PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis. Di Negara maju, hepatitis C kronis
dan konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan penyebab paling umum
dari sirosis. Secara lengkap, sirosis ditandai dengan fibrosis jaringan dan
konversi hati yang normal menjadi nodul struktural yang abnormal.
Akibatnya, bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta
yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal (Pinzani et al., 2011). Penyebab
munculnya sirosis hepatis di negara barat akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis
sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel
stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung
secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada
bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang
teratur pada fase dini, diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi
dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi (Riley et al.,
2009).
Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab
kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin
meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat sirosis hati. Data WHO
(2008) menunjukkan pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat manusia
menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-
4 juta. The Journal for Nurse Practitioners mengatakan bahwa di Amerika
Serikat, penyakit hati kronis adalah penyebab kematian ke dua belas. Sekitar
5,5 juta orang di Amerika Serikat memiliki sirosis.
Menurut Hadi (2008) di Indonesia, kasus sirosis lebih banyak
ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan
1
perbandingan 2-4:1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan 3059
tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun. Sirosis hati dijumpai di seluruh
negara termasuk Indonesia. Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan
masalah kesehatan yang masih sulit di atasi di Indonesia dan mengancam jiwa
manusia. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka kesakitan dan
kematian akibat sirosis hati di Indonesia. Data WHO menunjukkan bahwa
pada tahun 2004 di Indonesia Age Standarized Death Rates (ASDR) sirosis
hati mencapai 13,9 per 100.000 penduduk. Di Indonesia pada tahun 2004
terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan Proportionate
Mortality Rate (PMR) 1,2%. Diperkirakan prevalensi sirosis hati di Indonesia
adalah 3,5% dari seluruh proporsi pasien penyakit dalam atau rata-rata
proporsi 47,4% dari seluruh penyakit hati yang dirawat. Penderita sirosis hati
lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki dibandingkan dengan kaum wanita
(Runyon, 2009).
Komplikasi yang dialami pasien sirosis hati antara lain hipertensi
portal, ascites, spontaneous bakterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan
ensefalopati hepatik. Antara komplikasi satu dengan yang lain saling terkait.
Ascites hanya akan muncul jika pasien mengalami hipertensi portal. Pasien
yang mengalami varises esofagus akan berisiko terjadi perdarahan karena
ruptur esofagus, pada keadaan perdarahan akan menjadi salah satu faktor
pemicu terjadinya ensefalopati hepatik (Tasnif dan Hebert, 2011).
Ensepalopati hepatik merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah
mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik.
Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis)
dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 di mana pasien
sudah jatuh ke keadaan koma (Rahimi and Rockey, 2012). Selanjutnya Wolf
(2012) menjelaskan bahwa patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga
oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan
permeabilitas sawar darah otak. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak
ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin
tersebut di antaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter
palsu (tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan
gamma-aminobutyric acid (GABA).
Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah
berupa peningkatan kadar amonia serum. Amonia merupakan hasil samping
dari metabolisme protein, dan sebagian besar diperoleh dari pencernaan
makanan atau dari adanya protein dalam darah yang masuk ke saluran cerna
(misalnya perdarahan varises esofageal). Bakteri yang ada dalam saluran
2
cerna mencerna protein menjadi polipeptida, asam amino, dan amonia. Zat‐zat
ini kemudian diabsorpsi melalui mukosa usus, di mana mereka kemudian
dimetabolisme lebih lanjut, disimpan untuk penggunaan kemudian, atau
digunakan sebagai bahan dasar untuk sintesis protein lain. Amonia mudah
dimetabolisme di hati menjadi urea, dan kemudian dieliminasi melalui ginjal.
Ketika aliran darah dan metabolisme hati terganggu karena sirosis, kadar
amonia serum dan sistem saraf pusat menjadi meningkat.
Amonia yang masuk ke sistem saraf pusat bergabung dengan α‐ketoglutarate
membentuk glutamin, suatu asam amino aromatik. Amonia dianggap penting
dalam patogenesis ensefalopati hepatik. Peningkatan kadar amonia akan
meningkatkan jumlah glutamin dalam astrosit, mengakibatkan
ketidakseimbangan osmotik sehingga sel mengembang dan akhirnya terjadi
edema otak. Walaupun kadar amonia serum dan glutamin serebrospinal tinggi
merupakan tanda‐tanda ensefalopati, keduanya mungkin bukan penyebab
sesungguhnya dari sindrom ini (Wright and Jalan, 2007; James, 2002).
Pemberian laktulosa pada merupakan modalitas untuk menurunkan
kadar amonia. Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan
ensefalopati hepatik. Laktulosa dihidrolisa bakteri usus menjadi asam laktat
dan asetat. Lingkungan asam ini mengionisasi amonia menjadi ion amonium,
sehingga tidak berdifusi melalui membran kolon dan akan diekskresikan
bersama feses. Laktulosa juga menghambat pembentukan amonia oleh bakteri
usus.Kelebihan laktulosa lainnya adalah sifat katarsis yang dimilikinya.
Laktulosa akan menarik cairan sehingga melunakkan feses dan merangsang
peristaltik usus. Peningkatan peristaltik usus akan memendekkan waktu transit
feses dalam kolon, sehingga amonia yang terserap semakin sedikit (Li et
al.,2004).
Secara umum dikatakan laktulosa menghambat produksi dan
penyerapan amonia di dalam usus, dan meningkatkan eliminasinya melalui
feses. Efikasi dan keamanan laktulosa dalam pencegahan ensefalopati ini telah
dibuktikan berbagai penelitian (Schomerus et al., 2001). Dosis laktulosa yang
diberikan adalah 3 x 15-30 ml sehari dan dapat diberikan 3 hingga 6 bulan.
Efek samping dari penggunaan laktulosa adalah menurunnya persepsi rasa dan
kembung. Penggunaan laktulosa secara berlebihan akan memperparah episode
ensefalopati hepatik, karena akan memunculkan faktor presipitasi lainnya,
yaitu dehidrasi dan hiponatremia. The American College of Gastroenterology
mengeluarkan guidelines yang merekomendasikan pemberian laktulosa 45
ml/jam sampai terjadi defekasi (Zhan and Stremmel, 2012). Di sinilah peran
farmasis sangatlah besar untuk membantu para klinisi dalam menentukan
terapi laktulosa. Dengan alasan tersebut, maka begitu penting untuk
3
mengetahui pola penggunaan laktulosa pada pasien siroris hepatis dengan
ensefalopati hepatik yang dilakukan di RSUD Kabupaten Sidoarjo, demi
meningkatkan pelayanan rumah sakit dan berguna untuk klinisi.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimanakah tinjauan teori tentang sirosis hepatis.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien sirosis hepatis
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria
posterior ki-ka : Merupakan refleksi peritoneum terbentang
dari diafragma ke hepar.
Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari
ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral
kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis
Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa
dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-
lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang
disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel
fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui
oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .Lempengan sel-sel hepar
tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan
selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli
tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
6
menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis
yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari
vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid
setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus
yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi
akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih
besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
B. FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada
beberapa fung hati yaitu :
7
glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena
proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya
hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/
biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan
dalam siklus krebs).
8
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,
VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah
faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah
faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan
faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah
B. DEFINISI
9
Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh terbentuknya
jaringan parut pada hati berupa lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-
nodula, sebagai akibat dari regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan
vakulator normal.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distrosi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
Ada tiga tipe sirosis (Smeltzer & Bare, 2010 ) :
1. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), yaitu jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal, sirosis ini merupakan
sirosis yang paling banyak ditemukan di negara barat.
2. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang dialami
sebelumnya.
3. Sirosis bilier, yaitu pembentukan jaringan parut terjadi di dalam
hati di sekitar saluran empedu bisanya terjadi sebagai akibat
obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
C. ETIOLOGI
1. Factor kekurangan nutrisi dan alkoholisme
Penyalahgunaan alcohol dihubungkan dengan sirosis hepatis, karena
pecandu alcohol dengan sirosis hepatis secara kosistensi kekurangan gizi
dan memiliki tubuh kurus di percaya bahwa penyakit hati tidak
disebabkan oleh meminum terlalu banyak alcohol tetapi karena terus-
menerus kexkurangan asupan gizi yang seharusnya (Price & Wilson,
1997). Alcohol dapat langsung merusak sel-sel hati terlepas dari status gizi
host.
Kerusakan hati dimulai dengan hati yang berlemak (steatotis),
menyebabkan steatohepatitis, fibrosa progresif dan ahkirnya akan
menyebabkan sirosis hepatis. Sampai dengan tahap sirosis ada perbaikan
10
jika alcohol dihentikan (Nayak, 2011). Pada kondisi kalori fari protein
kurang pada hewan dan manusia maka akan mendorong steatotis yang
parah dan luas, tetapi tidak menyebabkan fibrosa yang signifikan dan tidak
pernah menjadi sirosis. Bahkan, pembentuk kolagen di hati dapat diatasi
pada tahap kekurangan protein. Factor kekurangan nutrisi terutama
kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis.
Menurut CAMPARA (1973) dalam Hadi (2002) untuk terjadinya sirosis
hepatis ternyata ada bahan dalam makana, yaitu kekurangan alfa I-
antitripsin.
2. Hepatitis virus
Infeksi virus merupakan penyebab terutama HBV dan HVC. Hepatitis
virus erutama tipe βnsering di sebut sebagai salah satu penyebab sirosis
hepatis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempuntai kecendrungan untuk lebih menetap dan member gejala sisa
serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A (Hadi, 2002).
3. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-
orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna cokelat
kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini di duga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin (Hadi, 2002).
4. Hemokromatosis
Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hepatis (Hadi, 2002). Jika tidak diobati.
Hemokromatosis ini akan sangat berbahaya dan hal ini juga mengarah ke
(mikronodular) sirosis.
5. Obstruksi saluran empedu
11
Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu
akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kaum wanita (Hadi, 2002).
D. PATOFISIOLOGI
Apapun yang merusak hati selama bertahun-tahun dapat menyebabkan
hati membentuk jaringan parut. Fibrosis adalah tahap pertama dari
pembentukan jaringan parut hati. Ketika jaringan parut terbentuk luas, kondisi
ini dapat dikatakan sirosis. Jaringan parut tidak dapat melakukan salah satu
pekerjaan dari sel-sel hati yang normal, dan ini menyebabkan seseorang
dengan sirosis perlahan-lahan menjadi sakit akibat penurunan fungsi hati.
Respons terhadap kerusakan hati, akan terjadi akumulasi ekstraseluler matriks
(ECM) protein seperti kolagen, proteoglikan, fibronektin dan laminin yang
distimulasi oleh hepatic stellate cells (HSC) untuk pembentukan jaringan baru
12
serta opoptosis. Di samping itu HSC akan menghasilkan matriks
metalloproteinase (MMP) untuk degradasi ekstraseluler matriks protein. Pada
ahkirnya, sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara fibrogenesis dan
fibrolisis, deposisi kolagen akan terjadi dan bekas luka akan terbentuk.
Ketrika jaringan parut berkembang, distorsi arsitektur, fibrosis hati dan
akhirnya sirosis akan terjadi (Stalnikkowitz & Weissbrod, 2003).
Segera setelah kerusakan hati, jumlah leukosit akan menigkat.
Leukosit bersama-sama dengan sel kupffer akan menghasilkan senyawa yang
memodulasi sel stelate. Oksida nitrat (NO) dan sitokin inflamasi, seperti
factor tumor nekrosis (dengan kemampuan stimulasi pada sel stellata untuk
sintesis kolagen) akan di hailkan oleh monosit dan makrofag. Selain itu, sel-
sel kupffer dapat merangsang sintesis matriks oleh sel stellata melalui
tindakan transformasi β factor pertumbuhan (TGF-β) dan spesies oksigen
reaktif (ROS) (Parsian et al, 2011).
Kerusakan hati akibat nekrosis dapat memperlihatkan beberapa tanda
dan gejala serta komplikasi. Salah satu gejala awal dari sirosis yaitu
pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis hati cenderung membesar dan
sel-sel di penuhi lemak, akibat pembesaran hati menimbulkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsula glissoni ) sehingga menimbulkan keluhan
nyeri. Sirosis juga dapat menyebabkan gangguan endokrin, pada kondisi hati
yang normal hormone korteks adrenal, testis dan ovarium dimetabolisme dan
diinaktifkan oleh hati. Gangguan endokrin tersebut akan menampakan
beberapa gejala di antaranya angioma laba-laba, atrofi testis, ginekomastia,
alopesia pada dada dan aksila, eritema Palmaris yang disebabkan kelebihan
estrogen, juga peningkatan pigmentasi kulit diduga aktivitas melanin
stimulating hormone yang bekerja secara berlebihan.
Gangguan hati juga akan berdampak pada gangguan sel darah seperti
penurunan factor pembekuan, s el darah merah dan putih. Akibat dari
trombositopenia, manifestasi yang muncul kecendrugan perdarahan hidung,
gusi, menstruasi yang berat, dan mudah memar. Penurunan sel darah merah
13
akibat gangguan di hati dapat menimbulkan gejala anemia, kondisi ini
diperparah oleh adanya pembesaran limpa ( splenomegali ), yang berakibat
pada penghancuran sel-sel darah dan defisiensi asam folat, vitamin B12 dan zat
besi sekunder akibat kehilangan darah. Selain itu sirosis dapat berdampak
pada kondisi leucopenia, ketika seseorng mudah terinfeksi kegagalan hati
menyebabkan gangguan produksi albumin yang mengakibatkan muncul
manifetasi edema, edema juga terjadi karena kegagalan sel hati untuk
menginaktifkan aldosteron dan hormone antidiuretik, sehingga terjadi retensi
natrium dan air.
Selain itu, gangguan hati dapat menyebabkan kelainan metabolism
ammonia, yang menyebabkan gangguan neurologi seperti ensefalopati
hepatic. Kerusakan hati juga dapat menyebabkan resistansi aliran darah
memali hati sehingga menimbulkan komplikasi hipertensi portal
mengakibatkan peningkatan tekanan baik menyebabkan splenomegali yang
selanjutnya menimbulkan manifestasi asites. Asites pada sirosis dapat di
sebabkan karena peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan
penurunan tekanan osmotic karena hipoalbuminemia. Juga factor retensi
natrium dan air akibat peningkatan antidiuretik hormone.
Peningkatan beban pada sirkulasi portal akibat berkurangnya aliran
keluar melalui vena dan meningkatnya aliran masuk merangsang timbulnya
kolateral, pembentukan kolateral salah satunya terbentuk saluran kolateral
pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini menyebabkan
dilatasi vena ( varises esophagus ). Varises daerah ini dapat komplikasi
adanya pendarahan. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisisal
dinding abdomen. Timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena sekitar
umbilicus. Dilatasi anastomosis cabang mesenteria inferior dan vena rectum
dapat menimbulkan hemoroid.
Komplikasi lain dari sirosis adalah HRS (sindrom hepatorenal).
Keadaan yang di temukan pada HRS adalah vasokonstriksi ginjal yang
reversible dan hipotensi sistemik. Kejadian HRS diawali dari keadaan
14
hipertensi portal dan sirosis masih terkompensasi, gangguan pengisian arteri
menyebabkan penurunan volume darah arteri dan menyebabkan aktivitas
system vasokonstriktor endogen. Dilatasi pembuluh darah splanknik pada
pasien hipertensi portal dan sirosis yang terkompensasi dapat dimedisasi oleh
beberapa factor, terutama oleh pelepasan vasodilator local seperti NO (oksida
nitrat). Pada fase ini, perfusi renal masih dapat dipertahankan atau mendekati
batas normal karena system vasodilator menghambat system vasokonstriktor
ginjal. Lalu terjadi aktivitas RAAS dan SNS yang menyebabkan sekresi
hormone anti-diuretik, selanjutnya terjadi kekacauan sirkulasi. Hal ini
mengakibatkan vasokonstriksi bukan hanya di pembuluh darah renal, tetapi
juga di pembuluh darah otak, otot, dan ekstremitas. Namun, sirkulasi
splanknik tetapi resistan terhadap efek ini karena produksi terus-menerus
vasodilator local, yaitu NO, sehingga masih terjadi penurunan resistansi
vaskuler sistemik total. Jika penyakit hati makin berat dapat lagi mengatasi
aktivitas maksimal vasokonstriktor eksogen dan atau vasokontriktor intra-
renal, menyebabkan tidak terkontrolnya vasokonstriksi renal (Pratama, 2015).
E. PATOFLODIAGRAM TEORI
15
16
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan pasien:
Pruritis
Urin berwarna gelap
Ukuran lingkar pinggang meningkat
17
Turunya selera makan dan turunya berat badan
Ikterus (kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan
2. Tanda klasik
Telapak tangan merah
Pelebaran pembulih darah
Ginekomastia bukan tanda yang spesifik
Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
Ensefelopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi
dalam waktu singkat dan pasien akan merasa mengantuk, delirium,
kejang, dan koma dalam waktu 24 jam
Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat
dan lemah.
G. KOMPLIKASI
1. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah kondisi saat aliran normal darah yang melalui
vena portal (yang membawa darah dari usus dan limpa ke hati) melambat
karena adanya jaringan parut pada hati. Kondisi ini pada ahkirnya bisa
meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah.
2. Pembengkakan di kaki dan perut.
Adanya peningkatan tekanan di vena portal membuat cairan
menumpuk di kaki (edema) dan perut (asites). Selain karena peningkatan
tekanan darah, kondisi ini juga di sebabkan karena hati tidak mampu
memproduksi albumin.
Albumin adalah protein darah yang berfungsi untuk mengatur tekanan
dalam pembuluh darah. Tak hanya itu, albumin juga berfungsi untuk
menjaga agar cairan yang terdapat di dalam pembuluh darah tidak bocor
ke jaringan tubuh sekitarnya.
3. Pembuluh darah yang melebar.
18
Ketika aliran darah yang melalui vena portal melambat, maka darah
dari usus dan limpa kembali ke pembuluh darah di perut dan
kerongkongan. Akibatnya, pembuluh darah di bagian ini akan melebar
karena tidak dipersiapkan untuk membawa banyak darah. Pembuluh darah
yang besar ini dinamakan varises.
Pada varises, dinding kulit sangatlah tipis. Akan tetapi, dibawahnya
terdapat tekanan yang cukup tinggi sehingga membuatnya lebih mudah
untuk pecah. Jika sudah pecah, anda berisiko mengalami perdarahan serius
di bagian perut atas dan kerongkongan.
4. Memar dan berdarah
Komplikasi sirosis dapat menyebabkan hati memperlambat bahkan
menghentikan produksi protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuan
darah. Akibatnya, seseorang yang mengalami sirosis lebih mudah memar
atau berdarah meski hanya cedera ringan.
5. Ensefalopati hepatic.
Sirosis membuat hati menjadi rusak. Akibatnya, hati tidak dapat
membersihkan racun dari darah. Racun kemudian menumpuk di otak dan
menyebabkan seseorang mengalami linglung, sulit konsentransi, tidak
responsive, dan pikun (mudah lupa).
6. Jaundice (penyakit kuning)
Komplikasi yang satu ini membuat seluruh kulit dan mata berubah
warna menjadi kuning. Kondisi ini bisa terjadi ketika hati yang sudah
rusak tidak mengeluarkan bilirubin (produk limbah darah) dalam jumlah
yang semestinya.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Peningkatan kadar enzm hati, seperti aminotransferase, aspartat
aminotransferase, bilirubin serum total, dan bilirubin indirek.
Penurunan kadar albumin dan protein serum total
Masa protombin memanjang
19
Penurunan hemoglobin, hematokrit, dan elektorlit serum
Defisiensi vitamin A, C, dan K
Peningkatan kadar bilirubin dan urobilinogen urine, penurunan
kadar urobilinogen feses.
2. Pencitraan
Ronsen abdomen menunjukan pembesaran hati dan limpa serta
kista atau gas di saluran empedu atau hati, klasifikasi hati, dan
asites massif.
CT scan hati menentukan ukuran hati, mengidentifikasi massa hati,
dan memantau aliran darah serta obstruksi.
3. Prosedur diagnostic
Biopsy hati adalah uji definitive untuk sirosis, menunjukan
kerusakan dan fibrosa jaringan hati.
Esofagogasroduodenoskopi menunjukan perdarahan varises
esophagus, iritasi atau ulserasi lambung, dan pendarahan serta
iritasi duodenum.
I. DISCHARGE PLANING
1. Istirahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam
2. Diet rendah protein. Bila ada asites diberikan diet rendah garam II, dan
bila proses ttidak aktif, diperlukan diet tinggi protein
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotic
4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino
essensial berantai cabang dan glukosa
5. Roboansia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alcohol.
J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu antara lain:
20
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya: cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus hepatitis C dapat dicoba dengan interferon
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut:
Dicurigai sebagai sirosis tingkat B dan C dengan asites
Gambaran klinis mungkin tidak ada dan leukosit tetap
normal
Protein asites biasanya <1 g/dl
Biasanya monomicrobial dan bakteri Gram-negative
Mulai pemberian antibiotic jika asites >250 mm polymorphs
50% mengalami kematian dan 69% sembuh dalam 1 tahun
Pengobatan SBP dengan memberikan cephalosporins
generasi III (cefotaxime), secara parental selama lima hari,
atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurenya tinggi
maka untuk profilaxis dapat siverikan Norfloxaacin
(400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal syndrome
Adapun criteria diagnostic dapat dilihat sebagai berikut:
Majo: penyakit hati kronis dengan asites, glomerula fitration
rate yang rendah, serum creatin >1,5 mg/dl, creatin clearance
(24 hour) <4,0 ml/minute, tidak ada syok, infeksi berat
kehilangan cairan dan obat-obatan nephrotoxic, proteinuria <
500 mg/hari, tidak ada peningkatan ekspansi volume plasma.
21
Minor : volume urin < 1 liter/hari, sodium urin <10 mmol/liter,
osmolaritas urin > osmolaritas plasma, kosentrasi sodium
serum <13 mmol/liter.
22
Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur,
perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.
Factor pencetrus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang hepatotoxic. Prinsip penanaganan
ada 3 sasaran:
Mengenali dan mengobati factor pencetus.
Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi
amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus
dengan jalan: diet rendah protein, pemberian antibiotic
(neomisin), pemberian lactulose/lactikol.
Obat-obat yang memodifikasi balance neutronsmiter:
secara langsung (bromocriptin, flumazemil) dan tak
langsung (pemberian AARS).
23
Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
Pola fungsional
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan
Tanda: letargi, penurunan masa otot/tonus
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat gagal jantung kongesif (GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker,distrimia, bunyi jantung ekstra,DVJ,
vena abdomen distensi.
3. Eliminasi
Gejala: flatus
Tanda: distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena,
urine gelap, pekat.
4. Makanan/cairan
Gejala: anoreksia, tidak tolern terhadap makanan/tak dapat mencerna,
mual/muntah.
Tanda: penurunan berat badan/peningkatan (cairan), kulit kering, turgor
buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Gejala: orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
Tanda: perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat.tak
jelas,
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri
7. Pernapasan
Gejala: dispnea
24
Tanda: takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi
paru terbatas (asites), hipoksia.
8. Keamanan
Gejala: pruritus
Tanda: demam, (lebih umum pada sirosis alkohilik), ikterik, ekimosis,
petekie.
9. Seksualitas
Gejala: gangguan menstruasi, impoten.
Tanda: atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis)
b. Pemeriksaan fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Scelera ikterik, konjugtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada:
Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
Penurunan ekspansi paru
Pengguanaan otot-otot asesoris pernapasan
Distrimia, gallop
c. Pemeriksaan diagnostik
1. Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2. Esofagoskopi
Dapat menunjukan adanya varises esofagus
3. USG
25
4. Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta
5. Skan /biopsi hati
Mendekati infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jarinagan hati.
6. Partografi transhepatik perkutancus
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal
d. diagnosa keperawatan
3. resiko infeksi
6.Resiko pendarahan
e. Intervensi
26
ketidakmampuan tuhuan. yang dapat mengganggu asupan
menelan makanan makanan.
(anoreksia,indigesti) -Tidak lagi mengalami Evaluasi resiko malnutrisi klien.
ketidakmampuan tanda malnutrisi Perhatikan penampilan, pelayuhan
mencerna makanan otot, jelas terlihat kurang tertarik pada
makanan, mengekspresikan enggan
untuk makan, dll.
Tentukan kemampuan mengunyah,
menelan, dan mengecap. Diskusikan
kebiasaan makan, termasuk pilihan
makanan (kesukaan), intoleransi, atau
keengganan
Evalusi total asupan makanan harian,
menggunakan diari makanan jika di
perlukan.
Timbang berat badan, sesuai
diindikasikan. Pertimbangkan status
cairan dan riwayat berat badan terkini.
Bantu atau dorong klien untuk makan,
jelaskan alasan tipe diet. Suapi klien
jika mudah lelah, atau minta orang
terdekat membantu klien.
Rekomendasikan atau sediakan
makanan porsi kecil tapi sering.
Batasi makanantinggi garam seperti
sayuran dan sop, daging yang sudah
diproses.
Batasi asupan kafein dan penghasil gas
atau bumbu dan makanan yang terlalu
27
panas atau dingin.
Dorong atau sediakan perawatan
mulut yang sering, khususnya sebelum
makan.
Sediakan bantuan dengan aktivitas
sesuai kebutuhan. Tingkatkan periode
istirahat yang tidak terganggu,
khususnya sebelum makan.
Anjurkan berhenti merokok
Kolaboratif
Pantau pemeriksaan labolatorium,mis
glukosa,prealbumin atau albumin,
protein total, dan amonia.
Pertahankan status puasa, ketika
diindikasikan,
Tentukan kebutuhan nutrisi dan kalori
menggunakan metode yang tepat,
seperti total energi ekspenditure
(TEE), IMT, persamaan Harris
Benedict atau uji kalorimetri indirek,
sebagaimana diindikasikan.
Kolaborasi dengan tim nutrisi untuk
menyediakan diet yang sesuai dengan
kebutuhan klien.
Sediakan selang pemberian makan
enteral atau nutrisi parenteraltotal jika
diindikasikan.
Beri medikasi sesuai indikasi mis
suplemen vitamin( khususnya vit laruk
28
lemak A,D,E,K)dan vitamin B (tiamin,
zat besi dan asam folat)
Antiemetik, mis trimetobenzamid.
Kelebihan volume cairan Keseimbangan cairan Manajemen cairan/elektrolit
yang berhubungan dengan -Mendemontrasikan Independen
Kelebihan natrium dan volume cairan yang stabil Timbang berat badan setiap hari atau
asupan cairan dengan keseimbangan sesuai pesanan dan dokumentasikan
Mekanisme pengaturan asupan dan haluaran. perubahan, perhatikan baik
yang mengalami -Berat badan stabil, tanda peningkatan maupun penurunan.
pelemahan-sindrom vital dalam batas normal Panta tekanan darah dan CVP jika ada.
ketidaktepatan hormon dan tidak ada edem. Perhatikan distensi vena jugularis dan
antidiuretik (SIADH). di distensi vena abdomen
Penurunan protein Kaji status pernapasan dan perhatikan
plasma peningkatan laju pernapasan dan
dispnea.
Auskultasi paru, perhatikan
kehilangan atau ketiadaan suara napas
dan terjadinnya suara tambahan-krakel
Pantau untuk distritmia jantung.
Auskultasi suara jantung, perhatikan
terjadinya ritme galop S3/S4.
Kaji derajat edem perifer dan
dependen.
Ukur lingkar abdomen
Beri perawatan mulut yang sering dan
es batu, khususnya jika puasa,
jadwalkan asupan cairan berdasarkan
waktu.
Kolaboratif
Pantau albumin serum dan elektrolit
29
khususnya kalium dan natrium
Pantau seri ronsen dada
Batasi natrium dan cairan sesuai
indikasi
Beri albumin bebas garam dan
ekspander plasma sesuai indikasi
Beri medikasi sesuai indikasi
Diuretik seperti spironolaktot
diberikan sendiri (tunggal) atau
dikombinasikan dngan furosemid,
Obat inotropik positif dan vasodilator
arterial
Siapkan untuk/bantu prosedur sesuai
indikasi pada klien dengan asites yang
tidak responsif terhadap terapi medis
mis pintas peritoneovenosa (PVS) ,
pintas portosistemik intrahepatika
transjugular (TIPS)
Resiko infeksi Keparahan infeksi Perlindungan infeksi
Faktor resiko Bebas dari demam dan Independen
Malnutrisi nyeri abdomen Identifikasi klien untuk resiko, mis
Pertahanan tidak Kontrol infeksi : proses keadaan serosis dan asites ;status
adekuat- cairan tubuh infeksi gangguan imun ;malnutrisi ;jalur dan
yang statis -Mengenali faktor resiko prosedur invasif
Pertahanan sekunder individual untuk infeksi Catat laporan klien tentang nyeri
tidak adekuat- abdomen awitan baru atau perubahan
imunosupresi -Melakukan tindakan tingkat ketidaknyamanan abdomen
untuk mengurangi infeksi yang biasa. Tentukan intensitas
dengan menggunakan skala 0-10 atau
-Bebas dari komplikasi kode yang mirip.
30
yang dapat dicegah Pantau tanda vital, perhatikan awitan
demam.
Evaluasi sistem tubuh mis;
pernapasan, kulit, saluran kemih untuk
tanda infeksi.
Tingkatkan lingkungan pelayanan
kesehatan yang aman.
Tingkatkan dan praktikkan mencuci
tangan yang benar sesudah dan
sebelum kontak langsung. Gunakan
sarung tangan ketika diperlukan
Pertahankan teknik steril untuk semua
prosedur invasid mis memasang jalur
IV, memasang kateter urine,
pengisapan paru.
Bantu balutan luka bedah atau luka
lain, sebagaimana diindikasikan,
menggunakan teknik yang benar
untuk penggantian atau pembuangan
bahan yang terkontaminasi.
Dorong napas dalam dan batuk,
perubahan posisi dan ambulasi dini.
Pertahankan hidrasi yang adekuat,
dorong berkemih teratur atau
pertahankan kateter urine sesuai
indikasi. Beri/bantu perawatan perinial
Kolaboratif
Siapkan untuk/bantu prosedur medis
(mis parasintesis)
31
Kaji hasil uji laboratorium (mis SDP
dengan diferensial, urinalisis, kultur
cairan asites dan/atau darah)
Beri antibiotik sesuai indikasi
Resiko kerusakan integritas Kontrol resiko Kesintasan kulit
kulit -Mempertahankan Independen
Fator-faktor resiko integritas kulit Diskusikan rasa gatal bersama klien,
Kerusakan sirkulasi bahas area yang terena dan waktu
Ketidakseimbangan -Mengidentifikasi tautan dalam sehari ketika klien paling
status nutrisi;gangguan resiko individual dan merasa tidak nyaman
status metabolik mendemontrasikan Inpeksi permukaan kulit dan titik
Perubahan pada turgor perilaku atau teknik tekan secara rutin. Dengan berlahan
kulit, penonjolan untuk mencegah masases tonjolan tulang atau area
rangka, perubahan pada kerusakan kulit tekanan terus menerus. Gunakan
status cairan (mis losion emolien dan batasi
edema, asites) penggunakan sabun untuk mandi.
Zat kimia, Dorong dan bantu penggantian posisi
pengumpulan garam sesuai jadwal rutin, sementara
empedu di kulit. ditempat tidur atau kursi, dan latihan
rentang gerak (ROM) aktif atau pasif
dengan benar.
Anjurkan meninggikan ekstermitas
bawah.
Jaga seprai tetap kering dan bebas
kerutan
Anjurkan memotong pendek kuku jari
dan sediakan sarung tangan jika
diindikasikan
Dorong atau sediakan perawatan
parineal setelah berkemih dan buang
32
air besar.
Kolaboratif
Gunakan secara silih berganti, kasur
keras, kasur air, atau kulit domba
sesuai indikasi
Oleskan losion kelamin dan berikan
mandi baking soda
Beri medikasi seperti koletiramin,
kolestipol, hidroksizin, dan
dronabinol, jika diindikasikan
Ketidakefektifan pola nafas Status pernapasan : Pemantauan pernapasan
yang berhubungan dengan ventilasi Independen
Hipoventilasi (asites Mempertahankan pola Pantau laju, kedalaman dan upaya
dengan penurunan nafas efektif dan bebas pernapasan
ekspansi paru) dari dyspnea dan sianosis Auskultasi suara napas, perhatikan
Kelelahan dengan gas darah arteria krakel, mengi, dan ronki
(GDA) dan kapasitas Investigasi perubahan tingkat
vital dalam batas yang kesadaran
dapat diterima Tetap tinggikan kepala tempat tidur.
Miringkan pasien
Dorong reposisi yang sering, latihan
napas dalam dan batuk jika mampu
Pantau suhu tubuh. Catat adanya
mengigil, peningkatan batuk, dan
perubahan warna atau karakter sputum
Kolaboratif
Pantau serangkaian GDA, oksimetri
nadi, pengukuran kapasitas vital dan
ronsen dada.
Bantuan ventilasi
33
Kolaboratif
Beri suplemen oksigen sesuai indikasi
Demonstrasikan dan bantu dengan alat
pernapasan seperti spirometer insentif
Siapkan untuk atau bantu prosedur
perawatan akut seperti parasentesis.
Resiko pedarahan Koagulasi darah Kewaspadaan pendarahan
Faktor resiko Mempertahankan Independen
Gangguan homeostatis dengan Kaji tanda dan pendarahan Gl mis
gastrointestinal (mis tanpa pendarahan periksa semua sekresi untuk darah
varises) Kontrol resiko samar atau jelas. Observasi warna dan
Kerusakan fungsi hati Mendemonstrasikan konsistensi feses, drainase,
perilaku untuk nasogastrik, atau muntahan.
mengurangi resiko Observasi keadaan petekie, ekimosis,
pendarahan. dan perdarahan dari satu atau lebih
tempat
Pantau denyut nadi dengan penurunan
TD dan CVP
Kaji perubahan mental dan tingkat
kesadaran
Hindari pengukuran suhu melalui
rektum, laukan perlahanan pemasukan
selang Gl
Dorong penggunaan sikat gigi lembut
dan pencukur listrik ,
hindaraimengejan daatdefekasi ,
meniup lewat hidung dengan kuat, dll
Gunakan jarum kecil untuk injeksi.
Beri tekanan pada pedarahan kecil
atau tempat pungsi pena dari biasanya.
34
Anjurkan menghindari produk yang
mengandung aspirin
Kolaboratif
Pantau Hb dan Ht , trombosit dan
faktor pembekuan
Beri medikasi sesuai indikasi mis ;
vitamin suplemen, seperti vit K,D, dan
C pelunak fases
Beri kumbah lambung dengan larutan
salin dingi atau air sesuai indikasi
Bantu pemasangan dan memelihara
selang usus attau esofagus seperti
selang Sengstaken-Blakemore
Siapkan untuk prosedur , seperti ligasi
direk atau pengikatan varises, reseksi
esofagogastrik, TIPS, dan anastomosis
splenorenal portakava
Risiko konfusi akut Kognisi Pengobatan penggunaan zat :gejala putus
Faktor resiko -Menpertahankan tingkat obat alkohol
Kerusakan hati mental yang biasa dan Independen
(ketidakmampuan orientasi realitas. Observasi terhadap perubahan perilaku
mendetokfikasi enzim -Perilaku berhenti dan mental: letargi, konfusi,
dan obat-obatan menyalagunakan mengantuk, bicara lambat atau pelo
tertentu) alkohol/obat-obatan dan iritabilitas. Banunkan klien
Penyalagunaan zat dengan interval.
(alkohol) Tinjau regimen terapi pada saat ini
Evaluasi jadwal tidur atau istirahat
Catat perkembangan atau keberadaan
asteriksis, fektor hepatikus dan
aktivitas kejang.
35
Konsultasi dengan orang terdekat
tentang perilaku dan mental pasien
pada biasanya.
Minta klien menulis nama secara
berkala dan simpan catatan tersebut
untuk perbandingan. Laporkan
deteriorasi (penurunan) kemampuan.
Minta klien melakukan hitungan
aritmatika sederhana
Orientasikan kembali tentang waktu,
tempat, orang dan situasi.
Pertahankan lingkungan yang tenang
dan menyenangkan dan pendekatan
secara perlahan dan tenang. Dorong
periode istirahat tanpa gangguan
Sediakan kesinambungan perawatan.
Jika mungkin tugaskan perawat yang
sama selama beberapa waktu
Kurangi stimuli dan konfortasi yang
provokatif. Hindari memaksakan
aktivitas. Kaji potensi terjadinya
perilaku kekerasan,
Diskusikan situasi saat ini dan harapan
yang akan datang.
Pertahankan tirang baring dan bantu
dengan aktivitas perawatan diri.
Identifikasi dan sediakan kebutuhan
keselamatan seperti supervisi ketika
merokok, tempat tidur dalam posisi
36
yang rendah, pinggiran tempat tidur,
ditinggikan, dan bantalan jika
diperlukan. Beri supervisi ketat.
Investigasi peningkatan suhu tubuh.
Pantau tanda-tanda infeksi.
Rekomendasikan menghindari
narkotik atau sedatif ,agens
antiansietas dan membatasi atau
mengurangi penggunaan medikasi
yang dimetabolisme oleh hati.
Kolaboratif
pantau studilaboratorium, seperti
amonia, elektrolit, Ph, BUN,glukosa
dan HDL dengan diferensial.
Kurangi atau batasi protein dalam diet.
Sediakan suplemen glukosa dan
hidrasi yang adekuat.
Beri medikasi sebagaimana
diindikasikan
Mis Asam ursodeoksikolat, Agens
imunosupresif, seperti kortikosteroid,
metotreksat dan siklosporin; agens
antiinflamasi seperti kolkhicines
Elektrolit
Pelunakan feses seperti magnesium
sulfat, enema, dan laktusa
Agen bakterisida, seperti neomisin dan
kanamisin.
Beri suplemen O2
Bantu dengan prosedur sebagaimana
37
diindikasikan seperti dialisis,
plasmaferesis atau perfusi hati
ekstrakorporeal
Gangguan citra tubuh yang Citra tubuh Pengembangan citra tubuh
berhubungan dengan -Menyatakan Independen
perubahan biofisik, perubahan pemahaman tentang Diskusikan situasi dan dorong
penampilan fisik perubahan dan verbalisasi rasa takut dan
penerimaan diri terhadap kekahwatiran. Jelaskan hubungan
situasi sekarang antara asal penyakit dan gejalanya.
Dukung dan dorong klien ;beri asuhan
- Mengidentifikasi dengan tingka laku yang positif dan
perasaan dan metode ramah
untuk koping dengan Dorong keluarga/orang terdekat untuk
persepsi negatif tentang mengungkapkan perasaan, membesuk
diri dengan bebas dan partisipasi dalam
asuhan.
Kolaboratif
Bantu keluarga/orang terdekat untuk
koping terhadap perubahan pada
penampilan , sarankan pakaian yang
tidak memperjelas perubahan
penampilan , seperti penggunaan
pakaian mera, biru, atau hitam.
Rujuk kelayanan dukungan, seperti
konsulen, bantuan kejiwaan,
pelayanan sosial, tokoh agama, dan
program penanganan alkohol
Ketidakefektifan manajeman Manajemen diri: Penyuluhan :proses penyakit
kesehatan penyakit kronis Independen
Yang berhubungan dengan -verbalisasi pemahaman Tinjau prose penyakit dan harapan
38
Kelebihan barier yang proses penyakit, dimasa depan
dirasakan prognosis, dan potensi Tekankan pentingnya menghindari
Kesulitan ekonomi komplikasi alkohol. Beri informasi tentang
Kompleksitas regimen -korelasi gejala dengan pelayanan medis dan komunitas yang
terapeutik faktor penyebab tersedia untuk membantu dalam
Kurang dukungan -mengidentifikasi dan rehabilitasi alkohol jika diindikasikan.
sosial memulai perubahan gaya Informasikan klien tentang perubahan
hidup yang perlu efek medikasi dengan serosis dan
-berpartisipasi dalam pentingnya menggunakan hanya obat
perawatan secara aktif yang diresepkan atau diizinkan oleh
tenaga layanan kesehatan yang
familiar dengan riwayat klien
Instruksikan klien dengan asites untuk
menghindari penggunaan NSAID.
Tinjau prosedur untuk memelihara
fungsi pintas peritoneovenosa jika ada
Bantu klien dengan mengidentifikasi
orang pendukung
Tekankan pentingnya nutrisi yang
baik. Anjurkan untuk menghindari
makanan tinggi protein dan asin,
bawang merah, dan keju yang keras.
Sediakan instruksi diet tertulis
Tekankan pentingnya asuhan lanjutan
dan kepatuhan terhadap regimen
terapeutik
Diskusikan pembatasan natrium dan
pengganti garam dan penitingnya
membaca label makanan, obat yang
39
dijual bebas dan agen herbal
Dorong jadwal aktivitas dengan
periode istirahat yang adekuat
Tingkatkan aktivitas pengalih yang
dapat dinikmati klien
Rekomendasikan untuk menghindari
orang dengan infeksi, khususnya
infeksi saluran pernapasan atas
Instruksikan orang terdekat untuk
memberitahu penyediaan layanan
kesehatan jika terjadi konfusi,
berantakan,termor atau perubhan
kepribadian dan keluyuran malam
hari.
BAB III
CASE A 60 year-old Middle Eastern male with no prior history of chronic hepatitis B
is admitted to the intensive care unit in grade II encephalopathy. He is found to be
hepatitis B surface antigen (HBsAg)-positive and hepatitis B Core antigen, antibody
(Anti-HBc) IgM-negative. His aspartate aminotransferase (AST) is 153, alanine
40
aminotransferase (ALT) is 90IU/L; bilirubin is 1.4mg/dL, and international
normalized ratio (INR) is 1.3. He has mild to moderate ascites. He is hepatitis Be
antigen (HBeAg)-negative but his hepatitis B virus (HBV) DNA is pending. His
blood urea nitrogen (BUN) is 34 and his serum creatinine is 1.5 (upper limit of
normal 1.4). What would you do? (a) No treatment, wait for serum HBV DNA results
(b) Start lamivudine (c) Start adefovir dipivoxil (d) Begin evaluation for liver
transplantation and start lamivudine (e) Begin evaluation for liver transplantation and
start adefovir Hepatitis B 260 Further studies become available. The patient’s HBV
DNA is found to be 3.2 x 107 copies/mL by a commercially available polymerase
chain reaction (PCR). He is Anti-HBe-positive. His INR is repeated (next day) and it
is now 1.7. His serum creatinine is 1.6 despite hydration and colloid expansion.
Would this change your thinking about how to approach management? (a) I would
start lamivudine because of concerns about nephrotoxicity with adefovir (b) I would
start adefovir as soon as the patient’s renal dysfunction improves (c) I would use
adefovir knowing that I could adjust the dose according to creatinine clearance as
listed in the package literature (d) I would not worry about starting adefovir since he
is unlikely to have severe significant renal dysfunction The patient is started on
lamivudine. Six weeks later, he no longer has encephalopathy, AST, ALT and serum
bilirubin have decreased to normal range, and serum HBV DNA has declined to 1.2 x
104 copies/mL. His serum creatinine has stabilized at 1.4, and the patient’s INR is
now 1.2. The patient is maintained on lamivudine and does well for 11 months when
his AST and ALT increase to 80 and 63, respectively. Serum HBV DNA is now 2.5 x
106 copies/mL. Genotyping results show lamivudine resistance (double mutant at
positions 180 and 204). His serum creatinine is 1.7. Creatinine clearance is
40mL/minute. Now what would you do? (a) Stop the lamivudine and start adefovir
(b) Add adefovir to lamivudine maintenance (c) Add adefovir and consider stopping
the lamivudine after two to three months (d) Maintain the patient on lamivudine alone
Case
41
Terjemahan
KASUS Seorang laki-laki Timur Tengah berusia 60 tahun tanpa riwayat hepatitis B
kronis dirawat di unit perawatan intensif pada ensefalopati tingkat II. Ia ditemukan
sebagai antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) positif dan antigen Inti hepatitis B,
antibodi (Anti-HBc) IgM negatif. Aspartate aminotransferase (AST) adalah 153,
alanine aminotransferase (ALT) adalah 90IU / L; bilirubin adalah 1,4mg / dL, dan
rasio normalisasi internasional (INR) adalah 1,3. Ia memiliki asites ringan hingga
sedang. Dia adalah hepatitis Be antigen (HBeAg) -negatif tetapi DNA virus hepatitis
B-nya (HBV) tertunda. Nitrogen urea darahnya (BUN) adalah 34 dan kreatinin
serumnya 1,5 (batas atas normal 1,4). Apa yang akan kamu lakukan? (a) Tidak ada
pengobatan, tunggu hasil DNA HBV serum (b) Mulai lamivudine (c) Mulai adefovir
dipivoxil (d) Mulai evaluasi untuk transplantasi hati dan mulai lamivudine (e) Mulai
evaluasi untuk transplantasi hati dan mulai adefovir Hepatitis B 260 Studi lebih lanjut
menjadi tersedia. DNA HBV pasien ditemukan 3,2 x 107 salinan / mL oleh reaksi
rantai polimerase (PCR) yang tersedia secara komersial. Ia anti-HBe-positif. INR-nya
diulang (hari berikutnya) dan sekarang 1,7. Kreatinin serumnya 1,6 meskipun hidrasi
dan ekspansi koloid. Apakah ini mengubah pemikiran Anda tentang cara mendekati
manajemen? (a) Saya akan memulai lamivudine karena kekhawatiran tentang
nefrotoksisitas dengan adefovir (b) Saya akan mulai adefovir segera setelah disfungsi
ginjal pasien membaik literatur paket (d) Saya tidak akan khawatir tentang memulai
adefovir karena dia tidak mungkin memiliki disfungsi ginjal yang signifikan dan
parah. Pasien mulai menggunakan lamivudine. Enam minggu kemudian, ia tidak lagi
memiliki ensefalopati, AST, ALT dan serum bilirubin telah menurun ke kisaran
normal, dan DNA HBV serum telah menurun menjadi 1,2 x 104. Kreatinin serumnya
telah stabil di 1,4, dan INR pasien sekarang 1,2. Pasien dirawat dengan lamivudine
dan bekerja dengan baik selama 11 bulan ketika AST dan ALT-nya masing-masing
meningkat menjadi 80 dan 63. DNA HBV serum sekarang 2,5 x 106 salinan / mL.
Hasil genotipe menunjukkan resistensi lamivudine (mutan ganda pada posisi 180 dan
204). Kreatinin serumnya adalah 1,7. Jarak kreatinin adalah 40 mL / menit. Sekarang
42
apa yang akan kamu lakukan? (a) Hentikan lamivudine dan mulai adefovir (b)
Tambahkan adefovir ke pemeliharaan lamivudine (c) Tambahkan adefovir dan
pertimbangkan untuk menghentikan lamivudine setelah dua hingga tiga bulan (d)
Rawat pasien dengan lamivudine saja.
A. PENGKAJIAN
DS :
43
oleh reaksi rantai polimerase (PCR) yang tersedia secara
komersial. Ia anti-HBe-positif. INR-nya diulang (hari
berikutnya) dan sekarang 1,7. Kreatinin serumnya 1,6.
Pola nutrisi
44
R : letak nyeri pada daerah abdomen kuadran
kanan atas.
S : skala nyeri 6
T : nyeri muncul terus – menerus.
DO : klien tampak meringis kesakitan.
Pola peran – hubungan
DS : klien mengatakan hubungan dengan
sesamanya terjalin dengan baik.
45
Leher : adanya distensi vena jugularis. tenggorokan
normal, tidak ada pembesaran tiroid,tidak ada
pembesaran tonsil dan nyeri telan.
Toraks : Dada : Bentuk dada simetris, tidak terlihat
adanya barelchest, funnal atau pidgeon. Tidak ada
bantuan otot pernafasan, saat auskultasi tidak terdengar
bunyi nafas tambahan seperti wizing, bronki dan
crakless, saat di perkusi terdengar bunyi sonor, dan
terdengar suara jantung pertama (s1) dan suara jantung
kedua (s2) tunggal reguler, tidak adanya murmur.
Abdomen : Bising usus +, tidak ada benjolan,
nyeri tekan ada, perabaan massa tidak ada, hepar
tidak teraba, asites ringan sampai sedang(+).
Mengeluh perut terasa mual dan begah.
Ekstremitas : akral hangat, CPR 2 dtk, reflex
patella negative, tidak ada abses, tampak
jaungdis, tekstur kulit kasar. Kulit terasa gatal.
4. Pemeriksaan diagnostic
Aspartate aminotransferase (AST) adalah 153 (5 – 4,3 IU/L),
alanine aminotransferase (ALT) adalah 90IU / L (5- 60 IU/L);
bilirubin adalah 1,4mg / dL( 0 -0,3 mg/dL atau 0-0,4 mg./dL), dan
Nitrogen urea darahnya (BUN) adalah 34 (7 – 20mg/dL) dan
kreatinin serumnya 1,5 (batas atas normal 1,4). . DNA HBV pasien
ditemukan 3,2 x 107 salinan / mL oleh reaksi rantai polimerase
(PCR) yang tersedia secara komersial. Ia anti-HBe-positif. INR-
nya diulang (hari berikutnya) dan sekarang 1,7. Kreatinin
serumnya 1,6.
5. Terapi obat
- Lamivudine
46
- Adefovire
- Furosemid
- paracetamol
6. Analisis data
47
adefovire.
Gangguan
metabolisme
bilirubin
Bilirubin tak
terkunjugasi
48
Penumpukan
garam empedu di
bawah kulit
Pruritus
Kerusakan
integritas kulit.
49
B. Diagnose & Intervensi Keperawatan
50
hari Warna :
kehitaman lunak.
terapi obat
lamivudine dan
adefovire.
51
mengatakan kulit hasil : kulit tidak terapi enterostoma
terasa gatal. terasa gatal, bilirubin untuk mendapatkan
DO : peningkatan dalam keadaan bantuan dalam
bilirubin adalah normal 0 -0,3 mg/dL pencegahan,
1,4mg / dL. atau 0-0,4 mg./dL. pengkajian, dan
penaganan luka atau
kerusakan kulit,
konsultasikan ke ahli
gizi untuk makanan
tinggi protein, mineral,
dan vitamin.
Tindakan observasi :
kaji tingkat
keterbatasan
kemampuan untuk
berpindah atau
bergerak dari tempat
tidur, pantau status
nutrisi dan asupan
makanan,
Tindakan penyuluhan :
ajarkan kepada
keluarga perawatan
kulit.
52
saat bergerak. criteria hasil : skala yang terasa nyeri.
Q : nyeri tekan nyeri berkurang, Tindakan kolaborasi :
R : nyeri pada wajah klien tidak terapi pemberian obat
abdomen kuadran meringis. analgetik paracetamol.
kanan atas. Tindakan observasi ;
S : skala nyeri 6 observasi isyarat
T : nyeri timbul terus nonverbal
– menerus. ketidaknyamanan.
DO : wajah klien Tindakan penyuluhan :
tampak meringis . instruksikan pasien
untuk
menginformasikan
kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat di capai.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pembahasan kasus
53
aminotransferase (AST) adalah 153 (5 – 4,3 IU/L), alanine
aminotransferase (ALT) adalah 90IU / L (5- 60 IU/L); bilirubin
adalah 1,4mg / dL( 0 -0,3 mg/dL atau 0-0,4 mg./dL), dan
Nitrogen urea darahnya (BUN) adalah 34 (7 – 20mg/dL) dan
kreatinin serumnya 1,5 (batas atas normal 1,4). . DNA HBV
pasien ditemukan 3,2 x 107 salinan / mL oleh reaksi rantai
polimerase (PCR) yang tersedia secara komersial. Ia anti-HBe-
positif. INR-nya diulang (hari berikutnya) dan sekarang 1,7.
Kreatinin serumnya 1,6.
Berdasarkan teori dan kasus tersebut, dapat diperoleh bahwa faktor resiko
tersebut sangat berpengaruh terhadap sirosis hepatis, seprti yang terdapat
pada kasus.
B. Terapi Obat
- Furosemide
Defenisi :
54
atau spironolactone. Kadang-kadang obat ini juga diresepkan bersama dengan
mineral kalium. Merek dagang: Diuvar, Farsix, Roxemid, Uresix injeksi,
Edemin, Lasix, atau Uresix.
Dosis :
Kontraindikasi :
Hindari penggunaan obat jika Anda memiliki alergi antibiotik golongan sulfa.
Konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui obat pengganti yang tepat
untuk kondisi Anda.
55
Sama seperti obat-obatan lainnya, furosemide berpotensi menyebabkan efek
samping. Tapi seiring dengan penyesuaian tubuh dengan obat, efek samping
akan berkurang dan mereda. Efek samping yang umumnya terjadi dalam
penggunaan furosemide adalah:
Pusing.
Vertigo.
Penglihatan buram.
Diare.
Konstipasi.
Kram perut.
Merasa lelah.
Mudah mengantuk.
Mual parah.
Aritmia.
Telinga berdenging.
Kulit menguning.
Pingsan.
Paracetamol
56
Defenisi :
Paracetamol adalah obat yang biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit
ringan hingga sedang, mulai dari sakit kepala, nyeri haid, sakit gigi, nyeri
sendi, dan nyeri yang dirasakan selama flu. Paracetamol juga bisa digunakan
untuk meredakan demam.
Kontraindikasi :
Efek samping :
Parasetamol tidak boleh diberikan pada orang yang alergi terhadap obat anti-
inflamasi non-steroid (AINS), menderita hepatitis, gangguan hati atau ginjal,
dan alkoholisme. Pemberian parasetamol juga tidak boleh diberikan berulang
kali kepada penderita anemia dan gangguan jantung, paru, dan ginjal.
Lamivudine
Defenisi :
57
virus HIV dan virus hepatitis B secara langsung, tetapi membantu menahan
perkembangan virus.
Dosis :
Dewasa :100 mg, sekali sehari. Khusus pasien yang menderita hepatitis B dan
HIV, diberikan 150 mg 2 kali sehari, atau 300 mg sekali sehari.
Efek samping :
Diare
Mual
Sakit kepala
Lelah
Batuk
Hidung tersumbat.
Selain efek samping tersebut, efek samping lain yang harus diwaspadai oleh
pasien yang mengonsumsi lamivudine adalah asidosis laktat, pankreatitis, dan
penyakit liver. Gejala yang dapat ditimbulkan antara lain:
Sakit perut
Menggigil
58
Penyakit kuning (ikterus)
Kontraindikasi :
o Penyakit liver
o Diabetes
o Penyakit ginjal
o Cangkok liver.
59
Adevovire
Defenisi :
Sebagai obat yang dikonsumsi secara oral atau dengan cara diminum,
Adefovir juga memiliki ukuran dosis tertentu bagi para pengkonsumsinya.
Obat ini dapat digunakan oleh para penderita hepatitis B kronis dengan
krontraindikasi di atas. Ukuran dosis dapat obat ini juga tergolong rendah
yaitu untuk dewasa di atas usia 18 tahun maka penggunaan Adefovir cukup
dengan 10mg dalam waktu 1 hari sekali.
Kontraindikasi :
60
akan mengalami beberapa efek samping yang serius hingga terjadinya
overdosis yang dapat membahayakan diri.
Efek samping :
Untuk para pasien penderita gangguan fungsi hati atau penyakit hepatitis B
kronis, maka pengkonsumsian obat Adefovir dapat menyebabkan beberapa
efek samping tertentu. Berikut adalah beberapa efek samping dari penggunaan
obat Adefovir yang mungkin dapat terjadi pada penderitanya.
3. Diare
4. Sakit Kepala
5. Pusing
7. Penyakit Ginjal
8. Hipofosfatemia
9. Flatulen
C. Terapi Diet
61
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan
atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan
garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar
Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.
2. Diet Hati I (DH I)
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma
sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat
keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak.
Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk
mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched
Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat
digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan
maksimal 1 L/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin;
karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya
retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah.
Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet
Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per
oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.
62
asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam
I.
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II
atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis
Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat
menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat.
Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati
III Garam Rendah I.
5. Diet tempe pada sirosis hati sebagai upaya meningkatkan kadar albumin dan
perbaikan ensefalopati hepatic. Pada penelitian ini membandingkan antara diet
hati II dan III (diet konvensional) dengan diet tempe dalam meningkatkan
kadar albumin darah dan menurunkan derjat ensepalohetik selama 20 hari.
Dan hasilnya diet tempe dapat meningkatkan albumin darah, menurunkan
ammonia dalam darah, meningkatkan psikomotor dan menurunkan
ensefalopatik hepatic.
6. Diet masukan protein pada pasien ensefalohepatik dan Sirosis hepatic yang
dilakukan oleh beberapa ahli gizi. Dari beberapa ahli gizi berbeda pendapat
mengenai batasan protein yang diberikan pada pasien sirosis hepatic, namun
pada pelaksaannya tetap mengacu pada konsesnsus ESPEN tentang nutrisi
pada pasien dengan penyakit hati yang kronik, yaitu :
63
Sirosis yang dapat 25 – 35 1,0 – 1,2
mengkompensasi
komplikasi.
D. Pathoflodiagram Kasus
64
65
66
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di
atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-
superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum
disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke h epar berupa ligament.
Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh terbentuknya
jaringan parut pada hati berupa lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-
nodula, sebagai akibat dari regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan
vakulator normal.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distrosi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
B. SARAN
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Bagi perawat hendaknya
mempelajari dengan baik tentang asuhan keperawatan pada klien Sirosis
hepatis.
67
DAFTAR PUSTAKA
68