Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II


"Hakikat pernikahan dalam islam"

Dosen Pengampu:
Dr. Andi Abd. Muis, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Afifah Annisa (219250073)

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
S.A.W yang diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam dan membimbing umat ke jalan yang lurus.

Saya menyadari tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saya senantiasa mengharap
adanya kritik dan saran guna perubahan yang lebih baik kedepannya. Kendati demikian, saya berharap makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, permohonan maaf saya haturkan atas segala kekurangan dalam
makalah ini.

Parepare, 11 desember 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................2

Daftar Isi.............................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................................4

A. Latar Belakang,............................................................................................4

B. Rumusan Masalah........................................................................................4

C. Tujuan............................................................................................................5

D. Manfaat........................................................................................................5

BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................................5

A. Pengertian pernikahan.............................................................................5

B. Hukum pernikahan......................................................................................5

C. Peminangan (Khitbah)...............................................................................6

D. Syarat pernikahan.........................................................................................8

E. Tujuan pernikahan.........................................................................................10

F. Pemilihan calon Suami/Istri..........................................................................11

G. Thalak (perceraian)....................................................................................13

BAB III : PENUTUP................................................................................................................18

A. Kesimpulan....................................................................................................18

B. Saran...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya. Pernikahan
merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya Islam telah
memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan
tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih
tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan
perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

َ‫ت هَّللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُون‬ ِ َ‫ت ۚ أَفَبِ ْالب‬


+ِ ‫اط ِل ي ُْؤ ِمنُونَ َوبِنِ ْع َم‬ ِ ‫َوهَّللا ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا َو َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْز َوا ِج ُك ْم بَنِينَ َو َحفَ َدةً َو َر َزقَ ُك ْم ِمنَ الطَّيِّبَا‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak
dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum, serta
hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari pernikahan:

ِ ‫ت فِي النِّك‬
‫َاح‬ ُّ ‫فَصْ ُل َما بَ ْينَ ْال َحالَ ِل َو ْال َح َر ِام ال ُّد‬
ُ ْ‫ف َوالصَّو‬

“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR.
An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa`
no. 1994)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa permasalahan
mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. Telah
disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas mengenai
pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

B. Rumusan Masalah

Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah

2. Hukum Pernikahan

3. Peminangan (Khitbah)
4. Syarat Pernikahan

5. Tujuan Pernikahan

6. Pemilihan Calon suami/istri

7. Thalak (Perceraian)

8. Iddah

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya pengetahuan terhadap
Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:

1. Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.

2. Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.

3. Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain
juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh
kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya
adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

B. HUKUM PERNIKAHAN
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan
boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan
dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat
diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau.
Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram,
tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

· Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan
perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah
dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara
kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa
itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

· Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia
khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk
segera menikah

· Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi
keluarganya kelak

· Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani
maupun menyakiti secara materiil.

C. PEMINANGAN (KHITBAH)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk
melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang merupakan
adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal
proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan
saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita
semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan
oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka
hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat
calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga.
Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah dengan
seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada
Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat
Tarmizi dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh meminang
tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya".
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

D. SYARAT PERNIKAHAN

1 . Rukun nikah

-Pengantin laki-laki

- Pengantin perempuan

-Wali

-Dua orang saksi laki-laki

-Mahar

-Ijab dan kabul (akad nikah)

2.Syarat calon suami

-Islam

-Laki-laki yang tertentu

-Bukan lelaki muhrim dengan calon istri

-Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut

-Bukan dalam ihram haji atau umroh

-Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

-Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
-Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3.Syarat calon istri

-Islam

-Perempuan yang tertentu

-Bukan perempuan muhrim dengan calon suami

-Bukan seorang banci

-Bukan dalam ihram haji atau umroh

-Tidak dalam iddah

-Bukan istri orang

4.Syarat wali

-Islam, bukan kafir dan murtad

-Lelaki dan bukannya perempuan

-Telah pubertas

-Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

-Bukan dalam ihram haji atau umroh

-Tidak fasik

-Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya

-Merdeka

-Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali
terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita
hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini. jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup
dalam berzinahan selamanya.

5.Jenis-jenis wali

-Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan
pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu
mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
-Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali

+Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab berkenaan
tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan
tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.

-Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri
tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.

6.Syarat-syarat saksi

-Sekurang-kurangya dua orang

-Islam

-Berakal

-Telah pubertas

-Laki-laki

-Memahami isi lafal ijab dan qobul

-Dapat mendengar, melihat dan berbicara

-Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)

-Merdeka

7.Syarat ijab

-Pernikahan nikah ini hendaklah tepat

-Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran

-Diucapkan oleh wali atau wakilnya

-Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri)
yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)

-Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

-Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".

8.Syarat qobul

-Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab


-Tidak ada perkataan sindiran

-Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)

-Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)

-Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)

-Menyebut nama calon istri

-Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku terima Diana
Binti Daniel sebagai istriku".

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin khususnya dari
dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang
sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal dan
bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin. Bersamaan itu
pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan
dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol
pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut
sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta
untuk berwudhu terlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan berlangsung.
Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan
memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul
urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

E. TUJUAN PERNIKAHAN

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan
‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti
cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat
manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif
untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri
sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam
ayat berikut:

‫ان ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم أَ ْن تَأْ ُخ ُذوا ِم َّما آتَ ْيتُ ُموه َُّن َش ْيئًا إِاَّل أَ ْن يَخَافَا أَاَّل يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ ۖ فَإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل‬ ِ ‫ُوف أَوْ تَس‬
ٍ ‫ْري ٌح بِإِحْ َس‬ ٌ ‫َان ۖ فَإِ ْم َسا‬
ٍ ‫ك بِ َم ْعر‬ ُ ‫الطَّاَل‬
ِ ‫ق َم َّرت‬
َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُمون‬ ٰ ُ
َ ِ‫َت بِ ِه ۗ تِ ْلكَ ُحدُو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْعتَدُوهَا ۚ َو َم ْن يَتَ َع َّد ُحدُو َد هَّللا ِ فَأولَئ‬ْ ‫يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَد‬

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa
Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan
berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih

Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan
dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

َ‫ت هَّللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُون‬ ِ َ‫ت ۚ أَفَبِ ْالب‬


+ِ ‫اط ِل ي ُْؤ ِمنُونَ َوبِنِ ْع َم‬ ِ ‫َوهَّللا ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا َو َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْز َوا ِج ُك ْم بَنِينَ َو َحفَ َدةً َو َر َزقَ ُك ْم ِمنَ الطَّيِّبَا‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak
dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

F. PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI

1. Ciri-ciri bakal suami

beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t


bertanggungjawab terhadap semua benda

memiliki akhlak-akhlak yang terpuji

berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar

tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya

rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal untuk kebahagiaan
keluarga.

2. Ciri-ciri bakal istri

· Wanita itu shalihah

· Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara
perempuannya yang telah menikah.

· Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.

· Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,

· Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga
harta suaminya,

· Menjaga shalat yang lima waktu,

· Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,

· Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj)
seperti wanita Jahiliyyah.

· Berakhlak mulia,

· Selalu menjaga lisannya,

· Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang
ke-tiganya adalah syaitan,

· Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,

· Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,

· Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

ِ ‫فَهَالَّ َج‬
‫اريَةً تُالَ ِعبُهَا َوتُالَ ِعبُكَ؟‬
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa
mengajakmu bermain?!”

3. Perempuan yang Haram dinikahi

Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram
selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu
menikahi ibumu, anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara
perempuan bagi saudara perempuan.”:

-Ibu

-Nenek dari ibu maupun bapak

-Anak perempuan & keturunannya

-Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu

-Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu semua anak saudara perempuan

-Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:

-Ibu susuan

-Nenek dari saudara ibu susuan

-Saudara perempuan susuan

-Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan

-Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan

-Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:

-Ibu mertua

-Ibu tiri

-Nenek tiri

-Menantu perempuan

-Anak tiri perempuan dan keturunannya

-Adik ipar perempuan dan keturunannya

-Sepupu dari saudara istri

-Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya


G. THALAK (PERCERAIAN)

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan dengan
alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut
syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan
seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak
dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak
merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

-Hukum talak

-Hukum

-Penjelasan

-Wajib

a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi

b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian
rumahtangga mereka

c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik

d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami

Haram

a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas

b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi

c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya

d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali
sehingga cukup tiga kali atau lebih

Sunat

a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya

b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya

Makruh

Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan
agama

Harus
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

-Rukun talak

-Perkara

-Syarat

-Suami

-Berakal

-Baligh

-Dengan kerelaan sendiri

-Isteri

-Akad nikah sah

-Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

-Lafaz

-Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya

-Dengan sengaja dan bukan paksaaan

Contoh lafaz talak

1. Talak sarih

Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau “Saya ceraikan
awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan sebagainya.

2. Talak kinayah

Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah mak awak” atau
“Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak” dan sebagainya. Namun, lafaz kinayah
memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat talak, maka jatuhlah talak tetapi jika tidak berniat talak,
maka tidak berlaku talak.

Jenis talak

1. Talak raj’i

Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali isterinya
ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan merujuk
melainkan dengan akad nikah baru.
2. Talak bain

Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh
dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya
menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.

3. Talak sunni

Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika dalam tempoh
suci

4. Talak bid’i

Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang disetubuhinya.

5. Talak taklik

Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila
syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak. Contohnya suami
berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila
isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.

FASAKH

Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula, pembatalan nikah
disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya, perkahwinan suami isteri yang
difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak mempu memberi nafkah kepada isterinya. Fasakh
tidak boleh mengurangkan bilangan talaknya.

Cara melakukan fasakh

Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh

Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan mereka

Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak kadi boleh mengambil tindakan
membatalkannya

Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk kembali melainkan dengan akad nikah
yang baru.

KHULUK

Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan menggunakan lafaz talak atau
khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada ikatan perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas
hati atau lain-lain sebab. Pihak isteri hendaklah membayar sejumlah wang atau harta yang dipersetujui
bersama dengan suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan isterinya dngan jumlah atau harta
yang ditentukan.

Tujuan khuluk

-Memelihara hak wanita

-Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya

-Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan mahkamah.

RUJUK

Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut syarak, ia membawa
maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan dengan ikatan pernikahan asal (dalam
masa idah) dengan lafaz rujuk.

Hukum rujuk

-Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan gilirannya dari isteri-isterinya
yang lain

Haram

-Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan isterinya itu

Makruh

-Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri

Harus sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama

Rukun rujuk

-Perkara

-Syarat

-Suami

-Berakal

-Baligh

-Dengan kerelaan sendiri

-Isteri

-Telah disetubuhi
-Berkeadaan talak raj’i

-Bukan dengan talak tiga

-Bukan cerai secara khuluk

-Masih dalam idah

-Lafaz

-Ucapan yang jelas menyatakan rujuk

-Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan

-Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat

-Dengan sengaja dan bukan paksaan

Contoh lafaz rujuk

1. Lafaz sarih

Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali” atau “Saya kembali
semula awak sebagai isteri saya.”

2. Lafaz kinayah

Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau “Saya pegang awak
semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk kerana jika dengan niat rujuk, maka
jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka tidak sahlah rujuknya.

H. IDDAH

Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan suaminya, baik itu
karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal dunia yang pada waktu tunggu
itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain. Pada saat iddah
inilah antara kedua belah pihak yang telah mengadakan perceraian, masing-masing masih mempunyai
hak dan kewajiban antara keduanya.Lamanya masa iddah bagi perempuan adalah sebagai berikut:

a. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali suci

b. Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum mengalami sama sekali,
iddahnya tiga bulan

c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari

d. Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai melahirkan


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya
sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan, sesuai
dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah
Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:

“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.

Hadis lain Rasulullah Bersabda:

“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti aturan yang
dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu
adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam
pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu
sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara
terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun
dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

B. KRITIK DAN SARAN

Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti ada kekurangan
maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam. Adapun kritik maupun saran
dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi,
maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari
makalah yang telah dibuat.

DAFTAR PUSTAKA
http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp

Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006

Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011

http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp

http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah

http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79

Suhaimi.Diktat Pendidikan Agama Islam. Banda Aceh: Unsyiah,2013

Nurcahya. Pernikahan secara Umum. Bandung: Husaini Bandung,1999

Ais, Chatamarrasjid,dkk. Proses Pernikahan.Solo: PT. Anugerah,2000

http://Islamiyah.blogspot.com/2010/02/syaratpernikahanIslam/index.phpm?=posting.htmp

http://munakahat.blogspot.com/2010.htmp

Anda mungkin juga menyukai