Anda di halaman 1dari 21

UNTUK MEMENUHI TUGAS AQIDAH AKHLAK

“ Fatimah az-Zahra” dan “ Uwais Al-Qurni”

Disusun oleh

OPIK TANTAN

XI – MIPA

MA SA ASSOLEHIYYAH

JL. HAURHAPIT.RT01 RW14

KEL.BOJONGSARI,KEC.BOJONGSOANG,KAB.BANDUNG.
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Fatimah az-Zahra” dan “Uwais Al-Qarni” . Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata pelajaran Aqidah Akhlak yang dibimbing oleh Bpk.M.Syahrul.Razif,S.Pd.I

Makalah ini berisi tentang seorang wanita sholehah bernama Fatimah binti
Muhammad atau lebih dikenal dengan Fatimah az-Zahra putri bungsu Nabi Muhammad
SAW dari perkawinannya dengan istri pertamanya yaitu Khadijah. Dan juga sesosok
laki-laki bernama Uwais Al-Qurni yang sangat menghormati seorang perempuan atau bisa
disebut Ibu, sosok yang sangat wajib kita hormati dan sayangi selama di dunia

  Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

 Akhir kata saya sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
usaha kita. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Bandung,22 november 2021

Penyusun

Opik tantan
“ Fatimah az-Zahra”

Siti Fatimah merupakan nama lengkapnya. Wanita cantik istri dari


Khalifah ke empat yakni Ali bin Abi Thalib ini merupakan putri baginda
Rasulullah Muhammad SAW bersama Ummum Mukminin Khadijah binti
Khuwalid. Fatimah juga mendapat julukan sebagai Az Zahra yang artinya
wanita tak pernah mendapat haid selama hidupnya. Saat melahirkan buah
hatinya, masa nifas yang dialami Fatimah pun sangat sebentar.

Fatimah yang merupakan buah hati ke empat baginda Rasulullah ini


sendiri lahir lima tahun setelah Muhammad diangkat menjadi rasul
tepatnya pada 20 Jumadil Akhir. Kelahiran Fatimah disambut bahagia oleh
Rasulullah maupun keluarga, kerabat dan juga para sahabatnya.

Fatimah az-Zahra Ketika Kecil

Fatimah kecil tumbuh dengan baik dan menggemaskan. Sayang, di


usianya yang ke lima tahun sang bunda yakni Khadijah harus pulang ke
Rahmatullah. Di usianya yang masih sangat dini, ia harus menggantikan
pekerjaan sang bunda
untuk melayani, membantu dan membela sang ayah.

Masa kecil Fatimah penuh dengan tantangan juga cobaan serta


kesedihan. Berkali-kali ia harus menyaksikan sang ayah ditentang oleh kaum
kafir Quraish. Tidak jarang Fatimah kecil meneteskan air mata di pipinya karena
melihat perjuangan serta penderitaan sang ayah saat berdakwah.

Meski hidupnya penuh tantangan dan cobaan, Fatimah tak pernah


mengeluh akan hal itu. Ia tetap semangat dan tumbuh menjadi gadis yang kuat,
mengesankan serta selalu ada untuk sang ayah. Hari ke hari, ia pun tumbuh
menjadi gadis dewasa yang cerdas, cantik jelita dan berbudi luhur serta mulia.
Kisah cintanya pun dikatakan sebagai kisah cinta paling mulia sepanjang masa.

Fatimah tumbuh dewasa di rumah seorang Nabi yang penuh kasih. Nabi
mendidik dan membimbingnya sedemikian rupa agar kelak ia menjadi seorang
wanita yang benar-benar mampu meneladani akhlak, kehalusan hati, dan
arahan-arahan yang beliau berikan.

Ketika usia Fatimah menginjak lima tahun, terjadilah peristiwa besar pada
ayahnya, yakni turunnya wahyu Allah. Sejak itulah, ia mulai merasakan tahapan
pertama dari tugas dakwah yang harus diemban ayahnya.

Fatimah sering menyaksikan gangguan kaum Quraisy kepada ayahnya,


karena dia kerap menyertai Rasulullah. Seperti terjadi di Masjidil Haram, ketika
Nabi sedang sujud tiba-tiba Uqbah bin Mu'ith melemparkan bangkai kambing ke
punggung Nabi.

Belum pulih penderitaan itu, tiba-tiba ibunya, Khadijah wafat. Sejak


kematian ibunya, Fatimah menyadari bahwa ayahnya sebagai Nabi tentu telah
dihadang oleh beban yang amat berat dalam menjalankan dakwah, terlebih
dengan wafatnya Abu Thalib, paman Nabi.
Maka, dengan setia, Fatimah terus mendampingi ayahnya untuk
menggantikan peran ibunya. Dia lantas digelari Umm Abiha, ibu untuk ayahnya.

Fatimah az-Zahra Ketika Dewasa

Ketika Fatimah beranjak dewasa dan siap untuk dipersunting, banyak pria
mulia dan ternama di zamannya mengajukan lamaran. Sebut saja Khalifah
pertama yakni Abu Bakar As Sidhiq dan Khalifah kedua yakni Umar Bin Khattab.
Rupanya jodoh Fatimah bukan satu di antara keduanya. Lamaran Abu Bakar
maupun Umar tidak mendapat restu dari Rasulllah SAW.

Malaikat Jibril pun turun ke bumi dan mengabarkan pada Rasulullah bahwa
Fatimah hendak dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib. Keduanya adalah
sepasang anak manusia yang memang telah ditakdirkan bersama di dunia
hingga akhirat. Tak lama setelah datangnya kabar ini, Ali pun mendatangi
Rasulullah dan menyampaikan niat tulusnya untuk mempersunting buah hatinya.
Dengan senang hati Rasulullah pun menerima lamaran tersebut dan menikahkan
Fatimah untuk Ali. Selepas menikah, pasangan Fatimah juga Ali pun akhirnya
sama-sama tahu jika mereka saling mencintai satu sama lain hanya karena
Allah.

Belum genap setahun, Fatimah dikaruniai putra bernama Hasan. Nabi SAW
sendiri yang membacakan adzan di telinga cucunya itu. Berselang satu tahun
usia Hasan, lahirlah anak ke-2, Husain, pada bulan Syaban tahun ke-4 Hijriyah.

Pada tahun ke-5 Hijriyah, Fatimah kembali melahirkan seorang anak perempuan
yang oleh Nabi SAW diberi nama Zainab. Dua tahun kemudian lahir kembali
seorang putri yang diberi nama Ummu Kultsum.

Demikian Allah memberikan kenikmatan yang besar kepada Fatimah dengan


menjadikannya sebagai penerus keturunan Nabi dan sebagai keturunan paling
mulia yang pernah dikenal manusia.
Rasulullah SAW sangat menyayangi putrinya itu. Rasulullah pernah berkata di
atas mimbar, ''Sungguh, Fatimah bagian dariku. Siapa yang membuat dia marah,
berarti telah membuat aku marah,'' tegas Rasulullah.

Cinta keduanya begitu suci dan mulia. Saking sucinya, sebuah riwayat
menjelaskan bahwa cinta keduanya hanya Allah dan mereka yang tahu. Setan
bahkan tak pernah tahu bahwa ada cinta yang begitu besar di hati keduanya
hingga keduanya resmi menikah dan menjadi pasangan halal.

Fatimah az-Zahra Yang Sederhana dan Istimewa


Pernah suatu hari Fatimah Az Zahra, dihampiri oleh Abdurrahman bin ‘Auf
yang memberi tahu bahwa Rasulullah SAW tengah menangis sedih selepas
menerima wahyu dari Jibril. Abdurrahman datang ke sana dalam rangka untuk
mencari obat bagi suasana hati Nabi yang sedang dilanda kalut. Satu hal yang
bisa membuat bahagia Rasulullah adalah dengan melihat putrinya tersebut. 

Setelah mendengar kabar dari Abdurrahman itu, Fatimah Az Zahra lalu


berkata: “Baik. Tolong menyingkirlah sejenak hingga aku selesai ganti pakaian.”
Demikian diceritakan dalam kitab al-Aqthaf ad-Daniyyah melalui riwayat Umar
bin Khattab.

Keduanya lalu berangkat ke tempat Rasulullah. Kala itu, ia menyelimuti


tubuhnya dengan pakaian yang usang, ada 12 jahitan di dalam lembar kain
tersebut. serpihan dedaunan kurma juga tampak menempel di sela-selanya. 

Sayidina Umar bin Khattab menepuk kepala ketika menyaksikan


penampilan Fathimah tersebut sambil berkata: “Betapa nelangsa putri
Muhammad SAW. Para putri kaisar dan raja mengenakan sutra-sutra halus
sementara Fathimah anak perempuan utusan Allah puas dengan selimut bulu
dengan 12 jahitan dan dedaunan kurma.”

Sesampainya Fatimah Az Zahra di tempat ayahnya, Fatimah bertutur, “Ya


Rasulullah, tahukah bahwa Umar terheran-heran dengan pakaianku? Demi Dzat
yang mengutusmu dengan kemuliaan, aku dan Ali (Sayyidina Ali bin Abi Thalib,
suaminya) selama lima tahun tak pernah menggunakan kasur kecuali kulit
kambing.”

Fatimah menceritakan, keluarganya menggunakan kulit kambing tersebut


hanya di waktu malam hari saja. Sementara pada siang hari kulit tersebut
berubah fungsinya menjadi tempat makan unta. Untuk bantal mereka hanya
terbuat daru kulit yang berisi serpihan dedaunan kurma. 

Setelah mendengarkan ucapan dari Fatimah Az Zahra, Rasulullah


kemudia berkata kepada Umar “Wahai Umar, tinggalkan putriku. Mungkin
Fathimah sedang menjadi kuda pacu yang unggul (al-khailus sabiq),” sabda Nabi
kepada sahabatnya itu.

Analogi kuda pacu tersebut merujuk pada pengertian mengenai keutamaan sikap
fatimah yang mengungguli seluruh putri-putri raja lainnya. “Tebusanmu (wahai
Ayah) adalah diriku,” sahut Fathimah.

Demikianlah ulasan mengenai gaya hidup Fatimah Az Zahra, putri


Rasulullah SAW. Sebenarnya, dengan kedudukan dan kharisama luar biasa dari
ayahandanya, Fatimah Az Zahra bisa memperoleh apa saja yang dia inginkan.
Akan tetapi, ia telah mewarisi kepribadian Rasulullah SAW yang bersahaja. Ia
tetap tampil dengan sederhana namun memiliki kemewahan jiwa yang luar
biasa.

Fatimah az-Zahra Pemimpin Wanita di Surga

Wanita bergelar Az Zahra ini sendiri adalah seorang wanita yang sangat
cantik, berakhlak mulia, penyayang, sopan santun, penuh kesabaran, lembut
hati, suka menolong dan begitu patuh pada sang suami. Ia juga seorang wanita
yang cerdas serta sosok yang sangat dicintai oleh Allah begitu pun oleh
rasulnya.

Tak hanya dijuluki sebagai Az Zahra, Fatimah juga dijuluki sebagai seorang
pemimpin para wanita penduduk surga.

Aisyah berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Ketika aku dalam


perjalanan ke langit, aku dimasukkan ke surga, lalu berhenti di sebuah
pohon dari pohon-pohon surga. Aku melihat yang lebih indah dari pohon
yang satu itu, daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian, aku
mendapatkan buahnya, lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di
sulbi-ku. Setelah aku sampai di bumi, aku berhubungan dengan Khadijah,
kemudian ia mengandung Fatimah. Setelah itu, setiap aku rindu aroma
surga, aku menciumi Fatimah". (Tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra:
1; Mustadrak Ash-Shahihayn 3: 156).

Wafatnya Fatimah az-Zahra


Hari ketiga Ramadan adalah hari wafatnya anak kesayangan baginda Nabi
Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra. Fatimah yang juga istri Ali bin Abu Thalib,
ini wafat pada 3 Ramadan tahun 11 Hijriah atau 23 November 632 Masehi. Dia
dimakamkan pemakaman Baqi, Madinah. Kepergian ibu dari Hasan dan Husein
sungguh menyayat hati dan mengharu biru. Fatimah sebenarnya sudah tahu
kapan dirinya akan dipanggil Ilahi. 

Alkisah saat Rasulullah terbaring sakit, Fatimah tak henti-hentinya


bersedih. Rasulullah pun membisikkan sesuatu ke telinga anaknya. 

"Aku akan pergi tetapi engkau pertama yang akan menyusul," ujar Rasulullah
dikutip dalam buku Fatimah Az-Zahra karya Sibel Eraslan, Rabu (17/5).

Sontak raut muka Fatimah menjadi senang karena keriduannya kepada


ayahanda pasti segera tertambat. Banyak yang ingin tahu apa yang Rasulullah
bisikkan kepada Fatimah, namun ditanya berapa kalipun Fatimah bergeming.
Fatimah menyadari ajalnya makin dekat, saat itu dia menemui ayahnya dalam
mimpi. " Wahai Fatimah! aku datang untuk memberi kabar gembira kepadamu.
Telah datang saat terputusnya takdir kehidupannya di dunia ini, putriku. Tiba
sudah saatnya untuk kembali ke alam akhirat! Wahai Fatimah bagaimana kalau
besok malam kamu menjadi tamuku? "

Sebelum meninggal, Fatimah berlaku tidak biasa di dalam rumah dia


menyisir Hasan dan Husein dengan air mawar dan hati terus bergetar karena
tahu dia akan meninggalkan dua buah hatinya. Dia dekap Hasan dan Husein dan
diciuminya dalam-dalam.

Ali termenung dan terus memandangi belahan hatinya tersebut. lantas


Fatimah berkata, "Wahai Ali. Bersabarlah untuk deritamu yang pertama dan
bertahanlah untuk deritamu yang kedua! Jangan engkau melupakan diriku.
Ingatlah diriku selalu mencintaimu dengan sepenuh jiwa. Engkau kekasihku,
suamiku, teman hidupku yang terbaik, teman diriku berbagi derita dan teman
perjalananku" 

Lalu keempat orang itu menangis dan berpelukan. Fatimah lalu meminta
kedua anaknya berziarah ke pemakaman Baki. Anak-anaknya menurut. Untuk
terakhir kali Fatimah memandang Ali "Halal semua atasku wahai cahaya kedua
mataku," ujar Fatimah memohon maaf. 

Fatimah berbaring dan menyuruh Asma binti Umais menyiapkan keperluan


dan makanan. Tak disangka beberapa waktu sebelum ditariknya nyawa Fatimah,
dua anaknya kembali ke rumah. Fatimah pun menyuruh lagi keduanya pergi ke
Raudah, dia tidak ingin anaknya sedih melihatnya menghadap Ilahi. 

Dalam kesakitannya, Fatimah berbisik kepada Ali. Dia menitipkan wasiat


kepada Ali, yaitu permohonan maaf kepada Ali, meminta Ali mencintai kedua
anaknya, meminta dirinya dimakamkan pada malam hari agar saat dikebumikan
tidak banyak dilihat manusia, dan meminta Ali untuk sering mengunjungi
makamnya. 

Saat menitipkan wasiat, tiba-tiba dua anaknya kembali dari Raudah. Sadar
kondisi ibunya, mereka mendekap Fatimah erat-erat. Fatimah meminta
keduanya agar jangan berpaling di jalan Al-Quran, jalan Rasulullah dan melawan
ayahnya. 

Fatimah meminta semua orang keluar dari kamarnya, dia hendak


menyendiri dan ingin bersama tuhannya. Fatimah berpesan jika tidak ada lagi
sahutan dari dalam kamar maka jiwanya telah hilang. Dalam sekejap Madinah
telah kehilangan mawarnya saat Fatimah kembali keharibaan tuhan.

KESIMPULAN
Siti Fatimah merupakan nama lengkapnya. Wanita cantik istri dari Khalifah ke
empat yakni Ali bin Abi Thalib ini merupakan putri baginda Rasulullah
Muhammad SAW bersama Ummum Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Fatimah
juga mendapat julukan sebagai Az Zahra yang artinya wanita tak pernah
mendapat haid selama hidupnya. Saat melahirkan buah hatinya, masa nifas
yang dialami Fatimah pun sangat sebentar.

Wanita bergelar Az Zahra ini sendiri adalah seorang wanita yang sangat
cantik, berakhlak mulia, penyayang, sopan santun, penuh kesabaran, lembut
hati, suka menolong dan begitu patuh pada sang suami. Ia juga seorang wanita
yang cerdas serta sosok yang sangat dicintai oleh Allah begitu pun oleh
rasulnya.

Tak hanya dijuluki sebagai Az Zahra, Fatimah juga dijuluki sebagai seorang
pemimpin para wanita penduduk surga.

Masa kecil Fatimah penuh dengan tantangan juga cobaan serta kesedihan.
Berkali-kali ia harus menyaksikan sang ayah ditentang oleh kaum kafir Quraish.
Meski hidupnya penuh tantangan dan cobaan, Fatimah tak pernah mengeluh
akan hal itu. Ia tetap semangat dan tumbuh menjadi gadis yang kuat,
mengesankan serta selalu ada untuk sang ayah
Hari ketiga Ramadan adalah hari wafatnya anak kesayangan baginda Nabi
Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra. Fatimah yang juga istri Ali bin Abu Thalib,
ini wafat pada 3 Ramadan tahun 11 Hijriah atau 23 November 632 Masehi. Dia
dimakamkan pemakaman Baqi,

- SELESAI -

UWAIS AL-QARNI

Pada zaman Nabi Muhammad , ada seorang pemuda bermata biru,


rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada
tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli
membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut
yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada
orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat
terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya
sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya
penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekadar menopang kesehariannya bersama
Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang
hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang
lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap
melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar
seruan Nabi Muhammad. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk
menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam
mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati
Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera
memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya
kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi
ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad secara langsung.
Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan
cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih
Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada
Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang
kekasih, tetapi apalah daya ia tak punya bekal
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah mendapat cedera
dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini
akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga
patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada dia sekalipun
ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan
yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi.
Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi
Nabinya dan memandang wajah dia dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan
perawatannya dan tak tega ditinggalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan
malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais
mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya
agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi di Madinah. Sang ibu, walaupun
telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Dia memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, "Pergilah wahai anakku!
temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali
pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada
tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais
menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit
yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di
siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan
dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi yang selama ini
dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke
rumah Nabi , diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah
Sayyidah Fathimah binti Muhammad , sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun
ternyata dia tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa
kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak
berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan
Nabi dari medan perang.
Tapi, kapankah dia pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan
ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,"
Engkau harus lekas pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah
mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa
dengan Nabi . Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah
Fathimah Radliyallahu 'anh untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi langsung menanyakan tentang
kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa
Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit
(sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah Sayyidatina
Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah
Fathimah Radliyallahu 'anh, memang benar ada yang mencari Nabi dan segera
pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga
ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Pemuda Yang Cinta Kepada Ibundanya


Di Yaman, tinggallah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang
berpenyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang.
Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh dan sangat berbakti kepada
ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat
dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia
kabulkan.

“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat
mengerjakan haji,” pinta sang ibu.

Mendengar ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah


sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya
menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu
dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak
lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu.
Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik
menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais gila..” kata
orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang
menganggap aneh apa yang dilakukannya tersebut.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun


bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang
diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu
tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah
mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi
bertenaga untuk mengangkat barang. Tahukah sekarang orang-orang, apa
maksud Uwais menggendong lembu setiap hari? Ternyata ia sedang latihan
untuk menggendong ibunya.
Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah!
Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh
perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya


terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu
dan anak itu berdoa.

“Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.

“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.

Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga.
Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”

Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu
wata’ala pun memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari
penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian
apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda
untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk
mengenali Uwais.

Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah


berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya
sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah
Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan


menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak
hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya,
demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari
dan Muslim)

Salam Nabi dan Undangan Umar untuk


Uwais Al-Qarni
“Mohon kalian semua duduk,” kata Umar kepada rombongan yang datang di
sekitaran Ka'bah. Saat itu Umar sudah menjabat sebagai seorang khalifah.
Artinya, itu adalah era di mana Nabi Muhammad dan Abu Bakar As-Shidiq sudah
meninggal dunia.

Keadaan cukup ramai karena sudah memasuki bulan Dzulhijah.


Musim haji telah tiba. Orang-orang dari segala penjuru mendatangi kota Mekah
untuk beribadah. Dan wajarnya ibadah haji pada era itu, yang dibawa pun
sekalian barang dagangan. Ibadah sekalian berjualan. Itulah yang membuat
keadaan di pusat kota Mekah saat Umar mengumpulkan para calon jamaah haji
jadi terlihat semakin riuh.

“Silakan duduk, kecuali orang-orang yang berasal dari daerah Qaran,” lanjut
Umar bin Khattab. Semua orang-orang yang di hadapan Umar duduk bersila.
Sedangkan orang-orang dari Qaran tetap berdiri.

“Siapa di antara kalian yang bernama Uwais?” tanya Umar kepada orang-orang
yang masih berdiri.

Semua orang yang berdiri bergeming. Saling pandang satu sama lain,
seperti saling menyelidik dan bertanya-tanya. Umar pun paham, di antara
orang-orang ini, tidak ada orang yang dimaksud.

“Adakah di antara kalian yang mengenal orang yang bernama Uwais al-Qarni?”
tanya Umar lagi dengan suara keras mengingat di hadapannya ada cukup
banyak orang.

Kasak-kusuk mulai terdengar, orang-orang ini mulai bingung. Ada apa


sosok seterhormat khalifah Umar menanyakan Uwais? Orang-orang Qaran ini
heran. Uwais hanya orang biasa, rakyat jelata, dan tidak punya kedudukan
apapun. Bahkan bagi penduduk Qaran, Uwais hanyalah orang gila yang
dikucilkan dari masyarakat. Itulah yang kemudian membuat salah satu pria yang
berdiri sedikit maju ke depan untuk berbicara kepada Umar.
“Wahai, Umar. Apa yang Anda inginkan darinya? Uwais adalah orang yang tidak
dikenal kecuali oleh orang-orang sekitarnya. Ia tinggal di gubuk reyot. Hidup
sendiri dan tidak bergaul dengan manusia,” kata perwakilan orang Qaran ini.

Tanpa diduga oleh orang-orang Qaran dan calon jamaah haji yang
duduk, Umar justru sumringah. Seperti menemukan seseorang yang selama ini
ditunggu-tunggu. Dengan sedikit terburu-buru Umar mendatangi orang tersebut.

“Sampaikan salamku padanya. Pada Uwais. Mohon, mintakan kepadanya untuk


segera menemuiku di Mekah,” kata Umar.

Tentu saja semua yang melihat ini bertanya-tanya. Siapa orang yang
dimaksud Umar itu? Dan apa yang membuatnya jadi terlihat begitu istimewa
sampai seorang Umar—salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad, khalifah
penerus Abu Bakar As-Shidiq—seperti berupaya keras untuk menyelidiki dan
mencari sosoknya. Rasa penasaran yang tidak hanya muncul dari orang-orang
Qaran, tapi juga jamaah haji yang sedang duduk.

Rasa penasaran itu mengerucut pada satu pertanyaan: Siapa sebenarnya Uwais
Al-Qarni?

Uwais adalah pria tambun, berkulit coklat gelap, kepalanya botak,


berjenggot tebal dan lebat. Sering mengenakan sorban dari kain wol, wajahnya
cukup menjengkelkan sekaligus punya tatapan mata yang menakutkan.

Paling tidak, itulah kesan yang dilihat oleh Harim bin Hayyan al-‘Abdi, seorang
muslim yang bertemu dengan Uwais setelah kabar seorang Khalifah Umar
mencari sosok tidak dikenal itu sampai ke Kota Kufah di tepi Sungai Efrat. 

Seperti yang diceritakan ulang oleh Abu Al-Qasim An-Naisaburi dalam


kitab Uqola al-Majaaniin, kitab kebijaksanaan orang-orang yang dianggap gila
atau memang gila betulan, setelah mendapat pesan dari Umar, orang Qaran ini
pun pulang ke kampung halamannya setelah ibadah haji. Ia menyampaikan
pesan istimewa ke Uwais dengan penuh tanda tanya. Barangkali dalam hatinya,
ada urusan apa seorang Uwais, sosok yang dicampakkan di perkampungannya,
malah mendapat “undangan kenegaraan” langsung dari khalifah umat Islam
sedunia.

Mendapat undangan istimewa tersebut, tentu saja Uwais segera ke


Mekah mendatangi Umar. Begitu keduanya bertemu, Umar langsung menyapa,
“Apakah benar Anda adalah Uwais? Uwais Al-Qarni?” tanya Umar.

“Ya, benar, wahai Amirulmukminin,” jawab Uwais.

“Apakah Anda pernah memiliki penyakit kusta, lalu Anda berdoa dan penyakit
Anda sembuh? Lalu Anda berdoa kembali agar dikembalikan lagi penyakit kusta
tersebut, lalu dikabulkan lagi, tapi hanya setengah dari penyakit yang pertama?”
tanya Umar.

Uwais terkejut luar biasa melihat Umar tahu hal tersebut. Mengingat
Uwais hanyalah sebatang kara dan dianggap gila oleh orang-orang di sekitarnya.

“Benar apa yang Anda sampaikan, Amirulmukminin,” kata Uwais masih terkejut,
“Siapa yang mengabari Anda tentang semua itu? Demi Tuhan, tidak ada yang
mengetahui peristiwa tersebut kecuali Tuhan.”

Umar lalu menjawab, “Yang memberitahuku adalah Rasulullah. Beliau


memerintahkanku untuk memohon kepada Anda agar berkenan mendoakan
saya.”

Karuan saja Uwais semakin heran dengan penjelasan Umar. Namun


sebelum keluar kata-kata dari Uwais, Umar kembali melanjutkan kata-katanya.

“Karena beliau bersabda tentang seorang pria yang memberi syafaat kepada
orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar. Lalu
beliau menyebut namamu,” jelas Umar.

Apa yang disampaikan Umar adalah hadis dari riwayat Hasan. Suatu kali
Nabi Muhammad bersabda, “Ada orang-orang dalam jumlah lebih banyak dari
Bani Rabi’ah dan Mudlar kelak yang akan masuk surga karena syafaat seorang
pria dari umatku. Maukah kalian aku beritahu siapa nama pria itu?”
Para sahabat menjawab, “Tentu saja, Wahai Rasulullah.”

“Pria itu adalah Uwais Al-Qarni.”

Setelahnya lalu keluar perintah Nabi untuk Umar, “Wahai Umar, apabila
engkau menemukannya, sampaikan salamku untuknya, berbincanglah
dengannya sehingga dia mendoakanmu.” Sebuah riwayat yang juga terdapat
dalam kitab Shahih al-Jami ash-Shaghir karya Jalaluddin as-Suyuthi.

Mendengar segala keistimewaan itu Uwais bukannya jadi besar


kepala, pesannya pun sederhana kepada Umar, “Wahai Amurilmukminin, saya
punya permohonan untuk Anda,” kata Uwais.

“Apa itu, Uwais?” tanya Umar.

“Tolong sembunyikan soal jati diri saya yang Anda dengar dari Rasulullah dan
izinkanlah saya untuk segera beranjak dari tempat ini,” kata Uwais.

Umar pun mengabulkan permohonan tersebut. Dalam kesaksian Harim


bin Hayyan, Uwais berkata kepadanya, “Aku tidak suka perkara ini,” setelah
Harim meminta hadis dari riwayat Uwais.

“Aku tidak ingin menjadi mukhaddits (ahli hadis), kadi (hakim), dan mufti


(pencetus fatwa). Aku tak suka diriku sibuk dengan manusia,” jawab Uwais yang
ingin menjauh dari gelar-gelar duniawi sekalipun itu terlihat seperti gelar dari
agama.

Di tempat persembunyiannya itulah Uwais menghabiskan sisa


hidupnya. Sampai kemudian keberadaan Uwais yang tidak terdeteksi oleh orang
banyak itu muncul kembali saat ditemukan dalam keadaan tewas saat Perang
Shiffin bergejolak.

Uwais Al Qarni Wafat


Beberapa tahun kemudian, Uwais Al Qarni berpulang
ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan di mandikan, tiba-tiba sudah
banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya. Dan ketika di bawa
ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang
sudah menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak
menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa ke pekuburannya, luar biasa
banyaknya orang yang berebutan untuk menusungnya.    

Meninggalnya Uwais Al Qarni telah menggemparkan masyarakat kota


Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian
banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya, padahal Uwais Al Qarni adalah seorang yang fakir yang tidak
dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak
diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya,


“Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni? Bukankah Uwais yang
kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya
sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta? Tapi, ketika hari
wafatnya, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.mereka datang dalam
jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang
diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”

Berita meninggalnya Uwais Al Qarni dan keanehan-keanehan yang


terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk
Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Selama ini tidak ada
orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan
permintaan Uwais Al Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib
agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar
sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni adalah
penghuni langit.

Begitulah Uwais Al Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu
sesuai dengan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua
orang tua. Beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau
nerakamu.” (HR Ibnu Majah)

Kesimpulan
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya
sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya
penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. ahli
membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut
yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada
orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat
terkenal di langit.

Uwais merupakan pemuda yang sangat taat dam patuh kepada ibunya, ia
sangat menyayangi ibunya, karena kecintaam terhadap ibunya ia dikenal oleh
Nabi Muhammad SAW. Dan dikenal oleh khalifah akan do’a nya yang akan
selalu tembus kelangit.

Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh
masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi
syafa'at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa'at sejumlah qobilah
Robi'ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan
karenanya. Dia adalah "ABdul Basit". Ia tak dikenal banyak orang dan juga
miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya
sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan
penghinaan lainnya.

“ Orang Tuamu Merupakan Kunci-mu Untuk Masuk Ke Surga Atau


Neraka ”

Anda mungkin juga menyukai