kayu khususnya kayu tergantung pada identifikasi jenis kayu yang teat karena berbeda
spesies memiliki prosedur pengeringan yang berbeda. Ketika permasalahan datatang saat pegolahan kayu
(pengeringan, pemesisnan, finishing), pertayaannya adalah apakah kayu diidentifikasi dengan benar atau
tidak (Wheelar & Baas, 1998).

Saat memulihkan struktur kayu yang signifikan secara historis, pemulih lebih suka menggunakan jenis
kayu yang sama seperti yang digunakan semula, dan itu memerlukan identifikasi fragmen kayu asli apa
pun yang tersisa. Nilai suatu benda kayu seringkali dipengaruhi oleh jenis kayu yang digunakan.
Sejarawan seni menggunakan bukti dari bingkai dan panel kayu untuk menetapkan keaslian dan asal usul
sebuah karya seni. Forensic. Oleh karena itu, identifikasi kayu purba membantu merekonstruksi
ekosistem purba dan mendokumentasikan perubahan iklim (Wheelar & Baas, 1998). Mengetahui
afinitas fosil kayu dapat membantu menentukan umur suatu formasi geologi (Stone et al. 1987).

Identifikasi makroskopis dan mikroskopis.

Prosedur identifiaksi (Wheelar & Baas, 1998):

1. Comparison
2. Dichotomous keys
3. Multiple entry keys
4. Computer assisted wood ident
5. Computer database and programs based on card key data
Macroscopic keys are provided for all species examined. Separate microscopic keys are given for
softwoods, but for hardwoods only a few microscopic characteristics are included in the macroscopic
keys. Most hardwoods may be identified without using the microscope, because they possess a much
greater variation of macroscopic characteristics.

Wood identification by tissue anatomy is applied to establish the wood species utilized by ancient
makers, in order to understand if they followed the guidelines in ancient books. (Cai, Cheng, &
Tseng et al., 2022) Arkeologi

conservation of historic woody (timar, gurau, &Cionca et al., 2010)

Timar, Maria & Gurau, Lidia & Cionca, Marina & Porojan, Mihaela. (2010). Wood Species for the
Biedermeier Furniture - A Microscopic Characterisation for Scientific Conservation. International Journal
of Conservation Science. 1.

d to the amateur wood anatomist is commonly asked in many scientific disciplines. Wood identification is
crucial in fields such as anthropology, archaeology, conservation of historic woody material, forensic
sciences, paleobotany, and in industrial processes to name a few

Wood identification requires the observation of the micro-structure from 3 directions, namely, the
transverse, radial, andtangential directions. One method involves using a razor blade formaking a thin
slice from the wood blocks and then preparingmicroscopy specimens for the 3 directions. Nevertheless,
thismethod becomes routine after training and experience but it is notapplicable to cases in which only a
very small sample is available asis always the case for wood works or artifacts of national heritageclass.
Furthermore, wood samples are often too brittle to use formicroscopy preparations owing to biological
attack or degradationby many factors (Mizuno, Torizu, Sugiyama, 2010).

macerations because sections are of basic importance for wood identification purposes. For comparative
purposes, macerations are essential for obtaining quantitative data on lengths of vessel elements and
imperforate tracheary elements. (Calquist, 2001)

Samples from fresh plant material can take various forms (cylinders, blocks, flakes, sawdust, etc.) and
may be obtained using either destructive (excavation of roots, sawing a stem, etc.) or less destructive
(chisel, increment borers, microborers, etc.) procedures. (Tardif & Conciantori, 2015)

If wood identification is pursued, sample should include, if possible, at least one annual ring or
preferablyseveral ones so that complete transversal, radial, and transverse sections can be made. (Tardif &
Conciantori, 2015)
The method is suitable for a first reliable determination of the declared taxon. Macroscopic observation is
the fastest method for a first identification or evaluation of the traded timber ) (Koch et al., 2015)

Sampel dari bahan tanaman segar dapat mengambil berbagai bentuk (silinder, balok, serpih, serbuk
gergaji, dll.) dan dapat diperoleh dengan menggunakan destruktif (penggalian akar, penggergajian batang,
dll.) atau kurang destruktif (pahat, penggerek tambahan, penggerek mikro). , dll.) prosedur. (Tardif &
Conciantori, 2015)

Koch, G., Haag, V., Heinz, I., Richter, H. G., & Schmitt, U. (2015). Control of internationally traded timber-the role
of macroscopic and microscopic wood identification against illegal logging. J. Forensic Res, 6(6), 1000317.

Miller, R. B. (1991). Identification of wood fragments in trace evidence. In Proceedings of the International
Symposium on the Forensic Aspects of Trace Evidence (pp. 91-111). Quantico: FBI Academy US Department of
Justice.

Dormontt, E. E., Boner, M., Braun, B., Breulmann, G., Degen, B., Espinoza, E., ... & Lowe, A. J. (2015). Forensic
timber identification: It's time to integrate disciplines to combat illegal logging. Biological Conservation, 191, 790-
798. http://dx.doi.org/10.1016/j.biocon.2015.06.

Wheeler, Elisabeth & Baas, Pieter. (1998). Wood Identification -A Review. IAWA Journal. 19. 241-264.
Doi :10.1163/22941932-90001528.

Cetera, Kenny & Said, Zuraidah & Boer, Febrina & Qomariah, Indira & Suprapto, Edi & Triyanto,
Sugeng. (2021). How Wood Identification Technologies Help Ensure Timber Legality in Indonesia. WRI
Publications. Doi: 10.46830/wriwp.18.00084.

Cai, W., Cheng, Y. K., Tseng, H. H., Tai, H. C., & Lo, S. F. (2022). Identification and characterization of wood
from antique Chinese guqin zithers. Journal of Cultural Heritage, 53, 72-79.
https://doi.org/10.1016/j.culher.2021.11.005

Mizuno, S., Torizu, R., & Sugiyama, J. (2010). Wood identification of a wooden mask using synchrotron X-ray
microtomography. Journal of Archaeological Science, 37(11), 2842-2845. doi:10.1016/j.jas.2010.06.022

YANG DIPAKAI

Wheeler, Elisabeth & Baas, Pieter. (1998). Wood Identification -A Review. IAWA Journal. 19. 241-264.
Doi :10.1163/22941932-90001528.

Koch, G., Haag, V., Heinz, I., Richter, H. G., & Schmitt, U. (2015). Control of internationally traded timber-the role
of macroscopic and microscopic wood identification against illegal logging. J. Forensic Res, 6(6), 1000317.
Tardif, J. C., & Conciatori, F. (2015). Microscopic examination of wood: Sample preparation and techniques for
light microscopy. In Plant microtechniques and protocols (pp. 373-415). Springer, Cham.

Ruffinatto, F., & Crivellaro, A. (2019). Atlas of macroscopic wood identification: with a special focus on timbers
used in Europe and CITES-listed species. Springer Nature.

Cetera, Kenny & Said, Zuraidah & Boer, Febrina & Qomariah, Indira & Suprapto, Edi & Triyanto,
Sugeng. (2021). How Wood Identification Technologies Help Ensure Timber Legality in Indonesia. WRI
Publications. Doi: 10.46830/wriwp.18.00084.

Diameter pembuluh dapat berubah secara nyata saat seseorang bergerak dari dalam ke
luar batang kayu(Calquist, 2001)

Fiber and vessel proportions are strongly related to specific gravity, and regression
analyses have provided curves that offer predictive capacities with high precision Ezell,
1979

Frekuensi pembuluh dari empulur ke kulit meningkat Hyeronima alchor-neoides, & natural grow ;

Panjang serabut meningkat dari empulur ke kulit Vochysia guatemalensis Hyeronima alchorneoides natural grow
(Butterfield, crook & morris, 1993)

The vessel per-centage and axial parenchyma percentage showed an almost constant value up to 10 cm from
the pith and then increased toward the bark (Ishiguri et al., 2009)

n hardwood species, it has been reported that high density is generally associated with an increase in fiber
volume and a decrease in vessel volume (Taylor & Wooten 1973)

panjang serat dari pangkal ke ujung menurun pada Alstonia boonei. Diameter serat dari bawah ke atas
menurun. Lumen juga menurun dari pangkal ke ujung. Tebal dinding sel sama dari pangkal ke ujung
(Afrifah & Mensah, 2021) tinngi pohon 12 m keliling 50 cm

Panjang serat meningkat dari hati dan semakin meningkat menjauhi kulit. Perpanjangan
panjang serat terjadi drastis pada umur-umur muda dan kemudian menurun namun tetap terjadi
perpanjangan. Tebal dinding serat tampak menebal dari hati ke kulit, tetapi perbedaan juga
diamati antara trakeid kayu awal dan kayu akhir, dan antara dinding radial dan
tangensial. (Tsuomis, 1968)

Biasanya, lebar cincin bervariasi dengan bertambahnya diameter pohon (kecenderungan


normal adalah cincin secara bertahap menyempit dari empulur ke kulit kayu), tetapi variasi
juga dapat dihasilkan dari perubahan lingkungan mikro di mana setiap pohon tumbuh. Pelepasan
tiba-tiba dari pohon yang ditekan akan diikuti oleh peningkatan lebar cincin yang besar. Di
hutan-hutan ini, peningkatan lebar cincin—dalam batas-batasnya—dikaitkan dengan peningkatan
proporsi kayu akhir (Gbr. 8.5). Dalam kayu keras berpori-difusi, latewood tidak berbeda dan
oleh karena itu tidak layak untuk mengidentifikasi hubungan praktis (Tsuomis, 1968)

Variasi tingkat individu pohon. The first is the within-ring differences, the second the changes
from the center of the tree to the outside, and the third the differences associated with different
heights in the tree. (Zobel & Buitjenen, 1989)

In contrast, the diffuse-porous hardwoods have much less within-ring variability and the
distribution of cell types and the characteristics of the types tend to be quite uniform
throughout the ring (Zobel & Buitjenen, 1989)

Wood varies from tree to tree but also within a tree from the center outward and from the base
of the tree to its top (Zobel & Buitjenen, 1989)

Some species have a very rapid change in wood properties (Fig. 3.5) and in others it is much
more prolonged and gentle (Zobel & Buitjenen, 1989)

In diffuse-porous hardwoods increasing growth rate, provided it is not excessive, has little effect
on density, whereas in ring-porous hardwoods, increasing rate of growth, again provided it is not
excessive, results in an increase in the width of latewood and consequently in density and
strength. (dinwoodie, 2004)

Diameter pembuluh terus naik dari emulur menuju kulit. Panjang serat semakin panjang dari
hati ke kulit. (Stange et al., 2021) Ochroma pyramidale (6 tahun)

Zobel & Buitjenen, 1989


Dinwoodie, 2004

Tsuomis G. 1968. WOOD AS RAW MATERIAL Source, Structure, Chemical Composition, Growth,
Degradation and Identificatio

Afrifah, K. A., & Adjei-Mensah, E. (2021). Anatomical and chemical characterization of Alstonia boonei for pulp

and paper production. Les/Wood, 70(2). https://doi.org/10.26614/les-wood.2021.v70n02a02

Stange, R., Buss, R., de Souza, L. M., Melo, N. D., Monteiro, T. C., & Rios, P. D. A. (2021). VARIATION
OF THE TECHNOLOGICAL PROPERTIES OF WOOD FROM Ochroma pyramidale IN THE
LONGITUDINAL AND RADIAL SENSE OF THE SLEW. FLORESTA, 51(4), 820-829.
https://doi.org/10.5380/rf.v51 i4. 72952

Carlquist S. 2001. Comparative Wood Anatomy Systematic, Ecological, and Evolutionary Aspects of
Dicotyledon Wood. Springer, USA

SERAT

Proporsi sel serat juga mempengaruhi nilai kerapatan kayu. Ishiguri et al (2009) melaporkan bahwa
proporsi sel serat mempengaruhi nilai kerapatan dasar Paraserianthes falcataria dan Junior, Terzziev, &
Daniel (2009) mencatat bahwa kayu dengan proporsi sel serat rendah memiliki kerapat rendah sedangkan
berkerapatan tinggi bila proporsi sel serat tinggi

PEMBULUH

Proporsi sel pembuluh berkaitan terhadap sifat kayu. Pada peneltian Ezell (1979) nilai proporsi pembuluh berkaitan
erat terhadap berat jenis kayu. Menurut Taylor & Wooten (1973) turunnya nilai proporsi pembuluh berkaitan dengan
tingginya nilai kerapatan.

PAARENKIM JARI-JARI

). Keberadaan dari parenkim jari-jari menurut Zobel dan Buijtenen (1989) berpengaruh terhadap kualitas kayu dan
produk pulp, juga mempengaruhi nilai penyusutan pada Qiang-Wu et al. (2006).

TEBAL DINDING SERAT

Tebal dinding serat memiliki korelasi kuat terhadap kerapatan dan berat jenis kayu (Zobel & Jett, 1995; Zobel &
Buitjenen, 1989). Seperti pada Hamdan et al. (2020), kayu berkerapatan tinggi memiliki dinding serat tebal dan kayu
berkerapatan rendah memiliki dinding serat tipis.
Kayu memiliki sifat bervariasi meliputi antar kayu dalam satu spesies, dalam satu individu pohon, dan tempat
tumbuh (Zobel & Buitjenen, 1989). Perbedaan sifat-sifat kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, kedudukan kayu dalam
pohon, umur, faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan pohon (Panshin & de zeeuw, 1980; Wilson &
White, 1986; Tsuomis, 1991; Zobel & Jett, 1995). Secara umum variasi tersebut merupakan ekspresi dari interaksi
antara faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuh (Zobel & Jett, 1995). Dalam satu individu pohon interaksi
genetik dan lingkungan tepat tumbuh kemudian memunculkan perbedaan dalam lingkar tumbuh, dari empulur
menuju kulit, dan ketinggian pohon (Zobel & Buitjenen, 1989).

Variasi radial yaitu variasi pada lingkar tumbuh dan dari empulur menuju kulit menurut Zobel & Buitjenen
(1989) disebabkan oleh umur kambium atau pertumbuhan melebar pohon. Dalam lingkar tumbuh struktur kayu
bervariasi terjadi pada kayu awal dan kayu akhir. Schweingruber (2007) menjelaskan bahwa akibat dari perubahan
kondisi cuaca menyebabkan terbentuknya kayu akhir dan kayu awal. Perbedaan antara kayu awal dan kayu akhir ada
pada proporsi sel dan ketebalan dindingnya. Bentuk variasi anatomi dari empulur menuju kulit dalam satu pohon
seperti pada jenis Casuarina equisetifolia yaitu diameter lumen serat mengalami penurunan dari empulur ke kulit,
sedangkan tebal dinding serat mengalami peningkatan; diameter pembuluh meningkat dari empulur menuju kulit;
frekuensi pembuluh mengalami penurunan dari empulur lalu relative konstan menuju kulit (Chowdhury, 2012).

Variasi arah aksial kayu disebabkan adanya pertumbuhan kayu meninggi. Hudson et al (1998) menemukan
perbedaan frekuensi pembuluh dari pangkal menuju ujung pohon di Eucalypus gobulus, frekuensi pembuluh
mengalami peningkatan. Variasi struktur anatomi pun terjadi antara kayu cabang dan batang utama. Sel seperti
pembuluh dan jari-jari lebih melimpah di kayu cabang dibanding kayu batang utama (Smulsky & Jones, 2011).

The main factors affecting unit shrinkage in eucalypts were cell wall proportion, microfibril
angle, and double fiber cell wall thickness. The factors contributing greatly to total shrinkage
were cell wall proportion, ray parenchyma proportion, and microfibril angle, while ray
parenchyma proportion (RP) had a great effect on residual collapse. (Qiang-Wu et al., 2006)

their frequency, and vessel frequency were significantly correlated to some drying defects . This moisture
content was negatively correlated with cell wall thickness, vessel tangential diameter, ray height, and the
distance from the pith

Some of those anatomical features were vessel, fiber wall, parenchyma and ray cells. Vessels
containing no tyloses or amorf crystallites are important pathways for water evaporation during
drying process. The bigger the diameter of the vessels, the easier the wood to dry. Ray cells
could become an important barrier factor during drying process. The difference in their width
could affect the ratio of tangential-to-radial shrinkage (Basri, Hadjib, & Saefudin, 2005)

Semakin tinggi proporsi jari-jari maka penyususran tangensial danradial semakin tinggi quercus petreaea dan q
canariensis (aleib, shel, jalleli, 2019).

Kolerasi panjang serat semakin tinggi dari dekat hati menuju kulit. Panjnag berkolerasi positif dengan berat jenis.
Panjang serat berkorelasi positif dengan kadar air final (final moisture content).

Diameter serat dan lumen berkorelasi positif dengan kadar air final, negative korelasi dengan berat jenis.

Tebal dinding berkorelasi positif dengan berat jenis

Tebal dinding, diameter pembuluh, frekuensi pembuluh berkorelasi positif dri dekat hati menuju kulit, frekuensi jari-
jari dan frekuensi jari-jari berkorelasi negative

Lebar jari-jari berkorelasi negative dengan MCi dan MCf, berkorelasi positif dengan berat jenis IMunoz & Moya,
2008). Makin tinggi diameter serat maka KA semakin tinggi. Gmelina arborea 15 tahun

Sengon dan jabon (7 tahun) panjang serat meningkat dari empulur ke kulit, frekuensi pembuluh menurun. Diameter
dan lumen serat, tebal dinding sel stabil.

The anatomical properties have an important effect on water fl ow during the wood-drying process.21
The free water fl ow inside the wood takes place through the fi ber and vessel lumens, their pits, and
along the radial parenchyma,22,23 while the fi ber cell walls are important for bound water.4 Ours
results show the importance of ray width and fi ber dimensions (fi ber length and diameter of fi ber and
lumen) on MCf , probably for its importance in the free water fl ow. No signifi cant correlation between
vessel diameter and MCf can be attributed to the presence of tyloses into the hollow lumens of vessels
in G. Melina

In contrast, the diffuse-porous hardwoods have much less within-ring variability and the distribution of
cell types and the characteristics of the types tend to be quite uniform throughout the ring. h. Thus, the
juvenile zone somewhat resembles a cylinder at the center of the tree (Fig. 3.4); the top logs consist
primarily of juvenile wood, while butt logs from the same tree contain a preponderance of mature
wood. most diffuse-porous hardwoods have little variation in specific gravity from the base to the top.
(zobel & van buitjenen)
Although juvenile wood is formed at the top of the trees of all ages, the proportion of juvenile wood in
the entire tree, both by volume and by weight, decreases considerably with increasing age of the tree
(zobel & van buitjenen) (zobel & van buitjenen)

Siau J (1971) Flow in wood. Syracuse University Press, Syracuse, pp 11–68 22. Keey R, Nidjam J (2002)
Moisture movement on drying softwood boards and kiln design. Dry Technol 20:1955–1974 23. Choong
E, Peralta P, Shupe T (2001) Effect of hardwood vessels on longitudinal moisture diffusion. Wood Fiber
Sci 33:159–165 24. Pearson R, Brown H (1932) Commercial timbers of India: their distribution, supplies,
anatomical structure, physical and mechanical properties and uses, vol 2. Government of India Central
Publication Branch, Calcutta, pp 799–803

Fajriani, E., Ruelle, J., & Dlouha, J. a. (2013). Radial variation of wood properties of
Sengon (Paraserianthes falcataria) and Jabon (Anthocephalus cadamba). Journal
Indian Acad Wood Science, 10, 110-117. doi:10.1007/s13196-013-0101-z
sifat kayu seperti sifat fisika dan fisik, mekanika, pengerjaan, perekataan, pengeringan, dan
keawetan perlu dipahami sebagai sifat penting dalam pemanfaatanya sebagai kerajianan
(Kasmujo, 2012).

Junior (2010)

Prawiroatmojo stabilitas dimensi penting untuk bahan kerajinan kayu

Frekuensi pembuluh yang menurun frekuensinya akan cenderung memiliki diameter lebih besar dan
sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena diameter pembuluh yang besar lebih aman dari kavitasi dan
efisien dalam melakuan transportasi air dibandingkan dengan pembuluh kecil dan berjumlah banyak.
Kecenderungan menurunnya frekuensi pembuluh jika memiliki diameter besar dari pangkal menuju
pohon akibat kebutuhannya dalam transportasi air. Semakin tinggi pohon maka panjangnya transportasi
air semakin bertambah.
Berdasarkan kriteria IAWA (Wheeler et al., 2008) berat jenis kayu dibedakan dalam tiga kelompok yaitu
rendah (< 0,40), sedang (0,40-0,75) dan tinggi (> 0,75)

Kayu untuk bahan baku industri kerajinan/industri krearif adalah jenis kayu yang berasal dari jenis
pohon cepat tumbuh sehingga mudah didapat dan harganya murah, kerapatan kayu rendah sehingga
mudah dikerjakan, lebih disenangi kayu yang berwarna terang, tekstur kayu tergolong halus sampai
moderat, serat lurus, permukaan rata dan sangat diharapkan yang mempunyai dekoratif unik (Pandit et
al., 2011).

Kayu berkerapatan terlalu rendah atau terlalu tinggi jarang disukai sebagai bahan
baku mebel karena kayu berkerapatan terlalu tinggi membuat mebel berat dan masalah dalam
perekatan sedangkan kayu berkerapatan ringan membuat mebel terlalu ringan dan kurang
efisien dalam finishing (Darmawan dkk., 2017).

Wheeler, E.A., Baas, P. and E.Gasson, E. (2008). Ciri Mikroskopik Untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Alih
bahasa Sulistyobudi, A., Y.I, Mandang, R.Damayanti dan S. Rulliaty dari judul asli IAWA list of microscopic
features for hardwood identification. IAWA Bulletin, 10(3), 219-332

Sifat dasar kayu untuk bahan baku industri kreatif secara umum mempunyai karakteristik sbb: berasal
dari pohon cepat tumbuh, diameter kecil tidak menjadi masalah, yang penting cukup tersedia dengan
harga relatif murah, lebih diinginkan kayu dengan berat jenis dan kerapatan rendah agar mudah proses
pengerjaannya, stabilitas dimensi baik agar tidak mudah pecah, lebih disenangi kayu berwarna putih
atau terang agar mudah dalam finishingnya dan lebih disenangi kayu mempunyai tekstur halus karena
sangat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan ( Pandit dkk., 2011)

Pandit, I.K.N., Nandika, D. dan Darmawan, I.W. (2011). Analisis sifat dasar kayu hasil hutan tanaman
rakyat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 16(2), 119-124
For instance, fibre length positively influences tensile and burst strength, fibre diameter and wall
thickness increase tear resistance, and slenderness increases fibre flexibility and the chances of forming
well bonded paper. (pirralho dkk., 2014)

. Dalam beberapa nilai turunan dimensi serat, panjang serat berperan dalam menghitung ratio
kelangsiangan, yaitu perbandingan antara panjang serat dan diameter serat (Ashori &
Nourbakhsh, 2009). Semakin tinggi nilai rasio kelangsingan maka serat semakin mudah untuk
terpisah dan memudahkan ikatan antar serat pada pembentukan kertas. Semakin kuat ikatan
antara serat maka daya tarik, daya jebol, dan daya lipat kertas semakin baik (Ashori &
Nourbakhsh, 2009; Yahya, Yansen & Mizuno, 2020).
Diameter berperan dalam mempengaruhi nilai fleksibilitas serat dan rasio kelangsingan bersama dengan
panjang serat. Semakin tinggi nilai fleksibiltas dan rasio kelangsingan maka serat-serat akan mudah
membentuk ikatan. Kecilnya ukuran diameter serat bahan baku akan mempermudah pemipihan serat
dan menghasilkan kertas lebih tipis dengan kekuatan tinggi, yakni meningkatkan daya jebol, tarik, dan
lipat kertas (Dutt &Yaggi, 2011; Kasmudjo, 2001; Yahya, Yansen & Mizuno, 2020).
Diameter lumen serat sebagai salah satu dari dimensi serat tentunya menjadi indikator dalam
pemilihan bahan untuk industri pulp dan kertas (Takeuchi et al, 2016). Diameter lumen serat
mempegaruhi keelastisan serat, serat dengan diameter lumen besar akan mudah dipipihkan
dan mempermudah dalam menjalin ikatan antar serat (Okereke, 1962)
Meningkatnya kelenturan serat akan mempermudah terbentuknya ikatan antara serat dalam
pembuatan kertas (Bajpai, 2018). Kertas yang dihasil oleh serat berdinding tebal akan memiliki
daya jebol, tarik, dan lebih rendah (Casey, 1952; Haygreen & Bowyer 1996; Biermann, 1993).

Diameter serat dan lumen serat mempengaruhi kemudahan dalam pembuatan kertas. Serat
berdiameter kecil dan/atau serat berdinding tipis mempermudah pemipihan serat dan ikatan antar serat
(Pirralho dkk., 2014). Panjang serat dan diameter serat juga mempermudah dalam membentuk ikatan
antar serat karena perbandingan panjang serat dan diameter serat menggambarkan kelangsingan serat,
serat yang langsing mempermudah ikatan antar serat. Semakin kuat ikatan antara serat maka daya
tarik, daya jebol, dan daya lipat kertas semakin baik (Ashori & Nourbakhsh, 2009; Yansen & Mizuno,
2020)

Anda mungkin juga menyukai