Disusun Oleh:
Kelompok 3
Disusun Oleh:
Kelompok 3
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Hari : Jumat
Tanggal : 25 Juli 2021
Yang Mengesahkan,
iii
KATA PENGANTAR
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 35
LAMPIRAN JURNAL...............................................................................52
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
malnutrisi. Ketika seorang individu memiliki pneumonia, alveoli diisi dengan
nanah dan cairan, yang membuat bernapas menyakitkan dan membatasi
asupan oksigen. Pneumonia merupakan faktor penyebab kematian terbesar
pada anakanak di seluruh dunia, dengan kasus kematian sebesar 920.136 pada
anak-anak di bawah usia 5 tahun (tahun 2015), angka ini menyumbang 16%
dari semua kematian anak-anak di bawah lima tahun.
Nebulisasi dan Fisioterapi dada merupakan salah satu terapi penting
dalam pengobatan pada penyakit pernapasan untuk anak-anak yang menderita
penyakit pernapasan (Purnamiasih, 2020). Fisioterapi dada merupakan
kelompok terapi non farmakologis yang digunakan dengan kombinasi untuk
mobilisasi sekresipulmonal (Yanwar, 2016).
Tujuan utama dilakukannya fisioterapi dada adalah untuk
membersihkan obstruksi jalan nafas, mengurangi hambatan jalan nafas,
meningkatkan pertukaran gas dan mengurangi kerja pernafasan, fisioterapi
dada pada anak ditujukan untuk meningkatkan pengeluaran mukus
diantaranya menggunakan teknik postural drainage, perkusi / vibrasi /
tapotemen. Pemberian tindakan fisioterapi dada pada anak sangat sederhana
dan mudah dilakukan namun diperlukan keberanian dan memahami
pemeriksaan auskultasi paru pada pada anak untuk menentukan area paru sisi
makan yang banyak dahaknya (Purnamiasih,2020).
Upaya penanganan pneumonia difasilitasi oleh kesehatan tingkat dasar
terintegrasi dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Gejala klinis
yang sering dirasakan balita atau anak dengan pneumonia adalah batuk.
Batuk dapat terjadi sepanjang hari dan dapat mengganggu kenyamanan anak
dalam beraktivitas. Fisioterapi pada anak dapat dijadikan sebagai salah satu
pilihan terhadap penurunan frekuensi batuk pada anak.
Berdasarkan urian latar belakang di atas, penulis perlu melakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh fisioterapi terhadap
penurunan frekuensi batuk pada balita pneumonia.
2
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisi pengaruh kombinasi
nebulisasi dan fisioterapi pada balita pneumonia.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
balita pneumonia.
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa
dalam penanganan pneomunia pada anak.
1.3.2 Institusi
Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan khususnya terapi non farmakologi Reminiscence untuk
dimanfaatkan sebagai sumber belajar dan diharapkan diterapkan
intervensi non farmakologi lainnya atau dengan variabel yang berbeda.
1.3.3 RSUD dr. Haryoto
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan
untuk anak pada pneomonia.
BAB 2
3
TINJAUAN TEORI
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2010 Pneumonia diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Pneumonia berat
2) Pneumonia ringan
3) Bukan Pneumonia (penyakit paru lain)
Sedangkan pada Panduan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2015)
Pneumonia diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a) Pneumonia komuniti
b) Pneumonia nasokomial
c) Pneumonia asipirasi
d) Pneumonia pada penderita imunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan dalam penatalaksanaan
2) Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia bacteria/ Typical. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya Klepsiella pada penderita alkoholik, staphylococcus
pada penderita pasca infeksi influenza.
4
b) Pneumonia atipikal, disebabkan mecoplasma, legionella dan
chlamydia
c) Pneumonia virus d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi
sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan
tubuh lemah
3) Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bacterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
sekmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan
b) Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltra pda
lapang paru dapat disebabkan oleh bacterial maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
c) Pneumonia interstisial.
2.1.3 Etiologi
5
normal, hal itu dikarenakan saat ini penanganan dan perawatan balita
dengan status gizi buruk sudah semakin baik sehingga bisa mengurangi
angka kesakitan dan kematian akibat status gizi buruk. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Herman (2002) di Kabupaten Ogan Komering
Ilir yang menemukan bahwa balita dengan status gizi baik lebih tinggi
yang terkena pneumonia dibandingkan balita dengan status gizi kurang.
2. Umur Balita
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang masih
lemah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk ke dalam
kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza dan pnemonia.
Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran
pernafasan yang relatif sempit.
3. Jenis Kelamin
Anak laki-laki adalah faktor resiko yang mempengaruhi kesakitan
pnemonia. Hal ini disebabklan karena diameter saluran pernafasan anak
laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya
perbedaan dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan perempuan.
4. Berat Badan Lahir
Bayi dengan berat lahir rendah pembentukan zat anti kekebalan kurang
sempurna, zat anti kekebalan kurang sempurna, pertumbuhan dan
maturasi organ dan alat-alat tubuh belum sempurna akibatnya bayi
dengan berat badan lahir rendah lebih mudah mendapatkan komplikasi
dan infeksi, terutama pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya. Pada
penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat
BBLR dengan kejadian pneumonia.
5. Riwayat ASI Eksklusif
6. Kandungan ASI sudah lengkap yaitu terdiri dari lemak, protein,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan unsur- unsur anti infektif. 12 Bayi
yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin dari ibunya
melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera
setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup
banyak sehingga mencapai kadar protektif pada saat berusia sekitar 9-12
bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang
6
dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi
kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
2.1.5 Patofisiologi
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit
yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas
bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun berseblahan dengan
sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajam
7
oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas
saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif. Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme
penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari
tubuh dan aspirasi melalui orofaring tubuh pertama kali akan melakukan
mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respon radang.
Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun,
alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman
pneumococcus difagosit oleh leukoasit dan sewaktu resolusi berlangsung
makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit beserta kuman. Paru
masuk ke dalam tahap hepatitis abu-abu dan tampak berwarna abu-abu.
Kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru kembali menjadi
normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas (Mamik, 2015).
8
2.2 Konsep Fisioterapi Dada
2.2.1 Pengertian
Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan untuk membantu
mengeluarkan dahak di paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.
Fisioterapi dada merupakan salah satu terapi penting dalam
pengobatan pada penyakit pernapasan untuk anak-anak yang menderita
penyakit pernapasan (Purnamiasih, 2020). Fisioterapi dada merupakan
kelompok terapi non farmakologis yang digunakan dengan kombinasi untuk
mobilisasi sekresipulmonal (Yanwar, 2016).
2.2.2 Tujuan Fisioterapi Dada
9
atau mencegah obstruksi bronkial yang disebabkan oleh akumulasi
sekresi (Brunner & Sudarth,2001).
Macam-macam posisi pelaksanaan postural drainase :
a) Supinasi : Lobus atau segmen anterior.
b) Pronasi : Lobus bawah segmen superior.
c) Lateral kiri : Lobus bawah segmen basal lateral/segmen tepi.
d) Lateral kanan : Lobus bawah segmen anterior/segmen tengah.
2. Indikasi untuk pelaksanaan postural darinase
a) Profilaksis untuk mencegah terjadinya penumpukan sekret yaitu
pada :
(1) Pasien yang memakai ventilasi.
(2) Pasien yang melakukan tirah baring lama.
(3) Pasien dengan produksi sputum meningkat.
(4) Pasien dengan batuk yang tidak efektif.
b) Mobilisasi sekret yang tertahan yaitu pada :
(1) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret.
(2) Pasien dengan abses paru.
(3) Pasien dengan pneumonia.
(4) Pasien pre dan post operatif.
(5)Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk.
3. Kontraindikasi pelaksanaan postural drainase :
a) Aksaserbasi akut PPOK.
b) Pneumonia tanpa bukti sputum yang berlebihan.
c) Osteoporosis.
d) Kanker paru.
e) Edema serebral.
4. Persiapan klien untuk postural drainase :
a) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang.
b) Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi
lengkap.
c) Periksa nadi dan tekanan darah.
10
d) Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction
untuk mengeluarkan sekret.
5. Cara melakukan terapi :
a) Terapis harus didepan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi
selama postural drainase.
b) Postural drainase di lakukan dua atau tiga kali sehari.
c) Waktu terbaik sebelum sarapan, sebelum makan siang, disore hari
dan sebelum tidur.
d) Bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap
posisi 3-10 menit.
6. Penilaian hasil terapi:
a) Pada auskultasi apakah suara pernfasan meningkat dan sama kiri
dan kanan.
b) Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
c) Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau
kental.
d) Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa
lelah, merasa enakan atau sakit.
e) Bagaimana efek yang nampak pada vital sign.
f) Apakah foto toraks ada perbaikan.
7. Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan :
a) Pasien tidak demam dalam 24-48 jam.
b) Suara pernafasan normal atau relatif jelas.
c) Foto toraks relative jelas.
d) Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.
8. Alat dan bahan :
a) Bantal 2-3.
b) Tisu wajah.
c) Stetoskop
d) Masker
e) Handuk Kecil
f) Sputum pot.
11
9. Prosedur kerja :
a) Jelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya postural drainase.
b) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
c) Cuci tangan.
d) Pakai masker.
e) Dekatkan sputum pot.
f) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan di drainase.
g) Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit,
sambil postural drainase bisa dilakukan clapping dan vibrating.
h) Berikan tisu untuk membersihkan sputum.
i) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif.
j) Evaluasi respon pasien ( pola nafas, sputum : warna, volume, suara
pernafasan).
k) Cuci tangan.
l) Dokumentasikan ( jam, hari, tanggal, respon pasien ).
m)Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi
kembali dengan memperhatikan kondisi pasien.
12
pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada
yang diteruskan pada saluran nafas paru.
Indikasi untuk perkusi : perkusi secara rutin dilakukan pada pasien
yang mendapatkan postural drainase, jadi semua indikasi postural
drainase secara umum adalah indikasi perkusi. Perkusi harus
dilakukan hati-hati pada keadaan patah tulang rusuk, emfisema
subkutan daerah leher dan dada, luka bakar, infeksi kulit, emboli paru,
pneumotoraks tension yang tidak diobati.
Alat dan bahan : handuk kecil dan prosedur kerja :
1) Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk untuk
megurangi ketidaknyamanan.
2) Anjurkan pasien untuk rileks, nafas dalam atau perlahan dengan
Purse Lips Breathing.
3) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2 menit dengan tangan
seperti mangkok. Perkusi dihindari pada payudara, sternum, tulang
belakang, ginjal (Kozier & Erb’s, 2012).
c. Fisioterapi Dada dengan Vibration.
Fisioterapi dada dengan vibrasi adalah getaran yang kuat yang
dihasilkan oleh tangan pada dinding dada klien (Kozier & Erb’s,
2012) menurut Brunner & Sudarth tahun 2001 Fisioterapi dada
dengan vibrasi adalah teknik memberikan kompresi dan getaran
manual pada dinding dada selama fase ekshalasi pernafasan.
Sedangkan penggetaran pada dinding dada dengan kompresi dada
menggerakkan sekret kejalan nafas yang besar sehingga sekret mudah
dikeluarkan menurut Aziz Mashabi,1990.
Getaran ini dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara sehingga dapat melonggarkan sekret yang kental. Hal ini
dilakukan bergantian dengan perkusi. Vibrasi dilakukan hanya pada
waktu pasien mengeluarkan nafas. Prosedur kerja :
1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area dada
yang akan di lakukan vibrasi atau tangan juga dapat berdampingan.
13
2) Minta klien untuk nafas dalam dan menghembuskan nafas perlahan
dari hidung atau mulut mengerucut.
3) Kedua tangan dan otot lengan tegang dan menggunakan tumit
tangan kemudian lakukan getaran. Getaran tangan dihentikan ketika
pasien inhalasi.
4) Getaran dilakukan sebanyak lima kali hembusan nafas setiap
segmen paru yang terkena.
5) Setelah vibrasi dilakukan suruh pasien untuk batuk dan membuang
sputum kedalam wadah sputum (Kozier & Erb’s, 2012). secara andal
lebih unggul dalam perawatan frekuensi batuk. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Cohen et al. (2012), telah meninjau literatur penelitian
dan menemukan bahwa madu memiliki profil keamanan yang sangat
baik dan efek menguntungkan pada pencegahan batuk. Cohen et al.
(2012) melakukan penelitian pada tiga ratus anak dengan rentan usia
1-5 tahun dengan ISPA, batuk malam hari dan durasi penyakit adalah
lima sampai tuju hari. Efek madu lebih baik daripada ekstrak kurma
untuk menghilangkan infeksi saluran pernafasan pada masa kanak-
kanak (Meo et al., 2017). Dari penelitian dan tinjauan pustaka oleh
Sopo, Miceli et al., (2015), tampak menunjukkan bahwa susu dan
madu sama efektifnya dengan obat batuk yang dijual di pasaran dalam
pengobatan batuk akut non-spesifik pada anak-anak. Banyak orang tua
dan pengasuhenggan meninggalkan obat batuk yang dijual di pasaran,
tetapi madu bisa menjadi pengganti obat. Bahkan jika efek plasebo
tidak dapat sepenuhnya dikecualikan, madu dianggap sebagai
makanan yang sangat baik dengan banyak sifat gizi untuk anak-anak >
usia 1 tahun, di berikan dengan dosisi 10cc/hari pada waktu 30 menit
sebelum tidur(Sopo, Miceli et al., 2015).
14
2.2.4 Prosedur Penatalaksanaan Fototerapi Dada
1) Tentukan adanya kotraindikasi untuk penggunaan fisioterapi dada
misalnya eksaserbasi akut PPOK, pneumonia tanpa bukti produksi
sputum yang berlebihan, osteoporosis, kanker paru-paru dan edema
serebral.
2) Lakukan fisioterapi dada dua jam setelah makan atau lebih.
3) Jelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya fisioterapi dada pada
pasien.
4) Dekatkan peralatan yang diperlukan.
5) Pantau pernafasan dan status jantung pasien ( misalnya kecepatan,
irama, suara nafas dan kedalaman nafas.
6) Memantau jumlah dan karakteristik sekret.
7) Menentukan segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan.
8) Posisikan pasien dengan posisi yang sesuai, hindari pasien dengan
COPD, cedera kepala akut, dan masalah jantung dalam posisi
trendelenburg karena dapat meningkatkan sesak nafas, tekanan
intrakranial dan stres.
9) Gunakan bantal untuk membantu pasien dalam posisi tersebut.
10) Melakukan perkusi dengan cepat dengan tangan membentuk
mangkuk atau menangkup di daerah segmen paru selama 3-5 menit.
11) Lakukan vibrasi atau getaran dengan cepat.
12) Anjurkan pasien untuk meludah dan membuang sekresi yang
menempel melalui pernafasan dalam.
13) Mendorong pasien batuk selama dan setelah prosedur.
14) Bantu dengan suction untuk melonggarkan sekret.
15)Pantau toleransi pasien selama dan sesudah dilakukannya
prosedur fisioterapi dada. (Bulechek, dkk 2013).
Dengan usia di bawah 12 bulan tidak disarankan untuk
mengonsumsi madu mentah yang berasal dari alam. Efek samping
konsumsi madu yang masih mentah mengandung racun berupa spora
bernama Clostridium botulinum. Racun ini berasal dari sengat lebah
madu yang tercampur. Anak-anak dengan usia di bawah setahun
15
kalau mengonsumsi madu bisa mengalami demam, mual, sembelit,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, dan kemungkinan lumpuh otot
(Meo et al., 2017).
16
BAB 3
ANALISA JURNAL
Tahun : 2018
No Kriteria Pembenaran
17
Responden dipilih dengan
menggunakan teknik
consecutive sampling.
- Instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah
observasi
3. C Sampel penelitian ini adalah
Responden 17 pada kelompok
(Comparation) kontrol dan 17 responden pada
kelompok intervensi
Judul Jurnal 2 : Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada
anak usia 1- 5 tahun yang mengalami gangguan bersihan jalan
nafas di puskesmas moch. Ramdhan bandung
Tahun : 2014
No Kriteria Pembenaran
18
(Comparation)
Tahun : 2015
No Kriteria Pembenaran
.
2. I
(Intervensi)
19
dilakukan fisioterapi dada pada 42
responden
20
BAB 4
METODE
Jurnal 1
Judul Penelitian :
Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada meningkatkan status
pernapasan pada anakanak dengan pneumonia
Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
fisioterapi dada dan nebulisasi terhadap status pernapasan anak-anak
tersebut.
Metode Dan Prosedur Penelitian :
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu dengan pra dan
post mencakup dua kelompok. Responden dipilih dengan
menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel penelitian ini
adalah kelompok kontrol dan 17 responden pada kelompok intervensi.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah observasi saturasi diukur selama dua puluh menit
sebelum perlakuan diberikan. Responden baru saja menerima diikuti
dengan nebulisasi satu kali (berdasarkan standar karakteristik obat
pada kedua kelompok asisten studi (fisioterapis) adalah orang yang
melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada diberikan selama tiga
puluh menit di ruang perawatan. Fisioterapi dada diberikan sebelum
makan atau 1 hingga 1,5 jam setelah makan untuk mengurangi asisten
21
mencatat status pernapasan pada pengamatan kejenuhan. Pengukuran
dilakukan setelah 20 menit perawatan. Studi ini disetujui oleh Etika
dan multivariat menggunakan uji-t independen.
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perbedaan
sebelum pengobatan di denyut jantung dan saturasi oksigen antara
kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p > 0,05) dan tidak ada
perbedaan frekuensi pernapasan antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi (p < 0,05). Meskipun tidak ada perbedaan yang
ditemukan pada denyut jantung setelah pengobatan kejenuhan antara
kelompok kontrol dan kelompok intervens (P = 0,05). dalam status
pernapasan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi; tingkat
pernapasan kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok
kontrol.
Kesimpulan penelitian:
Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada lebih efektif daripada
nebulisasi saja. Penting untuk mempertimbangkan kembali kombinasi
nebulisasi dan fisioterapi dada untuk mengatasi masalah obstruksi
jalan napas.
Rekomendasi penelitian
Peneliti ini merekomendasikan kepada petugas kesehatan untuk
melakukan kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada lebih efektif
daripada nebulisasi saja. Penting untuk mempertimbangkan kembali
kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada untuk mengatasi masalah
obstruksi jalan napas..
Jurnal 2
Judul Penelitian :
Fisioterapi dada dibandingkan dengan tanpa fisioterapi dada untuk
pneumonia
Tujuan Penelitian :
22
Untuk menentukan efektivitas dan penerimaan fisioterapi dada
dibandingkan tanpa pengobatan atau batuk spontan saja untuk
meningkatkan pembersihan lendir pada pneumoni.
Metode Dan Prosedur Penelitian :
Kami mencari Daftar Percobaan Kelompok Fibrosis Kistik dan
Gangguan Genetik Cochrane yang terdiri dari referensi yang
diidentifikasi dari pencarian basis data elektronik komprehensif dan
pencarian tangan dari jurnal yang relevan dan buku abstrak dari
prosiding konferensi. Studi klinis acak atau kuasi-acak di mana bentuk
fisioterapi dada (teknik pembersihan jalan napas) dipertimbangkan
pada orang dengan fibrosis kistik dibandingkan dengan tanpa
pengobatan fisioterapi atau batuk spontan saja.
Hasil Penelitian :
Dari hasil penelitian Pencarian mengidentifikasi 157 studi, dimana
delapan studi cross-over (data dari 96 peserta) memenuhi kriteria
inklusi. Ada perbedaan antara studi dalam cara intervensi
disampaikan, dengan beberapa kelompok intervensi menggabungkan
lebih dari satu modalitas pengobatan. Satu studi termasuk melihat
drainase autogenik, enam dianggap fisioterapi dada konvensional, tiga
dianggap tekanan ekspirasi positif berosilasi, tujuh dianggap tekanan
ekspirasi positif dan satu dianggap tekanan tinggi tekanan ekspirasi
positif. Dari delapan studi, enam adalah studi pengobatan tunggal dan
dua, intervensi pengobatan dilakukan selama dua hari berturut-turut
(sekali sehari dalam satu, dua kali sehari di hari lain). Heterogenitas
yang sangat besar dalam intervensi pengobatan ini mencegah
dilakukannya meta-analisis.
Kesimpulan penelitian:
Hasil tinjauan ini menunjukkan bahwa teknik pembersihan jalan napas
memiliki efek jangka pendek dalam hal meningkatkan transportasi
lendir. Tidak ada bukti yang ditemukan untuk menarik kesimpulan
mengenai efek jangka panjang.
Rekomendasi penelitian :
23
Kesimpulan dan hasil tinjauan ini merekomendasikan bahwa teknik
pembersihan jalan napas memiliki efek jangka pendek dalam hal
meningkatkan transportasi lendir. Tidak ada bukti yang ditemukan
untuk menarik kesimpulan mengenai efek jangka panjang.
Jurnal 3
Judul :
Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada
Anak Usia 1- 5 Tahun Yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan
Nafas Di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung
Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian jurnal ini untuk menguji pengaruh fisioterapi dada
terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia 1-5 tahun yang
mengalami gangguan pernafasan di Puskesmas Moch.Ramdhan.
Metode Dan Prosedur Penelitian :
Metode penelitia dai jurnal ini menggunakan analisis bivariat ini
untuk melihat Pengaruh kedua variabel dengan menggunakan uji
nonparametrik Wilcoxon Signed Rank test. Sedangkan untuk
mengetahui uji beda proporsi bersihan jalan nafas sebelum dan
sesudah dilakukan fisioterapi menggunakan uji Chi-Square. Analisis
bivariat ini menggunakan program statistik perangkat lunak (SPSS 17)
komputer dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05). Instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
: 1). Lembar observasi untuk mengevaluasi efektivitas pemberian
fisioterapi yaitu, Respirasi Rate (RR) pasien, PCH dan Retraksi
Interkostal 2). Sop Fisioterapi dada yang dibuat oleh peneliti.
Selanjutnya peneliti melakukan uji content validitas dengan cara
melakukan uji ekspert dengan ahli anak dan tim dokter anak. Setelah
data penelitian terkumpul, maka peneliti melakukan Analisis univariat
yaitu analisis yang dilakukan terhadap variabelvariabel dari hasil
penelitian dengan melihat Karakteristik responden berupa Rerpirasi
rate (RR), pernafasan cuping hidung (PCH), Retraksi interkostal
(RIC).
24
Hasil Penelitian :
Bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan dimana paru atau trache
terbebas dari penumpukan secret baik sepenuhnya atau sebagian
dimana frekwensi nafas dalam batas norma 0.05. Hasil penelitian ini
menunjukan proporsi bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah
fisioterapi dada tidak ada perbedaan
Kesimpulan penelitian :
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan frekwensi nafas sebelum dan
sesudah dilakukan fisioterapi dada pada anak yang mengalami
bersihan jalan nafas. dimana dapat diketahui dari hasil penelitian
dengan hasil perhitungan p = 0.00 (p=<0.05), hal ini berarti bahwa
fisioterapi dada dapat membantu perbaikan frekuensi nafas pada anak
yang mengalami gangguan bersiha jalan nafas. Sedangkan untuk uji
beda proporsi (pernafasan cuping hdung dan retraksi interkostal) tidak
terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada
dengan hasil perhitungan p = 0.225, artinya fisioterapi dada tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap pernafasan cuping hidung
dan retraksi interkostal.
Rekomendasi penelitian :
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk melakukan
penelitian selanjutnya, selain itu diperlukan evaluasi akhir secara lebih
ketat antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada
25
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
No Penulis Nama Jurnal Tahun Vol Judul Metode Sampel Hasil Temuan Database
. Penelitian
1. Nur Eni Elsevier (2018) The combination Eksperimen Penelitian ini a. Tidak ada perbedaan Pubmed
Lestari, Enfermería of nebulization semu dengan menggunakan perbedaan sebelum
Nani Clínica - and chest desain 34 responden pengobatan di denyut
Nurhaeni physiotherapy nonequivalent dengan metode jantung dan saturasi
DAN Siti improved control group observasi oksigen
Chodidjah respiratory status design antara kelompok kontrol
in children with sebelum dan dan kelompok intervensi
pneumonia sesudah tes (p > 0,05) dan tidak
(Kombinasi ada perbedaan frekuensi
nebulisasi dan pernapasan antara
fisioterapi dada kelompok kontrol dan
meningkatkan kelompok intervensi (p <
status 0,05). Meskipun tidak ada
pernapasan pada perbedaan yang
anakanak dengan ditemukan pada denyut
pneumonia) jantung setelah
26
pengobatan
b. Kejenuhan antara
kelompok kontrol dan
kelompok
intervensi (p
dalam status pernapasan
antara kelompok kontrol
dan
kelompok intervensi;
tingkat pernapasan
kelompok
intervensi lebih tinggi
daripada kelompok
kontrol (p
=0,05).
Hasil analisis bivariat
menunjukkan adanya
hubungan antara
umur dengan denyut
jantung
2. Maidartati Jurnal ilmu 2014 Vol.II Pengaruh Kuasi Penelitian ini Hasil uji statistik Google
keperawatan fisioterapi dada eksperimen.p menggunakan menunjukan terdapat scholar
terhadap ost group pre 17 responden perbedaan bermakna rerata
bersihan jalan dengan metode frekwensi bersihan jalan
27
nafas pada anak dan postest purposive nafas sebelum dan sesudah
usia 1- 5 tahun sampling fisioterapi yaitu nilai P-value
yang mengalami 0000. Sedangkan untuk uji
gangguan beda bersihan nafas sebelum
bersihan jalan dan sesudah
nafas di fisioterapi didapatkan hasil P-
puskesmas value 0.225. fisioterapi dada
moch. Ramdhan dapat diusulkan sebagai
bandung tindakan rutin di
Puskesmas dalam terapi
supportif bagi anak yang
mengalami gangguan
bersihan jalan nafas.
3. Louise Trusted 2015 - Fisioterapi dada Studi klinis Dari hasil Hasil penelitian ada Google
Warnock1, evidence. dibandingkan acak atau penelitian perbedaan antara studi dalam Shcolar
Alison dengan tanpa kuasi-acak Pencarian cara intervensi disampaikan,
Informed
Gates fisioterapi dada mengidentifika dengan beberapa kelompok
decisions. untuk pneumonia si 157 studi, intervensi menggabungkan
Better dimana lebih dari satu modalitas
delapan studi pengobatan
health
cross-over
(data dari 96
peserta)
memenuhi
28
kriteria inklusi.
29
30
5.2. Pembahasan
31
melalui mouth pieceatau sungkup dan masuk ke paru-paru untuk
mengencerkan sekret (Wahyuni, 2017). Fisioterapi dada dan nebulizer pada anak
bertujuan diantaranya untuk meningkatkan pengeluaran mukus, mencegah
terkumpulnya dahak dalam saluran nafas dan mempercepat pengeluaran dahak
sehingga tidak terjadi atelektasis dan memudahkan pengeluaran dahak. Pemberian
tindakan fisioterapi dada dan nebulizer pada anak sangat sederhana dan mudah
dilakukan namun diperlukan keberanian dan memahami pemeriksaan auskultasi
paru pada anak untuk menentukan area paru sisi makan yang banyak dahaknya.
32
Hasil penelitian dalam jurnal yang di dapat ini menunjukkan bahwa
Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada lebih kefektif daripada nebulisasi saja
terhadap peningkatan status pernafasan anak.
33
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari riview jurnal didapat bahwa terapi ini sangat efektif
dilakukan di rumah sakit dengan anak pneumonia yang dilakukan secara bersamaa
dengan nebulizer yang dilakukan selama 20-30 menit.
6.2. Saran
a. Bagi peneliti
Peneliti sebagai ilmu pengetahuan baru mengenai kolaborasi fisioterapi
dada dan nebulizer untuk mengatasi bersihan jalan napas pada anak. Bagi
peneliti selanjutnya diharapkan melakukan peneliti dengan menggunakan
sampel yang lebih besar.
b. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literature
mahasiswa terkait penatalaksanaan fisioterapi dada dan nebulizer pada
pasien yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif
c. Bagi profesi keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
keterampilanperawat sebagai tenaga kesehatan untuk memberikan terapi
alternative mengenai fisioterapi dada dan nebulizer yang dapat digunakan
pada pasien bersihan jalan napas tidak efektif.
d. Pengaplikasian Bagi Rs
Terapi ini sangat efektifk jika dilakukan dirumah sakit untuk mengurangi
rawat inap pada anak dengan mengaplikasin kedua terapi secara
bersamaan.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Goldman, R. D. (2014). Child Health Update Honey for treatment of cough in
children. Child Health Update, 60, 1107–1109.
Hadiana. (2013). Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Balita (1st ed.). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Hammour, K. A., Jalil, M. A., & Hammour, W. A. (2018). An exploration of
parents’ knowledge, attitudes and practices towards the use of antibiotics in
childhood upper respiratory tract infections in a tertiary Jordanian Hospital.
Saudi Pharmaceutical Journal, 26(6), 780–785.
https://doi.org/10.1016/j.jsps.2018.04.006
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2018-2020 (10th ed.). Jakarta: EGC.
Kemenkes. (2014). Hasil Riskes. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
58(12), 7250–7257. https://doi.org/10.1128/AAC.03728-14
Khan, S. U., Anjum, S. I., Rahman, K., Ansari, M. J., Khan, W. U., Kamal, S., …
Khan, H. U. (2018). Honey: Single food stuff comprises many drugs. Saudi
Journal of Biological Sciences, 25(2), 320–325.
https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2017.08.004
Marcdante, K., Robert, K., Hal, J., & Richard, B. (2018). Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Sari Pediatri, 7(3), 153–159. Marrisa. (2011). Penyakit Batuk Pilek
Demam Pada Anak (1st ed.). Malang: Jaya Media.
36