Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

Oleh :
Eko Fulianto

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
(Dewi, 2011)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor- faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Hidayat, 2012)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. (Manuaba, 2012)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan.
(Maryunani, 2014)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. (Rahayu, 2012)
2. Manifestasi Klinis
a. Gejala klinis
1) RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
2) Bradikardia
3) Tonus otot berkurang
4) DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
5) Takikardi
6) Apnea
7) Pucat
8) Sianosis
9) Penurunan terhadap stimulus
10) Nafas cepat, nafas cuping hidung
b. Gejala lanjut pada asfiksia
1) Pernafasan megap-megap yang dalam
2) Denyut jantung terus menurun
3) Tekanan darah mulai menurun
4) Bayi terlihat lemas (flaccid)
5) Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6) Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7) Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8) Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9) Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler (Rustam,2014)
3. Etiologi
Keadaan asfiksia terejadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Sarwono (2012) adalah :
a. Asfiksia dalam kehamilan
1) Penyakit infeksi akut
2) Penyakit infeksi kronik
3) Keracunan oleh obat – obat bius
4) Uraemia dan toksemia gravidarum
5) Anemia berat
6) Cacat bawaan
7) Trauma
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2
- Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
- Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus- menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri.
- Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
- Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
- Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
- Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
- Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
2) Paralisis pusat pernapasan
- Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
- Trauma dari dalam : akibat obat bius
Sedangkan menurut Smeltzer (2015), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa faktor
yaitu :
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
2) Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklamsi.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat
persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi
misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan,
hipoplasia paru.
4. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia
pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan
dan pemberian tidak dimulai segera. (Sarwono, 2012)
5. Pathway

(Rahayu,2012)
6. Komplikasi
a. Otak : edema otak, perdarahan otak
b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
c. Ginjal : tubular nekrosis akut
d. Hiperbilirubinemia (Mansjoer,2013)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Langkah awal
1) Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan
hangat untuk melakukan pertolongan.
2) Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi
atau mengganjal bahu bayi dengan kain)
3) Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia Bersihkan jalan nafas
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir pada mulut baru
pada hidung
b) Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap lendir setelah
kepala lahir (berhenti seberi tar untuk menghisap lendir di mulut dan hidung). Bila
bayi menangis, nafas teratur, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi
mengalami depresi, tidak menangis, lakukan upaya maksimal untuk
membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut lebar-lebar dan
menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
c) Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan warna kulit
kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi tidak menangis atau
megap-megap, warna kulit biru atau pucat denyut jari tung kurang dan 100
xlme4it, lanjutkan langkah resusitasi.
b. Langkah resusitasi
1) Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton resusitasi dan
sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test untuk baton dan
sungkup muka)
2) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa bayi
3) Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan dada bagian
atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat.
4) Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi tengadah
5) Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk
6) semacam tautan sungkup dan wajah.
7) Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan
(tergantung pada ukuran balon resusitasi)
8) Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua kali dan
periksa gerakan dinding dada
9) Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang maka lakukan
ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada atau tersedia oksigen guna
udara ruangan)
10) Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan tekanan yang
tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi
11) Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi berjalan secara
adekuat.
12) Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi atau terjadi
kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang Lakukan ventilasi selama 2 x 30
detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian segera tentang upaya bernafas
spontan dan warna kulit:
a) Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi, lakukan kontak
kulit ibu-bayi, lakukan asuhan normal bayi barn lahir (menjaga bayi tetap hangat,
mulai memberikan ASI dm1 dan mencegah infeksi dan imunisasi)
b) Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60
detik kemudian lakukan penilaian ulang.
c) Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan ventilasi lakukan
kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi barn lahir.
d) Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan ventilasi dengan
menggunakan oksigen (bila tersedia)
e) Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan pernafasan dengan
ventilasi.
f) Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas denyut jari tung
dan warna kulit
g) Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3 menit, rujuk ke fasilitas
pelayanan perawatan bayi resiko tinggi.
h) Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi denyut jari
tung bayi setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan ventilasi, bayi dinyatakan
meninggal (jelaskan kepada keluarga bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri
dukungan emosional pada keluarga. (Dewi,2011)
8. Klasifikasi
a. Asfiksia ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada.
c. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang- kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan
fisik sama asfiksia berat (Rustam,2014).
Cara menilai tingkatan APGAR score (Rustam,2016)
Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Tubuh kemerahan
Seluruh tubuh biru
Appearance Ekstermitas Seluruh tubuh
atau putih
(warna kulit) biru kemerah-merahan

Pulse
< 100 x/ menit
(Frekuensi jantung) Tidak ada > 100 x/ menit

Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menang
is
Activity Fleksi ekstremitas
Tidak Ada
(tonus otot) (Lemah) Fleksi kuat, gerak
Gerakan
aktif
Lambat atau tidak
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar
5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor Apgar) (Rustam,2014).
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2012), yaitu:
a. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan darah janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi
yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan
tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan
resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut
APGAR.
d. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-
20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
e. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180x/mnt. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir
c. Makanan dan cairan
1) Berat badan : 2500 – 4000 gram
2) Panjang badan : 44 – 45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernapasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit. skor optimal harus antara 7-
10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak
: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal
: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis
mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan
bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal) (Herdman,2013)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Hipotermi
e. Defisiensi pengetahuan (Carpenito,2011)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien - keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. (Hidayat,2012)
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia berdasarkan kriteria hasil
pada tujuan keperawatan yaitu :
f. Pola napas bayi kembali efektif sebagaimana mestinya
g. Tidak ada penumpakan sekret pada jalan napas bayi
h. Nutrisi bayi tercukupi dan tidak ada masalah
i. Bayi tidak terjadi hipotermi dan suhu tubuh dalam keadaan normal
j. Pengetahuan keluarga terkait masalah bayi. (Hidayat,2012)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi.2013. Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing
Carpenito, Lynda Juall. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika Herdman, T. Heather.2013. Diagnosis Keperawatan definisi dan
Klasifikasi. Jakarta :
EGC
Hidayat, Aziz. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
Mansjoer, Arief.2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2012. Penyulit Pada Neonatus. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Maryunani A, Nurhayati.
2014.Asuhankegawatdaruratandanpenyulitpadaneonatus.
Trans Info Medika. Jakarta.
Rahayu, Sri Dedeh. 2012. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba
Medika
Rustam, M. 2014. Sinopsis Obstentri Fisiologi dan Obstentri Patofisiologi. Edisi 3
Jilid
I. Jakarta. EGC.
Sarwono Prawirohardjo, 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
Smeltzer, Bare.2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta :
EGG
Semarang,
Nov
ember 2019

Mahasiswa

Hadez Mahendra NIM : P27220019272

Mengetahui

Clinical Instructure/CI Clinical Teacher/CT

Sumiyanti,S.Kep.,Ners Dyah Dwi


Astuti,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.An NIP: 19721113 200013 2 007 NIP:

Anda mungkin juga menyukai