Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA
“Kajian Cara Berfikir, Bersikap, dan Berprilaku dengan Paradigma Pancasila”
Dosen Pengajar :
SULAIMAN,ST., MPW

Disusun Oleh
NAMA : SRI JAYANI SAFITRI
STAMBUK : 2021 10 125
KELAS : NON REGULER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Penyusun dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang cara berfikir, bersikap dan berprilaku dengan Paradigma
Pancasila.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mendapat tantangan akan tetapi dengan
bantuan berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan sarannya yang membangun dari pembaca sangat
penyusun harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.
Kendari, November 2021
Penyusun

Sri Jayani Safitri


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................1
1.4 Manfaat .....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................2

2.1 Pengertian Paradigma Pancasila .........................................................................................2


2.2 Aktualisasi Cara Berfikir, Bersikap, dan Berprilaku
dengan Paradigma Pancasila .........................................................................................2
2.3 Penerapan Pancasila sebagai Paradigma Pancasila .....................................................3

BAB III PENUTUP .................................................................................................................4

3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................5

3.2 Saran ............................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................iii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia, Menjadi dasar pedoman dalam segala
pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia termasuk peraturan
perundang-undangan. Pancasila merupakan cerminan bangsa Indonesia dalam kehidupan
bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalam
Pancasila menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan bernegara. Karena
konsekuensi dari hal itu bahwa penyelenggaraan bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaa, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang setiap warganya harus hafal dan
mematuhi segala isi dalam Pancasila tersebut. Namun sebagian besar warga negara Indonesia
hanya menganggap Pancasila sebagai dasar negara/ideologi semata tanpa memperdulikan makna
dan manfaatnya dalam kehidupan. Tanpa manusia sadari nilai-nilai makna yang terkandung
dalam Pancasila sangat berguna dan bermanfaat dalam berfikir, bersikap, dan berprilaku dengan
paradigma Pancasila.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para
ilmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan
yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari Paradigma?
1.2.2 Bagaimana aktualisasi cara berfikir, bersikap, dan berprilaku dengan Paradigma
Pancasila?
1.2.3 Bagaimana penerapan Pancasila sebagai Paradigma pembangunan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengertian Paradigma.
1.3.2 Mengetahui aktualisasi cara berfikir, bersikap, dan berprilaku dengan Paradigma
Pancasila.
1.3.3 Mengetahui penerapan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.

1.4 Manfaat
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, selain itu
juga untuk menambah wawasan kita tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kajian Pancasila
dalam bersikap, berfikir dan berprilaku dengan Paradigma Pancasila, serta aktualisasi
pembangunan dalam berbagai bidang sesuai dengan Paradigma Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paradigma Pancasila

Istilah Paradigma pada awalnya berkembang dalam filsat ilmu pengetahuan. Secara
terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah
Thomas S. Khum dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”,
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber
nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil penelitian
ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkajimanusia dan masyarakat
berdasarkanpada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu
pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu
pengetahuan yaitu manusia. Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir,
orientasi dasar, sumber asas serta tujuan daru suatu perkembangan, perubahan serta proses dari
suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam
pendidikan (Prayogi, 2011).
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi “yang
menyandangnya”. Yang menyandangnya itu di antaranya: (1) pengembangan ilmu
pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi hukum dalam perspektif pengembangan
HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5) pengembangan ekonomi, (6) pengembangan
kebudayaan bangsa, (7) pembangunan pertahanan, dan (8) sejarah perjuangan bangsa Indonesia
sebagai titik tolak memahami asal mula Pancasila (Hanapiah, 2001).

2.2 Aktualisasi Cara Berfikir, Bersikap, dan Berprilaku dengan Paradigma Pancasila

Pancasila menjadi landasan dalam kehidupan seluruh masyarakat Indonesia dalam segala
hal, termasuk dalam bertutur kata, bersikap dan berprilaku. Bertutur kata, bersikap, dan
berprilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila termasuk dalam hakikat berbudi pekerti luhur. Hal
tersebut yang membedakan masyarakat Indonesia dengan negara lain. Bila seseorang bertutur
kata, bersikap dan berprilaku sesuai nilai-nilai pancasila maka menunjukkan keluhuran harkat,
derajat, dan martabat sebagai bangsa yang beradab.
Dikutip dari situs resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
bersikap sesuai dengan nilai Pancasila sama dengan bersikap positif terhadap Pancasila. Sikap
positif terutama adalah kesediaan segenap komponen masyarakat untuk aktif mengungkapkan
pemahamannya mengenai Pancasila. Menjadikan nilai-nilai Pancasila makin tampak nyata
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, sikap positif terhadap
Pancasila berarti mendukung nilai-nilai Pancasila serta berupaya untuk melestarikan dan
mempertahankannya. Nilai ini dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan berperan
serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa
dan negara.
Berikut ini sikap yang sesuai nilai-nilai Pancasila yang harus ditampilkan oleh setiap
komponen bangsa dalam kehidupan sehari-hari :
 Pancasila Sila 1
Sikap yang sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah :
1. Percaya dan takwa pada Tuhan sesuai agama dan kepercayaan masing-masing
menurut kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut
kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan dan menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercayaannya.

 Pancasila Sila 2
Sikap yang sesuai dengan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah :
1. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari seluruh umat manusia maka perlu
dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

 Pancasila Sila 3
Sikap yang sesuai dengan sila Persatuan Indonesia adalah :
1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta tanah air dan bangsa.
4. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang berBhineka
Tunggal Ika.

 Pancasila Sila 4
Sikap yang sesuai dengan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan adalah :
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat dengan semangat kekeluargaan.
5. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah serta
mempertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Pancasila Sila 5
Sikap yang sesuai dengan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah :
1. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan pada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
8. Suka bekerja keras.
9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial (https://www.kompas.com).

2.3 Penerapan Pancasila sebagai Paradigma Pancasila.

2.3.1 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Dengan memasuki kawasan filsafat ilmu, ilmu pengetahuan yang diletakkan di atas
Pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek
ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya. Pada ontologisnya berarti hakikat ilmu pengetahuan
merupakan aktivitas manusia Indonesia yang tidak mengenal titik-henti dalam upayanya untuk
mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan yang utuh dalam dimensinya sebagai
masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai masyarakat berarti mewujud dalam
academic community; sebagai proses berarti mewujud dalam scientific activity; sebagai produk
berarti mewujud dalam scientific product beserta aplikasinya. Pada epistemologisnya berarti
Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandungnya dijadikan metode berpikir (dijadikan dasar dan
arah berpikir) dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, yang parameternya adalah nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Pada aksiologisnya berarti bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut,
kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan
dengan ideal Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal
Pancasila. Atas dasar itu, perguruan tinggi harus mewujud secara kultural dan struktural dalam
tradisi akademis/ilmiah. Kultural dalam arti sivitas akademikanya memiliki sikap akademis yang
selalu berusaha sebagai ‘pemusafir’ ilmu pengetahuan yang tanpa batas. Struktural dalam arti
dunia perguruan tinggi harus dipupuk secara demokratis dan terbuka melalui wacana akademis
—harus melepaskan diri sebagai ‘jawatan’—agar kreativitas dan daya inovasi dapat
berkembang, sehingga tugastridharma perguruan tinggi dapat berjalan dan berhasil secara
optimal.

2.3.2 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum

Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya
perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3)
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. Sesuai
dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945
merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan
yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat
dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR
sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan
perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila-sila Pancasila dasar
negara). Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum
(baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan
beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau
penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujuan aspirasi rakyat).

2.3.3 Supremasi Hukum dalam Perspektif Pengembangan HAM

Dalam negara hukum, supremasi hukum pun harus menjamin bahwa HAM dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh hukum; HAM harus sebagai ciri negara hukum. Secara objektif,
HAM merupakan kewenangan-kewenangan pokok yang melekat pada manusia (atau melekat
pada kodrat manusia), yang harus diakui dan dihormati oleh masyarakat dan negara. HAM itu
universal, tidak tersekat oleh suku, bangsa, dan agama; tetapi tatkala HAM dirumuskan dalam
UUD (konstitusi), ia menjadi berbeda-beda menurut ideologi, menurut kultur negara masing-
masing. Begitu juga di Indonesia, HAM Indonesia adalah HAM yang berlandaskan pada
Ideologi Pancasila. Ini berarti bahwa HAM di Indonesia (sila Kedua) harus yang berlandaskan
pada dan bertanggungjawab kepada Tuhan (sila Pertama), harus yang mendahulukan
kepentingan bangsa dan negara (sila Ketiga), harus yang diakui/disepakati dan dihormati oleh
masyarakat/rakyat (sila Keempat), dan harus yang diimbangi oleh kewajiban-kewajiban
sosial(sila Kelima).

2 .3.4 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Politik

Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila


bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan
menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat
secara berurutan-terbalik:
 Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
 Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
 Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
 Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
 Terdapat nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-
keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu


direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat
tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat
purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:

 nilai toleransi;
 nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
 nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
 bermoral berdasarkan konsensus.

2.3.5 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila. Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan
ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu
mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat
(tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat).
Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan
pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah
sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan
mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis,
transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang
demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi
warga atau meningkatkan kepastian hukum.

2.3.6 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kebudayaan Bangsa

Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan


berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan
menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk
mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak
budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi
individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan
demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi sukubangsa tetapi justru akan
memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan
nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila
Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup
menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan-kebudayaan di
daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa; (2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3)
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di
kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila
Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk
Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk
mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila Kelima,
betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat
perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

2.3.7 Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan

Paradigma-baru TNI dalam rangka menjadikan Pancasila (sila-sila Pancasila) sebagai


paradigma pembangunan pertahanan adalah berupa: (1) Tindakan TNI senantiasa: (a)
melaksanakan tugas negara dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional, (b) atas
kesepakatan bangsa, (c) bersama-sama komponen strategis bangsa lainnya, (d) sebagai bagian
dari sistem nasional, (e) melalui pengaturan konstitusional; dan (2) pada hakikatnya merupakan
pemberdayaan bangsa.
Esensi implementasi paradigma-baru itu secara internal TNI, berupa: (1) tanggalkan
kegiatan sosial politik, (2) bertugas pokok pada pertahanan negara terhadap ancaman dari luar
negeri, (3) keamanan dalam negeri merupakan fungsi Polri, (4) melakukan penguatan dan
penajaman pada konsistensi doktrin gabungan (keseimbangan AD-AL-AU). Paradigma-lama
TNI (ABRI) berupa: (1) pendekatan keamanan pada masalah kebangsaan, (2) posisi ABRI dekat
dengan pusat kekuasaan, (3) ABRI sebagai penjuru bagi penyelesaian segenap masalah
kebangsaan, (4) ABRI dapat ambil inisiatif bagi penyelesaian masalah kebangsaan, (5) ABRI
berperan dalam sistem politik nasional, (6) bermitra tetap dalam politik: dukung mayoritas
tunggal (ABG) (Hanapiah, 2001).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia maka pembangunan nasional
harus meliputi aspek jiwa, seperti akal, rasa dan kehendak, raga (jasmani), pribadi, soaial dan
aspek ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai Pancasila. Selanjutnya dijabarkan dalam
berbagai bidang pembangunan antara lain ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, sosial budaya,
hukum, pengembangan HAM, dan pertahanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakikatnya
Pancasila sebagai Paradigma pembangunan mengandung arti atas segala aspek pembangunan
yang harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia guna melaksanakan pembangunan nasional,
reformasi, dan pendidikan pada khususnya.

3.2 Saran

Dalam Paradigma Pancasila terkandung nilai-nilai yang sangat bermanfaat yaitu :


 Nilai-nilai yang terkandung dalam Paradigma Pancasila akan memberikan penutun bagi
semua bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan. Pancasila memberikan
petunjuk kepada kita tentang watak dan moral yang perlu kita miliki yang kesemuanya itu
sangat diperlukan bagi kelancaran pembangunan bangsa Indonesia.
 Nilai-nilai yang terkandung dalam Paradigma Pancasila juga dapat dijadikan sebagai ukuran
dalam menilai baik buruknya cara yang kita tempuh dalam melaksanakan pembanguan
dalam berbagai bidang. Dengan menggunakan Pancasila sebagai ukuran maka kita dapat
segera memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam cara melaksanakan
pembangunan dalam berbagai bidang.

Maka dari itu kita harus memiliki kedua peranan di atas yaitu sebagai penuntun serta
sebagai ukuran untuk menilai baik buruknya pelaksanaan pembangunan dan Pancasila dijadikan
sebagai faktor pendorong dalam bersikap, berfikir, dan berprilaku sehingga apa yang kita cita-
citakan tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Prayogi, Cahaya Putri. 2011. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Madiun: Ikip PGRI.

Hanapiah, Pipin, Drs, 2001. Pancasila sebagai Paradigma. Bandung : Kampus UNPAD.

https://www.kompas.com

Anda mungkin juga menyukai