Keduanya bergerak seperti kanguru, menunggu waktu yang pas untuk menyerang atau
menangkis. Sementara, diriku, Ariella Ichwan, anak tengah, menonton khawatir dari tribune
sebelah kanan.
Perempuan ini kakakku, Gabriela Ichwan, si kakak sulung. Di semesta ini, Bumi-51778,
Ichwan Bersaudari ada tiga orang. Kemudian, ia duduk di sebelahku.
Kembali berfokus kepada kumite adikku. Di sana, Eve jatuh tersimpuh pasca-disepak di
lengan kanannya. Aku berdecak gemas.
Ledek Kak Gaby, “Sabar, sabar! Antusias banget, sayang Eve, ya, lu?”
Aku menjeling risih ke arah Kak Gaby, serta kembali khusyuk ke Eve versus Febi. Terus,
Kak Gaby lantas mendekap daguku. Aku kembali menjeling kepadanya.
“Gemas, gemas! Gengsimu buat gemas,” gemas Kak Gaby. Ekor pipinya makin melekat
pipi tembam ini.
[liveDevil]
Sudut pandang Eve Ichwan …
“Ao, hida o ten waza-ari!” tinjau Wasit, sambil merentangkan tangan kirinya, terhadap
Senior Febi yang memakai atribut warna biru itu.
Kupejamkan mata sejenak sambil mengembus napas. Setelah kurasa cukup santai, aku
bangkit dan kembali pasang kuda-kuda untuk kumite berikutnya.
“Hajime!”
Kali ini, aku lebih waswas daripada sebelumnya. Mau tidak mau mesti mendapat
ippon supaya ke babak final. Aku tak mau gagal lagi untuk kesekian kalinya.
Dengan secepat kilat, Kak Febi kembali menyerangku. Namun, kali ini aku benar-benar
siap sehingga aku dapat menjepit pukulannya dengan kaki, kemudian berputar membanting
dirinya ke lantai. Kutindih badannya, lalu kutodong wajahnya dengan kepal.
Ippon gachi, kemenangan dengan poin penuh. Skor akhir 3:2 untukku. Omong-omong,
karate memang berbahasa Jepang secara internasional.
[liveDevil]
“BRAK!” Begitulah suara mebel yang seketika hancur setelah terhantam badanku yang
‘dibuang’ kakakku, Kak Beby. Terasa sakit sekali seperti … entah, bayangkan sendiri! Dengan
pelan-pelan, dia mendekat sambil berkata, “Kenapa bisa kalah dari bocah itu?”
Kak Beby meraih nia bajuku, “Enggak butuh maaf dari lu!”
“Gue muak sama perlakuan keras lu selama ini. Sekarang, izinkan gue mengakhirinya!”
izinku padanya.
Pungkasku, “Aku Kaliya, iblis yang lahir darimu,” dengan bersimbah darah.
[liveDevil]
Dengan segelas sirop di tangan kanan, aku berdiri di depan kedua adikku, Kribi dan Ipi,
kemudian berseru, “Kalau begitu, untuk diperolehnya emas Ipi hari ini, bersulang!”
Setelah menang dari rekannya, Febi, dia menang lagi dalam final tadi. Ya, walau selalu
terluput skornya dalam kumite pertama, sih. Dia memang penuh kejutan.
“Keren ‘dah, lu, curi ippon terus. Mantap, Ichwan Terkuat!” kagumku.
Adik-adikku ini memang sangat akrab juga saling menyayangi satu sama lain.
“Bahasa!” tegurku, Eve tunduk, “Maaf, Kak Gebi.” Sedangkan, Krib terkekeh-kekeh.
“Sudah, sudah! Dimakan dulu dagingnya, keburu dingin, lo!” tahanku, menarik Ipi biar
keseruan antarsaudari ini berakhir sehingga kami dapat makan bersama.
Mendadak terdengar birama dari depan. Dengan inisiatif sendiri, aku beranjak. Lantas,
aku membuka pintu dan … .
[liveDevil]
Aku langsung mendekap dan menusuk perutnya dengan belati begitu pintu ini terbuka
olehnya. Di telinganya, aku berbisik, “Ini pembalasan atas kekalahan gue tadi, Junior,” lantas
menariknya kembali.
Mau tidak mau aku harus mengubah rencana. Kini, sasaranku bukan cuma Eve, namun
semua penghuni. Kutinggalkan Kak Gaby masuk untuk mencari mereka.
“Tidak ada ‘tetapi’, Cici!” sentak Eve, “Ada aroma iblis kuat darinya.”
“Kak Febi tahu, kenapa gue bisa cium aroma iblis dari Kakak?” tanya dia,
Tanyaku, “Kenapa?”
Aku membeku saat dia mencekikku, “Manusia tercipta lebih mulia, tahu!” Bahkan, aku
menjatuhkan belatiku seketika. Lantas, dirinya memukulku beruntun.
[TAMAT]